BAB I PENDAHULUAN - EFEKTIFITAS DZIKIR ISM ADZ-DZAT UNTUK MENINGKATKAN REGULASI DIRI REMAJA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS 1A BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja (adolescence) merupakan masa peralihan masa perkembangan
antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada
aspek fisik, kognitif, dan psikososial.1 batasan usia remaja yang umum
digunakan oleh para ahli adalah antara 12 tahun hingga 21 tahun, yaitu 12-15
merupakan remaja awal, 15-18 tahun merupakan remaja pertengahan, dan 1821 tahun merupakan remaja akhir. Menurut Monks, Knoers & Haditono
bahwa usia 10-12 tahun masa pra-remaja, usia 12-15 tahun masa remaja awal,
15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir.
Remaja awal hingga akir inilah yang disebut masa adolesen.2 Menurut Zigler
dan Stevenson, secara garis besarnya perubahan-perubahan tersebut dapat
dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan perkembangan karakteristik seksual. Pertama, perubahan
dalam tinggi badan dan berat badan, tinggi rata-rata anak laki-laki dan

1

Diane E. Papalia, Sally Wendkos, dan Ruth Duskin Feldman, Human Development,

Terjemahan: Brian Marwensdy, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hlm.8.
2

Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 190.

1

2

perempuan pada usia 12 tahun adalah sekitar 59 atau 60 inci.3 Kedua,
perubahan dalam proporsi tubuh, perubahan-perubahan dalam proporsi tubuh
selama masa remaja, terlihat pada perubahan ciri-ciri wajah, perubahan
struktur kerangka terutama pada perkembangan otot. Ketiga, perubahan ciriciri seks primer, cir-ciri seks primer menunjuk pada organ tubuh yang secara
langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Keempat, perubahan ciri-ciri
seks

sekunder,

adalah


tanda-tanda

jasmaniah

yang tidak

langsung

berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan. 4
Perkembangan kognitif selama periode remaja ini, proses pertumbuhan
otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses
informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja juga
terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan
sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam
aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan
strategis atau kemampuan mengambil keputusan. Perkembangan Prontal lobe
tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga
dapat mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat
pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru.5


3

Ibid., hlm.191.

4

Ibid., hlm. 193.

5

Ibid., hlm.194.

3

Piaget memandang bahwa remaja secara aktif membangun dunia
kognitif, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu
saja ke dalam skema kognitif. Remaja telah mampu membedakan antara halhal atau ide-ide yang lebih penting di banding ide lainnya. Remaja juga telah
dapat menghubungkan ide-ide tersebut.6 Seorang remaja tidak saja
mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati tetapi remaja mampu

mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Piaget
mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu
interaksi dari struktural otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang
semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir
abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap
formal operations. Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana
seseorang telah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi
terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi.7
Remaja yang lebih tua dalam mengambil keputusan ternyata lebih
kompeten daripada remaja yang lebih muda, sekaligus lebih kompeten
dibandingkan anak-anak. Dibandingkan dengan anak-anak, remaja yang lebih
muda cenderung menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari berbagai
perspektif,

mengantisipasi

akibat

dari


keputusan-keputusan,

dan

Susan
Sa’adah,
Teori
Perkembangan
Remaja
dalam
(www.academia.edu/11139523/TEORI_PERKEMBANGAN_REMAJA diakses pada Selasa, 09
Januari 2018 pukul 18:15 WIB), hlm.5.
6

7

Nurul
Qamariyah,
Prkembangan
Kognitif

Remaja
dalam
(www.academia.edu/11623352/Perkembangan_Kognitif_Remaja diakses pada Selasa, 09 Januari
2018 pukul 19:19 WIB),hlm.4.

4

mempertimbangkan

kredibilitas

sumber-sumber.

Akan

tetapi,

apabila

dibandingkan dengan remaja yang lebih tua, remaja yang lebih muda memiliki

kemampuan yang kurang dalam keterampilan pengambilan keputusan.8
Meskipun demikian, keterampilan pengambilan keputusan oleh remaja
yang lebih tua seringkali jauh dari sempurna, dan kemampuan untuk
mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan semacam itu akan
dibuat dalam kehidupan sehari-hari, dimana luasnya pengalaman sering
memainkan peran sangat penting. Untuk itu, remaja perlu memiliki lebih
banyak peluang untuk mempraktikkan serta mendiskusikan pengambilan
keputusan yang realistis.9 Masalah di dunia nyata yang sering terjadi dan
melibatkan strategi untuk meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan
seperti masalah seks, obat-obatan, miras, dan pembunuhan serta kebutkebutan di jalan.
Sebagian remaja akhir mengalami masalah dalam mengahapi berbagai
perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan dalam
mengatasi bahaya saat menjalani masa ini. Berdasarkan National Center for
Health Statistics (NCHS) tahun 2004, remaja Amerika Serikat menghadapi
berbagai bahaya yang mengancam kesejahteraan fisik dan mental mereka,
termasuk tingkat kematian tinggi akibat kecelakaan, pembunuhan, dan bunuh
diri. Berbagai kelompok etnik dan kelas sosial, penyalahgunaan narkoba,

Desmita, Psikologi Perkembangan, … hlm. 198.


8

9

Ibid., hlm. 198.

5

mengemudi dalam pengaruh alkohol, dan peningkatan aktivitas seksual
sepanjang masa remaja banyak terjadi. Hal ini tergolong perilaku beresiko
yang mencerminkan belum matangnya pemikiran remaja.10
Data peningkatan kenakalan remaja dari tahun ketahun diambil dari
Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 angka kenakalan remaja di Indonesia
mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 7007
kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762. Artinya dari tahun 2013-2014
mengalami kenaikan sekitar 10,7%, kasus tersebut dari berbagai kasus
kenakalan remaja diantaranya, pencurian, pembunuhan, pergaulan bebas dan
narkoba. Dari data tersebut dapat diprediksi jumlah peningkatan angka
kenakalan remaja setiap tahunnya. Prediksi tahun 2019 mencapai 11685,90
kasus dan pada tahun 2020 mencapai 12944,47 kasus. Mengalami kenaikan

tiap tahunnya sebesar 10,7%. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dari 233
juta jiwa penduduk Indonesia, 28,6% atau 63 juta jiwa adalah remaja berusia
10-24 tahun.11
Tren tindak kenakalan dan kriminalitas di kalangan remaja yang terus
meningkat ini secara faktual antara lain terlihat dari berbagai tayangan berita
kriminal di televisi dan media massa lainnya. Meningkatnya insiden tindak
kriminalitas di kalangan remaja ini juga ditunjukkan oleh data kriminalitas
10

Diane E. Papalia, Sally Wendkos, dan Ruth Duskin Feldman, Human Development,
Terjemahan: Brian Marwensdy, … hlm.8.
11

Katalog Badan Pusat Statistik, Studi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak di
Palembang,Tangerang, Kutoarjo, dan Blitar dalam https://media.neliti.com/media/.../49987-IDprofil-kriminalitas-remaja-2010.pdf di akses pada Selasa 05 Desember 2017 pukul 21:05 WIB,
(Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2010),hlm.1.

6

Mabes Polri. Data yang bersumber dari laporan masyarakat dan pengakuan

pelaku tindak kriminalitas yang tertangkap tangan oleh polisi mengungkapkan
bahwa selama tahun 2007 tercatat sebanyak 3,145 remaja yang masih berusia
18 tahun atau kurang menjadi pelaku tindak kriminal. Jumlah tersebut pada
tahun 2008

meningkat menjadi sebanyak 3,280 remaja dan tahun 2009

sebanyak 4,213 remaja.12
Komposisi remaja pelaku tindak pidana atau remaja nakal menurut
jenis kelamin secara rinci sebagai berikut:13
Tabel 1.1
Jumlah dan Persentase Remaja Pelaku Tindak Pidana
(Remaja Nakal) Menurut Jenis Kelamin dan Umur
Jenis Kelamin/ Umur
(Tahun)
Jenis kelamin:
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Umur (tahun)

13
14
15
16
17
Jumlah

Jumlah Remaja

Presentase

187
13
200

93,5
6,5
100

16
17
32
59
76
200

8,0
8,5
16,0
29,5
38,0
100,0

Berdasarkan tabel 1.1 bahwa persentase remaja pelaku tindak pidana
yang telah berumur 13 tahun dan 14 tahun masing-masing hanya sebesar 8,0
persen dan 8,5 persen. Persentase tersebut untuk remaja yang berumur 16

12

Ibid., hlm.1.

13

Ibid., hlm.20.

7

tahun dan 17 tahun masing-masing mencapai sebesar 29,5 persen dan 38,0
persen.14 Fenomena tindak pidana pada usia remaja banyak terjadi. Hal ini
disebabkan pada masa remaja merupakan masa kritis, dimana remaja memiliki
keinginan untuk mencoba-coba hal yang baru. Selain itu, pengaruh eksternal
remaja sangat mempengaruhi tindak pidana tersebut, salah satunya teman
sebaya.
Tindak pidana Studi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak di
Palembang,Tangerang, Kutoarjo, dan Blitar tahun 2010 menunjukkan
kriminalitas yang menonjol yaitu tindak pencurian dengan presentase 60,0%
dan presentase terendah pada tindak pidana pemerasan yaitu dengan
presentase 1,0%. Berdasarkan tablel 1.2 sebagai berikut:
Tabel 1.2
Jumlah dan Persentase Remaja Pelaku Tindak Pidana/Anak Nakal
Menurut Jenis Tindak Pidana/Kriminalitas yang Dilakukan
Jenis Tindak Pidana/Kriminalitas
Jumlah Remaja
Presentase
yang Dilakukan Remaja
4
2,0
Pemilikan senjata tajam
19
9,5
Narkoba
12
6,0
Perkosaan/Pencabulan
8
4,0
Pengeroyokan
4
2,0
Pembunuhan
8
4,0
Penganiayaan
10
5,0
Kecelakaan lalu lintas fatal *)
120
60,0
Pencurian
2
1,0
Pemerasan
5
2,5
Penggelapan
5
2,5
Penadah hasil kejahatan
3
1,5
Tindak pidana lainnya
200
100,0
Jumlah
*) Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian orang lain

14

Ibid., hlm.19.

8

Berdasarkan tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebanyak 4
remaja (2,0 persen) melakukan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 5 remaja
(2,5 persen) melakukan tindak pidana penggelapan dan 5 remaja lainnya (2,5
persen) menjadi penadah hasil kejahatan. Keterlibatan para remaja nakal ini
dalam tindak pidana pembunuhan merupakan fenomena yang sangat
memprihatinkan. Selain diancam dengan sanksi hukuman yang berat, tindak
pembunuhan merupakan kejahatan yang hanya mampu dilakukan oleh orang
yang tidak lagi mempunyai rasa kemanusiaan.15
Table 1.3
Jumlah Remaja Pelaku Tindak Pidana/Anak Nakal Menurut Jenis
Tindak Pidana/Kriminalitas yang Dilakukan dan Umur Remaja
Jenis Tindak
Umur Remaja (Tahun)
Pidana/Kriminalitas yang
13
14
15
16
Dilakukan oleh Remaja
1
1
Pemilikan senjata tajam
1
2
11
Narkoba
2
1
2
6
Pemerkosaan/Pencabulan
1
2
1
2
Pengeroyokan
1
Pembunuhan
3
1
2
Penganiayaan
2
1
Kecelakaan lalu lintas fatal *)
9
12
23
31
Pencurian
1
Pemerasan
4
Penggelapan
2
Penadah hasil kejahatan
1
Tindak pidana lainnya
16
17
32
59
Jumalah
*) Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian orang lain

17
2
5
3
2
3
2
7
45
1
1
3
2
76

Berdasarkan tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis tindak
pidana seperti tindak pidana pencurian, penganiayaan, pengeroyokan,
perkosaan/pencabulan dan narkoba merupakan jenis-jenis tindak pidana yang
15

Ibid., hlm.28.

9

dilakukan oleh remaja pada semua usia. Sedangkan tindak pidana kepemilikan
senjata tajam, pembunuhan, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
kematian orang lain dan penggelapan hanya dilakukan oleh kalangan remaja
yang telah berusia lebih dari 15 tahun. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa
semakin tinggi usia remaja akan cenderung melakukan kenakalan diantaranya
adalah tindak pidana pembunuhan.
Menurut Hasil Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
narkoba pada kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 18 Provinsi tahun 2016
yaitu provinsi Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Jawa Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali, NTT, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Papua Barat yang dilakukan oleh Badan
Narkotika Nasional (BNN), didapatkan prevalensi penyalahgunaan narkoba
tahun 2006-2016 menurut waktu, sebagai berikut:
Gambar 1.1
Diagram Batang Pravelensi Narkoba

9
8
7
6

5.2

5.1

Pernah pakai

5
4

2.9

3

1.9

2
1
0
2006

2009

2011

2016

Pakai setahun
terakhir

10

Angka prevalensi setahun terakhir juga cenderung turun dari 5.2%
(2006) menjadi 1,9% (2016). Atau bisa dikatakan pada tahun 2006 mereka
yang pakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) ada 5 dari 100
pelajar/mahasiswa, tetapi saat ini hanya ada 2 orang saja (2016). Dengan
demikian, lebih dari separuh mereka yang pakai narkoba dalam setahun
terakhir dapat dikurangi dalam 1 dekade terakhir. Di tahun 2016, dari mereka
yang pernah pakai narkoba (3,8%), sekitar separuhnya masih mengkonsumsi
narkoba dalam setahun terakhir (1,9%).16
Remaja merupakan masa dimana id, ego dan superego mengalami
persaingan kuat, dan superego berada pada titik bawah, sehingga kenakalan
remaja dapat terjadi kebanyakan ini. Selain dari faktor eksternal seperti
lingkungan tempat tinggal, pergaulan, pola asuh, faktor internal diri sendiripun
juga turut andil dalam membantu mengatasi kenakalan remaja saat ini. Bahkan
faktor terkuat dalam mengatasi kenakalan remaja adalah bagaimana diri dapat
mengelola stimulus yang datang dari lingkungan, untuk memberikan respon
yang sesuai. Sehingga perlunya strategi regulasi diri (pengelolaan diri) pada
setiap remaja.
Zimmerman berpendapat bahwa pengelolaan diri berkaitan dengan
pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan yang direncanakan
dan adanya timbal balik yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal.
16

Endang Mulyani, Hasil Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap narkoba pada
kelompok Pelajar dan Mahasiswa
di 18 Provinsi Tahun 2016, dalam
http://yogyakarta.bnn.go.id/files/88/Data---Penelitian/55/Ringkasan-Eksekutif-Hasil-SurveiPenyahgunaan-dan-Peredaran-Gelap-Narkoba-pada-Kelompok-Pelajar-dan-Mahasiswa-Tahun2016.pdf di akses pada Selasa 05 Desember 2017 pukul 21:54 WIB, (Jakarta: Badan Narkotika
Nasional, 2017), hlm. 19.

11

Regulasi diri berhubungan dengan kemampuan metakognisi, motivasi, dan
perilaku aktif. Pengeloaan diri atau self regulation bukan merupakan
kemampuan mental atau kemampuan akademik, melainkan bagaimana
individu mengolah dan mengubah pada suatu bentuk aktivitas.17
Meningkatkan regulasi dalam diri remaja terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi, yaitu: pertama, individu (diri) yakni beragam
pengetahuan yang dimiliki individu akan semakin membantu individu dalam
melakukan pengelolaan, tingkat kemampuan metakognisi yang dimilik
indivdu, dan tujuan yang akan dicapai; kedua, perilaku yakni semakin besar
dan optimal upaya yang dikerahkan individu dalam mengatur dan
mengorganisasi suatu aktivitas akan meningkatkan pengelolaan atau
regulation pada diri individu. Bandura menyatakan dalam perilaku ini ada tiga
tahap yang berkaitan dengan pengelolaan diri atau self regulation yaitu self
abservation yang berkaitan dengan respon individu, yaitu tahap individu
melihat ke dalam dirinya dan perilaku (performansinya), self judgment
merupakan tahap individu membandingkan performasi dan standar yang telah
dilakukannya dengan standar atau tujuan yang telah dibuat dan ditetapkan
individu, self reaction merupakan tahap yang mencakup proses individu dalam
menyesuaikan diri dan rencana untuk mencapai tujuan atau standart yang telah

17

M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi,… hlm.58-59.

12

di buat dan ditetapkan; ketiga, lingkungan, hal ini bergantung pada bagaimana
lingkungan itu mendukung atau tidak mendukung.18
Masalah-masalah pada remaja tidak akan selesai dengan baik tanpa
dikelola dengan mengoptimalkan kemampuan pada diri sendiri. Setiap hari
masalah yang hadir dalam kehidupan tidaklah sama, baik jenis masalahnya
maupun tekanan yang terdapat pada masalah itu sendiri. Perlunya
peningkatan-peningkatan dalam setiap situasi untuk dapat meregulasi diri
dalam menghadapi masalah yang hadir. Salah satu cara untuk meningkatkan
regulasi diri yaitu dengan dzikir Ism adz-Dzat.
Dzikir dimaknai

sebagai

metode

yang paling efektif untuk

membersihkan dan mencapai kehadiran Allah.19 Melalui bantuan dzikir yang
dipadukan dengan bentuk-bentuk perenungan yang sesuai atau pikir,
seseorang mula-mula memperoleh jiwa yang utuh, murni, dan menyeluruh
seperti emas.20 Mengahadapi konflik bukan suatu yang mudah ataupun
disepelekan. Hal yang harus di kuasai adalah tenang, ikhlas dan sabar dalam
menghadapi konflik, maksudnya bersabar dalam menghadapi konflik dengan
berdzikir untuk meningkatkan regulasi dalam diri remaja. Berdzikir dengan
berniat semata-mata hanya mencari ridha Allah SWT, tanpa maksud tujuan
yang lainnya, sesuai dengan sabda Nabi SAW:

18

Ibid., hlm.62-63.

19

Ummu Salamah, Sosialisme Tarekat: Menjajaki Tradisi dan Amaliah-Spiritual Sufisme,
(Bandung:Humaniora, 2005), hlm.150.
20

Ibid., hlm.151.

13

“Tidaklah suatu kaum yang berkumpul di suatu rumah Allah (masjid)
untuk berdzikir kepada Allah dengan niat semata-mata mencari ridha Allah
SWT, melainkan Allah akan mengampuni mereka dengan menggantikan
kesalahan-kesalahn mereka dengan kebaikan-kebaikan.” (HR. Ahmad)21
Secara garis besar, dzikir dapat menentramkan, membuat hati menjadi
damai, sebagaimana firman Allah SWT:

ِ َّ
ِ َِّ ‫اَّللِ أَال بِ ِذ ْك ِر‬
‫وب‬
َّ ‫ين َآمنُوا َوتَطْ َمئِ ُّن قُلُوبُ ُه ْم بِ ِذ ْك ِر‬
ُ ُ‫اَّلل تَطْ َمئ ُّن الْ ُقل‬
َ ‫الذ‬
Artinya: “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah (dzikir). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah
hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’d (13): 28)22
Dengan ini bahwa dalam menghadapi masalah remaja perlunya
regulasi diri dalam menyelesaikannya, serta upaya untuk meningkatkan
regulasi dalam diri remaja. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan teknik
dzikir Ism adz-Dzat dalam meningkatkan regulasi diri remaja dalam
membentengi diri terhadap indikasi-indikasi kenakalan remaja.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengkaji tentang
efektivitas dzikir Ism adz-Dzat dalam meningkatkan regulasi diri remaja binaan
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1A Blitar.
B. Rumusan Masalah
21

Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2009), hlm. 238.
22

Ibid., hlm.239.

14

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan
jawabannya melalui pengumpulan data. Namun demikian terdapat kaitan erat
antara masalah dan rumusan masalah, karena setiap rumusan masalah
penelitian harus didasarkan pada masalah.23
Menurut Sugiyono terdapat empat bentuk rumusan masalah, yaitu
rumusan masalah deskriptif, komparatif, asosiatif, dan komparatif asosiatif.24
Rumusan masalah deskriptif merupakan suatu rumusan masalah yang
berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik
hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Selanjutnya
rumusan masalah komparatif merupakan rumusan masalah penelitian yang
membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih
sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda. Sedangkan rumusan
masalah asosiatif merupakan suatu rumusan masalah pennelitian yang bersifat
menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Terakhir rumusan
masalah komparatif asosiaif merupakan rumusan masalah yang menanyakan
perbandingan korelasi antara dua variabel atau lebih sampel atau populasi
yang berbeda.25

23

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods), (Bandung: Alfabeta, 2016),

hlm.58.
24

Ibid., hlm.59.

25

Ibid., hlm.62.

15

Rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rumusan masalah komparatif dan asosiatif. Adapun pertanyaan dalam
rumusan masalah tersebut sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh dzikir Ism adz-Dzat dalam peningkatan regulasi diri
remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar?
2. Berapakah besar kontribusi dzikir Ism adz-Dzat terhadap peningkatan
regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar?
3. Berapakah selisih score kelompok eksperimen yang diberikan terapi dzikir
Ism adz-Dzat dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi dzikir
Ism adz-Dzat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui adakah pengaruh dzikir Ism adz-Dzat dalam peningkatan
regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar
2. Mengetahui besar kontribusi dzikir Ism adz-Dzat terhadap peningkatan
regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar
3. Mengetahui selisih score kelompok eksperimen yang diberikan terapi
dzikir Ism adz-Dzat dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi
dzikir Ism adz-Dzat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar

16

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan teoritik
dalam bidang psikologi kepribadian dan agama, yang berkaitan dengan
pengaruh aspek kepribadian serta ibadah kepada Allah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Remaja
Jika penelitian ini terbukti, maka secara praktis akan membantu
remaja yang mengalami masalah kenakalan remaja untuk terampil
dalam mengelola masalahnya dan meningkatkan regulasi diri dengan
dzikir Ism Adz-Dzat, serta memberi masukan atau gambaran aspek
psikologis dalam pelatihan pembekalan menuju usia dewasa.
b. Bagi Guru
Penelitian ini akan membantu dalam menyelesaikan masalah
terkait kenakalan remaja di sekolah, serta dapat membantu mendidik
remaja dengan memberikan pengetahuan spiritual. Hal ini akan
membantu jika penelitian ini terbukti.
c. Bagi Peneliti
Jika penleitian ini terbukti, maka selain mendapatkan suatu
temuan yang baru, peneliti juga dapat membantu meringankan
permasalahan kenakalan remaja dengan pendekatan terapi dzikir Ism
Adz-Dzat.

17

E. Keaslian penelitian
Penelitian tentang regulasi diri pada remaja telah pernah dilakukan
sebelumnya. Namun penelitian yang mengkaji tentang efektivitas dzikir Ism
ad-Dzat dalam meningkatkan regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak Klas 1 Blitar, sejauh pengetahuan peneliti belum pernah
dilakukan. Ada beberapa penelitian mengenai regulasi diri pada remaja yang
penulis temukan antara lain:
1. Pencegahan korban narkoba melalui terapi dzikir. (Jurnal oleh Ahmad
Mutohar, dosen Fakultas Dakwah IAIN Jember, 2015).
Ahmad Mutohar tahun 2015 melakukan penelitian pada subyek
korban narkoba dengan upaya pencegahan korban narkoba melalui terapi
dzikir. Pada penelitiannya menekankan pada penelusuran unsur-unsur
penyebab penyalahgunaan narkoba. Selain itu, peneliti hanya mengarah
pada subyek koban narkoba, dan pencegahan dengan kemampuan tubuh
untuk menyembuhkan diri dengan terapi dzikir yang diberikan kepada
koban narkoba.
2. Pengaruh terapi religi shalat dan dzikir terhadap kontrol diri klien
penyalahgunaan narkotika. (Skripsi oleh Lukman Hakim, Fakultas
Psikologi UIN MaulanaMalik Ibrahim Malang, 2015).
Penelitian Lukman Hakim menguji pengaruh terapi religi shalat
dan dzikir terhadap kontrol diri klien penyalahgunaan narkotika di Rumah
Sakit HMC (Hayuanto Medical Center), pengambilan subyek sebanyak
tujuh orang.

18

3. Pelaksanaan pembinaan agama Islam dalam meningkatkan perilaku
spiritual bagi warga binaan pemasyarakatan wanita dirumah tahanan
negara klas 1 Surakarta. (skripsi oleh Nurun Na’imah Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, 2016)
Penelitian yang dilakukan oleh Nurun Na’imah adalah pada subyek
bagi warga binaan pemasyarakatan wanita dirumah Tahanan Negara Klas
1 Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif kualitatif dan pada penelitian ini diberikan
pembinaan agama Islam secara umum yaitu perilaku spiritual berupa doa,
empati, sabar, dzikir, taubat, perbuatan baik, berjiwa besar, dan bahagia.
4. Pengaruh pengalaman dzikir terhadap ketenangan jiwa di Majlisul
Dzakirin Kamulan Durenan Trenggalek (skripsi oleh Ayu Efita Sari
Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Jurusan Tasawuf Psikoterapi
IAIN Tulungagung 2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Efita Sari dilakukan di
Majlisul Dzakirin Kamulan Durenan Trenggalek dengan jumlah 60 sampel
penelitian. Jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif. Pada penelitian ini hanya menggunakan satu sampel penelitian
yang diberikan terapi dzikir. Selain itu, terapi dzikir yang diberikanpun
secara umum, yaitu tasbih, tahlil, tahmid dan takbir.
5. Efektivitas Thinking For a Change terhadap peningkatan regulasi diri
Warga Binaan Pemasyarakatan kasus penipuan, (jurnal oleh Eneng Nur

19

Laili Wangi dan Annisa Walastri Fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung, 2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Eneng Nur Laili Wangi dan Annisa
Walastri mengkaji mengenai regulasi diri sebagai variabel terikat dan
Thinking For a Change sbagai variabel bebas. Thinking For a
Changemerupakan intervensi yang dibentuk berdasarkan perspektif CBT
dan dirancang untuk perilaku kejahatan. Penelitiannya menggunakan quasi
experiment dengan desain one-group pretest posttest. Variabel terikat
mengalami persamaan yaitu regulasi diri, namun dari variabel bebas yang
digunakan dan jenis penelitianpun terdapat perbedaan. Selain itu, subyek
penelitian dan tempat penelitianpun juga berbeda.
Penelitian ini menggunakan variabel terikat yaitu regulasi diri dan
variabel bebas yaitu dzikir Ism adz-Dzat. Penekanan dzikir dalam penelitian
ini menjadi fokus utama yang digunakan sebagai terapi. Berdasarkan temuan
yang peneliti temukan, penelitian mengenai efektivitas dzikir Ism adz-Dzat
dalam meningkatkan regulasi diri remaja binaan Lembaga Pembinaan Khusus
Anak Klas 1A Blitar belum pernah dilakukan sebelumnya, dan berbeda
dengan penelitian sebelumnya, baik menyangkut variabel yang diteliti, metode
penelitian, subyek yang diteliti dan strateginya.

20

F. Penegasan Istilah
Konsep dalam penelitian memerlukan suatu batasan yang jelas
untuk pengoperasiannya. Sehingga skripsi yang berjudul “Efektivitas
Dzikir Ism adz-dzat untuk Meningkatkan Regulasi Diri Remaja di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas IA Blitar” ini juga membutuhkan
suatu penegasan istilah secara konseptual dan operasional, guna
mempermudah

pengukurannya.

Adapun

penegasan

istilah

dalam

penelitian ini sebagai berikut:
1. Penegasan Konseptual
Penegasan konseptual merupakan definisi yang diambil dari
pendapat atau teori dari pakar sesuai dengan tema yang diteliti.26
Penegasan istilah ini digunakan guna membatasi teori yang digunakan
dalam penelitian, sehingga tidak menyimpang dari teori yang telah
ada. Adapun penegasan konseptual dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Zimmerman dalam buku teori-teori psikologi menyebutkan bahwa
pengelolaan diri berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran,
perasaan serta tindakan yang direncanakan dan adanya timbal balik
yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal.27

26

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV
Alfabeta,2011), hlm.65.
27

M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi,(Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media,2014), hlm.58.

21

b. Sa’id Hawwa dalam bukunya Tarbiyatunar-Ruhiyah Mesir
terjemahan dari Khairul Rafie’ M. dan Ibnu Thaha Ali, nama diri
Zat Ilahi adalah Isim Mufrad. Kata lain dari Isim Mufrad adalah
dzikir Ism adz-Dzat yang merupakan mengingat sat-satunya nama
yang menunjukkan Zat Allah,sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya dan
af al-Nya, dimana nama-nama yang lain menunjukkan pada Zat
dan sifat-sifat-Nya saja, kemudian selain Allah tidak ada yang
diberi nama Allah. Ia merupakan Isim tunggal dari nama-nama
Allah lainnya.28
2. Penegasan Operasional
Menurut Kerlinger dalam David, definisi operasional atau
penegasan operasional merupakan penegasan arti variabel yang
dinyatakan dengan cara tertentu untuk mempermudah mengukurnya.29
Sehingga dalam hal ini penegasan istilah juga dibutuhkan dalam
membatasi definisi operasional yang digunakan dalam penelitian.
Adapun penegasan operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Regulasi diri merupakan suatu pengelolaan diri secara pikiran,
perasaan dan penuangkan dalam suatu tingkah laku yang positif.
Ketika seseorang dalam mengelola tiga aspek dalam regulasi diri

Sa’id Hawwa, Tarbiyatunar-Ruhiyah, Terjemahan:Khairul Rafie’ M. dan Ibnu Thaha
Ali, (Bandung:Mizan,1995), hlm.320.
28

29

Muhammad David Mubaroq, Pengaruh Istighosah terhadap Percaya Diri Siswa dalam
Menghadapi Ujian Nasional di Madrasah Tsanawiyah Negeri Karangrejo, (Tulungagung: Skripsi
Tidak Diterbitkan, 2014), hlm.10.

22

ini, maka seseorang tersebut dapat dikatakan mampu dalam
mengelola diri.
b. Dzikir Ism adz-Dzat merupakan mengingat dengan hati nama Zat
Allah. Mengingat dalam hati dimaksudkan tidak dibatasi oleh
hitungan, kondisi maupun keadaan. Sehingga mengingat Zat Allah
atau dzikir Ism adz-Dzat adalah mengagung-agungkan asma-asmaNya dengan tanpa batas.

23

G. Sistematika Penelitian
BAB I Pengantar
1. Judul
2. Latar belakang
3. Perumusan masalah
4. Tujuan penelitian
5. Manfaat penelitian
6. Penelitian terdahulu
7. Penegasan istilah
8. Sistematika penelitian
BAB II Tinjauan Pustaka
1. Dzikir Ism adz-Dzat untuk meningkatkan regulasi diri remaja di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1A Blitar
2. Regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1A
Blitar
3. Skema landasan teori
4. Landasan teori
5. Hipotesis
BAB III Metode Penelitian
1. Rancangan penelitian
2. Desain penelitian
3. Variabel penelitian
4. Tahap-tahap penelitian

24

5. Populasi, sampel dan teknik sampling
6. Instrumen penelitian
7. Data dan sumber data
8. Teknik pengumpulan data
9. Analisis data
10. Uji hipotesis
BAB IV Hasil Penelitian
1. Deskripsi data hasil penelitian
2. Deskripsi tempat penelitian
3. Deskripsi proses penelitian
4. Uji hipotesis
BAB V Pembahasan
1. Pembahasan rumusan masalah I
2. Pembahasan rumusan masalah II
3. Pembahasan rumusan masalah III
4. Integrasi temuan penelitian dalam konteks khazanah keilmuan
BAB VI Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran