KINERJA BIROKRASI DALAM UPAYA MENCIPTAKA

KINERJA BIROKRASI DALAM UPAYA MENCIPTAKAN
GOOD GOVERNANCE
Tugas ini disusun sebagai pengganti Ujian Akhir Semester susulan
mata kuliah Manajemen Publik yang diampu oleh Dra. Nina Widowati,
M.Si

Disusun Oleh :

NISA MAULIDA NURFAUZIAH
14020116140064
Nomor Urut 25

DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2017
KINERJA BIROKRASI DALAM UPAYA MENCIPTAKAN
GOOD GOVERNANCE
Oleh : Nisa Maulida Nurfauziah

14020116140064

Abstraks
Konsep good governance merupakan mekanisme pengelolaan sumberdaya
ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannyauntuk menujang
pembangunan yang stabil melalui syarat efisien dan merata. Namun dalam
mewujudkan good governance tidak mudah, banyak rintangan dan tantangan
yang dihadapi, salahsatunya adalah kinerja birokrasi itu sendiri. Terlebih lagi
SDM merupakan actor utama dalam pelaksanaan keberlangsungan sebuah
organisasi.
Kata Kunci : Kinerja birokrasi, Good governance.

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Birokrasi merupakan instrument penting dalam masyarakat yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis
dari diterimanya hipotesis bahwa Negara mempunyai misi suci yaitu untuk
mensejahterakan rakyatnya melalui media birokrasi. Karena itu Negara harus
terlibat langsung dalam memproduksi barang dan jasa publik yang diperlukan
oleh rakyatnya. Negara secara aktif terlibat dalam kehidupan sosial rakyatnya,

bahkan jika perlu Negara yang memutuskan apa yang terbaik untuk rakyatnya.

Untuk itu Negara membangun system administrasi yang bertujuan untuk melayani
kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi.
Berkenaan dengan upaya pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan
rakyat, birokrasi publik memberikan andil yang relative besar. Semua yang
terdapat dalam skup penyelenggaraan Negara tidak terlepas dari konteks public
services dan public affairs. Barang dan jasa publik hendaknya dapat dikelola
secara efisien dan efektif. Sedangkan konsekuensi pengelolaan tersebut menjadi
tanggungjawab birokrasi.
Peran pemerintah yang strategis, akan banyak ditopang oleh bagaimana
birokrasi publik mampu melaksanakan tugas dan fungsinya. Salahsatu tantangan
besar yang dihadapi birokrasi adalah bagaimana mereka mampu melksanakan
kegiatan secara efektif dan efisien, karena selama ini birokrasi diidentikan dengan
kinerja yang berbelit-belit, struktur yang tambun, penuh dengan kolusi, korupsi,
dan nepotisme, serta tak ada standard yang pasti. Sebuah patologi birokrasi
tersebut menjadi hambatan luar biasa untuk dapat mewujudkan sebuah pelayanan
yang memuaskan masyarakat, kinerja aparatur birokrasi yang masih rendah juga
yang menyebabkan berjalannya birokrasi di Indonesia masih setengah hati,
sehingga membuat birokrasi Indonesia sangat jauh dari apa yang disebut good

governance.
Oleh karena itu, untuk mengetahui pengertian kinerja birokrasi publik, apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja birokrasi, apa masalah yang
dihadapi kinerja birokrasi di Indonesia, bagaimana cara meningkatkan kinerja
birokrasi

sehingga

good

governance

dapat

terwujud,

apa

itu


good

governance,serta bagaimana kaitan kinerja birokrasi dengan terciptanya good
governance tersebut tersebut penulis mencoba mengungkapkan melalui tulisan ini
berdasarkan studi litelatur.
b. Landasan Teori
Dalam bahasa Inggris kinerja di padankan dengan istilah performance
yang berarti sesuatu hasil yang telah dikerjakan. Pengertian kinerja atau

performance menurut Suyadi Prawirosentono yaitu: “Kinerja atau performance
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika”.
Birokrasi adalah sebuah ruang mesin Negara, didalamnya berisi orangorang (pejabat) yang digaji dan dipekerjakan oleh Negara untuk memberikan
nasehat dan melaksanakan kebijakan politik negara. Menurut Weber (1978),
birokrasi adalah suatu organisasi dengan sebuah hierarki penggajian, pejabat
tetap / penuh waktu, yang menyusun rantai komando (organizations with a
hierarchy of paid, full-time ofiicials who formed a chain of command).
Jadi kinerja birokrasi adalah hasil kerja atau performance yang dihasilkan
oleh para birokrat (orang-orang pejabat yang digaji dan dipekerjakan oleh Negara)

untuk melaksanakan tugas Negara.
Permasalahan lebih dahulu mana antara terbentuknya pemerintahan yang
baik (good governance), dengan perubahan orientasi pengelolaan SDM supaya
para pegawai di jajaran birokrasi publik mampu mewujudkan cita-cita good
governance, ibaratnya merupakan sebuah lingkaran yang tak berujung pangkal,
sulit memisahkan keduanya. Dengan demikian akan mulai dari mana sebaiknya
upaya merintis pemerintahan yang baik ini. Bertolak dari kondisi rill yang ada,
maka asumsi yang muncul kemudian adalah perubahan dari manapun dipandang
rasional. Perubahan tersebut akan saling memfasilitasi, artinya system
pengelolaan SDM yang bernuansa good governance sebaiknya mulai dirintis dan
itu akan menginternalisasikan nilai-nilai good governance. Sebaliknya adanya
stimulant terhadap peningkatan kualitas SDM juga telah memfasilitasi penerapan
nilai-nilai good governance, secara menyeluruh. Karena SDM menjadi factor
penentu tercapainya pemerintahan yang baik, maka hendaknya pengelolaan
pegawai birokrat melalui MSDM yang tepay dengan mengikuti prinsip good
governance. Bertolak dari pernyataan tersebut diatas, maka semua fungsi
manajemen SDM hendaknya menerapkan nilai-nilai good governance.

PEMBAHASAN
a. Pengertian Kinerja Birokrasi Publik

Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, pegawai bisa belajar seberapa
besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar baik dari mitra
kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem
formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang
berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran.
Perkembangan pengukuran kinerja organisasi sangat berhubungan erat
dengan pendekatan dalam mempelajari organisasi. Pendekatan klasik misalnya
memandang kinerja organisasi sama dengan efisiensi organisasi. Menurut teori ini
kinerja organisasi. Jadi, kinerja organisasi sama dengan efisiensi.
Kajian yang dilakukan oleh Osborne dan Patrick (1998) yang mengatakan
bahwa kinerja organisasi publik dapat dilihat dari aspek tujuan (purpose), insentif,
akuntabilitas, kekuasaan (power), budaya (culture) organisasi. Aspek tujuan
berkaitan dengan rendahnya pemahaman birokrat terhadap visi dan misi
organisasi sehingga antara perilaku, orientasi kerja tidak sejalan dengan visi dan
misi organisasi. Sedangkan aspek yang berkaitan dengan insentif adalah
kurangnya perhatian khusus terhadap birokrat yang memiliki prestasi yang baik
sehingga berdampak rendahnya kemampuan birokrat dalam mengemban
tugasnya. Sedangkan aspek akuntabilitas adalah kemampuan organisasi itu

mempertanggung jawabkan atas semua kewenangan, sumber daya organisasi,
kebijakan yang dihasilkan atas penilaian yang obyektif dari orang/badan dan
masyarakat yang memberi tugas.

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para pegawai negri sipil sering tidak
memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering para pegawai tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah
merosot sehingga organisasi dalam suatu instansi pemerintahan menghadapi krisis
yang serius. Teori kinerja dari Agus Dwiyanto dalam buku Reformasi Birokrasi
Publik di Indonesia terdapat indikator kinerja , yaitu:
1. Produktivitas karaktaristik-karaktaristik kepribadian individu yang muncul
dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya
individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
2. Kualitas layanan banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai
organisasi public, muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap
kualitas layanaan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian
kepuasan dari masyarakat bisa mejadi parameter untuk menilai kinerja
organisasi publik.
3. Responsivitas kemampuan organisasi untuk mengenali dan memenuhi

kebutuhan masyarakat. Responsivitas perlu dimasukan ke dalam indikator
kinerja karena menggambarkan secara langsung kemampuan organisasi
pemerintah dalam menjalankan misi dan tujuannya.
4. Responsibilitas Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi
yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi,baik yang eksplisit
maupun implisit.
5. Akuntabilitas Akuntabilitas publik menunjukkan pada berapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang
dipilih oleh rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat
digunakan untuk melihat berapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi
publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. (Dwiyanto,
2008:50-51)
Berdasarkan pengertian kinerja pemerintahan di atas, maka kinerja
pemerintahan berarti sekelompok orang dalam organisasi dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan atau sekumpulan
orang dan individu yaitu pegawai negeri yang berada pada badan atau lembaga
pemerintah yang menjalankan fungsi atau tugas pemerintahan.
b. Faktor-faktor Kinerja Birokrasi Publik

Menurut Mahmudi kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional
yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah :
1.

Faktor

personal/individual,

meliputi:

pengetahuan,

keterampilan,

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh
2.

setiap individu.
Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,


3.

semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader .
Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,

4.

kekompakan dan keeratan anggota tim.
Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam

5.

organisasi.
Faktor kontekstual, meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal
dan internal.

Ruky mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap

tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut :
1.

Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan
untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.
Semakin berkualitas teknologi yang digunakan maka akan semakin tinggi

2.
3.

tingkat kinerja organisasi tersebut.
Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan

4.

ruangan dan kebersihan.
Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada
dalam organisasi yang bersangkutan.

5.

Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi

6.

agar bekerja sesuai dengan standart dan tujuan organisasi.
Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi,
imbalan, promosi, dan lain-lain.
Sementara Gibson (1996), menggunakan pendekatan untuk mengukur

kinerja organisasi melalui pendekatan dimensi periode waktu, yaitu tahap jangka
pendek, tahap jangka menengah, dan tahap jangka panjang. Keseluruhan proses
tahap tersebut adalah suatu sistem yang tak berpisah, bahkan periode waktu
jangka pendek merupakan prasyarat untuk dapat memasuki periode waktu jangka
menengah, demikian selanjutnya periode waktu jangka menengah merupakan
prasyarat untuk memasuki tahap jangka panjang. Pada akhirnya organisasi yang
tidak memiliki kinerja bagus pada periode waktu jangka pendek tak dapat survive
untuk masa depan. Indikator untuk mengukur periode jangka pendek adalah
produksi, mutu, efisiensi, fleksibelitas dan kepuasan masyarakat yang dilayani.
Sedangkan Indikator untuk mengukur periode jangka menengah adalah
persaingan, yaitu menggambarkan posisi organisasi dalam lingkungan termasuk
nilai bargaining position, dan pengembangan, yaitu kemampuan organisasi
menginventarisasi sumber daya untuk memenuhi permintaan lingkungan.
Indikator periode jangka panjang adalah kelangsungan hidup organisasi, yaitu
kemampuan organisasi untuk tetap bertahan dan hidup seiring dengan perubahan
lingkungan yang berubah.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja birkorasi pemerintahan adalah hasil
kerja yang dicapai secara kolektif oleh aparatur birokrasi pemerintahan berupa
tindakantindakan atau aktivitas-aktivitas aparatur birokrasi pemerintahan yang
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan
kegiatan organisasi pemerintahan pada kurun waktu tertentu.

c. Masalah Kinerja Birokrasi Publik di Indonesia

Secara umum produktifitas birokrasi di Indonesia masih sering kita jumpai
input yang besar namun tidak sebanding dengan output. Misalkan saja fenomena
akhir tahun dengan menumpuknya program dan kegiatan untuk menghabiskan
anggaran agar anggaran yang sudah turun tidak di kembalikan lagi,disini
seringkali aspek kemanfaatannya kurang namun anggaran yang terbuang menjadi
kurang bermanfaat. Tentunya masih banyak contoh permasalahan-permasalahan
yang terkait dengan produktifitas ini, penulis disini menyimpulkan bahwasanya
dalam tubuh birokrasi perlu adanya SDM yang handal, sistem yang terkoordinir
dengan baik, etika birokrat sesuai dengan budaya organisasi, independensi,
adanya reward dan punishment yang benar-benar diterapkan dan hal-hal terkait
yang bisa mengubah wajah birokrasi menjadi sebenar-benarnya abdi Negara.
Permasalahan dalam birokrasi pemerintahan pada saat ini antara lain
bahwa: birokrasi pemerintah belum efisien, kebijakan belum stabil, dan masih ada
praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Bidang peraturan
perundang-undangan di bidang aparatur negara masih tumpang tindih,
inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan perundangundangan yang satu dengan yang lain dan pelayanan publik belum dapat
mengakomodasi

kepentingan

seluruh

lapisan

masyarakat.

Dalam Grand

Design dan Road Map Reformasi Birokrasi Birokrasi tahun 2010-2025, salah satu
program yang menjadi prioritas nasional adalah program Reformasi Birokrasi.
Banyak tantangan yang harus dihadapi dan dicari solusinya. Tantangan dimaksud
yaitu bahwa: Reformasi Birokrasi belum mencapai sasaran pembenahan
kelembagaan, tatalaksana, manajemen SDM aparatur, akuntabilitas, pengawasan,
pelayanan publik, reward and punishment, dan perubahan mind-set dan culture
set; belum dikembangkannya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Reformasi Birokrasi secara nasional; Reformasi Birokrasi juga belum
memiliki grand design dan road map serta di keluarkannya arahan Presiden dan
Wakil Presiden untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi yang menyeluruh,
mendalam, nyata serta menyentuh sendi kehidupan masyarakat.

Tujuan Reformasi Birokrasi adalah membentuk birokrasi profesional,
dengan karakteristik: adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih
KKN, mampu melayani publik, netral, berdedikasi, dan memegang teguh nilainilai dasar dan kode etik aparatur negara dan sasaran Reformasi Birokrasi yaitu
membangun birokrasi yang berorientasi pada hasil (outcomes) melalui perubahan
secara terencana, bertahap, dan terintegrasi dari berbagai aspek strategis birokrasi.
d. Upaya Meningkatkan Kinerja Birokrasi di Indonesia
Beberapa strategi atau perilaku pemimpin birokrasi yang seharusnya
dilakukan oleh bingkai meningkatkan kinerja individu dan organisasi antara lain
sebagai berikut :
1. Menjaga dan Mendorong Motivasi Anak Buah
Strategi pertama yakni menjaga dan mendorong motivasi para aparatur
pemerintah daerah, baik pada tataran pimpinan maupun staf dalam
menjalankan

tugas,

wewenang,

dan

tanggungjawab yang

diberikan

kepadanya.
2. Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintah Daerah
Strategi atau perilaku pemimpin birokrasi pemerintah dalam meningkatkan
kinerja individu dan organisasi yaitu meningkatkan kemampuan atau kualitas
aparatur pemerintah.Aparatur pemerintah daerah dapat dikatakan berkualitas
jika mreka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kewenangan dan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya.Kemampuan untuk melaksanakan
kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan tadi, hanya dapat dicapai jika
mereka memiliki bekal pendidikan, latihan, dan pengalaman yang cukup dan
memadai untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan.
Dengan bertumpu pada gambaran tersebut, maka untuk dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, aparatur pemerintah daerah
yang perlu mendapatkan perhatian yaitu memberikan “kemampuan dan
kemauan” para aparatur pemerintah daerah. Pemberian kemampuan tersebut
dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut

a. Melalui Pendidikan
Pemberian kemampuan melalui pendidikan ini dapat dilakukan melalui
dua jenjang. Terutama pendidikan formal ke jenjang lebih lanjut (S1, S2,
S3). Kedua melalui pendidikan penjenjangan sejenis ADUM, ADUMLA,
SEPAMA, SEPAMEN, SEPATI untuk para aparatur pemerintah daerah.
Untuk itu, bila menginginkan kualitas sumber daya manusia, dapat
diambil suatu langkah bahwa penerimaan tidak menggunakan spoil
sistem tetapi menggunakan merit system.Setelah menjadi aparatur
pemerintah daerah mereka harus diberi bekal pengetahuan, ketrampilan,
dan kecakapan teknis untuk mendukung dalam menjalankan tugas
sebagai aparatur pemerintah daerah.
b. Melalui Pelatihan
Pemberian

kemampuan

melalui

pelatihan

ini

maksudnya

mengikutsertakan aparatur pemerintah daerah setiap ada kesempatan
dalam kegiatan pelatihan, kursus, seminar, diskusi, dan sejenisnya, baik
yang diselenggakrakan sendiri maupun yang diselenggarakan oleh
lembaga lain bisa publik maupun bisnis.
c. Melalui Pengalaman
Maksudnya melakukan tour of duty para aparatur pemerintah daerah
dalam menjalankan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Dengan
adanya kegiatan tour of duty secara rutin, maka masing-masing aparatur
pemerintah daerah tidk hanya memiliki pengalaman cukup banyak dalam
berbagai bidang tugas dan tanggungjawab. Akan tetapi mereka akan
memiliki motivasi yang tinggi karena ada suasana kerja baru dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
d. Revitaliasasi Aparatur Pmerintah Daerah

Strategi selanjutnya yakni pemimpin birokrasi harus melakukan
revitalisasi diri dan anak buahnya dalam rangka meningkatkan kinerja
individu dan organisasi. Hal itu disebabkan karena kondisi masyarakat
telah mengalami perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan
masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering
yang dialami oleh masyarakat.Karena itu, pimpinan birokrasi dan anak
buahnya harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam
memberikan pelayanan publik.Dari yang suka mengatur dan memerintah
berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan
pendekatan keuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah
yang fleksibel, kolaboratif dan dialogis, dan dari cara-cara yang sloganis
menuju cara-cara yang realitis pragmatis. Dengan revitalisasi aparatur
pemerintah

daerah,

maka

pelaksanaan

tugas,

wewenang,

dan

tanggungjawab dapat dilakukan secara professional, sehingga mereka
memiliki kinerja yang baik.
e. Konsep Good Governance
Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan
yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan
pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas
usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu
kepada

proses

pencapaian

keputusan

dan

pelaksanaannya

yang

dapat

dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai
oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara.
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsipprinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur

kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah
bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsipprinsip tersebut adalah : 1) Partisipasi masyarakat, 2) tegaknya supermasi hukum,
3) transparansi, 4) peduli pada stakeholder, 5) berorientasi pada consensus, 6)
kesetaraan, 7) efektifitas dan efisiensi, 8) akuntabilitas, dan 9) visi strategis.
Untuk menciptakan good governance perlu diperhatikan akan adanya
empat isu strategis ialah pengembangan SDM aparatur, pengembangan
kelembagaan, pengembangan jaringan kerja (network), dan pengembangan
lingkungan yang kondusif. Namun diantara keempat isu strategis tersebut, hal
utama yang harus sangat diperhatikan adalah mengenai kualitas SDM aparaturnya
itu sendiri, seperti yang kita ketahui bahwa kualitas kinerja birokrat di Indonesia
masih jauh dari apa yang diharapkan, karenanya diperlukan suatu system
Manajemen Sumber Daya Manusia yang baik guna terciptanya good governance.
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah
terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang
bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang
mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari
perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini, penerapan
Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai
dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan
dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua
produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak
upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance
yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap
publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan
pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi

acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak
lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga –
lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk.
Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde
Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru
dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya
sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat
menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance di Indonesia tidak hanya membawa
dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu
membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan
lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan
akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan
amanah.
f. Kaitan Kinerja Birokrasi dengan Terciptanya Good Governance
Seperti telah dijelaskan di muka bahwasanya kualitas kinerja birokrasi
(kualitas SDM) dari para birokrat merupakan faktor pertama dan aktor utama
dalam mewujudkan good governance. Kualitas kinerja yang baik akan mendorong
terciptanya good governance. Karenanya yang menjadi perhatian adalah
bagaimana menghasilkan Sumber Daya Manusia aparatur yang berkualitas guna
menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik.

Kinerja birokrasi dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mempengaruhi peningkatan
kualitas sebetulnya dapat dilihat melalui berbagai dimensi, seperti akuntabilitas,
efisiensi, efektivitas, responsivitas maunpun responsibilitas. Pemberian pelayanan
yang telah menunjukan kepada aturan formal dianggap telah memenuhi sendisendi pelayanan yang baik dan aparat pelayanan dianggap telah konsisten dalam
menerapkan aturan hukum pelayanan.
Berkenaan dengan upaya pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan
rakyat, birokrasi publik memberikan andil yang relatif besar. Seiring dengan

pergantian rezim penguasa maka peraturan bar uterus dibuat yang pada dasarnya
ditujukan kepada masyarakat. Seperti yang saat ini terjadi, pemerintah telah
banyak memberikan pelayanan atau pengawasan terhadap birokrasi dan
masyarakatnya dengan berbasis electronic government. Hal itu merupakan suatu
perwujudan dalam perbaikan kinerja birokrasi public sekaligus kualitas pelayanan
publik. Semua yang terdapat dalam penyelenggaraan negara tidak terlepas dari
konteks publis services dan public affairs, dan semuanya dilakukan guna
terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik, atau yang sering kita sebut dengan
Good Governance.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kinerja

birokrasi

merupakan

faktor

pertama

dan

utama

dalam

mewujudkan good governance, sebagaimana kita ketahui bahwa Sumber Daya
Manusia merupakan peran utama dalam menjalankan sebuah organisasi. Kualitas
kinerja yang baik akan mendorong terciptanya good governance, begitupun
sebaliknya, kinerja yang buruk para birokrat akan menghambat terciptanya tata
kelola pemerintahan yang baik. Namun pada kenyataannya, kualitas kinerja
birokrasi di Indonesia masih berjalan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
masih banyak permasalahan dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Karenanya perlu dilakukan pengembangan kualitas SDM untuk meningkatkan
kinerja birokrasi publik , sehingga good governance dapat terwujud.
b. Saran
Mengingat kinerja birokrasi di Indonesia masih sangat jauh dari pada yang
diharapkan, hendaknya perlu diadakan evaluasi terhadap kinerja aparatur
birokrasi. Diharapakan juga kepada pemimpin untuk melakukan pengrekrutan
peagawai birokrasi untuk lebih professional karena pegawai birokrasilah
penyebab kurang berkualitasnya pelayanan yang diberikan, sehingga good
governance masih belum dapat terealisasikan.

DAFTAR PUSTAKA
Budisetyowati, Dwi Andayani. 2012. Prinsip-prinsip Good Governance dalam
Pelayanan Publik. Jakarta : Universitas Tarumanegara
Setiyono Budi. 2005. Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi.
Semarang : Pusat Kajian Otonomi Daerah dan Kebijakan Publik (Puskodak)
FISIP UNDIP
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2011. Memahami Good Governance dalam Perspektif
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Penerbit Gava Media
Syafiie, Inu Kencana. 1997. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Rineka Cipta
Utomo Warsito. 2005. Administrasi Publik Baru Indonesia. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Widodo Joko, 2011. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Surabaya :
Bayumedia Publishing
https://yanwariyanidwi.wordpress.com/2015/12/15/pengertian-prinsip-danpenerapan-good-governance-di-indonesia/
(Diakses pada 13 Desember 2017 pukul 21.35 WIB)
http://burhannudinnoor.blogspot.co.id/2015/02/kinerja-birokrasi-publik.html
(Diakses pada 13 Desember 2017 pukul 22.10 WIB)