PENGGUNAAN UNSUR UNSUR BUDAYA BALI DALAM

URNA, Jurnal Seni Rupa merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya. URNA berisikan artikel konseptual, resume penelitian, dan tinjauan buku. Bertujuan untuk mengembangkan dan
mengomunikasikan secara luas perkembangan seni rupa dan pendidikan seni rupa
baik yang sifatnya teoretis maupun pragmatis. Terbit dua kali setahun, tiap bulan
Juni dan Desember.

Penanggung Jawab

: Eko A.B. Oemar

Ketua Penyunting

: I Nyoman Lodra

Wakil Ketua Penyunting : Asy Syams Elya Ahmad
Penyunting Ahli

: Djuli Djatiprambudi (Universitas Negeri Surabaya)
Martadi (Universitas Negeri Surabaya)
Sofyan Salam (Universitas Negeri Makassar)
Tjetjep Rohendi Rohidi (Universitas Negeri Semarang)


Penyunting Pelaksana

: Salamun Kaulam
Asidigisianti Surya Patria
Muhajir Nadhiputro
Marsudi

Sekretaris

: Nova Kristiana

Administrasi

: Fera Ratyaningrum

Alamat Redaksi:
Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya
Gedung T3 Lt. 2, Kampus Lidah Wetan Surabaya 64732
Telp/Fax. 031-7530865 | E-mail: urna.jurnalsenirupa@yahoo.co.id
urna.jurnalsenirupa@gmail.com | Website: htp://www.urna-jurnalsenirupa.org


ISSN 2301–8135
© 2012 Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya

Gambar sampul depan: Wajah. Lukisan karya Salamun Kaulam (2007).

ISSN 2301–8135
Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 1–105

daftar isi
Artikel:
PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS DALAM
PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

1

Martadi (Universitas Negeri Surabaya)

PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL
DAN PRAKTIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


11

I Nyoman Lodra (Universitas Negeri Surabaya)

NILAI ESTETIKA DALAM KOMODIFIKASI WADAH
DI MASYARAKAT HINDU BALI

21

I Ketut Side Arsa (Institut Seni Indonesia Denpasar)

PROSES APRESIASI DAN KREASI
DALAM TRITUNGGAL SENI

30

M. Sattar (Universitas Negeri Surabaya)

PENGGUNAAN UNSUR-UNSUR BUDAYA BALI

DALAM BOG-BOG BALI CARTOON MAGAZINE

42

I Wayan Swandi (Institut Seni Indonesia Denpasar)

CITRA WANITA DALAM KARYA SENI RUPA

50

Muhajir Nadhiputro (Universitas Negeri Surabaya)

MAKNA SIMBOLIS RAGAM HIAS
PENDAPA TERAS CANDI PANATARAN
Rustarmadi (Universitas Negeri Surabaya)

63

ISSN 2301–8135
Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 1–105


Resume Penelitian:
PERSEPSI GENDER GAMBAR ILUSTRASI
DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK
PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
SEKOLAH DASAR KELAS I – III

76

Asidigisianti Surya Patria (Universitas Negeri Surabaya)

PENGEMBANGAN MEDIA DIGITAL
KRIYA TOPENG MALANG UNTUK PEMBELAJARAN
SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

89

Marsudi (Universitas Negeri Surabaya)

Tinjauan Buku:

BUKU PENTING DI TENGAH
DUNIA SENI RUPA YANG GENTING
Djuli Djatiprambudi (Universitas Negeri Surabaya)

101

PENGGUNAAN UNSUR-UNSUR BUDAYA BALI
DALAM BOG-BOG BALI CARTOON MAGAZINE

I Wayan Swandi

Abstrak: Penerapan busana adat Bali dalam penampilan tokoh-tokoh visual
kartun di Bog-Bog Bali Cartoon Magazine merupakan pencerahan dan kebangkitan bagi kreativitas para kartunis Bali. Hal ini sejak lama dirindukan sebagai
pelestarian kearifan lokal. Penggunaan unsur budaya Bali dalam perspektif
kajian budaya merupakan dekonstruksi untuk mengkritisi fenomena-fenomena
sosial budaya. Dari aspek kajian estetika merupakan cerminan kebebasan memenangkan ide dan kreativitas para kartunis majalah Bog-Bog dalam konteks
estetika posmoderen yang bebas diskriminasi.
Abstract: Applying the traditional Balinese costumes in the character of Bog-bog Bali
Cartoon Magazine is the enlightened and the rise of the creativity of Balinese Cartoonists. The rising has been waited as the conserving of local wisdom. The use of Balinese
culture element in the cultural perspective view is a deconstruction to criticize the sociocultural phenomenon. From the aesthetics, it is a relection of freedom that idea and

creativity of the cartoonists win within the postmodernism aesthetics which is free from
discrimination.
Kata kunci: kartun, budaya Bali, kearifan lokal

Penggunaan unsur-unsur budaya Bali dalam Bog-Bog Bali Cartoon Magazine
adalah suatu hal yang sangat positif dalam mengembangkan khasanah kesenirupaan Indonesia pada umumnya, dan kesenirupaan Bali khususnya. Perjalanan sejarah seni rupa Bali dari tahun 30-an sampai sekarang, keberadaannya baik dalam
gaya tradisi, klasik dan modern atau kontemporer merupakan salah satu dinasti
seni budaya menuju industri budaya, yang ikut memberi andil dalam menopang
keberlanjutan kehidupan pariwisata budaya Bali.
Alasan yang mendasar terkait dengan tema Penggunaan unsur-unsur budaya
Bali dalam Bog-Bog Bali Cartoon Magazine adalah (1) cerminan kreativitas responsif,
yaitu adanya upaya membangkitkan kreativitas seniman kartun Bali dan pecintanya
sebagai peran serta dalam mengembangkan khasanah seni budaya Bali khususnya

I Wayan Swandi adalah Staf Pengajar pada Program Studi Desain Komunikasi Visual, Institut Seni Indonesia Denpasar.
e-mail: wayanswandi@yahoo.com

42

seni kartun Bali yang siap berkompetisi secara lokal, nasional, maupun global. (2)

Penemuan karakter: melalui implementasi unsur-unsur budaya Bali dalam hal ini
busana adat Bali seperti, udeng, saput, kamben, senteng dan kebaya sebagai atribut
visualisasi kartun yang dimuat dalam majalah Bog-Bog Bali Cartoon secara umum,
sebagai representasi budaya Bali dan fenomena sosial, nasional dan global. Hal ini
merupakan usaha untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi menuju pencapaian
karakter yang khas dalam penampilan Bog-Bog Bali Cartoon Magazine. (3) Pelestarian kearifan lokal: mengeksploitasi dalam ranah ini bukan berarti menghancurkan
atribut budaya Bali, dari kepentingan individu atau kelompok yang rentan dengan
isu sara, tetapi justru terbangun kesadaran publik dalam relevansinya pendayagunaan atribut atau pakaian adat Bali pada visual kartun majalah Bog-Bog Bali Cartoon
sebagai upaya cerminan pelestarian kearifan lokal yang patut dibanggakan, sekaligus memberikan karakter keindahan yang khas pada visualisasi kartun.
Dari pemaparan alasan-alasan tersebut di atas bukan berarti tidak adanya
fenomena-fenomena sosial yang muncul menyangkut pro dan kontra masyarakat
dalam menyamakan persepsi nilai pada kartun Bali ini. Sesuai dengan fungsinya
bahwa kartun adalah sebagai sajian hiburan yang humoris juga bersifat menggelitik atau bahkan juga mengkritisi keadaan, fenomena masyarakat dan lingkungan.
Penerapan atribut pakaian budaya Bali yang dibentuk sedemikian rupa dalam visualisasi kartun ini seyogyanya memberikan warna baru bagi perkembangan seni
kartun yang ada di Bali.
Fenomena yang muncul terkait dengan gagasan mengeksploitasi atribut seperti udeng, saput, kamben, senten, kebaya yang diterapkan ke dalam bentuk-bentuk kartun majalah Bog-Bog Bali Cartoon, pada umumnya merupakan dekonstruksi
dari bentuk-bentuk kartun secara umum yang berkembang di Bali, sebagai pencerahan bentuk-bentuk kartun yang semakin disenangi masyarakat karena bersifat
humor dan kritis. Sebagai pijakan fenomena tersebut secara umum terjadi pada
setiap terbitan majalah Bog-Bog Bali Cartoon sejak awal tahun 2001, untuk pendekatan kasus yang muncul sebagai fenomena khusus adalah adanya pergulatan makna
yang muncul pada tema majalah Bog-Bog Bali Cartoon yaitu “sangkar” terbitan 09

vol. 9 Desember 2011 dan “memasak” (hlm. 21). Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana perspektif kajian budaya dan kajian estetika terkait dengan implementasi
unsur-unsur atribut/busana adat Bali seperti udeng, saput, kamben, senteng dan
kebaya pada visualisasi kartun?
Seperti diketahui bahwa majalah Bog-Bog Bali Cartoon terbit di Denpasar
dengan kantor redaksi di Jalan Veteran No. 39 A Denpasar. Bog-Bog Bali Cartoon
Magazine terbit sejak tahun 2001 sampai sekarang tiap bulan sekali sebagai majalah yang diilustrasikan dengan gambar kartun bermuatan nilai-nilai budaya Bali
merupakan terobosan baru bagi konsep kartun dalam sebuah majalah khususnya
di Bali (wawancara: Jango Pramartha, 2010). Kartun yang memuat pesan-pesan
sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lainnya direpresentasikan

I WAYAN SWANDI, Penggunaan Unsur-unsur Budaya Bali… •

43

lewat kartun bernuansa nilai-nilai budaya Bali yang bersifat kritis dan menghibur
menjadi kebanggaan bagi para kartunis Bali.
PENGGUNAAN UNSUR-UNSUR BUDAYA BALI DALAM PERSPEKTIF KAJIAN BUDAYA
Pemahaman “busana” dalam bahasa Jawa Kuno mengandung arti hiasan, perhiasan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa kata busana pada mulanya
memang berarti hiasan atau perhiasan (dari urat kata bhuu yang artinya menghias).
Pengunaan unsur-unsur budaya Bali yang dimaksudkan di sini adalah busana adat

Bali yang meliputi busana adat pria dan wanita. Jenis busana adat yang digunakan
akan disesuaikan pula dengan tingkat upacara yang akan digelar (Dinas Kebudaaan
Provinsi Bali: 2). Lebih lanjut diuraikan dalam buku Ragam Busana Pengantin Bali
adalah busana lanang, busana pria Bali yang unsur-unsurnya terdiri dari udeng atau
destar yang digunakan sebagai ikat kepala.
Busana adat wanita adalah senteng artinya kain kemban, kain pembebat dan
penutup payudara wanita, wastra yang fungsinya untuk menutup badan wanita
bagian bawah bermitif atau polos. Menurut buku adat istiadat Daerah Bali selain
pakaian sehari-hari ada pakaian yang khusus dipakai para pemuka agama dalam
upacara adat dan agama. Jenis-jenisnya antara lain pakaian putih-putih yaitu dari
kain selimut dan destarnya putih, atau putih kuning, yaitu selimut dengan umpal
kuning (Tim Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Provinsi Bali, 1977: 71)
Berdasarkan pemaparan di atas bahwa unsur-unsur busana yang pokok di gunakan
sebagai penunjang ilustrasi penampilan kartun secara visual pada majalah Bog-Bog
Bali Cartoon secara umum baik dalam penokohan pria maupun wanita diantaranya
adalah destar, kawaca/baju, kampuh, wastra/kain kancut untuk pria, sedangkan untuk
wanita yaitu: sanggul, kebaya, sasenteng,wastra.
Bog-Bog Bali Cartoon Magazine adalah nama majalah kartun Bali yang bersifat
humor dan menglitik. Kata “Bog-Bog” dalam bahasa Bali berarti “bohong”. Majalah
ini memuat isu-isu atau fenomena sosial, budaya Bali, politik dan lain-lainnya.

Fenomena-fenomena tersebut direpresentasikan lewat penampilan tokoh-tokoh
kartun utama yang divisualisasikan berkarakter nilai-nilai budaya Bali, dalam hal
ini unsur-unsur busana adat Bali. Majalah ini mempunyai konsep atau visi dengan
kebohongan dapat menghibur masyarakat.
Banyak para pengamat, ahli profesional intelektual berpendapat mengenai
pengertian kartun, tentu ada kesamaan dan perbedaan karena memiliki konotasi
dan hakikat kartun akan mengundang banyak tafsir atau multitafsir tergantung
jenis kartun. Karikatur sebagai kaitan dari kartun, yang artinya gambar olok-olok
yang mengandung sindiran, kritik dan lain-lain. Sementara kata Kartun dalam m
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 448) berarti gambar dugaan penampilan yang
lucu, berkaitan dengan keadaan yang sedang berlaku (berkaitan dengan politik).
Kartun dan karikatur saling berkelindan, keduanya menampilkan suasana

44 • URNA, Jurnal Seni Rupa: Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 42–49

lucu, olok-olok semacam parodi membuat nuansa sendirian dan kritik: simbol atas
alam pikiran berupa sikap dan perasaan, kritik dan sindiran yang disampaikan
secara berolok-olok serta berlebih-lebihan yang menjadi jati diri kartun terutama
tidak perlu ditanggapi serius bahkan direspon secara berolok-olok (Kyoto Seika University, 2010: 3). Kzarikatur adalah bagian kartun khususnya jenis kartun opini. Karikatur yang sudah diberi muatan pesan kritik, dan sebagainya berarti telah menjadi
kartun opini. Kartun yang membawa pesan kritik sosial yang dimuat dalam setiap
penerbitan surat kabar adalah Political Cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain
dari editorial atau tajuk rencana dalam bentuk gambar humor. Inilah yang biasa
kita sebut karikatur (Sobur, 2003: 139).
Sejalan dengan Sir David Low dan R.E Willliams IA (1984: 728) menjelaskan
bahwa kartun adalah gambar, representasional atau simbolis, yang membuat
sindiran, kelakar ataupun kelucuan. Gambar ini bisa terdiri dari satu atau banyak
panel. Kartun biasanya diterbitkan secara berkala, sasaran-sasaran yang sering
diamati adalah masalah politik, situasi sosial fashion, olahraga dan perseorangan.
Maka dapat disimpulkan, kartun adalah gambar bermuatan humor atau satir dalam
berbagai media massa dengan tokoh-tokoh yang bersifat iktif (Wijana, 2010: xx)
seperti apa juga telah teruraikan bahwa kartun tidak hanya merupakan pernyataan
rasa seni untuk kepentingan seni semata, melainkan mempunyai maksud melucu,
bahkan menyidir dan mengkritik.
Kekhususan objek kajian masalah adalah tentang penerapan/kegunaan
busana adat Bali dalam penampilan kartun majalah Bog-Bog Bali Cartoon edisi 09
vol 9 Desember 2011 dengan tema “sangkar” terdiri dari kartun dengan misi pelihara ayam, dan kartun dengan tema “memasak”. Kedua muatan kartun ini secara
gradual dipilih berdasarkan pesan-pesan kartun secara menyeluruh dalam majalah
tersebut dan dapat ditentukan, kartun dengan misi pelihara ayam merupakan representasi budaya orang Bali, kartun dengan misi memasak representasi kritikan
sosial.
Sebelum mengupas persoalan yang ada seperti terurai dalam latar belakang
terkait dengan kekhususan objek yang ditulis, perlu dibahas terlebih dahulu kajian
teori untuk mengkaji masalah lebih lanjut. Di antaranya adalah semiotika. Semiotika adalah ilmu komunikasi yang berkenaan dengn pengertian tanda-tanda/simbol/
isyarat serta penerapannya. Suatu studi tentang pemaknaan semiotik menyangkut
aspek-aspek budaya, adat istiadat, atau kebiasaan di masyarakat. Semiotik terbagai menjadi 3 bagian: Semantik berkenaan dengan makna dan konsep, Pragmatik
bermakna dengan teknis dan praktis dan Sintaktik berkenaan dengan keterpaduan
dan keseragaman (Kusrianto, 2007).
Semantik berasal dari kata semanien (Yunani ) mengandun arti, bermaksud
dan meneliti. Jadi meneliti dan menganalisis di sini adalah dalam visual tertentu.
Semantik merupakan ilmu tentang makna dan konsep dapat diarahnya menjadi
dua yaitu: denotatif adalah makna leksikal, arti yang pokok pasti dan terhindar

I WAYAN SWANDI, Penggunaan Unsur-unsur Budaya Bali… •

45

tercermin etnik orang Bali dengan kelengkapan busana madya (sederhana) yang
diterapkan pada visual kartun. Jika diperhatikan penampilan adegan suami istri
hanya dari sudut objek ibu/istri jelas peran makna denotatif lebih dominan. Karena
pesan ini adalah ibu sedang memasak, tersurat jelas makna leksikal arti yang pokok,
jelas dan tidak kabur bahwa seorang ibu sedang memasak hanya tahu tugas pokok
mengurus rumah tangga saja tanpa berpikir lagi tugas di luar kebiasaannya.
Jika diperhatikan lebih total kedua tokoh suami istri sedang berperan dalam
mengkritisi lingkungan, sang suami tercengang ketika istrinya mencoba memeriksa masakannya apakah sudah matang dengan mencoba dengan membuka tutup panci, sementara dari komposisi membelakangi seorang laki-laki atau suami
sedang harap-harap cemas menyaksikan kegiatan tersebut, karena yang ada di
pikirannya sang suami, istrinya dicemaskan melanggar pelestarian lingkungan
yaitu membunuh burung untuk dijadikan masakan. Melalui pendekatan makna
semantik dengan arah konotatif tersirat pesan itu mengajak kepada masyarakat
untuk peduli lingkungan atau tidak merusak lingkungan sehingga makrokosmos
dan mikrokosmos terjaga secara seimbang. Terkait dengan tema “sangkar” jangan
sampai kuali itu dikonotasikan sebagai sangkar yang tidak melanggar hukum.
Industri budaya adalah produk yang dihasilkan untuk dikonsumsi oleh
massa dalam takaran besar dan menentukan sifat konsumsi itu dibuat sesuai dengan rencana (standarisasi) konsumen bukan raja, bukan pula subjek tetapi objek
(Fay, 1991: 50). Industri budaya mencerminkan produk massa yang jika dilihat
berdasarkan penilaian Adorno, industri budaya sebagai kekonyolan, kedangkalan
dan keseragaman (konformitas) sebagai kekuatan destruktif. Seni yang kehilangan
aura (Agger, 2003: 184).
Berdasarkan analisis kartun yang dipakai kasus dalam hal ini berjudul kartun
pelihara ayam dan memasak, merupakan media industri budaya karena terproduksi lewat media cetak. Walter Benjamin berpandangan bahwa reproduksi mekanis
budaya yang disebarluaskan melalui media cetak dan elektronik, memilki potensi
untuk menyebarkan pesan kritis dan kebebasan dia tidak menerima kritik pedas
Ardono bahwa seni kehilangan aura (Agger, 2003: 184).
PENGGUNAAN UNSUR-UNSUR BUDAYA BALI PADA KARTUN DALAM
PERSPEKTIF ESTETIKA.
Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani Aisthetikos atau Aisthanomai yang berarti mengamati dengan indra (Lexicon Webster Dictionary, 1977: 18). Selain itu pengertian ini dihubungkan pula dengan kata Yunani Aisthesis yang berarti pengamatan
(Waarneming) bahasa Inggrisnya perception (Kuypers, 1977: 251). Dengan demikian
melihat estetika sebagai ilmu pengetahuan pengamatan (E.B. Feldman,1967: 280)
atau ilmu pengetahuan indrawi (Thescience of sensuous knowledge) (Gie, 1967: 15).
Schelling mengatakan bahwa keindahan adalah merupakan kontemplatif suatu
benda dalam bentuk asalnya. Jadi keindahan itu adalah renungan, imajinasi dari

I WAYAN SWANDI, Penggunaan Unsur-unsur Budaya Bali… •

47

ide yang direleksikan dari suatu benda, alam, perilaku, budaya dan lain-lainnya.
Sejalan dengan Shipley (dalam Ratna, 2007: 3) memaparkan estetika berasal dari
bahasa Yunani, yaitu Aistheta, yang juga ditunkan dari Aisthe (hal yang dapat ditanggapi dengan indra). Dalam pengertian yang lebih luas berarti kepekaan untuk
menanggapi suatu objek. Kemampuan pencerapan indra, sebagai sensilitas. Terkait
dengan pemaparan di atas, secara visual penampilan kartun secara umum pada
Bog-Bog Bali Cartoon Magazine mencerminkan estetika kontemporer dengan penggambaran kartun dengan atribut busana adat Bali.
Dilihat dari penampilan visual kartun dengan misi “pelihara ayam” yang
sesuaikan dengan bentuk deformasi berdasarkan kontemplasi kartunisnya, dan
dengan penggunaan busana adat Bali seperti telah dituangkan sebelumnya sangat
memberi nilai estetika secara visual. Ekspresi garis-garis yang meruat bentuk tokoh
seperti anatomis laki-laki yang humoris dan sikap perilaku yang tegas dalam aksen-aksen garis busana adat Bali pada tokoh perempuan memberi andil secara komunikatif bahwa adegan kartun ini membawa pesan moral walaupun tanpa teks.
Secara fungsi atribut busana adat Bali ini mencerminkan sebagai pelindung badan,
namun makna denotatifnya memberikan nilai keindahan dan terkesan unik tanpa
aksen warna. Komunikasi yang bersifat komunikatif yang dibangun kedua tokoh
kartun tersebut mendukung karakter keindahan dan cerminan etika, estetika dan
logika berbaur menjadi aset visualisasi kartun yang estetis.
Ekspresi bentuk dari kedua tokoh kartun dengan misi “memasak” yang terlibat
komunikasi aktif memberikan karakter unik masing-masing tokoh. Karena penggunaan atribut busana adat Bali tampak lebih sesuai menyebabkan keindahan tradisi tercermin kuat pada penampilan kartun dengan misi memasak ini. Improvisasi
dalam merepresentasikan wacana/pesan yang terkandung dalam makna konotatif
tampak jelas menunjang estetika dalam penampilan kartun tersebut. Garis bentuk dan warna abu-abu menyatu dalam keterpaduan yang juga menambah kesan
estetis. Dan semua ini karena didukung oleh gaya estetika dengan cerminan nilai
budaya, dalam hal ini khususnya Bali.
KESIMPULAN
Penerapan atau penggunaan unsun-unsur budaya Bali seperti busana adat
Bali yang meliputi: udeng ,kampuh, kuaca, senteng, kamben/kain yang diterapkan dalam bentuk visualisasi tokoh-tokoh kartun sebagai misi sosial merupakan karakter
penampilan secara visual Bog-Bog Bali Cartoon Magazine yang bermuatan nilai-nilai
budaya Bali dan pelestarian kearifan lokal.
Dari aspek perspektif kajian budaya kartun dengan tema “pelihara ayam” tokoh laki-laki dengan intepretasi sebagai ayah gemar memelihara ayam dan senang
berjudi, sementara tokoh wanita dengan interpretasi sebagai ibu harap-harap cemas
dan merasa dongkol dengan kelakuan suaminya setiap hari memanjakan ayamnya
dan berjudi, sehingga istrinya terkesan mau mengurung suaminya untuk menghen-

48 • URNA, Jurnal Seni Rupa: Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 42–49

tikan kelakuan suaminya. Tokoh kartun dengan judul “memasak” memiliki makna
konotatif pelestarian lingkungan karena interpretasinya seorang ibu memasak burung hasil buruan, sehingga suaminya merasa tercengang dan kaget karena ulah
istrinya. Jadi intepretasi makna dalam kajian kartun tersebut menunjukan makna
denotatif dan konotatif tersurat dan tersirat dalam fungsi kartun sebagai pembawa
pesan sosial. Terkait dari aspek perspektif kajian estetika penerapan unsur-unsur
budaya Bali, busana adat Bali merupakan ekspresi estetika yang memiliki daya
tarik tersendiri yang tergolong konsep estetika posmodern, disamping bersifat informatif, juga memiliki nilai-nilai hiburan karena secara tampilan bersifat parodi.
DAFTAR PUSTAKA
Agger, Ben. 2003. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan, dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Fay, Brian. 1991. Teori Sosial dan Praktik Politik. Jakarta: Graindo Pustaka Utama.
Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andy.
Kyoto Seika Univesity. 2010. The 9th Kyoto International Cartoon Exhibition. Denpasar: Bentara
Budaya Bali.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sir David Low dan R. E. Willians. 1984. Eneyclopedia American.
Tim Penyusun Kamus. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Penelitian dan Pencetakan Kebudayaan Daerah Provinsi Bali. 1977. Adat Istiadat Daerah
Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim Penyususn Buku. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Ragam Busana, Penganter Bali.
Wijana, I Dewa Putu. 2003. Kartun; Studi tentang Permainan Bahasa. Yogjakarta : Ombak.
Wawancara dengan Jango Pramartha, Denpasar Bali 2010.

I WAYAN SWANDI, Penggunaan Unsur-unsur Budaya Bali… •

49