PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
OLEH: NOOR SA’ADAH1
ABSTRAK
Pluralisme agama merupakan istilah yang berbunga-bunga, dan penuh dengan janji.
Janji tentang kehidupan damai dan rukun antar masyarakat yang berbeda-beda, terutama
agama, aliran kepercayaan, ras, etnik, kelas sosial dan kelas ekonomi. Islam yang pada
dasarnya sudah memiliki sumber asas termasuk masalah tauhid dan realita sejarah yang
to de facto, menjadikannya bangunan agama kokoh yang tidak bisa dirubuhkan atau
disamarkan keberadaannya. Indahnya “niat baik” pengusung pluralisme agama ternyata
menjadi kontroversi besar jika dipandang dari kacamata Islam.
Kata kunci: Eksklusivisme, Islam, Pluralisme agama, dan Pluralitas.
PENDAHULUAN
Pemikiran
pluralisme agama muncul pada masa yang disebut pencerahan
(enlightenment) eropa, tepatnya pada abad ke-18 masehi, masa yang sering disebut
sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu masa yang diwarnai
dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran di manusia yang berorientasi pada
superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan
agama.
1 Mahasiswi PBA STIQ Amuntai Alumnus Tahun 2015
1
Ketika memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama makin kokoh dalam
wacana pemikiran filsafat dan teologi barat. Tokoh yang tercatat adalah seorang teolog
kristen liberal bernama Ernts Troeltsch mengungkap perlunya bersikap pluralis di tengah
berkembangnya konflik internal agama kristen maupun antar agama. Dalam artikelnya
yang berjudul “the Place of Christianity among the world religions,” ia menyatakan, umat
kristiani tidak boleh mengklaim paling benar sendiri. Pendapat senada juga dilontarkan
sejumlah pemikir dan teolog kristen lainnya sehingga muncullah istilah gerakan
“liberalisasi agama kristen” yang telah dirintis dan diasaskan oleh tokoh protestan liberal
friedrich Schliemacher pada sekitar abad pertengah abad ke-20.
Sebagai suatu bentuk liberalisasi agama, pluralisme agama adalah respon teologis
terhadap political pluralism yang telah cukup lama digulirkan oleh para peletak dasardasar demokrasi pada awal-awal abad modern, dan yang secara nyata dipraktikkan oleh
AS. Jika dilihat dari konteks ini, maka relogious pluralism pada hakekatnya adalah
gerakan politik par exellence dan bukan gerakan agama. Setiap manusia dipandang sama
“by virtue of being human”, tidak ada ras, suku, bangsa atau agama yang berhak
mengklaim bahwa dirinya paling unggul.
Tentu saja pihak gereja menentang keras. Indikasinya, pertama: misi kristen ke
seluruh dunia tetap dan terus berjalan. Kedua, john hick banyak ditentang oleh para
teolog kristen dan pihak gereja, bahkan dia diusir dari posisi penting di gereja
Presbyterian. Jadi, gagasan ini sebenarnya banyak kelemahannya. Oleh karena itu, jika
dikembangkan, apalagi dinegara yang mayoritas muslim, seperti Indonesia, maka akan
melahirkan permasalahan teologis, sosio-politis, dan bahkan HAM, yang sangat luar
biasa.
2
Kedua. Adanya pemaksaan nilai-nilai dan budaya barat (westernisasi), terhadap
negara-negara di belahan dunia bagian timur, dengan berbagai bentuk dan cara, dari
embargo ekonomi sampai penggunaan senjata dan pengerahan militer secara besarbesaran.2
Pengalaman historis pluralisme agama yang erat kaitannya dengan agama kristen
tentunya akan menjadi sesuatu yang sangat mengguncangkan apabila di aplikasikan ke
dalam agama Islam yang sudah mempunyai asas-asas keagamaan yang begitu kuat.
Ditambah realita sejarah dimana muslim dapat hidup dengan damai dengan non-muslim .
PLURALISME AGAMA
Secara etimologis, pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme” dan
“agama”. Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta’addudiyah al-diniyyah” dan dalam
bahasa Inggris “religious pluralism”.
Sementara itu, definisi agama dalam wacana pemikiran barat telah mengundang
perdebatan dan polemik yang tak berkesudahan, baik di bidang ilmu filsafat agama,
teologi, sosiologi, antropologi, maupun di bidang ilmu perbandingan agama. Sehingga
sulit untuk untuk mendapatkan definisi yang bisa diterima atau disepakati semua
kalangan.
Sebagaimana pernyataan Wilfred Cantwell Smith: “terminologi luar biasa sulitnya
didefinisikan. Paling tidak, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini terdapat beragam
2 Sejarah tentang pluralisme agama bisa dibaca pada buku Dr. Anis Malik Thoha: Tren Pluralisme Agama:
Tinjauan Kritis
3
definisi yang membingungkan yang tak satupun diterima secara luas... oleh karenanya,
istilah ini harus dibuang dan ditinggalkan untuk selamanya.” Itu hanyalah sebuah
pernyataan dari W.C. smith salah seorang pakar ilmu perbandingan agama. Berbeda jika
yang penafirnya adalah para ahli di bidang sosiologi dan antropologi. Disini saya tidak
terlalu lebar menjelaskan pengertian agama yang mengandung polemik bagi mereka.
Kesimpulan definisi agama yang paling tepat bagi mereka adalah yang mencakup semua
jenis agama, kepercayaan, sekte maupun berbagai jenis ideologi modern seperti
komunisme, humanisme, sekularisme, nasionalisme dan lainnya.3
Dr. Anis Malik Thoha, menjelaskan bahwa Professor John Hick, seorang teolog dan
filosof Kristen Kontemporer, memberikan definisi pluralisme agama sebagai berikut:
Pluralism is the view that the great world faiths embody different perceptions and
conceptions of, and correspondingly different responses to, the Real or the Ultimate from
within the major variant cultural ways of being human; and that within each of them the
transformation of human existence from self-centredness to Reality centredness is
manifestly taking place--and taking place, so far as human observation can tell, to much
the same extent (John Hick dalam Problems of Religious Pluralism). Pluralisme, menurut
John Hick, adalah pandangan bahwa agama-agama besar memiliki persepsi dan konsepsi
yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap
yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi;
dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan-diri menuju pemusatan-Hakikat
terjadi secara nyata hingga pada batas yang sama.
3 Dr. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Wisnu Pramudya, 2005),
hlm.11-14
4
Dalam bukunya Tren Pluralisme agama, Dr. Anis Malik Thoha menuliskan, dengan
kata lain Hick ingin menegaskan bahwa semua agama sejatinya merupakan manifestasimanifestasi dari realitas yang satu.4 Semua tradisi atau agama yang ada di dunia ini
adalah sama validnya, karena pada hakekatnya semuanya itu tidak lain hanyalah
merupakan bentuk-bentuk respons manusia yang berbeda terhadap sebuah realitas
transenden yang satu dan sama, dan dengan demikian, semuanya merupakan “authentic
manifestations of the Real.” Ringkasnya, semua agama secara relatif adalah sama, dan tak
ada satu pun agama yang berhak mengklaim diri “uniqueness of truth and salvation”.5
Sejalan dengan rumusan Hick tentang pluralisme agama diatas, para penganut
paham pluralisme di Indoneisa, kemudian mengembangkannya dalam bahasa-bahasa
yang lebih sederhana, menarik, dan provokatif. Seolah-olah, Pluralisme agama adalah
keharusan, yang wajib dipeluk oleh setiap pemeluk agama, menggantikan paham lama
(eksklusivisme). Siapa yang tidak menganut paham ini bisa dicap sebagai anti-pluralitas
dan antitoleransi. Lebih jauh, dipropagandakan bahwa semua agama adalah jalan menuju
keselamatan. Tidak ada satu agama pun yang berhak mengklaim sebagai satu-satunya
yang benar dan satu-satunya jalan keselamatan.6
Sementara MUI Indonesia menedefinisikan pluralisme agama sebagai:
“I. Ketentuan Hukum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan.
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama
adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agamaa adalah relatif. Oleh sebab itu
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanaya saja yang
4 Ibid, hlm.15
5 Sebagai satu-satunya kebenaran atau satu-satunya jalan menuju keselamatan
6 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm.336
5
benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua
pemeluk agama akan masuk da hidup berdampingan disurga.
....
II. ketentuan Hukum
a. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagai mana dimaksud pada
bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
b. Umat islam haram mengikuti paham pluralisme, sekularisme, dan liberalisme.
....”
Meskipun MUI sudah mengeluarkan fatwa haramnya paham pluralisme. Tapi tetap
saja penganjur pluralisme Indonesia yang biasanya diusung oleh orang-orang JIL gencar
menyebarkan propagandanya. Para penganjur paham pluralisme atau “persamaan agama”
ini biasanya menggunakan dalil al Quran surah al-Baqarah ayat 62 dan al-Ma’idah ayat
69 untuk dijadikan pijakan.
62. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani
dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Bila dilihat dalam berbagai pendapat yang diungkap kaum inklusif-pluralis, ayat
tersebut dianggap memberikan legitimasi bahwa agama apa pun pada dasarnya adalah
6
benar dan dapat dijadikan sebagai jalan menuju keselamatan. 7 Semua orang dengan
agama apapun akan masuk surga dan hidup berdampingan di surga kelak.8
Sebagaimana H. Sumanto Al-Qurtuby dalam bukunya “Lubang Hitam Agama”,
menulis:
“Jika kelak di akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada tuhan, mungkin Dia
hanya tersenyum simpul. Sambil menunjukkan surga-Nya yang Mahaluas, di sana
ternyata telah menunggu banyak orang, antara lain; Jesus, Muhammad, Sahabat
Umar, Ghandi, Lutheer, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin,
Baharudin Lopa, dan Munir!”9
Dengan ungkapan seperti itu, maka mereka memang menolak klaim atau
pengakuan kebenaran pada satu agama saja, baik kebenaran konsep akidah, ibadah, atau
kebenaran kita suci. Bahkan satu agama yang memiliki “absolute truth claims” (klaimklaim kebenaran mutlak) ditulis oleh Charles Kimball dalam bukunya “When Religion
Becomes Evil” (Harper San Francisco, 2002), dapat dekategorikan sebagai agama jahat. 10
Jadi, jika hanya Islam memiliki klaim hanya konsep teologinya saja yang benar, atau
hanya al Quran saja yang benar, maka Islam dikatakan sebagai “agama jahat.”11
PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
7 Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 83
8 Dikutip dari Artikel “Memahami Pluralitas Dan Pluralisme” oleh Fatimah Azzahrah Alatas, SE. Yang
dimuat pada Majalah Cahaya Nabawiy edisi 119
9 Sumanto al-Qurtuby, Lubang Hitam Agama (Yogyakarta: Rumah Kata, 2005), hlm. 45
10 Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 48
11 Karena itu tidak heran, jika kalangan penganut paham pluralisme agama ini juga aktif melakukan
dekonstruksi keyakinan kaum muslim.
7
Perspektif Islam dalam masalah pluralitas agama akan menjadi tampak jelas sekali
jika diberikan penjabaran dasar-dasar teoretis yang terdapat dalam ayat-ayat al Quran dan
teks-teks hadits nabi serta implementasi dasar-dasar teoretis tadi dalam realitas praktis
masyarakat Islam sepanjang sejarah.
Pandangan Islam terhadap agama lain pada dasarnya berangkat dari aqidah tauhid
yang dituangkan dalam kalimat laa ilaaha illallaah (tiada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah), yang merupakan esensi dasar agama Islam dan realitas fundamental dalam
aqidah Islam.12
Allah swt berfirman:
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia."
Surah yang hanya terdiri atas 4 ayat ini memberikan sentuhan makna yang sangat
mendasar yang mesti dipahami.
Pertama, prinsip bahwa Allah maha esa. Menurut beberapa teolog Islam seperti alAsy’ari dan al-Maturidi, ada dua tinjauan mengenai pengertian Allah maha esa. Pertama
bahwa Allah adalah subyek maha tunggal yang tidak tersusun dari unsur-unsur yang
merupakan kesatuan (united). Kedua, bahwa tak ada dzat atau subyek lain yang seperti,
setara atau sama dengan Allah swt.
Kedua, prinsip totalitas bagi eksistensi Allah swt.ini bisa kita ambil dari ayat kedua.
“ash-shamad” yang berarti “dia yang dituankan dan tertinggi.” Hanya dia tempat
mengadu dan tempat momohon.
Ketiga dan keempat, bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Sangat
jelas menutup eksistensi trinitas dalam Islam.
12 Anis Malik Toha, Op. Cit. Hlm 183-184
8
Kelima, bahwa eksistensi Allah tidak sama dengan apa pun atau siapa pun.
Kekuasaan Allah bersifat absolut, sedangkan manusia dan makhluk apapun selain-Nya
bersifat nisbi dan terbatas.13
Demikianlah, posisi tauhid yang begitu sentral dan determinan dalam perspektif
Islam. Untaian surah yang singkat dan simpel ini ternyata mengandung seluruh dasar
agama dan pedoman perspektif Islam serta etika dan perilaku yang Islami.
Dapat dipastikan, prinsip-prinsip pluralisme agama sangat bertentang sekali dengan
konsep-konsep Islam yang paling intens tersebut.
Allah swt. berfirman:
18. Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? mereka tidak
sama. (as-Sajadah: 18)
Antara orang beriman dan orang yang fasik pun, al Quran sudah menggariskan
perbedaan antara keduanya, apalagi terhadap orang kafir.
Dalam hal Aqidah dan Ibadah, umat Islam diperintahkan untuk tidak berkompromi
dengan orang kafir. Umat Islam dilarang meyakini kebenaran agama lain selain Islam.
Umat Islam dilarang juga mencampuradukan konsep peribadahan dengan agama lain
diluar Islam (sinkretisme). Diantara ayat al Quran yang membahas masalah ini adalah QS
al Kaafiruun : 1-6.
13 Dikutip dari Artikel “Mendalami Surah Al-Ikhlas” oleh Anshori Huzaemy. Yang dimuat pada majalah
Cahaya Nabawiy edisi 114
9
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dari awal sampai akhir ayat diatas dengan sangat jelas melarang umat Islam
melakukan kompromi Aqidah dan ibadah dengan orang-orang kafir. Umat Islam
diperintahkan untuk mengatakan kepada orang kafir bahwa kita bukanlah penyembah dan
tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang mereka sembah. Sebaliknya, orang kafir
bukanlah penyembah dan tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang orang Islam
sembah.
Imam Ibnu Jarir dalam tafsirnya meriwayatkan Hadits yang menjadi asbabun nuzul
ayat ini, Yaitu: Menurut Ibnu Abas, bahwa orang Quraisy pernah menawarkan kepada
Rasulullah saw harta yang banyak sehingga beliau akan menjadi orang yang paling kaya
di Mekah. Bahkan beliau boleh memilih perempuan Quraisy yang mana saja untuk
dinikahi dengan syarat tidak lagi mencaci maki Tuhan-tuhan yang mereka sembah.
Jika beliau menolak kesepakatan itu, maka orang Quraisy menawarkan kesepakatan
lain yaitu mereka akan beribadah kepada Tuhan Nabi kita Muhammad saw selama satu
tahun dan beliau pun harus beribadah kepada tuhan mereka selama satu tahun penuh.
10
Menurut Ibnu Abbas, kepada ajakan kaum Quraisy ini Rasulullah saw tidak langsung
memberikan jawaban sehingga turun Qur’an Surat al Kaafirun ayat satu sampai enam.14
Demikian secuplik pengalaman sejarah Islam dalam melaksanakan musyawarah
dengan orang diluarnya. Berbeda halnya kalau kita mecermatinya kembali dalam aspek
yang berkenaan kesatuan wahyu, yang sudang barang tentu berujung pada kesatuan
substansi dan kesatuan agama yang diturunkan, yaitu Islam. Wahyu Allah telah
diturunkan kepada para utusannya yang merupakan orang-orang pilihan yang wajib
diimani. Oleh karena itu, al Quran memandang sikap yang tidak membeda-bedakan para
nabi dan rasul, sebagai satu sebab hidayah (petunjuk) dan menjadikannya sebagai salah
satu rukun tauhid.
Itu hanyalah secuplik dasar-dasar teoretis agama Islam yang terdapat dalam ayatayat al Quran dan teks-teks hadits nabi. Apabila hal tersebut disoroti kembali melalui
realitas praktis masyarakat Islam sepanjang sejarah, maka makar pluralisme pun akan
semakin tersingkap.
Dalam sebuah sistem atau negara yang menerapkan Islam, maka Muslim dan Non
Muslim harus diperlakukan sama sebagai warga negara Secara khusus malah yang wajib
bagi muslim tidak wajib bagi non muslim, seperti membayar zakat, ini tidak wajib bagi
yang beragama non Islam. Dalam kehidupan publik, warga non muslim mendapat
perlakuan sama dengan yang muslim. Seperti keduanya berhak mendapat perlindungan
keamanan, pendidikan dan layanan kesehatan gratis. Jika seorang muslim tidak boleh
diciderai jiwa dan kehormatannya serta diambil hartanya tanpa hak, maka begitu juga
atas non muslim.15
14 Lebih lengkap lihat pada kitab-kita tafsir
15 Fatimah Azzahrah Alatas, SE. Op. Cit.
11
Nabi terakhir kita Muhammad saw. juga mnegajrkan toleransi yang sangat tinggi. 16
Toleransi bukan hanya menerima kehadiran orang lain yang berbeda status, keyakinan,
serta perbedaan lainnya, tetapi justru secara aktif ikut terlibat untuk saling mengulurkan
tangan dalam menciptakan perdamaian. Pengertian ta’aawanuu ‘alal birri wattaqwaa
harus dicerna sebagai bagian dari kesediaan untuk mengulurkan tangan, solidaritas dalam
membangun tatanan sosial yang harmonis.
Nabi muhammad telah mencontohkan perilaku sedemikian itu. Beliau selalu
mencari titik temu (meeting of mind) dari berbagai golongan yang berada disekitar
madinah, dengan terlebih dahulu mengakui eksistensi mereka sebagaimana tertera dalam
komitmen madinah17. Begitu juga Khalifah Umar bin Khattab meneruskan sunnah
rasulullah, ketika beliau memasuki Yerusalem, yang terkenal sebagai piagam aelia. Apa
yang diteladankan oleh nabi muhammad saw. dalam sunnah beliau yang kemudian
diteruskan Umar bin Khattab, terus dipertahankan oleh para khalifah lainnya. Misalnya
khalifah Umawi di Andalusia dengan konsisten dan mengagumkan menjalankan sikap
politik kemajemukan
Bagi seorang muslim, sikap fanatik atau memutlakkan ajaran agama adalah tertuju
pada dirinya sendiri, bukan kepada orang lain. Seorang muslim jauh dari wajah otoriter
untuk memaksakan sikap mutlak ini kepada orang lain karena dia terhalang oleh sebuah
ayat laa ikraaha fiddiin, tidak ada paksaan dalam beragama.18
Hilangnya sejarah keteladanan Rasululah saw. dari hati orang-orang Islam dan tidak
adanya respon dari mereka terhadap sejarah, telah membuat kaum muslimin terjerumus
ke dalam bencana yang diakibatkan oleh sikap terlalu kaku dan terlalu longgar. Diantara
16 Nuim Hidayat, Imperialisme Baru, (Jakarta: Gema Insani Press,2009) hlm. 119
17 Rumusan Piagam Madinah dapat dilihat pada Kitab Ibnu Hisyam. As-Siirah an-Nabaawiyyah
18 Tasmara, H. Toto. Menuju Muslim Kaffah: Menggali Potensi Diri. 2000. (Jakarta: Gema Insani Press)
hal. 346-347
12
fenomena sikap longgar dan lalai itu adalah adanya anggapan bahwa liberalisme dan
ketidakacuhan terhadap norma-norma agama adalah sebuah kemajuan peradaban. Ini
betul-betul sebuah anggapan yang sama sekali tidak memiliki dasar yang masuk akal
sedikit pun. Tidak benar dipandang dari sudut apapun.19
Kembali kepada surah al Baqarah ayat 6220 yang dijadikan penjaja pluralisme
beragama. Jika kita lihat sekilas, memang ayat ini menjelaskan bahwa orang Yahudi jika
tetap beriman dan beramal shaleh akan masuk surga. Orang Nasrani, orang Shabi’in,
selama tetap beriman dan beramal shaleh ia akan masuk surga.
Dalam memahami suatu ayat, para ulama’ telah menganjurkan agar menggunakan
riwayat turunnya ayat, yang disebut dengan asbab nuzul. Mengetahui pengalaman
historisnya turunnya suatu surah atau ayat dapat membantu memahami maksud
diturunkannya ayat tersebut. Miskonsepsi terhadap suatu ayat tentunya akan berakibat
fatal pada pemahaman ayat.21 Adapun asbab nuzulnya ayat ini adalah, Salman al-Farisi;
tatkala ia menceritakan kepada Nabi saw kebaikan-kebaikan guru-gurunya dari golongan
Nasrani dan Yahudi. Tatkala Salman selesai memuji para shahabatnya, Nabi saw
bersabda, “Ya Salman, mereka termasuk ke dalam penduduk neraka.” Selanjutnya, Allah
swt menurunkan ayat ini. Lalu hal ini menjadi keimanan orang-orang Yahudi; yaitu, siapa
saja yang berpegang teguh terhadap Taurat, serta perilaku Musa as hingga datangnya Isa
as (maka ia selamat). Ketika Isa as telah diangkat menjadi Nabi, maka siapa saja yang
tetap berpegang teguh kepada Taurat dan mengambil perilaku Musa as, namun tidak
19 HB umar bin hafidz. Agama moderat.
20 Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal
saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
21 Jalal ad-din al-suyuthi, Al-itqan fi ‘ulum Alqur’an, (Beirut: dar al-fikr, 1951 ), hlm. 41
13
memeluk agama Isa as, dan tidak mau mengikuti Isa as, maka ia akan binasa. Demikian
pula orang Nashraniy. Siapa saja yang berpegang teguh kepada Injil dan syariatnya Isa as
hingga datangnya Muhammad saw, maka ia adalah orang Mukmin yang amal
perbuatannya diterima oleh Allah swt. Namun, setelah Muhammad saw datang, siapa saja
yang tidak mengikuti Nabi Muhammad saw, dan tetap beribadah seperti perilakunya Isa
as dan Injil, maka ia akan mengalami kebinasaan.”
Ibnu Katsir menyatakan, “Setelah ayat ini diturunkan, selanjutnya Allah swt
menurunkan surat, “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
merugi.”22 Ibnu ‘Abbas menyatakan, “Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada satupun
jalan, agama, kepercayaan, dll, ataupun perbuatan yang diterima di sisi Allah, kecuali jika
jalan dan perbuatan itu berjalan sesuai dengan syari’atnya Muhammad saw. Adapun,
umat terdahulu sebelum nabi Muhammad diutus, maka selama mereka mengikuti ajaran
nabi-nabi pada zamanya dengan konsisten, maka mereka mendapatkan petunjuk dan
memperoleh jalan keselamatan.”
Ya, kaum pluralis itu mengambil satu ayat dengan mengabaikan ayat-ayat yang
lain. Meraka abaikan ayat:
“Sesungguhnya
agama
yang
diridhai
di
sisi Allah
hanyalah
Islam.” 23
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” Dan
ayat-ayat lainnya.24
22 Ali Imran:85
23 Ali imran: 19
24 At-taubah:30 dan al-Maidah:72
14
Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti, tidak
ada satupun orang yang dikatakan kafir. Tetapi al Quran dengan sangat tegas menyebut
orang ahlikitab yang tidak menerima Islam dengan sebutan kafir. Firman Allah:
Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik
(akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah
seburuk-buruknya mahluk.25
Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme. Islam
hanya mengakui adanya pluralitas agama dan keyakinan. Maknanya Islam hanya
mengakui adanya agama dan keyakinan di luar agama Islam, serta mengakui adanya
identitas agama-agama selain Islam. Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk
masuk Islam. Mereka dibiarkan memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja,
pengakuan Islam terhadap pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga
mengakui adanya kebenaran pada agama selain Islam. Islam tetap mengajarkan bahwa
agama di luar Islam adalah kesesatan, meskipun diijinkan hidup berdampingan dengan
Islam.
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
25 Al-bayyinah:6
15
mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Ali Imran: 19)
PENUTUP
Pengusung pluralisme sebetulnya mempunyai “niat baik” yakni demi terwujudnya
kedamaian global yang berkeadilan di atas bumi. Tapi ada satu hal yang mesti ditegaskan,
perjalanan teori-teori mereka tentang pluralisme ternyata semakin menjauh dari tujuan
yang dicanangkan. Alih-alih ingin menjadi referee yang baik dan netral dilapangan,
pluralisme agama ternyata juga ikut bermain dan bersaing dengan pemain-pemain yang
ada. Teori yang mengambil posisi tengah-tengah antara eksklusivisme dan puralisme ini,
mengandung persoalan-persoalan kritikial yang menyangkut dasar logis dan teologis. 26
Berdasarkan kaidah-kaidah dasar aqidah Islamiyah maka propaganda penyatuan
agama (wihdatul adyan, pluralisme agama) dan menampilkannya dalam satu kesatuan
adalah propaganda dan makar yang sangat busuk. Misi propaganda itu adalah
mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, merubuhkan Islam dan menghancurkan
pilar-pilarnya serta menyeret pemeluknya kepada kemurtadan. 27 Dimana jati diri al Quran
sebagai satu-satunya wahyu yang otentik, untuk apa syariat yang menuntut shalat lima
waktu dilaksanakan kalau toh disana, ada ibadah yang cuman perlu presensi satu kali
seminggu. Tiap agama tentu kehilangan jati dirinya.
26 Anas Malik Thoha, op. Cit. Hlm. 175-176
27 Hartono Ahmad Jaiz, Menangkal Bahaya JIL & FLA (JAKARTA: Pustaka al-Kautsar, 2006, ed. Revisi),
hlm. 122
16
Sebagai seorang muslim “hakiki” kita dituntut untuk kritis dalam menyikapi paham
apa saja yang sejalan dengan dasar-dasar teoretis Islam dan paham mana saja yang
menyimpang. Kita harus jeli dalam mencermati “niat baik” penjaja pluralisme tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qurtuby, Sumanto. Lubang Hitam Agama: Mengkritik Fundamentalisme Agama,
Menggugat Islam Tunggal. 2005. (Jogjakarta: Rumahkata)
Al-habib umar bin muhammad bin salim bin hafidz ibnus-syaikh abi bakr bin salim.
Alwasathiyah fil-Islam. (terj. Menghidupkan Kembali Hakikat Ajaran Islam,
Ahmad Dairobi. 2010). Jakarta: Nurani Publishing.
Al-suyuthi, Jalal ad-din. Al-itqan fi ‘ulum Alqur’an. 1951. Cet-3. Beirut: Dar Al-Fikr
Cahaya Nabawy, Edisi 114 Maret 2013
______________, Edisi 119 September 2013
Departemen Agama. Al-qur’an dan terjemahnya. (Jakarta: J-Art)
Hidayat, Nuim. Imperialisme Baru. (Jakarta: Gema Insani Press, 2009)
Husaini, Adian dan Nuim Hidayat. Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan,
dan Jawabannya. 2002. (Jakarta: Gema Insani Press)
______________. Pluralisme agama: Haram. 2005 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
17
______________. Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi
Sekular-Liberal. 2005 (Jakarta: Gema Insani Press)
Jaiz, Hartono Ahmad. Menangkal Bahaya JIL & FLA. 2004 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
Tasmara, H. Toto. Menuju Muslim Kaffah: Menggali Potensi Diri. 2000. (Jakarta: Gema
Insani Press)
Tafsir Ibnu Katsir.
Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. 2005. (Jakarta: Perspektif)
18
OLEH: NOOR SA’ADAH1
ABSTRAK
Pluralisme agama merupakan istilah yang berbunga-bunga, dan penuh dengan janji.
Janji tentang kehidupan damai dan rukun antar masyarakat yang berbeda-beda, terutama
agama, aliran kepercayaan, ras, etnik, kelas sosial dan kelas ekonomi. Islam yang pada
dasarnya sudah memiliki sumber asas termasuk masalah tauhid dan realita sejarah yang
to de facto, menjadikannya bangunan agama kokoh yang tidak bisa dirubuhkan atau
disamarkan keberadaannya. Indahnya “niat baik” pengusung pluralisme agama ternyata
menjadi kontroversi besar jika dipandang dari kacamata Islam.
Kata kunci: Eksklusivisme, Islam, Pluralisme agama, dan Pluralitas.
PENDAHULUAN
Pemikiran
pluralisme agama muncul pada masa yang disebut pencerahan
(enlightenment) eropa, tepatnya pada abad ke-18 masehi, masa yang sering disebut
sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu masa yang diwarnai
dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran di manusia yang berorientasi pada
superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan
agama.
1 Mahasiswi PBA STIQ Amuntai Alumnus Tahun 2015
1
Ketika memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama makin kokoh dalam
wacana pemikiran filsafat dan teologi barat. Tokoh yang tercatat adalah seorang teolog
kristen liberal bernama Ernts Troeltsch mengungkap perlunya bersikap pluralis di tengah
berkembangnya konflik internal agama kristen maupun antar agama. Dalam artikelnya
yang berjudul “the Place of Christianity among the world religions,” ia menyatakan, umat
kristiani tidak boleh mengklaim paling benar sendiri. Pendapat senada juga dilontarkan
sejumlah pemikir dan teolog kristen lainnya sehingga muncullah istilah gerakan
“liberalisasi agama kristen” yang telah dirintis dan diasaskan oleh tokoh protestan liberal
friedrich Schliemacher pada sekitar abad pertengah abad ke-20.
Sebagai suatu bentuk liberalisasi agama, pluralisme agama adalah respon teologis
terhadap political pluralism yang telah cukup lama digulirkan oleh para peletak dasardasar demokrasi pada awal-awal abad modern, dan yang secara nyata dipraktikkan oleh
AS. Jika dilihat dari konteks ini, maka relogious pluralism pada hakekatnya adalah
gerakan politik par exellence dan bukan gerakan agama. Setiap manusia dipandang sama
“by virtue of being human”, tidak ada ras, suku, bangsa atau agama yang berhak
mengklaim bahwa dirinya paling unggul.
Tentu saja pihak gereja menentang keras. Indikasinya, pertama: misi kristen ke
seluruh dunia tetap dan terus berjalan. Kedua, john hick banyak ditentang oleh para
teolog kristen dan pihak gereja, bahkan dia diusir dari posisi penting di gereja
Presbyterian. Jadi, gagasan ini sebenarnya banyak kelemahannya. Oleh karena itu, jika
dikembangkan, apalagi dinegara yang mayoritas muslim, seperti Indonesia, maka akan
melahirkan permasalahan teologis, sosio-politis, dan bahkan HAM, yang sangat luar
biasa.
2
Kedua. Adanya pemaksaan nilai-nilai dan budaya barat (westernisasi), terhadap
negara-negara di belahan dunia bagian timur, dengan berbagai bentuk dan cara, dari
embargo ekonomi sampai penggunaan senjata dan pengerahan militer secara besarbesaran.2
Pengalaman historis pluralisme agama yang erat kaitannya dengan agama kristen
tentunya akan menjadi sesuatu yang sangat mengguncangkan apabila di aplikasikan ke
dalam agama Islam yang sudah mempunyai asas-asas keagamaan yang begitu kuat.
Ditambah realita sejarah dimana muslim dapat hidup dengan damai dengan non-muslim .
PLURALISME AGAMA
Secara etimologis, pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme” dan
“agama”. Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta’addudiyah al-diniyyah” dan dalam
bahasa Inggris “religious pluralism”.
Sementara itu, definisi agama dalam wacana pemikiran barat telah mengundang
perdebatan dan polemik yang tak berkesudahan, baik di bidang ilmu filsafat agama,
teologi, sosiologi, antropologi, maupun di bidang ilmu perbandingan agama. Sehingga
sulit untuk untuk mendapatkan definisi yang bisa diterima atau disepakati semua
kalangan.
Sebagaimana pernyataan Wilfred Cantwell Smith: “terminologi luar biasa sulitnya
didefinisikan. Paling tidak, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini terdapat beragam
2 Sejarah tentang pluralisme agama bisa dibaca pada buku Dr. Anis Malik Thoha: Tren Pluralisme Agama:
Tinjauan Kritis
3
definisi yang membingungkan yang tak satupun diterima secara luas... oleh karenanya,
istilah ini harus dibuang dan ditinggalkan untuk selamanya.” Itu hanyalah sebuah
pernyataan dari W.C. smith salah seorang pakar ilmu perbandingan agama. Berbeda jika
yang penafirnya adalah para ahli di bidang sosiologi dan antropologi. Disini saya tidak
terlalu lebar menjelaskan pengertian agama yang mengandung polemik bagi mereka.
Kesimpulan definisi agama yang paling tepat bagi mereka adalah yang mencakup semua
jenis agama, kepercayaan, sekte maupun berbagai jenis ideologi modern seperti
komunisme, humanisme, sekularisme, nasionalisme dan lainnya.3
Dr. Anis Malik Thoha, menjelaskan bahwa Professor John Hick, seorang teolog dan
filosof Kristen Kontemporer, memberikan definisi pluralisme agama sebagai berikut:
Pluralism is the view that the great world faiths embody different perceptions and
conceptions of, and correspondingly different responses to, the Real or the Ultimate from
within the major variant cultural ways of being human; and that within each of them the
transformation of human existence from self-centredness to Reality centredness is
manifestly taking place--and taking place, so far as human observation can tell, to much
the same extent (John Hick dalam Problems of Religious Pluralism). Pluralisme, menurut
John Hick, adalah pandangan bahwa agama-agama besar memiliki persepsi dan konsepsi
yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap
yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi;
dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan-diri menuju pemusatan-Hakikat
terjadi secara nyata hingga pada batas yang sama.
3 Dr. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Wisnu Pramudya, 2005),
hlm.11-14
4
Dalam bukunya Tren Pluralisme agama, Dr. Anis Malik Thoha menuliskan, dengan
kata lain Hick ingin menegaskan bahwa semua agama sejatinya merupakan manifestasimanifestasi dari realitas yang satu.4 Semua tradisi atau agama yang ada di dunia ini
adalah sama validnya, karena pada hakekatnya semuanya itu tidak lain hanyalah
merupakan bentuk-bentuk respons manusia yang berbeda terhadap sebuah realitas
transenden yang satu dan sama, dan dengan demikian, semuanya merupakan “authentic
manifestations of the Real.” Ringkasnya, semua agama secara relatif adalah sama, dan tak
ada satu pun agama yang berhak mengklaim diri “uniqueness of truth and salvation”.5
Sejalan dengan rumusan Hick tentang pluralisme agama diatas, para penganut
paham pluralisme di Indoneisa, kemudian mengembangkannya dalam bahasa-bahasa
yang lebih sederhana, menarik, dan provokatif. Seolah-olah, Pluralisme agama adalah
keharusan, yang wajib dipeluk oleh setiap pemeluk agama, menggantikan paham lama
(eksklusivisme). Siapa yang tidak menganut paham ini bisa dicap sebagai anti-pluralitas
dan antitoleransi. Lebih jauh, dipropagandakan bahwa semua agama adalah jalan menuju
keselamatan. Tidak ada satu agama pun yang berhak mengklaim sebagai satu-satunya
yang benar dan satu-satunya jalan keselamatan.6
Sementara MUI Indonesia menedefinisikan pluralisme agama sebagai:
“I. Ketentuan Hukum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan.
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama
adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agamaa adalah relatif. Oleh sebab itu
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanaya saja yang
4 Ibid, hlm.15
5 Sebagai satu-satunya kebenaran atau satu-satunya jalan menuju keselamatan
6 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm.336
5
benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua
pemeluk agama akan masuk da hidup berdampingan disurga.
....
II. ketentuan Hukum
a. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagai mana dimaksud pada
bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
b. Umat islam haram mengikuti paham pluralisme, sekularisme, dan liberalisme.
....”
Meskipun MUI sudah mengeluarkan fatwa haramnya paham pluralisme. Tapi tetap
saja penganjur pluralisme Indonesia yang biasanya diusung oleh orang-orang JIL gencar
menyebarkan propagandanya. Para penganjur paham pluralisme atau “persamaan agama”
ini biasanya menggunakan dalil al Quran surah al-Baqarah ayat 62 dan al-Ma’idah ayat
69 untuk dijadikan pijakan.
62. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani
dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Bila dilihat dalam berbagai pendapat yang diungkap kaum inklusif-pluralis, ayat
tersebut dianggap memberikan legitimasi bahwa agama apa pun pada dasarnya adalah
6
benar dan dapat dijadikan sebagai jalan menuju keselamatan. 7 Semua orang dengan
agama apapun akan masuk surga dan hidup berdampingan di surga kelak.8
Sebagaimana H. Sumanto Al-Qurtuby dalam bukunya “Lubang Hitam Agama”,
menulis:
“Jika kelak di akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada tuhan, mungkin Dia
hanya tersenyum simpul. Sambil menunjukkan surga-Nya yang Mahaluas, di sana
ternyata telah menunggu banyak orang, antara lain; Jesus, Muhammad, Sahabat
Umar, Ghandi, Lutheer, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin,
Baharudin Lopa, dan Munir!”9
Dengan ungkapan seperti itu, maka mereka memang menolak klaim atau
pengakuan kebenaran pada satu agama saja, baik kebenaran konsep akidah, ibadah, atau
kebenaran kita suci. Bahkan satu agama yang memiliki “absolute truth claims” (klaimklaim kebenaran mutlak) ditulis oleh Charles Kimball dalam bukunya “When Religion
Becomes Evil” (Harper San Francisco, 2002), dapat dekategorikan sebagai agama jahat. 10
Jadi, jika hanya Islam memiliki klaim hanya konsep teologinya saja yang benar, atau
hanya al Quran saja yang benar, maka Islam dikatakan sebagai “agama jahat.”11
PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
7 Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 83
8 Dikutip dari Artikel “Memahami Pluralitas Dan Pluralisme” oleh Fatimah Azzahrah Alatas, SE. Yang
dimuat pada Majalah Cahaya Nabawiy edisi 119
9 Sumanto al-Qurtuby, Lubang Hitam Agama (Yogyakarta: Rumah Kata, 2005), hlm. 45
10 Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 48
11 Karena itu tidak heran, jika kalangan penganut paham pluralisme agama ini juga aktif melakukan
dekonstruksi keyakinan kaum muslim.
7
Perspektif Islam dalam masalah pluralitas agama akan menjadi tampak jelas sekali
jika diberikan penjabaran dasar-dasar teoretis yang terdapat dalam ayat-ayat al Quran dan
teks-teks hadits nabi serta implementasi dasar-dasar teoretis tadi dalam realitas praktis
masyarakat Islam sepanjang sejarah.
Pandangan Islam terhadap agama lain pada dasarnya berangkat dari aqidah tauhid
yang dituangkan dalam kalimat laa ilaaha illallaah (tiada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah), yang merupakan esensi dasar agama Islam dan realitas fundamental dalam
aqidah Islam.12
Allah swt berfirman:
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia."
Surah yang hanya terdiri atas 4 ayat ini memberikan sentuhan makna yang sangat
mendasar yang mesti dipahami.
Pertama, prinsip bahwa Allah maha esa. Menurut beberapa teolog Islam seperti alAsy’ari dan al-Maturidi, ada dua tinjauan mengenai pengertian Allah maha esa. Pertama
bahwa Allah adalah subyek maha tunggal yang tidak tersusun dari unsur-unsur yang
merupakan kesatuan (united). Kedua, bahwa tak ada dzat atau subyek lain yang seperti,
setara atau sama dengan Allah swt.
Kedua, prinsip totalitas bagi eksistensi Allah swt.ini bisa kita ambil dari ayat kedua.
“ash-shamad” yang berarti “dia yang dituankan dan tertinggi.” Hanya dia tempat
mengadu dan tempat momohon.
Ketiga dan keempat, bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Sangat
jelas menutup eksistensi trinitas dalam Islam.
12 Anis Malik Toha, Op. Cit. Hlm 183-184
8
Kelima, bahwa eksistensi Allah tidak sama dengan apa pun atau siapa pun.
Kekuasaan Allah bersifat absolut, sedangkan manusia dan makhluk apapun selain-Nya
bersifat nisbi dan terbatas.13
Demikianlah, posisi tauhid yang begitu sentral dan determinan dalam perspektif
Islam. Untaian surah yang singkat dan simpel ini ternyata mengandung seluruh dasar
agama dan pedoman perspektif Islam serta etika dan perilaku yang Islami.
Dapat dipastikan, prinsip-prinsip pluralisme agama sangat bertentang sekali dengan
konsep-konsep Islam yang paling intens tersebut.
Allah swt. berfirman:
18. Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? mereka tidak
sama. (as-Sajadah: 18)
Antara orang beriman dan orang yang fasik pun, al Quran sudah menggariskan
perbedaan antara keduanya, apalagi terhadap orang kafir.
Dalam hal Aqidah dan Ibadah, umat Islam diperintahkan untuk tidak berkompromi
dengan orang kafir. Umat Islam dilarang meyakini kebenaran agama lain selain Islam.
Umat Islam dilarang juga mencampuradukan konsep peribadahan dengan agama lain
diluar Islam (sinkretisme). Diantara ayat al Quran yang membahas masalah ini adalah QS
al Kaafiruun : 1-6.
13 Dikutip dari Artikel “Mendalami Surah Al-Ikhlas” oleh Anshori Huzaemy. Yang dimuat pada majalah
Cahaya Nabawiy edisi 114
9
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dari awal sampai akhir ayat diatas dengan sangat jelas melarang umat Islam
melakukan kompromi Aqidah dan ibadah dengan orang-orang kafir. Umat Islam
diperintahkan untuk mengatakan kepada orang kafir bahwa kita bukanlah penyembah dan
tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang mereka sembah. Sebaliknya, orang kafir
bukanlah penyembah dan tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang orang Islam
sembah.
Imam Ibnu Jarir dalam tafsirnya meriwayatkan Hadits yang menjadi asbabun nuzul
ayat ini, Yaitu: Menurut Ibnu Abas, bahwa orang Quraisy pernah menawarkan kepada
Rasulullah saw harta yang banyak sehingga beliau akan menjadi orang yang paling kaya
di Mekah. Bahkan beliau boleh memilih perempuan Quraisy yang mana saja untuk
dinikahi dengan syarat tidak lagi mencaci maki Tuhan-tuhan yang mereka sembah.
Jika beliau menolak kesepakatan itu, maka orang Quraisy menawarkan kesepakatan
lain yaitu mereka akan beribadah kepada Tuhan Nabi kita Muhammad saw selama satu
tahun dan beliau pun harus beribadah kepada tuhan mereka selama satu tahun penuh.
10
Menurut Ibnu Abbas, kepada ajakan kaum Quraisy ini Rasulullah saw tidak langsung
memberikan jawaban sehingga turun Qur’an Surat al Kaafirun ayat satu sampai enam.14
Demikian secuplik pengalaman sejarah Islam dalam melaksanakan musyawarah
dengan orang diluarnya. Berbeda halnya kalau kita mecermatinya kembali dalam aspek
yang berkenaan kesatuan wahyu, yang sudang barang tentu berujung pada kesatuan
substansi dan kesatuan agama yang diturunkan, yaitu Islam. Wahyu Allah telah
diturunkan kepada para utusannya yang merupakan orang-orang pilihan yang wajib
diimani. Oleh karena itu, al Quran memandang sikap yang tidak membeda-bedakan para
nabi dan rasul, sebagai satu sebab hidayah (petunjuk) dan menjadikannya sebagai salah
satu rukun tauhid.
Itu hanyalah secuplik dasar-dasar teoretis agama Islam yang terdapat dalam ayatayat al Quran dan teks-teks hadits nabi. Apabila hal tersebut disoroti kembali melalui
realitas praktis masyarakat Islam sepanjang sejarah, maka makar pluralisme pun akan
semakin tersingkap.
Dalam sebuah sistem atau negara yang menerapkan Islam, maka Muslim dan Non
Muslim harus diperlakukan sama sebagai warga negara Secara khusus malah yang wajib
bagi muslim tidak wajib bagi non muslim, seperti membayar zakat, ini tidak wajib bagi
yang beragama non Islam. Dalam kehidupan publik, warga non muslim mendapat
perlakuan sama dengan yang muslim. Seperti keduanya berhak mendapat perlindungan
keamanan, pendidikan dan layanan kesehatan gratis. Jika seorang muslim tidak boleh
diciderai jiwa dan kehormatannya serta diambil hartanya tanpa hak, maka begitu juga
atas non muslim.15
14 Lebih lengkap lihat pada kitab-kita tafsir
15 Fatimah Azzahrah Alatas, SE. Op. Cit.
11
Nabi terakhir kita Muhammad saw. juga mnegajrkan toleransi yang sangat tinggi. 16
Toleransi bukan hanya menerima kehadiran orang lain yang berbeda status, keyakinan,
serta perbedaan lainnya, tetapi justru secara aktif ikut terlibat untuk saling mengulurkan
tangan dalam menciptakan perdamaian. Pengertian ta’aawanuu ‘alal birri wattaqwaa
harus dicerna sebagai bagian dari kesediaan untuk mengulurkan tangan, solidaritas dalam
membangun tatanan sosial yang harmonis.
Nabi muhammad telah mencontohkan perilaku sedemikian itu. Beliau selalu
mencari titik temu (meeting of mind) dari berbagai golongan yang berada disekitar
madinah, dengan terlebih dahulu mengakui eksistensi mereka sebagaimana tertera dalam
komitmen madinah17. Begitu juga Khalifah Umar bin Khattab meneruskan sunnah
rasulullah, ketika beliau memasuki Yerusalem, yang terkenal sebagai piagam aelia. Apa
yang diteladankan oleh nabi muhammad saw. dalam sunnah beliau yang kemudian
diteruskan Umar bin Khattab, terus dipertahankan oleh para khalifah lainnya. Misalnya
khalifah Umawi di Andalusia dengan konsisten dan mengagumkan menjalankan sikap
politik kemajemukan
Bagi seorang muslim, sikap fanatik atau memutlakkan ajaran agama adalah tertuju
pada dirinya sendiri, bukan kepada orang lain. Seorang muslim jauh dari wajah otoriter
untuk memaksakan sikap mutlak ini kepada orang lain karena dia terhalang oleh sebuah
ayat laa ikraaha fiddiin, tidak ada paksaan dalam beragama.18
Hilangnya sejarah keteladanan Rasululah saw. dari hati orang-orang Islam dan tidak
adanya respon dari mereka terhadap sejarah, telah membuat kaum muslimin terjerumus
ke dalam bencana yang diakibatkan oleh sikap terlalu kaku dan terlalu longgar. Diantara
16 Nuim Hidayat, Imperialisme Baru, (Jakarta: Gema Insani Press,2009) hlm. 119
17 Rumusan Piagam Madinah dapat dilihat pada Kitab Ibnu Hisyam. As-Siirah an-Nabaawiyyah
18 Tasmara, H. Toto. Menuju Muslim Kaffah: Menggali Potensi Diri. 2000. (Jakarta: Gema Insani Press)
hal. 346-347
12
fenomena sikap longgar dan lalai itu adalah adanya anggapan bahwa liberalisme dan
ketidakacuhan terhadap norma-norma agama adalah sebuah kemajuan peradaban. Ini
betul-betul sebuah anggapan yang sama sekali tidak memiliki dasar yang masuk akal
sedikit pun. Tidak benar dipandang dari sudut apapun.19
Kembali kepada surah al Baqarah ayat 6220 yang dijadikan penjaja pluralisme
beragama. Jika kita lihat sekilas, memang ayat ini menjelaskan bahwa orang Yahudi jika
tetap beriman dan beramal shaleh akan masuk surga. Orang Nasrani, orang Shabi’in,
selama tetap beriman dan beramal shaleh ia akan masuk surga.
Dalam memahami suatu ayat, para ulama’ telah menganjurkan agar menggunakan
riwayat turunnya ayat, yang disebut dengan asbab nuzul. Mengetahui pengalaman
historisnya turunnya suatu surah atau ayat dapat membantu memahami maksud
diturunkannya ayat tersebut. Miskonsepsi terhadap suatu ayat tentunya akan berakibat
fatal pada pemahaman ayat.21 Adapun asbab nuzulnya ayat ini adalah, Salman al-Farisi;
tatkala ia menceritakan kepada Nabi saw kebaikan-kebaikan guru-gurunya dari golongan
Nasrani dan Yahudi. Tatkala Salman selesai memuji para shahabatnya, Nabi saw
bersabda, “Ya Salman, mereka termasuk ke dalam penduduk neraka.” Selanjutnya, Allah
swt menurunkan ayat ini. Lalu hal ini menjadi keimanan orang-orang Yahudi; yaitu, siapa
saja yang berpegang teguh terhadap Taurat, serta perilaku Musa as hingga datangnya Isa
as (maka ia selamat). Ketika Isa as telah diangkat menjadi Nabi, maka siapa saja yang
tetap berpegang teguh kepada Taurat dan mengambil perilaku Musa as, namun tidak
19 HB umar bin hafidz. Agama moderat.
20 Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal
saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
21 Jalal ad-din al-suyuthi, Al-itqan fi ‘ulum Alqur’an, (Beirut: dar al-fikr, 1951 ), hlm. 41
13
memeluk agama Isa as, dan tidak mau mengikuti Isa as, maka ia akan binasa. Demikian
pula orang Nashraniy. Siapa saja yang berpegang teguh kepada Injil dan syariatnya Isa as
hingga datangnya Muhammad saw, maka ia adalah orang Mukmin yang amal
perbuatannya diterima oleh Allah swt. Namun, setelah Muhammad saw datang, siapa saja
yang tidak mengikuti Nabi Muhammad saw, dan tetap beribadah seperti perilakunya Isa
as dan Injil, maka ia akan mengalami kebinasaan.”
Ibnu Katsir menyatakan, “Setelah ayat ini diturunkan, selanjutnya Allah swt
menurunkan surat, “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
merugi.”22 Ibnu ‘Abbas menyatakan, “Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada satupun
jalan, agama, kepercayaan, dll, ataupun perbuatan yang diterima di sisi Allah, kecuali jika
jalan dan perbuatan itu berjalan sesuai dengan syari’atnya Muhammad saw. Adapun,
umat terdahulu sebelum nabi Muhammad diutus, maka selama mereka mengikuti ajaran
nabi-nabi pada zamanya dengan konsisten, maka mereka mendapatkan petunjuk dan
memperoleh jalan keselamatan.”
Ya, kaum pluralis itu mengambil satu ayat dengan mengabaikan ayat-ayat yang
lain. Meraka abaikan ayat:
“Sesungguhnya
agama
yang
diridhai
di
sisi Allah
hanyalah
Islam.” 23
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” Dan
ayat-ayat lainnya.24
22 Ali Imran:85
23 Ali imran: 19
24 At-taubah:30 dan al-Maidah:72
14
Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti, tidak
ada satupun orang yang dikatakan kafir. Tetapi al Quran dengan sangat tegas menyebut
orang ahlikitab yang tidak menerima Islam dengan sebutan kafir. Firman Allah:
Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik
(akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah
seburuk-buruknya mahluk.25
Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme. Islam
hanya mengakui adanya pluralitas agama dan keyakinan. Maknanya Islam hanya
mengakui adanya agama dan keyakinan di luar agama Islam, serta mengakui adanya
identitas agama-agama selain Islam. Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk
masuk Islam. Mereka dibiarkan memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja,
pengakuan Islam terhadap pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga
mengakui adanya kebenaran pada agama selain Islam. Islam tetap mengajarkan bahwa
agama di luar Islam adalah kesesatan, meskipun diijinkan hidup berdampingan dengan
Islam.
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
25 Al-bayyinah:6
15
mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Ali Imran: 19)
PENUTUP
Pengusung pluralisme sebetulnya mempunyai “niat baik” yakni demi terwujudnya
kedamaian global yang berkeadilan di atas bumi. Tapi ada satu hal yang mesti ditegaskan,
perjalanan teori-teori mereka tentang pluralisme ternyata semakin menjauh dari tujuan
yang dicanangkan. Alih-alih ingin menjadi referee yang baik dan netral dilapangan,
pluralisme agama ternyata juga ikut bermain dan bersaing dengan pemain-pemain yang
ada. Teori yang mengambil posisi tengah-tengah antara eksklusivisme dan puralisme ini,
mengandung persoalan-persoalan kritikial yang menyangkut dasar logis dan teologis. 26
Berdasarkan kaidah-kaidah dasar aqidah Islamiyah maka propaganda penyatuan
agama (wihdatul adyan, pluralisme agama) dan menampilkannya dalam satu kesatuan
adalah propaganda dan makar yang sangat busuk. Misi propaganda itu adalah
mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, merubuhkan Islam dan menghancurkan
pilar-pilarnya serta menyeret pemeluknya kepada kemurtadan. 27 Dimana jati diri al Quran
sebagai satu-satunya wahyu yang otentik, untuk apa syariat yang menuntut shalat lima
waktu dilaksanakan kalau toh disana, ada ibadah yang cuman perlu presensi satu kali
seminggu. Tiap agama tentu kehilangan jati dirinya.
26 Anas Malik Thoha, op. Cit. Hlm. 175-176
27 Hartono Ahmad Jaiz, Menangkal Bahaya JIL & FLA (JAKARTA: Pustaka al-Kautsar, 2006, ed. Revisi),
hlm. 122
16
Sebagai seorang muslim “hakiki” kita dituntut untuk kritis dalam menyikapi paham
apa saja yang sejalan dengan dasar-dasar teoretis Islam dan paham mana saja yang
menyimpang. Kita harus jeli dalam mencermati “niat baik” penjaja pluralisme tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qurtuby, Sumanto. Lubang Hitam Agama: Mengkritik Fundamentalisme Agama,
Menggugat Islam Tunggal. 2005. (Jogjakarta: Rumahkata)
Al-habib umar bin muhammad bin salim bin hafidz ibnus-syaikh abi bakr bin salim.
Alwasathiyah fil-Islam. (terj. Menghidupkan Kembali Hakikat Ajaran Islam,
Ahmad Dairobi. 2010). Jakarta: Nurani Publishing.
Al-suyuthi, Jalal ad-din. Al-itqan fi ‘ulum Alqur’an. 1951. Cet-3. Beirut: Dar Al-Fikr
Cahaya Nabawy, Edisi 114 Maret 2013
______________, Edisi 119 September 2013
Departemen Agama. Al-qur’an dan terjemahnya. (Jakarta: J-Art)
Hidayat, Nuim. Imperialisme Baru. (Jakarta: Gema Insani Press, 2009)
Husaini, Adian dan Nuim Hidayat. Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan,
dan Jawabannya. 2002. (Jakarta: Gema Insani Press)
______________. Pluralisme agama: Haram. 2005 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
17
______________. Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi
Sekular-Liberal. 2005 (Jakarta: Gema Insani Press)
Jaiz, Hartono Ahmad. Menangkal Bahaya JIL & FLA. 2004 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
Tasmara, H. Toto. Menuju Muslim Kaffah: Menggali Potensi Diri. 2000. (Jakarta: Gema
Insani Press)
Tafsir Ibnu Katsir.
Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. 2005. (Jakarta: Perspektif)
18