TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHA

LAPORAN HASIL PENELITIAN DIAJUKAN KEPADA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH JUDUL : TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM PEMBERLAKUAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH OLEH :

PENELITI I : Noviana Cynthia Ratnasari

NIM : 12/334063/HK/19145

PENELITI II : Yuki Nur Palupi Tresnaningtyas

NIM : 12/334419/HK/19259

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

DIAJUKAN KEPADA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

1. JUDUL PENELITIAN

: TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN

PERMASALAHAN HUKUM DALAM PEMBERLAKUAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

2. PENELITI : Noviana Cynthia Ratnasari

Nama Lengkap (Peneliti I) (12/334063/HK/19145) Yuki Nur Palupi Tresnaningtyas

NIM (Peneliti I) (12/334419/HK/19259) :-

Nama Lengkap (Peneliti II)

:- : BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah

NIM (Peneliti II)

Jl.

Perintis

kemerdekaan no.175,

Banyumanik

Pangkat/Jabatan/Golongan

3. JANGKA WAKTU PENELITIAN

: 2 (dua) bulan

Yogyakarta, 16 Juli 2014

Peneliti 1 Peneliti 2

Noviana Cynthia Ratnasari Yuki Nur Palupi Tresnaningtyas 12/328578/HK/19054

12/334357/HK/19218

Mengetahui Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah

Supriyonohadi, S.H., M.Si. NIP. 197607282000031001

PRAKATA

Puji syukur Peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya laporan hasil penelitian ini. Penelitian ini Peneliti susun sebagai bagian dari grand penelitian yang dilaksanakan oleh Fakutas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Judul penelitian yang Peneliti ajukan adalah “Urgensi Ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga sebagai Upaya Perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga”. Pada kesempatan ini Peneliti menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Paripurna, S.H., M.Hum, LL.M selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Bapak Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum selaku Reviewer I sekaligus Dosen Pembimbing yang telah sabar dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan saran yang sangat berharga bagi Peneliti dalam menyusun penelitian ini.

3. Bapak Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M, M.A selaku Reviewer II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada Peneliti dalam menyusun penelitian ini.

4. Kepala Unit Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penelitian ini.

5. Pengurus Sekolah PRT yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini.

6. Semua pihak yang tidak dapat Peneliti sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Peneliti menyadari dalam penyelesaian penelitian ini tentunya terdapat

kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan ke depan. Akhir kata, Peneliti berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan memberikan sumbangan positif demi kemajuan dan perkembangan khasanah ilmu hukum di negeri ini.

Yogyakarta, 16 Juli 2014 Peneliti

INTISARI TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM PEMBERLAKUAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan danapemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalamrangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas,tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi. Mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan public. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendalami konsep serta permasalahan hukum yang timbul akibat pemberlakuan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan adalah pada bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pada implikasinya tentu tidak cukup jika hanya melakukan penelitian kepustakaan, sehingga dilakukan juga wawancara untuk memperoleh data primer, yaitu pendapat dari narasumber yang lebih memahami mengenai seluk-beluk BLUD. Penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penerapan BLU dijumpai permasalahan-permasalahan terutama yang terkait dengan permasalahan teknis di masa transisi sekarang ini belum memberikan kejelasan. Sehingga dalam pelaksanaannya terjadi banyak permasalahan. Selain itu, tingkat kesiapan SKPD dan lembaga terkait serta minimnya peran pemerintah dalam mengedukasi masyarakat menimbulkan banyak sekali maladministrasi yang berdampak pada penerimaan daerah. Sinkronisasi peraturan antar unit-unit pemerintah yang terkait dan sosialisasi intensif secara massif adalah cara yang paling logis dan komprehensif didalam mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan BLU ini

. Kata kunci : BLUD, Konsep, Permasalahan hukum

ABSTRACT REVIEW OF CONCEPT AND LEGAL ISSUES ON REGIONAL PUBLIC SERVICE AGENCY

One of the financial reform agenda is to shift the traditional basis budgeting in to performance basis budgeting. With this system, the usage of state budget is based on the input instead of the output. These changes are deemed important in order to educate the people to elaborate the limited resource to cover up the high needs of the fund. Enterprising the government is a perfect directive to create a new paradigm in public financial sector. This research is made to solve the legal problem that caused by the implementation of this new pattern on financial management.

This research is normative. The study was conducted on library materials or secondary data include primary legal materials, secondary, and tertiary. On the implication is certainly not enough if just doing the research literature, so do also interviews to obtain primary data, that is the opinion of legal experts and resource persons related to the problems of domestic workers. This study is a combination of literature research and field research

The results showed that many problems came up on the implementation of this new financial system, especially on the technical and procedural matter. As Indonesia experiencing the transition era, the legal matter has not been able to cover, solve and assist those problems. Apart from that, the low level of capability from each stakeholder and unassisted entities, have caused some administrative violations issues which affected the state income. Synchronizations of laws and intensive socialization to stakeholders is deemed necessary is deemed as the most logics and comprehensive solutions to cope with the problems

Key words : BLUD, concept, legal issues

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum 1 adalah salah satu dari cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945. Upaya pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk dapat mencapai tujuan nasional telah dilakukan dengan berbagai dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya antara lain menyusun berbagai program dan kegiatan yang dibiayai melalui APBN dan APBD. Khususnya pada tataran penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dibiayai dari APBD, di dalamnya terdapat salah satu pola pelayanan kepada masyarakat

melalui suatu badan yang disebut Badan Layanan Umum Daerah. 2 Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya

didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 3 Semangat yang ada dalam BLUD ini adalah untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD

1 Pembukaan UUD NRI 1945 Alinea IV. 2 Basuki, 2008, Pengelolaan Keuangan Daerah, Kreasi Wacana, Yogyakarta, hlm. 284 3 Pasal 1 Angka 1 Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

(PPK-BLUD) yang memberikan fleksibilitas bagi BLUD tersebut untuk mengelola keuangannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BLUD didasarkan pada prinsip efisiensi dan efektivitas. Salah satu contoh dari unit kerja yang menjadi BLUD adalah puskesmas yang berada di bawah dinas kesehatan. Saat ini ada dualisme status Puskesmas di Indonesia, yaitu 99,96% Puskesmas

berstatus non BLUD sedangkan 0,036% berstatus BLUD 4 . Perubahan status itu sangat mempengaruhi pengelolaan keuangannya karena ada perbedaan antara

pengelolaan keuangan non BLUD dan BLUD. Fleksibilitas yang diterapkan dalam PPK-BLUD tak lain bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan merupakan pengecualian dari pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Pemberian status BLUD tersebut bisa diberikan secara bertahap maupun penuh dengan memperhatikan beberapa persyaratan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hingga saat ini masih banyak unit kerja yang belum sepenuhnya menjadi BLUD padahal dengan penerapan PPK-BLUD diyakini akan dapat meningkatkan pelayanan karena uang yang masuk ke BLUD tersebut dapat langsung digunakan kembali. Dalam penelitian ini, Peneliti akan lebih banyak membahas mengenai pengelolaan keuangan BLUD dan juga status hukum BLUD dalam sistem hukum di Indonesia.

4 http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/503 , diakses pada tanggal 20 Agustus 2014 pukul 10.46.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat ditarik rumusan permasalahan yang dapat dijabarkan dalam bahasa rigid, sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengawasan dan pengelolaan keuangan dalam SKPD atau unit kerja berbentuk BLUD?

2. Bagaimana tinjauan kelembagaan dalam BLUD?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan keuangan dalam BLUD dan status hukum BLUD mengingat masih sedikit unit kerja yang menjadi BLUD. Lebih khusus lagi penelitian ini bertujuan untuk:

1. Tujuan Objektif

a. Mengetahui sejauh mana pengawasan di bidang keuangan yang dilakukan terhadap BLUD.

b. Mengetahui kedudukan BLUD dalam sistem hukum di Indonesia karena masih banyak unit kerja yang statusnya masih non BLUD.

2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data yang akurat dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini disusun dalam rangka tugas akhir magang yang telah ditempuh oleh Peneliti.

1.4 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Peneliti di Perpustakaan BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, Peneliti belum menemukan penelitian lain yang memiliki pokok bahasan maupun permasalahan yang sama atau hampir sama dengan penelitian yang sedang direncanakan.

1.5 Manfaat Penelitian Peneliti berkeyakinan bahwa akan banyak manfaat dan kegunaan yang dapat dipeoleh melalui penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Peneliti: Penelitian ini akan sangat memberikan manfaat dalam menambah pengetahuan Peneliti terhadap unit kerja yang berbentuk BLUD karena BLUD merupakan bentuk yang masih baru dalam ketatanegaraan Indonesia.

2. Bagi Pemerintah: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah yang dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah untuk dapat mematangkan konsep mengenai BLUD baik dari segi pengawasan maupun pengelolaan keuangannya.

3. Bagi Masyarakat: Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai konsepsi BLUD.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dalam pembangunan ilmu hukum dan memperkaya informasi dan wawasan pemikiran khususnya mengenai konsepsi BLUD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asas – Asas Yang Mendasari BLUD

Unit kerja pada tiap kementerian negara, lembaga non kementerian, atau lembaga negara diperkenankan dalam hukum keuangan negara untuk mengelola

keuangannya sendiri. 5 Apabila suatu unit kerja berkehendak mengelola keuangannya, terlebih dahulu harus berubah menjadi Badan Layanan Umum. Badan Layanan

Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 6

Terkait dengan kewenangan daerah dalam mengelola keuangannya sendiri 7 , maka dibentuk pula badan serupa pada tingkat daerah, yang lebih dikenal Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Badan layanan umum daerah adalah satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja pada satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memeberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan /atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Pembentukan BLU / BLUD merupakan langkah yang sangat reformatif untuk mengawal implementasi pengelolaan keuangan Negara kearah yang lebih terstruktur. Dengan basis kinerja ini mulai dirintis arah yang jelas bagi dana pemerintah,

5 UU no 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara bab XII mengenai pengelolaan keuangan badan layanan umum pasal 68

6 Ibid, pasal 1 angka 23

7 UU 32 tahun 2004 jo PP no 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 7 UU 32 tahun 2004 jo PP no 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

yang tersedia tetap terbatas. 8 Kepada BLU/BLUD juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan

jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. 9 dalam pelaksanaannya BLUD memiliki beberapa asas. 10 Adapun asas tersebut

adalah :

1. BLUD beroperasi sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum. Secara lebih efektif dan efsisien sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintah daerah.

2. BLUD merupakan bagian dari pernagkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk membantu pencapaian tujuan peerintah daerah, dengan status hukum tidka tepisahkan dari pemerintah daerah.

3. Kepala daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada BLUD terutama kepada aspek manfaat yang dihasilkan.

4. Pejabat pengelola BLUD bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan oleh kepala daerah.

Penjelasan PP No 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Bagian I. 9 UMUM

Permendagri no 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pasal 40 10 PP No 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pasal 2 (asas dan

tujuan)

5. Dalam pelaksanaan kegiatan, BLUD harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa mengutamakan pencarian keuntungan

6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keunangan dan kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggarat serta laporan keuangan dan kinerja daerah

7. Dalam menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat, BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya.

Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLUD apabila memenuhi oersyartan substantive, teknis, dan

adminsitratif. 11 Persyaratan substantive terpenuhi ketika instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :

a. Penyediaan barang dan/ atau jasa

b. Pengelolaan wilayah / kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

Persyaratan teknis akan terpenuhi bila :

a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui badan layanan umum sebagaimana direkomendasikan oleh menteri , pimpinan lembaga non kementerian, atau lembaga Negara sesuai dengan kewenagnannya ;dan

11 Permendagri no 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan badan layanan umum pasal 4 11 Permendagri no 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan badan layanan umum pasal 4

Persyaratan administrative terpenuhi apabila :

a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat ;

b. Pola tata kelola

c. Rencana strategis bisnis

d. Laporan keuangan pokok

e. Standar pelayanan minimum; dan

f. 12 Laporan audit atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen

Apabila persyaratan tersebut diatas telah dipenuhi, maka dokumen tersebut harus segera disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan

kepada menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya. Terhadap dokumen tersebut, pejabat yang berwenang memberi keputusan penetapan atau surat penolakan atas usulan penetapan BLU/BLUD paling lambat 3 bulan sejak diterima. Apabila dalam jangka waktu 3 bulan terlampaui, maka penetapan BLUD tidak dapat dilakukan. Instansi yang pernah menjadi BLUD dan dicabut statusnya, dapat mengajukan ulang penetapan sebagai BLUD sepanjang memenuhi ketiga unsure persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan.

Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara edisi 1, Jakarta, RajawaliPers, hlm. 120

Pemberian status BLU / BLUD dapat diberikan secara penuh atau bertahap bergantung pada persetujuan pejabat berwenang dan hasil penilaian tim penilaian. Terhadap BLU/BLUD yang memenuhi persyaratan substantive dan teknis, diberikan status BLU/BLUD bertahap. Status BLU/BLUD beretahap ini dikemudian hari dapat ditingkatkan maupun diturunkan berdasarkan persetujuan pejabat berwenang bergantung pada hasil tim penilai pada saat usulan tersebut diajukan. Status bertahap yang diperoleh badan layanan umum hanya berlaku paling lama tiga tahun.

Berkaitan dengan penilaian usulan penetapan dan pencabutan penerapan ppk BLU / BLUD, menteri keuangan (dalam hal BLUD, kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah) berwenang menunjuk suatu tim penilai. 13 Penunjukan tim penilai ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan untuk penetapan BLU dan keputusan kepala daerah agar tindakan penilaian yang dilakukan oleh tim penilai memiliki landasan hukum. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari keberatan yang berasal dari instansi pemerintah yang ditolak usulannya untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. 14

Kenyataannya, tidak selalu badan layanan umum dapat bertahan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga berakibat pada pola

pengelolaan keuangan badan layanan umum. 15 Penerapan PPK-BLUD berakhir apabila dicabut oleh kepala daerah atas usulan sekretaris daerah atau kepala SKPD,

atau dapat pula karena berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan daerah yang dipisahkan. 16

14 Permendagri no 61 tahun 2007 pasal 19 jo PP no 23 tahun 2005 pasal 5 Muhammad Djafar Saidi ,op.cit., halaman 123 15 Muhammad Djafar Saidi op.cit hlm. 122 16 Permendagri no 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan badan layanan umum Pasal 29

2.2 Sistem Keuangan

Sistem keuangan berasal dari dua kata yaitu “sistem” dan “keuangan”. Sistem dapat didefinisikan sebagai berikut 17 :

1. Perangkat unsur yang secara teratur saling bekaitan sehingga membentuk suatu totalitas

2. susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb

3. metode Sedangkan “keuangan” didefinisikan sebagai seluk-beluk uang atau urusan

uang. 18 Dalam pengertian yang lain, keuangan diartikan sebagai pengetahuan teori dan praktik mengenai keuangan yang mencakup uang, kredit, perbankan, sekuritas,

investasi, valuta asing, penjaminan emisi, kepialangan, trust dan sebagainya. Dengan kata lain, sistem keuangan berarti suatu sistem yang dibentuk oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kompetensi yang berkaitan dengan seluk-beluk keuangan. 19

Menurut Dr. Insukindro, M.A., dalam bukunya ekonomi uang dan bank sebagaimana dikutip oleh Hermansyah, S.H., M.hum., sistem keuangan (financial system) pada umumnya merupakan suatu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya di bidang keuangan adalah menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat. Keberadaan sistem ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani pihak surplus of funds kepada pihak yang lack of funds.

2.3 Keuangan Daerah

Kamus besar bahasa Indonesia, balai pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 1076 18 Ibid, hlm. 1233

19 Hermansyah, hukum perbankan nasional Indonesia edisi ke-4, Jakarta, kencana, 2008, hlm. 1

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajjiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

daerah tersebut. 20 Keuangan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keuangan Negara. pasal 2 undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan

Negara secara tegas menyebutkan bahwa yang dikategorikan sebagai keuangan Negara termasuk di dalamnya adalah penerimaan daerah; pengeluaran daerah; kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, temasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan

daerah.. 21 Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi :

a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman;

b. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan daerah;

d. Pengeluaran daerah;

e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang; termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;

f. Kekayaah pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan daerah dan/atau kepentingan umum.

pasal 1 butir 5 PP no. 58 tahun 2005 21 Pasal 2 uu no 17 tahun 2004 jo pasal 156 uu no 32 tahun 2004

Ruang lingkup tersebut mengacu pada pasal 2 UU no 17 tahun 2003. Ruang lingkup tersebut lebih luas daripada pengertian keuangan daerah menurut pp no 105 tahun 2000 yang hanya beruang lingkup APBD. Dalam pengelolaan keuangan daerah

terdapat empat asas pengelolaan keuangan daerah 22 . adapun asas tersebut adalah :

1. Asas umum pengelolaan keuangan daerah

Asas ini secara eksplisit tercantum dalam pasal 4 pp no 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. namun, terdapat doktrin dalam menjabarkan asas ini. terdapat dua asas umum pengelolaan daerah yaitu :

(1) Asas yang menekankan pada sifat, cara-cara, dan tanggung jawab

dari pengelola yang melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.

Asas ini menjabarkan pasal 4 ayat (1) PP no 58 tahun 2005 yang berbunyi : “keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.” Dalam pasal 4 ayat 1.

Dalam bukunya, Basuki juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan efisien adalah merupakan pencapaian output (keluaran) yang maksimum dengan input (masukan) tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. ekonomis merupakan perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah. Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Transparan merupakan

22 Basuki, op. Cit., hlm.16 22 Basuki, op. Cit., hlm.16

(2) Asas integrasi.

Dalam pasal 4 ayat (2) PP no 58 tahun 2005 dinyatakan bahwa pengelilaan keuangan dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun

ditetapkan dengan peraturan daerah. 23

2. Asas umum APBD

Asas ini berhubungan dengan penganggaran dan jangka waktu anggaran. Asas umum APBD yang berhubungan dengan pelanggaran dapat

dibedakan menjadi empat kelompok. 24 Asas tersebut yakni : (1) penganggaran yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintaan, kemampuan

pendapatan daerah, fungsi APBD, dan penetapannya. (2) penganggaran yang bersifat bruto, (3) penganggaran yang didasarkan pada kepastian kecukupan tersedianya penerimaan, (4) penganggaran pendapatan dan belanja daerah harus di dukung dan landasan hukumnya.

3. Asas umum pelaksanaan APBD

Asas umum pelaksanaan APBD mengacu pada asas umum pengelolaan keuangan daerah. asas umum pengelolaan keuangan daerah. asas

23 Ibid. hlm.18 24 Ibid.hlm.19 23 Ibid. hlm.18 24 Ibid.hlm.19

4. Asas umum penatausahaan keuangan daerah

Asas umum penatausahaan keuangan daerah berhubungan dengan ketertiban pencatatan, ketertiban penyimpanan dan kelengkapan dokumen-dokumen pengelolaan keuangan dankelengkapan dokumen-dokumen pengelolaan keuangan daerah, serta tanggung jawab pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar

pengeluaran atas beban APBD. 26

2.4 Sistem Pengawasan

Pengawasan adalah segala yang berkaitan dengan proses penilikan, penjagaan serta pengarahan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, agar objek yang diawasi berjalan menurut semestinya. Pengawasan adalah fungsi atau tugas dari pimpinan untuk mencocokan sampai di manakah program atau rencana yang telah ditetapkan dilaksanakan. Dengan pengawasan akan diketahui adanya kekurangan, hambatan- hambatan, kelemahan, kesalahan, dan kegagalan untuk kemudian dicari jalan untuk mengatasinya. Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin

Ibid. hlm.22 26 Ibid.

bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan. 27

Dalam perspektif hukum administrasi, dikemukakan J.B.J.M ten Berge bahwa pengawasan merupakan bagian yang penting dalam penegakan hukum administrasi (administrative rechtshandhaving). Pengawasan merupakan penegakan hukum preventif yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran norma hukum

administrasi. 28 Hal ini merupakan tindakan yang efektif agar tidak terjadi pelanggaran yang dapat mengakibatkan kefatalan. Sebelum pelanggaran terjadi, bisa dicegah

dengan adanya pengawasan tersebut. Pengertian pengawasan tidak hanya ditinjau dalam segi hukum admnistrasi saja, dalam perspektif hukum tata negara, pengawasan merupakan bagian dari mekanisem checks and balances antar lembaga negara. Dikemukakan oleh La Ode Husen bahwa landasan teoritis dari pengawasan adalah teori negara hukum, teori demokrasi dan teori pemisahan kekuasaan yang merupakan landasan dari sebuah

sistem ketatanegaraan. 29 Pengawasan juga merupakan salah satu instrumen yang fundamental dilihat dari konsepsi negara demokrasi terutama apabila dilihat dari sudut pandang pengawasan terhadap pemerintah oleh rakyat. Hakekat demokrasi adalah pemerintahan yang didasarkan atas kehendak rakyat, bukan atas kehendak penguasa. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, oleh karena

27 Ridla, Kemal Ahmad, “Sistem Pengawasan di Indonesia dan Permasalahannya”, http://www.academia.edu/4516922/SISTEM_PENGAWASAN_DI_INDONESIA , diakses pada tanggal 15 Agustus 2014 pukul 11.09. 28 Bachrul Amiq, 2010, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Perspektif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, LaksBang PRESindo, Yogyakarta, hlm. 28. 29 Ibid., hlm. 29 27 Ridla, Kemal Ahmad, “Sistem Pengawasan di Indonesia dan Permasalahannya”, http://www.academia.edu/4516922/SISTEM_PENGAWASAN_DI_INDONESIA , diakses pada tanggal 15 Agustus 2014 pukul 11.09. 28 Bachrul Amiq, 2010, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Perspektif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, LaksBang PRESindo, Yogyakarta, hlm. 28. 29 Ibid., hlm. 29

pemerintahan karena seluruh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menyangkut hajat hidup orang banyak. Dewasa ini, ranah administrasi negara memang sangat sarat akan pelanggaran dan fakta tersebut perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat karena pengawasan merupakan bentuk pengendalian terhadap aparatur pemerintah yang dianggap paling efektif.

Fungsi pengawasan dalam lingkup manajemen pemerintahan dimaksudkan untuk mencegah berbagai penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, korupsi, kolusi, nepotisme, pemborosan dan kebocoran keuangan/kekayaan negara serta bentuk- bentuk penyimpangan lainnya, dengan tujuan untuk meminimalisasi terjadinya berbagai penyimpangan. Selain daripada itu pengawasan sebagai sarana untuk mendorong terciptanya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, profesional, penuh pengabdian dan tanggungjawab, sehingga mampu mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan, baik pelayanan publik,

pemberdayaan masyarakat maupun pembangunan. 31 Jika pengawasan dilakukan dengan tidak benar maka potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang atau

pelanggaran administrasi lainnya akan sangat tinggi. Pengawasan memiliki beberapa klasifikasi sebagai berikut:

a. Pengawasan intern dan pengawasan ekstern yang dikelompokkan berdasarkan hubungan antara pengawas dengan yang diawasi. Dalam hal antara keduanya berada dalam hubungan pekerjaan maka dikategorikan pengawasan intern. Sebaliknya jika tidak ada hubungan hirarki pekerjaan, maka dikategorikan sebagai pengawasan ekstern.

30 Ibid. 31 http://repository.mb.ipb.ac.id/1189/4/2EK-04-Djiman_Murdiman_Sarosa-Bab1.pdf , diakses pada

tanggal 18 Agustus 2014 pukul 13.00.

b. Pengawasan preventif (pra audit) dan pengawasan represif (post audit) yang dikelompokkan berdasarkan waktu pengawasan. Dalam hal dilaksanakan pada tahap perencanaan disebut pengawasan preventif. Sebaliknya jika pengawasan dilaksanakan setelah pelaksanaan disebut pengawasan represif.

c. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung dikelompokkan berdasarkan obyek yang diperiksa. Dalam pengawasan hanya memeriksa berkas atau dokumen maka dikategorikan sebagai pengawasan tidak langsung. Sedangkan pengawasan langsung dilakukan jika pengawas secara langsung menginspeksi atau on the spot di tempat pekerjaan.

d. Pengawasan fungsional dan pengawasan structural yang dikelompokkan berdasarkan institusi pengawasnya. Pengawasan fungsional dilakukan institusi yang memang secara fungsional baik intern maupun ekstern berwenang melakukan pengawasan. Sedangkan pengawasan structural adalah

kewenangan pengawasan yang melekat kepada pimpinan organisasi. 32

2.4.1 Sistem Pengawasan Intern Pengertian pengawasan internal dalam arti luas dapat dibagi dua yaitu pengawasan administratif dan pengawasan akuntansi. Pengawasan administrasi meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur-prosedur yang berhubungan dengan efisiensi usaha dan ketaatan terhadap kebijakan pimpinan perusahaan. Pengawasan akuntansi meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur-prosedur yang berhubungan dengan pengamanan harta milik perusahaan

serta dapat dipercayanya laporan keuangan. 33 Pengawasan internal merupakan pengawasan yang bisa dibilang efektif karena dilakukan oleh internal suatu entitas.

32 Bachrul Amiq, op. cit., hlm. 31 33 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31257/4/Chapter%20II.pdf , diakses pada tanggal 18

Agustus 2014 pukul 14.49.

Hal itu disebabkan karena pengawas mengerti apa saja yang dilakukan oleh suatu entitas.

Pengawasan internal dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus misalnya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Badan

Pengawas Daerah, atau oleh atasan langsung dari pejabat pemerintah. 34 Dalam ranah administrasi negara, pengawasan internal memiliki peran penting karena

permasalahan internal yang timbul dalam suatu pemerintahan sangatlah kompleks sehingga diperlukan suatu pengawasan internal yang efektif. Pengawasan intern terdiri dari serangkaian tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan tidak ditambahkan ke dalam infrastruktur suatu entitas. Pengawasan intern dilaksanakan oleh orang bukan hanya suatu dewan direksi, manajemen dan personel lainnya. Pengawasan intern diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kategori-kategori yang saling tumpang tindih dari pelaporan keuangan kepatuhan dan operasi-operasi. 35

2.4.2 Sistem Pengawasan Eksternal Pengawasan selain dilakukan secara internal, dilakukan pula secara eksternal yaitu oleh lembaga diluar organ pemerintahan yang diawasi. Pengawasan eksternal adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit pengawasan yang sama sekali berasal dari luar lingkungan organisasi pemerintah. Dengan demikian, dalam pengawasan eksternal ini, antara pengawas dengan pihak yang diawasi tidak

lagi terdapat hubungan kedinasan. 36 Pengawasan eksternal dilakukan oleh lembaga- lembaga negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan,

Mahkamah Agung dan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. Pengawasan

34 Bachrul Amiq, op.cit., hlm. 32 35 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31257/4/Chapter%20II.pdf , op.cit. 36 Chabib Soleh, et.al., 2010, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Fokusmedia, Bandung, hlm.

Masyarakat (Wasmas) adalah pengawasan yang dilakuan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah pada umumnya dan terhadap pengelolaan

keuangan daerah pada khususnya. 37 Pengawasan eksternal oleh BPK ini dikenal juga sebagai pengawasan

eksternal fungsional. Dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, BPK lebih menitikberatkan perhatiannya pada aspek pengelolaan keuangan pemerintah/Daerah Tugas pokoknya antara lain adalah, melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran,

Laporan Arus Kas, Neraca Daerah dan Catatan Atas Laporan Keuangan. 38

37 Basuki, op. cit., hlm. 250 38 Chabib Soleh, et. al., op. Cit.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Pendekatan yuridis digunakan untuk

menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan BLUD. Soerjono Soekanto dalam buku Pengantar Penelitian Hukum menyebutkan bahwa penelitian hukum normatif adalah penelitian yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pada praktiknya, Peneliti merasa tidak cukup jika hanya melakukan penelitian kepustakaan dan perlu melakukan wawancara guna memperoleh data primer berupa pandangan atau pendapat dari pihak yang lebih menguasai tentang BLUD sehingga akan terwujud penelitian yang komprehensif. Penelitian ini merupakan penelitian gabungan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

1. Macam Penelitian

1.1 Penelitian Kepustakaan Lokasi penelitian kepustakaan adalah di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Perpustakaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Data kepustakaan yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan adalah data sekunder yang meliputi bahan-bahan hukum, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan BLUD. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;

c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;

d) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara

b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer 39 , seperti buku-buku, hasil penelitian, dan pendapat pakar hukum. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a) Buku-buku tentang keuangan daerah

b) Buku-buku tentang pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah

c) Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah

d) Buku-buku, karya ilmiah, makalah, penelitian, jurnal, maupun bahan dari internet yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

39 Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm: 32 39 Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm: 32

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 40 Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

Kamus Besar Bahasa Indonesia serta bahan-bahan lain diluar disiplin ilmu hukum.

1.2 Penelitian Lapangan Lokasi penelitian adalah di BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah yang bertempat di Semarang. Narasumber dari penelitian ini adalah para staff hukum di sub bagian hukum dan humas BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.

3.2 Jalannya Penelitian

3.2.1 Tahap Persiapan Tahap ini merupakan tahap pertama dalam penelitian ini. Tahap ini adalah tahap dimana peneliti memulai kegiatan dimulai dari timbulnya gagasan hingga persiapan untuk melakukan pengumpulan data. Pada tahap ini, Peneliti mulai melakukan pengumpulan bahan kepustakaan mulai dari buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pokok bahasan penelitian ini.

3.2.2 Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini, Peneliti melakukan penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan bahan atau data yang akan digunakan yang sesuai dengan penelitian ini. Bahan pustaka tersebut dapat merupakan bahan primer maupun sekunder dan bahkan tersier. Dalam tahap ini pula Peneliti

40 Ibid. Hlm. 32 40 Ibid. Hlm. 32

3.2.3 Tahap Penyelesaian Pada tahap penyelesaian, Peneliti melakukan penyusunan dan analisis data-data yang telah terkumpul. Melihat dari hasil pengumpulan data yang ada, Peneliti dapat melakukan analisis yang sekiranya tepat dilakukan serta merumuskannya dalam laporan.

3.3 Analisis Data Dalam penelitian ini dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu dengan melihat

fakta-fakta yang ada dalam praktik di lapangan, mengumpulkan dan menyeleksi data- data yang diperoleh yang sesuai dengan pokok bahasan yang diteliti, kemudian diolah dan disusun secara sistematik serta dihubungkan dengan beberapa teori, peraturan perundang-undangan terkait, dan petunjuk teknis dan digabungkan dengan data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan sehingga diperoleh deskripsi yang lengkap sesuai dengan tema penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. SISTEM PENGAWASAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM SKPD ATAU UNIT KERJA BERBENTUK BLUD

4.1 Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan keuangan badan layanan umum merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara sehingga pengelolaannya tidak terlepas dari hukum

keuangan negara. 41 hal ini sesuai dengan asas pembentukan BLUD itu sendiri yang pada hakekatnya merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. 42 Ketika

pengelolaan keuangan sebuah BLUD telah menyalahi asas pembentukannya, maka keberadaan dan status hukum BLUD tersebut harus ditinjau kembali.

Mengingat statusnya yang terikat pada kekayaan daerah, maka segala kinerja BLUD sedikit banyak akan sangat berpengaruh pada penerimaan daerah. pola pengelolaan keuangan BLUD yang berbeda dengan entitas non BLUD sangat memungkinkan terjadinya penyimpangan apabila tidak diimbangi dengan control yang kuat dari pemerintah. Oleh karena itu, dalam peraturan perundang-undangan telah diatur pula pola pengelolaan keuangan dalam BLUD. Beberapa fitur unik BLUD

yang membedakannya dari satuan kerja instansi pemerintah adalah 43 :

 Pertama, aspek pengelolaan keuangan, dimana pemerintah pusat secara khusus mengatur pola pengelolaan keuangan BLUD. Asas utama pengelolaan

41 Muhammad Djafar Saidi, op.cit, hlm.127 42 Per mendagr i no 61 tahun 2007 Pasal 2 ber bunyi “BLUD mer upakan bagian

dar i per angkat pemer intah daer ah yang dibentuk untuk mem bantu pencapaian tujuan pemer intah daer ah, dengan status hukum tidak ter pisah dar i pemer intah daer ah”

43 http:/ / www.kemenkeu.go.id diakses ter akhir tanggal 5 Agustus 2014 pukul 14.00 43 http:/ / www.kemenkeu.go.id diakses ter akhir tanggal 5 Agustus 2014 pukul 14.00

 Aspek kedua ialah aspek manajemen organisasi, dimana BLUD dalam melaksanakan praktek-praktek bisnis yang sehat perlu melakukan pengelolaan

dan pengukuran kinerja. Semua output kinerja BLUD perlu diukur untuk melihat bagaimana organisasi telah bekerja dalam mencapai targetnya.

Sehingga dalam hal ini sangat diharapkan BLUD mengadopsi alat perencanaan management yang diterapkan oleh sektor swasta dalam mengelola kinerjanya dalam pengukuran kinerja yang lebih komprehensif. Sehingga dalam hal ini, kepala eksekutif BLUD perlu memiliki tingkat manajerial yang tinggi yang bertanggung jawab atas pencapain hasil yang tertuang dalam kontrak kinerja.

 Aspek ketiga, penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting) yaitu BLUD diharapkan menjadi prototype satuan kerja instansi pemerintah lainnya

dengan model rencana bisnis anggaran yang dilaksanakan dalam proses penganggaran dan pelaksanaan anggaran. Hal ini didasari pemikiran bahwa BLUD akan mampu mendefinisikan visi dan misi organisasi ke dalam sasaran dan tujuan organisasi yang akan dicapai dalam target kinerjanya. Sehingga dalam melakukan penganggaran, BLUD dapat lebih baik dalam dengan model rencana bisnis anggaran yang dilaksanakan dalam proses penganggaran dan pelaksanaan anggaran. Hal ini didasari pemikiran bahwa BLUD akan mampu mendefinisikan visi dan misi organisasi ke dalam sasaran dan tujuan organisasi yang akan dicapai dalam target kinerjanya. Sehingga dalam melakukan penganggaran, BLUD dapat lebih baik dalam

4.1.1 Perencanaan dan penganggaran

Dalam menjalankan sistem pengelolaan keuangan BLUD, setiap badan layanan umum diwajibkan untuk membuat renstra (rencana strategis) bisnis BLUD. Renstra bisnis tersebut mencakup :

pernyataan visi, yang memuat suatu gambaran tentang masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan

misi, memuat sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana sesuai dengan bidangnya dan berhasil dengan baik

program strategis,memuat program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai sapai dnegan kurun waktu satu sampai dengan lima tahun dnegan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul

pengukuran pencapaian kinerja, memuat pengukuran yang dilakukan dengan menggambarkan pencapaian hasil kegiatan dengan disertai analisis atas faktor- faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja.

rencana pencapaian lima tahunan, memuat rencana pencapaian kinerja selama lima tahun

proyeksi keuangan lima tahunan BLUD, memuat perkiraan capaian kinerja keuangan tahunan selama lima tahun.

Rencana bisnis dan anggaran tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu persentase ambang batas tertentu. hal tersebut merupakan refleksi program dan kegiatan dari kementerian Negara, lembaga non

kementerian, dan lembaga Negara. 44 renstra tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai patokan atau tolak ukur dalam penyusunan RBA dan evaluasi kinerja.

44 Muhammad Djafar Saidi, op.cit, hlm. 129

Adapun alur penyusunan RBA adalah sebagai berikut :

4.1.2 Pelaksanaan anggaran

anggaran yang dilaksanakan oleh badan layanan umum, harus ditetapkan dalam bentuk dokumen sehingga mempunyai kekuatan huku mengikat. Dalam dokumen pelaksanaan anggaran selanjutnya disebut DPA-BLUD tersebut memuat pendapatan dan biaya, proyeksi arus kas,jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan. DPA-BLUD disahkan oleh PPKD. Dalam hal berkas DPA belum ditandatangani BLUD bersangkutan dapat hanya dapat mengeluarkan biaya setinggi- tinggi nya sebesar angka yang tercantum pada tahun anggaran sebelumnya. Dengan demikian, DPA yang telah ditandatangani merupakan dasar penarikan dana yang bersumber dari keuangan daerah oleh BLUD.

Terkait dengan pelaksanaan anggaran, tidak lepas dari bagaimana cara suatu entitas BLUD mempergunakan anggarannya untuk mencapai keseimbangan neraca antara pendapatan dan belanja. Untuk itu, dalam peraturan mengenai BLUD juga telah dijelaskan secara mendetail bahwa untuk mewujudkan tujuan dari BLUD, maka BLUD diperkenankan untuk mendapatkan pendapatan dari beberapa sumber di luar

APBD. Adapun yang dapat dikategorikan sebagai pendapatan adalah 45 :

jasa layanan; merupakan keuantungan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat

hibah; dapat berupa hibah terikat maupun tidak terikat. Hibah terikat ini dapat digunakan langsung untuk membiayai operasional BLUD yang disesuaikan dengan RBA.

45 Per mendagr i no 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan BLUD 45 Per mendagr i no 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan BLUD

APBD; APBN;

Lain-lain pendapatan BLUD yang sah, yaitu meliputi hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan kekayaan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Penyusunan proporsi nilai belanja dan pendapatan harus seimbang dan bersifat fleksibel. Artinya bahwa angka nya dapat diseusaikan dengan kebutuhan selama pendapatan atau pun belanja yang dikeluarkan berkuran atau bertambah dalam ambang batas RBA definitive. Apabila dikemudian hari terdapat kekurangan anggaran akibat pembelanjaan, maka BLUD bersangkutan dapat mengajukan kembali anggaran tambahan. Anggaran tambahan tersbeut kemudian dijadikan satu dan dianggap sebagai anggaran belanja barang dan jasa pemerintah daerah.