KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN KESEHATAN Ana
PAPER
KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN KESEHATAN
Analisis Kebijakan Berdasarkan Implementation Capacity dan Gap
Subsistem Upaya Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
DISUSUN OLEH :
ARYADIVA NUGRAHANING
DIFA ZAFIRA
FANI SUSANTO
EKKI PUTRI APRILIANI
MUHAMAD ROHIM
MULIANA ARAS
NENG KURNIATI
NOVA ROZA
NUR EKA DYASTUTI
RATIH DYANTI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM PASCASARJANA PRODI KEBIDANAN
MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhana wa Ta βala, penulisan paper
ini tentang Sistem Kesehatan Nasional yang menganalisis subsistem Upaya
Kesehatan dapat kami selesaikan insyaallah tepat waktu bersama dengan teman β
teman dari kelompok 3
Kami merasa penulisan paper ini masih banyak kekurangan dan kami
sangat berharap masukan dan saran dari pembaca untuk lebih melengkapi lagi isi
dari paper ini, paper ini bisa kami selesaikan dengan kerjasama team Terapan
Kebidanan, Terapan Gigi dan Mulut serta Terapan Imaging Diagnostik.
Terimakasih untuk teman β teman kelompok yang telah berpartisipasi dalam
penulisan paper ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................ i
Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................
iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................
3
Bab II Pembahasan
A. Implementation Capacity ............................................................
B. Implementation Gap ...................................................................
1. Pemrakarsa Kebijakan/Pembuat Kebijakan (The Centre)
2. Pejabat-Pejabat Pelaksana Dilapangan (The Periphery) .....
3. Aktor-Aktor Perorangan yang Menjadi Kelompok
Sasaran (Target Group) ...........................................................
C. Kebijakan Non implementation ................................................
D. Kebijakan Unsuccesfull Implementation ..................................
1. Upaya Kesehatan Primer ........................................................
2. Upaya Kesehatan Sekunder ....................................................
3. Upaya Kesehatan Tersier ........................................................
Bab III Penutup
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran ..........................................................................................
Daftar Pustaka
3
4
6
7
8
9
11
12
12
13
15
17
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tantangan era globalisasi yang semakin berat dari segala aspek
menuntut peranan besar pemerintah dalam memberikan proteksi dan regulasi
yang tepat kepada masyarakat terutama terkait dengan pelayanan publik.
Kesehatan merupakan Salah satu aspek pelayanan yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012,
pemerintah telah membuat
sebuah sistem pengelolaan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat
yang terhimpun sebagai Sistem Kesehatan Nasional.
Pengelolaan Sistem Kesehatan Nasional
(SKN)
tersebut
diselenggarakan secara terpadu dan saling mendukung untuk menjamin
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Adapun pengelolaan ini
mencakup administrasi kesehatan, innformasi kesehatan, Sumber Daya
Kesehatan, Upaya Kesehatan, Pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan kesehatan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi kesehatan serta
pengaturan hukum kesehatan.
SKN diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, terarah,
terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan dengan menjaga
kemajuan,
kesatuan
dan
ketahanan
nasional.
Selain
itu,
tentunya
penyelenggaraan SKN ini harus bersinergi dengan Peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Penyelenggaraan sistem ini ditekankan pada
peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber
4
daya manusia (SDM) kesehatan serta upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Pencapaian dari Sistem Kesehatan ini memerlukan analisis yang
menyeluruh yang dapat dinilai dari indikator pencapaian dan kinerja. Dari
hasil penilaian tersebut, dalam indikator pencapaian Sistem Kesehatan
Indonesia berada pada peringkat 106 dari 191 negara yang dinilai. Sedangkan
dari sisi indikator kinerja, berada pada peringkat 92 dari 191 negara yang
dinilai. Tentunya, pencapaian dan kinerja sistem kesehatan tersebut,
dipengaruhi oleh sejauh mana berjalannya subsistem - subsistemnya, yaitu
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, obat dan
perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Meskipun telah banyak hasil-hasil pembangunan kesehatan yang
telah dicapai, antara lain Puskesmas sudah terdapat di semua kecamatan yang
ditunjang oleh 3-4 Puskesmas Pembantu, Tenaga bidan di desa juga sudah ada
di desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, Rumah Sakit Umum sudah
dimiliki oleh semua kabupaten/kota (kecuali kabupaten baru / pemekaran),
namun masih dihadapi permasalahan pemerataan, mutu, dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sistem refferal juga belum
menggembirakan. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan
tantangan sekaligus peluang dalam upaya meningkatkan pemerataan, mutu,
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas diketahui bahwa SKN terdiri dari
beberapa sub sistem, sebagai salah satu implementation capacity dari
5
pemerintah.
Dari
subsistem-subsistem
tersebut
tentunya
memiliki
implementation gap yang dapat dianalisis sebagai salah satu faktor kegagalan
sebuah kebijakan termasuk didalamnnya adalah subsistem upaya kesehatan.
Maka dapat dirumuskan masalah dalam paper ini yaitu bagaimanakah
implementation gap dari subsistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan paper ini adalah untuk
menganalisis subsistem Upaya Kesehatan dalam SKN sebagai salah satu
Policy Failure
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi
bentuk-bentuk
program
operasional
dalam
subsistem upaya kesehatan dalam SKN
b. Mengidentifikasi Indikator Pencapaian dari subsistem upaya
kesehatan dalam SKN
c. Mengidentifikasi Indikator Kinerja dari subsitem upaya kesehatan
dalam SKN
d. Menganalisis Gap Implementation atau kesenjangan antara apa yang
diharapkan (target) dengan apa yang dicapai
BAB II
PEMBAHASAN
A. Implementation Capacity
Kebijakan adalah rangkaian konsep yang menjadi pedoman dasar suatu
pekerjaan untuk diimplementasikan, dimana pelaksanaan kebijakan oleh tindakan
6
oleh publik dan pribadi individu atau kelompok yang diarahkan pada pencapaian
tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan(8). Kebijakan kesehatan
masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat dimana
inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti
bermanfaat dalam penyelenggaraan kesehatan secara luas sebagai pemberian
pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat.
Proses kebijakan dimulai dari perumusan, implementasi, monitoring
sampai evaluasi kebijakan(3). Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan
yang
dilakukan
oleh
individu
atau
pejabat-pejabat
kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan
juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan
dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, dimana bertujuan agar suatu
kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan.
Masalah kebijakan dapat terjadi karena adaya faktor lingkungan
kebijakan, yaitu keadaan yang melatar belakangi yang menimbulkan kebijakan
tersebut berupa tuntutan, keinginan-keinginan masyarakat atau tantangan dan
peluang sehingga diatasi dengan kebijakan tersebut. Akan tetapi, masalah ini
dapat timbul justru dikarenakan dikeluarnya suatu kebijakan yang baru.
Implementasi kebijakan merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan
sebuah kebijakan. Tanpa diimplementasikan, kebijakan hanya akan menjadi
sebuah kebijakan(3). Hal lain yang penting juga dalam implementasi kebijakan
adalah tidak semua kebijakan yang telah diambil dan disahkan oleh pemerintah
dengan sendirinya akan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan kebijakan
7
tersebut walaupun telah mendapatkan dukungan baik dari pemerintah sendiri,
Lintas Sektor maupun berbagai pihak terkait.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya(12). Pemerintah sebagai policy maker berwenang untuk
membuat suatu kebijakan upaya kesehatan guna melakukan pengelolaan
kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan yang merata di Indonesia
melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN yang
telah disusun baik dan terpadu. Didalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun
2012, subsistem upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dianalisis dari situasi
dan kecenderungannya dapat dilihat dari beberapa fakta dilapangan yaitu belum
terselenggara
secara
menyeluruh,
terpadu
dan
berkesinambungan,
penyelenggaraan upaya promontif dan preventif masih kurang, jumlah sarana dan
prasarana kesehatan yang belum memadai serta penyebaran sarana dan prasarana
kesehata juga belum merata. Keadaan ini menyebabkan derajat kesehatan rendah
dan cenderung belum memuaskan(1).
Berdasarkan situasi dan kecenderungan subsistem upaya kesehatan
didalam SKN tersebut, pemerintah dalam melaksanakan kebijakan bekerja sama
dan merangkul dengan Pemerintah Daerah dan pihak swasta sehingga potensi
pelayanan kesehatan swasta dan upaya kesehatan berbasis meningkat yang
semakin meningkat dapat didayagunakan sebagaimana mestinya, serta melibatkan
peran Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
8
masyarakat dan keterkaitannya dengan pelayanan rumah sakit sebagai sarana
rujukan agar dirasakan cukup dan memadai.
B. Implementation Gap
Suatu kebijakan dalam prosesnya kemungkinan terjadi perbedaan antara
apa yang diharapkan (direncanakan) oleh policy aker dengan apa yang senyatanya
dicapai (hasil). Dalam kebijakan Perpres Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN,
terdapat tiga faktor subjektif (siapa) yang memberikan pengaruh terhadap kinerja
implementasi
keberhasilan
yang
mengemukakan
implementasi
beberapa
kebijakan
hal
yang
tersebut
mempengaruhi
yaitu
pemrakarsa
kebijakan/pembuat kebijakan (the centre), pejabat-pejabat pelaksana dilapangan
(the periphery), dan aktor-aktor perorangan yang menjadi kelompok sasaran
(target group).
1. Pemrakarsa Kebijakan/Pembuat Kebijakan (The Centre)
Pemerintah
meperhitungkan
sebagai
pembuat
sumber-sumber
daya
kebijakan
yang
layak
tentunya
guna
sudah
menunjang
keberhasilan dalam implementasi kebijakan. Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) yang dirumuskan oleh pemerintah didasarkan / mengacu pada asasasas yaitu perikemanusiaan; keseimbangan; manfaat; perlindungan; keadilan;
penghormatan hak asasi manusia; sinergisme dan kemitraan yang dinamis;
komitmen dan tata pemerintahan yang baik (good governance); legalitas;
antisipatif dan proaktif; gender dan nondiskrimatif; serta kearifan lokal.
9
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
ermasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis,
berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya(12).
Dalam menjalankan kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan,
Pemerintah tentunya memiliki inovasi dan terobosan demi tercapainya
pembangunan kesehatan yang merata dan derajat kesehatan yang tinggi.
Kebijakan pemerintahan melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2012, disusun
dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar
(primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang adil
dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada
kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk
meningkatkan dan melindungi kesehatan masyrakat kepemimpinan, serta
profesionalisme dalam pembangunan kesehatan. Subsistem upaya kesehatan
dalam penyelenggaraan SKN, bertujuan agar terselenggaranya upaya
kesehatan yang adil, merata, terjangkau dan bermutu untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (12).
2. Pejabat-Pejabat Pelaksana Dilapangan (The Periphery)
Komunikasi antar organisasi / pejabat-pejabat pelaksana terkait
dilapangan menjadi aspek vital dalam kegiatan-kegiatan pelaksaan kebijakan.
Implementasi akan berjalan efektif jika standar dan sasaran dipaham oleh
10
individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan.
Komunikasi kebijakan berarti proses penyampaian informasi kebijakan dari
pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy
implementor). Hal ini sangat penting untuk memberikan perhatian yang besar
kepada kejelasan ukuran dasar dan tujuan kebijakan, ketepatan komunikasi
dengan pelaksana, dan konsistensi / keseragaman dari ukuran dasar dan
tujuan kebijakan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi(4).
Sruktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan SKN
memilki pengaruh yang signfikan terhadap implementasi kebijakan SKN
tersebut. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawsan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks. Karakteristik badan-badan pelaksana meliputi struktur
birokrasi, yang dapat diartikan sebagai karakteristik, norma-norma, dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dengan menjalankan kebijakan(4). Pemerintah yang merangkul dengan
Pemerintah Daerah dan pihak swasta dalam menjalankan kebijakan SKN.
Akan tetapi belum sepenuhnya berjalan secara efektif, tujuan kebijakan yang
telah dibuat belum diiplementasikan secara maksimal.
3. Aktor-Aktor Perorangan yang Menjadi Kelompok Sasaran (Target
Group)
11
Keberhasilan implementasi kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan
mengisyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan.
Tujuan dan sasaran kebjakan yang telah disepakati bersama harus
ditransmisikan kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi
distorsi implementasi. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara
jelas dan konsisten, akan tetapi implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implemetasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya yang
dimaksud berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor
dan sumberdaya finansial. Indikator keberhasilan variabel sumber daya yakni
staf informasi, wewenang dan fasilitas. Sumber daya menjadi faktor yang
faktor penting untuk implementasi kebijakan yang efektif(4).
Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja implementor ke arah yang
lebih baik yaitu melakukan Standard Operating Procedures (SOPs) yang
menjadi pedoman bagi implementor didalam bertindak. Terdapat tiga unsur
tanggapan pelaksana kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan yang
mungkin
mempengaruhi
kemampuan
dan
keinginan
mereka
untuk
melaksanakan kebijakan yakni kognisi (komrehensi, pemahaman) tentang
kebijakan, macam tanggapan terahadapnya (penerimaan, netraltas, penolakan)
dan intensitas tanggapan(4). Upaya kesehatan dalam kebijakan SKN tidak
sepenuhnya dilakukan secara tim, melibatkan semua pihak akan tetapi tingkat
kompetensinya patut dipertanyakan, sehingga tidak dilakukan secara cepat
dengan ketepatan/presisi yang tinggi.
12
Unsur-unsur subsistem upaya kesehatan terdiri dari upaya kesehatan;
faslitas pelayanan kesehatan; sumber daya upaya kesehatan; serta pembinaan
dan pengawasan upaya kesehatan. Prinsip penyelenggaraan upaya kesehatan
harus bersifat terpadu, berkesinambungan, dan paripurna; bermutu, aman dan
sesuai kebutuhan; adil dan merata; non diskriminasi; terjangkau; teknologi
tepat guna; serta bekerja dalam tim secara cepat dan tepat (12). Berikut adalah
beberapa contoh kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan dilihat dari
penyelenggaraan (upaya kesehatan dan pembinaan serta pengawasan) yang
masih terdapat implementation gap yang dipengaruhi baik pemrakarsa
kebijakan/pembuat
kebijakan
(the
centre),
pejabat-pejabat
pelaksana
dilapangan (the periphery), maupun aktor-aktor perorangan yang menjadi
kelompok sasaran (target group), antara lain :
C. Kebijakan Non implementation
Kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Indonesia dinobatkan sebagai negara pengguna rokok terbesar ketiga
didunia yakni lebih 60 juta penduduk(2). Melihat kondisi tersebut, Pemerintah
bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan merumuskan
kebijakan
upaya kesehatan masyarakat dan peorangan melalui kebijakan
pengendalian rokok untuk memberikan perlindungan efektif dari bahaya asap
13
rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif, memberikan ruang dan
lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat yang bebas dari asap
rokok, melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk
merokok baik secara langsung maupun tidak langsung, dan menurunkan
angka perokok dan mencegah perokok pemula melalui Perda Kabupaten
Bintan No 1 tahun 2016(14).
Dalam Perda tersebut masing terdapat hambatan yang menyebabkan
kebijakan belum dapat diimplementasikan. Faktor pemrakarsa kebijakan
khususnya pemerintah belum ada ketegasan yang menjadikan banyak
pelanggaran dan tidak memberikan efek jera. Pejabat pelaksana khususnya
Dinas Kesehatan setempat mensosialisasikan kebijakan hanya sekali yaitu di
radio RRI, sosialisasi dimasing-masing Organisasi Perangkat daerah (OPD)
dan kecamatan serta pembagian stiker, pamflet dan baliho. Pengawasan
kebijakan masih sangat lemah oleh aktor-aktor pelaksana seperti OPD
dikarenakan belum membentuk tim pemantau KTR dan belum bisa bekerja
sama dengan pihak kecamatan, kelurahan dan masyarakat. Kebijakan yang
dirumuskan oleh pihak Pemerintah Bintan ini cenderung masih sembrono
dalam artian informasi dan kesiapan yang diperlukan dalam perumusan belum
lengkap (bad policy), sehingga belum bisa diimplementasikan dengan baik
(non implementation) yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh semua
pihak, baik pemerintah itu sendiri atau dari lapisan masyarakat.
D. Kebijakan Unsuccesfull Implementation
14
1.
Upaya Kesehatan Primer
Kebijakan tentang Puskesmas Pembantu mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2014
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan yang sangat
dibutuhkan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yang ada
didaerah terpencil atau pedalaman, sehingga dalam penyelenggaraannya
serta pelaksanaannya pusat kesehatan perlu senantiasa mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan demi terciptanya pelayanan kesehatan
yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
dan dapat meningkatan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri (13). Salah
satu wujud penyediaan publik khususnya daerah yang sulit adalah
Puskesmas Pembantu(5).
Kebijakan upaya kesehatan tentang Puskesmas Pembantu dalam
pelaksanaannya masih menemui banyak kendala seperti sarana dan
prasaran (bad execution). Puskesmas Pembantu yang ada di desa Taras
Kecamatan Malinau Batar Kabupaten malinau, menjadi pelayanan
kesehatan masyarakat yang mudah dijangkau masyarakat sekitar, biaya
lebih murah, pelayanan yang baik oleh tenaga medis dan melakukan
penyuluhan tentang kepada masyarakat. Akan tetapi kebijakan pengadaan
Puskesmas Pembantu ini tidak terdapat kendala dan hambatan. Ketidak
sesuaian implementasi kebijakan dengan tujuan kebijakan itu sendiri
(impelementation gap) dapat dilihat dari pejabat pelaksana dilapangan,
masih mengalami kendala dari segi sumber daya. Kurangnya fasilitas
15
sarana dan prasarana penunjang seperti tenaga medis, alat transportasi
ketika keadaan gawat darurat, dan masih minimnya peralatan yang
dimiliki sehingga menjadikan kebijakan tersebut
tidak berjalan
sebagaimana mestinya (unsuccessffull implementation). Keadaan tersebut
ditambah dengan tidak adanya pemantauan dan pengawasan dari
Pemerintah Daearah agar peran dan fungsi Puskesmas Pembantu sesuai
dengan Permenkes Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014.
2.
Upaya Kesehatan Sekunder
Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia masih banyak
terdapat kendala, terutama pada provider tingkat lanjutan (rumah sakit)(9).
Melihat kondisi seperti ini, Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2014
menerapkan kebijakan untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih
baik dan menyeluruh melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional meluncurkan program yang
dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)(4).
Dalam pelaksanaan kebijakan JKN, Pemerintah bersama dengan
pihak provider mengalami beberapa kendala. Hal ini dapat dilihat dari
pelaksanaan JKN di puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai
penyedia JKN belum memadai, fasilitas banyak yang belum memenuhi
standar, dan jumlah dokter terhadap pasien kurang ideal. Kemudian
dalam hal pembayaran, masih banyak yang belum terjadi kesepakatan
16
iuran pekerja formal antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. Serta
dalam hal ketersediaan data, masih banyak keraguan tentang keamanan
sistem data peserta JKN(4).
Selain itu di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang.
Implementasi kebijakan JKN di rumah sakit ini belum maksimal dalam
pelaksanaannya (bad execution)(4). Dilihat dari segi pemrakarsa
kebijakan, menerapakan sistem terutama dalam hal pencairan kalim yang
masih lambat dan nilai tarif pelayanan yang berbeda dengan paket INACBGs. Pejabat pelaksana kebijakan JKN masih menerapkan teknologi
yang dirasa belum maksimal dan juga SDM non medis yang masih
kurang
mencukupi.
Sehingga
masyarakat
yang
menjadi
target
implemetasi kebijakan JKN merasa pelaksanaan kebijakan tersebut masih
jauh dari harapan. Kurangnay pengawsan dari pihak terkait juga
mendukung kurang efektifnya kebijakan ini. Kegagalan implementasi
kebijakan (unsuccessfull implementation) JKN tersebut diatasi dengan
peningkatan
performa
dalam
penyelenggaraan
JKN
dalam
hal
pemberkasan klaim JKN dengan penjadwalan yang tepat, perhitungan
proporsi SDM non medis, serta peningkatan kapasitas manajemen rumah
sakit agar semakin baik.
3.
Upaya Kesehatan Tersier
Kebijakan Penyelenggaraan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif
(PONEK)
yang
Mengacu
Pada
17
Keputusan
Menteri
Kesehatan
(Keppmenkes) Republik Indonesia Nomor 1051/Menkes/SK/XI/2008
Tentang Penyelenggaraan PONEK 24 jam di Rumah Sakit
Analisis situasi dan kecenderungan SKN subsistem upaya
kesehatan meliputi Angka Kematian Neonatal (AKN) (50/1000 kelahiran
hidup) dan Angka Kematian Ibu (AKI) (373/10.000 kelahiran hidup)
masih tinggi, umur harapan hidup asih rendah yaitu 66,2 tahun (tahun
1999), sehingga kondisi tersebut berakibat pada masih rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (HDI) Indonesia, yaitu pada urutan 112 dari 175
negara(1). Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting
dalam komitmen internasional yang dituangkan dalam Millennium
Development Goals (MDGs)(6). Terkait dengan target MDGs diatas,
pemerintah menetapkan kebijakan berupa upaya kesehatan perorangan
lanjutan (Tersier) untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal secara komprehensif yang terjadi pada ibu hamil, ibu
bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan komplikasi obstetri yang
mengancam jiwa ibu maupun janinnya, melalui Kepmenkes RI Nomor
1051/MENKES/SK/XI/2008 tentang program PONEK 24 jam di rumah
sakit guna menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi di
Indonesia(11).
Dalam implementasi kebijakan PONEK tedapat beberapa
hambatan yang menyebabakan pelaksanaan impelemnetasi kebijakan
tidak optimal (bad execution) dikarenakan kurang koordinasi antar
pelaksana maupun tidak cukup sarana dan prasarana penunjang. Seperti
18
halnya di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, penyebab
gagalnya pelaksanaan PONEK dikarenakan sumber daya khususnya
SDM sebagai pelaksana implementasi kebijakan belum sesuai kebutuhan
dan kurang dari segi jumlah, juga masih ada tim PONEK yang belum
menjalankan tugas sesuai tupoksi(6). Selain itu di RSUD Haji Padjongga
Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, pelaksanaan PONEK belum sesuai
dengan standar Kemenkes. Komunikasi dan disposisi telah dilakukan
dengan baik, akan tetapi koordinasi program dengan organisasi pelaksana
belum sesuai dan belum memenuhi syarat(7). Terdapat petugas yang
belum mengtehaui visi, misi, dan tujuan PONEK, sehingga rumah sakit
tidak mencapai tujuan implementasi kebijakan yang ditargetkan
(unsuccessfull implementation). Pengawasan kebijakan upaya kesehatan
PONEK yang dijalankan juga belum didukung melalui pengawasan yang
intens oleh Dinas Kesehatan terkait.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemerintah sebagai policy maker melalui kebijakan Perpres No 72 Tahun
2012 tentang SKN khususnya subsistem upaya kesehatan merumuskan
dan menetapkan tujuan yang baik guna meningkatakn pembangunan
kesehatan menuju derajat kesehatan yang tinggi.
19
2.
Dalam pelaksanaan kebijakan Perpres No 72 tahun 2012 tentang SKN,
implementasi kebijakan subsistem upaya kesehatan belum sepenuhnya
berjalan sesuai dengan tujuan (implementastion gap) yang disebabkan
baik pemrakarsa kebijakan itu sendiri, pejabat pelaksana kebijakan
3.
maupun aktor target kebijakan.
Dalam implementasi Perpres No 72 Tahun 2012 melalui kebijakan
subsistem upaya kesehatan KTR, perumusan belum lengkap (bad
policy), sehingga belum bisa diimplementasikan dengan baik (non
implementation) yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh semua
4.
pihak, baik pemerintah itu sendiri atau dari lapisan masyarakat.
Dalam pelaksanaan Perpres No 72 Tahun 2012 melalui subsistem upaya
kesehatan, kebijakan primer, sekunder dan tersier belum sepenuhnya
dilaksanakan sesuai tujuan dan harapan
(bad execution) yang
menyebabkan tujuan kebijakan tersebut tidak sepenuhnya tercapai
(unsuccessfull implementation).
B. Saran
Pemerintah sebagai penentu kebijakan sebaiknya selalu bekerja sama
dengan pihak Pemerintah Daerah, Swasta maupun provider (penyelenggara
pelayanan kesehatan) dan secara intens dilakukan pengawasan agar kebijakan
upaya kesehatan yang tercantum dalam salah satu subsistem didalam Perpres
Nomor 72 Tahun 2012 berjalan sesuai tujuan yang ditargetkan dan derajat
kesehatan masyarakat menjadi tinggi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisasmto, Wiku PhD, 2013, Sistem Kesehatan Nasional, Departemen AKK
FKM Univesitas Indonesia
2. Aditama, Tjandra Yoga., 1995. Rokok Masalah Dunia, Jurnal Kedokteran
dan Farmasi, No.9 Tahun XXI, PT. Grafiti Medika Pers, Jakarta
3. Balitbang Kemenkes RI, Materi Sosialisasi Rapat Kerja Balitbang Kemenkes
RI Sistem Kesehatan Nasional Perpres No 72 Tahun 2012
4. Lembaga Administrasi Negara RI, 2008, Analisis Kebijakan Publik, Jakarta :
LAN
5. Manggala P, Wahyu, 2014, Analisis Implementasi Kebijakan Kesehatan
Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang tahun 2014, UIN Jakarta
6. Megawati, 2016, Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan
Puskesmas Pembantu di Desa Taras Kecamatan Malinau Barat Kabupaten
Malinau, Universitas Mulawarman
7. Permatasari M, E. 2013. Implementasi Kebijakan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergency Komprehensif RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2013. UNHAS Makassar
8. Saleh, Fajrin, 2013, Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PONEK Di Rsud Haji
Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, Universitas Hasanuddin
Makassar
9. Wahab SA, 1991, Analisis Kebijakan β Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta
10. .............., 2004, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta : RI
11. ............., 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
21
12. .............., 2006, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
279/SK/IV/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas. Jakarta : RI
13. .............., 2008, Kepmenkes RI No. 1051 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di
Rumah Sakit. Jakarta : RI
14. .............., 2012, Peraturan Presiden Republik Nomor 72 Tahun 2012 Tentang
Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : RI
15. .............., 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : RI
16. .............., 2016, Peraturan Bupati Bintan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun
2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, Bintan : RI
22
KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN KESEHATAN
Analisis Kebijakan Berdasarkan Implementation Capacity dan Gap
Subsistem Upaya Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
DISUSUN OLEH :
ARYADIVA NUGRAHANING
DIFA ZAFIRA
FANI SUSANTO
EKKI PUTRI APRILIANI
MUHAMAD ROHIM
MULIANA ARAS
NENG KURNIATI
NOVA ROZA
NUR EKA DYASTUTI
RATIH DYANTI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM PASCASARJANA PRODI KEBIDANAN
MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhana wa Ta βala, penulisan paper
ini tentang Sistem Kesehatan Nasional yang menganalisis subsistem Upaya
Kesehatan dapat kami selesaikan insyaallah tepat waktu bersama dengan teman β
teman dari kelompok 3
Kami merasa penulisan paper ini masih banyak kekurangan dan kami
sangat berharap masukan dan saran dari pembaca untuk lebih melengkapi lagi isi
dari paper ini, paper ini bisa kami selesaikan dengan kerjasama team Terapan
Kebidanan, Terapan Gigi dan Mulut serta Terapan Imaging Diagnostik.
Terimakasih untuk teman β teman kelompok yang telah berpartisipasi dalam
penulisan paper ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................ i
Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................
iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................
3
Bab II Pembahasan
A. Implementation Capacity ............................................................
B. Implementation Gap ...................................................................
1. Pemrakarsa Kebijakan/Pembuat Kebijakan (The Centre)
2. Pejabat-Pejabat Pelaksana Dilapangan (The Periphery) .....
3. Aktor-Aktor Perorangan yang Menjadi Kelompok
Sasaran (Target Group) ...........................................................
C. Kebijakan Non implementation ................................................
D. Kebijakan Unsuccesfull Implementation ..................................
1. Upaya Kesehatan Primer ........................................................
2. Upaya Kesehatan Sekunder ....................................................
3. Upaya Kesehatan Tersier ........................................................
Bab III Penutup
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran ..........................................................................................
Daftar Pustaka
3
4
6
7
8
9
11
12
12
13
15
17
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tantangan era globalisasi yang semakin berat dari segala aspek
menuntut peranan besar pemerintah dalam memberikan proteksi dan regulasi
yang tepat kepada masyarakat terutama terkait dengan pelayanan publik.
Kesehatan merupakan Salah satu aspek pelayanan yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012,
pemerintah telah membuat
sebuah sistem pengelolaan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat
yang terhimpun sebagai Sistem Kesehatan Nasional.
Pengelolaan Sistem Kesehatan Nasional
(SKN)
tersebut
diselenggarakan secara terpadu dan saling mendukung untuk menjamin
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Adapun pengelolaan ini
mencakup administrasi kesehatan, innformasi kesehatan, Sumber Daya
Kesehatan, Upaya Kesehatan, Pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan kesehatan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi kesehatan serta
pengaturan hukum kesehatan.
SKN diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, terarah,
terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan dengan menjaga
kemajuan,
kesatuan
dan
ketahanan
nasional.
Selain
itu,
tentunya
penyelenggaraan SKN ini harus bersinergi dengan Peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Penyelenggaraan sistem ini ditekankan pada
peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber
4
daya manusia (SDM) kesehatan serta upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Pencapaian dari Sistem Kesehatan ini memerlukan analisis yang
menyeluruh yang dapat dinilai dari indikator pencapaian dan kinerja. Dari
hasil penilaian tersebut, dalam indikator pencapaian Sistem Kesehatan
Indonesia berada pada peringkat 106 dari 191 negara yang dinilai. Sedangkan
dari sisi indikator kinerja, berada pada peringkat 92 dari 191 negara yang
dinilai. Tentunya, pencapaian dan kinerja sistem kesehatan tersebut,
dipengaruhi oleh sejauh mana berjalannya subsistem - subsistemnya, yaitu
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, obat dan
perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Meskipun telah banyak hasil-hasil pembangunan kesehatan yang
telah dicapai, antara lain Puskesmas sudah terdapat di semua kecamatan yang
ditunjang oleh 3-4 Puskesmas Pembantu, Tenaga bidan di desa juga sudah ada
di desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, Rumah Sakit Umum sudah
dimiliki oleh semua kabupaten/kota (kecuali kabupaten baru / pemekaran),
namun masih dihadapi permasalahan pemerataan, mutu, dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sistem refferal juga belum
menggembirakan. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan
tantangan sekaligus peluang dalam upaya meningkatkan pemerataan, mutu,
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas diketahui bahwa SKN terdiri dari
beberapa sub sistem, sebagai salah satu implementation capacity dari
5
pemerintah.
Dari
subsistem-subsistem
tersebut
tentunya
memiliki
implementation gap yang dapat dianalisis sebagai salah satu faktor kegagalan
sebuah kebijakan termasuk didalamnnya adalah subsistem upaya kesehatan.
Maka dapat dirumuskan masalah dalam paper ini yaitu bagaimanakah
implementation gap dari subsistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan paper ini adalah untuk
menganalisis subsistem Upaya Kesehatan dalam SKN sebagai salah satu
Policy Failure
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi
bentuk-bentuk
program
operasional
dalam
subsistem upaya kesehatan dalam SKN
b. Mengidentifikasi Indikator Pencapaian dari subsistem upaya
kesehatan dalam SKN
c. Mengidentifikasi Indikator Kinerja dari subsitem upaya kesehatan
dalam SKN
d. Menganalisis Gap Implementation atau kesenjangan antara apa yang
diharapkan (target) dengan apa yang dicapai
BAB II
PEMBAHASAN
A. Implementation Capacity
Kebijakan adalah rangkaian konsep yang menjadi pedoman dasar suatu
pekerjaan untuk diimplementasikan, dimana pelaksanaan kebijakan oleh tindakan
6
oleh publik dan pribadi individu atau kelompok yang diarahkan pada pencapaian
tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan(8). Kebijakan kesehatan
masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat dimana
inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti
bermanfaat dalam penyelenggaraan kesehatan secara luas sebagai pemberian
pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat.
Proses kebijakan dimulai dari perumusan, implementasi, monitoring
sampai evaluasi kebijakan(3). Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan
yang
dilakukan
oleh
individu
atau
pejabat-pejabat
kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan
juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan
dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, dimana bertujuan agar suatu
kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan.
Masalah kebijakan dapat terjadi karena adaya faktor lingkungan
kebijakan, yaitu keadaan yang melatar belakangi yang menimbulkan kebijakan
tersebut berupa tuntutan, keinginan-keinginan masyarakat atau tantangan dan
peluang sehingga diatasi dengan kebijakan tersebut. Akan tetapi, masalah ini
dapat timbul justru dikarenakan dikeluarnya suatu kebijakan yang baru.
Implementasi kebijakan merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan
sebuah kebijakan. Tanpa diimplementasikan, kebijakan hanya akan menjadi
sebuah kebijakan(3). Hal lain yang penting juga dalam implementasi kebijakan
adalah tidak semua kebijakan yang telah diambil dan disahkan oleh pemerintah
dengan sendirinya akan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan kebijakan
7
tersebut walaupun telah mendapatkan dukungan baik dari pemerintah sendiri,
Lintas Sektor maupun berbagai pihak terkait.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya(12). Pemerintah sebagai policy maker berwenang untuk
membuat suatu kebijakan upaya kesehatan guna melakukan pengelolaan
kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan yang merata di Indonesia
melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN yang
telah disusun baik dan terpadu. Didalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun
2012, subsistem upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dianalisis dari situasi
dan kecenderungannya dapat dilihat dari beberapa fakta dilapangan yaitu belum
terselenggara
secara
menyeluruh,
terpadu
dan
berkesinambungan,
penyelenggaraan upaya promontif dan preventif masih kurang, jumlah sarana dan
prasarana kesehatan yang belum memadai serta penyebaran sarana dan prasarana
kesehata juga belum merata. Keadaan ini menyebabkan derajat kesehatan rendah
dan cenderung belum memuaskan(1).
Berdasarkan situasi dan kecenderungan subsistem upaya kesehatan
didalam SKN tersebut, pemerintah dalam melaksanakan kebijakan bekerja sama
dan merangkul dengan Pemerintah Daerah dan pihak swasta sehingga potensi
pelayanan kesehatan swasta dan upaya kesehatan berbasis meningkat yang
semakin meningkat dapat didayagunakan sebagaimana mestinya, serta melibatkan
peran Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
8
masyarakat dan keterkaitannya dengan pelayanan rumah sakit sebagai sarana
rujukan agar dirasakan cukup dan memadai.
B. Implementation Gap
Suatu kebijakan dalam prosesnya kemungkinan terjadi perbedaan antara
apa yang diharapkan (direncanakan) oleh policy aker dengan apa yang senyatanya
dicapai (hasil). Dalam kebijakan Perpres Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN,
terdapat tiga faktor subjektif (siapa) yang memberikan pengaruh terhadap kinerja
implementasi
keberhasilan
yang
mengemukakan
implementasi
beberapa
kebijakan
hal
yang
tersebut
mempengaruhi
yaitu
pemrakarsa
kebijakan/pembuat kebijakan (the centre), pejabat-pejabat pelaksana dilapangan
(the periphery), dan aktor-aktor perorangan yang menjadi kelompok sasaran
(target group).
1. Pemrakarsa Kebijakan/Pembuat Kebijakan (The Centre)
Pemerintah
meperhitungkan
sebagai
pembuat
sumber-sumber
daya
kebijakan
yang
layak
tentunya
guna
sudah
menunjang
keberhasilan dalam implementasi kebijakan. Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) yang dirumuskan oleh pemerintah didasarkan / mengacu pada asasasas yaitu perikemanusiaan; keseimbangan; manfaat; perlindungan; keadilan;
penghormatan hak asasi manusia; sinergisme dan kemitraan yang dinamis;
komitmen dan tata pemerintahan yang baik (good governance); legalitas;
antisipatif dan proaktif; gender dan nondiskrimatif; serta kearifan lokal.
9
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
ermasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis,
berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya(12).
Dalam menjalankan kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan,
Pemerintah tentunya memiliki inovasi dan terobosan demi tercapainya
pembangunan kesehatan yang merata dan derajat kesehatan yang tinggi.
Kebijakan pemerintahan melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2012, disusun
dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar
(primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang adil
dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada
kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk
meningkatkan dan melindungi kesehatan masyrakat kepemimpinan, serta
profesionalisme dalam pembangunan kesehatan. Subsistem upaya kesehatan
dalam penyelenggaraan SKN, bertujuan agar terselenggaranya upaya
kesehatan yang adil, merata, terjangkau dan bermutu untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (12).
2. Pejabat-Pejabat Pelaksana Dilapangan (The Periphery)
Komunikasi antar organisasi / pejabat-pejabat pelaksana terkait
dilapangan menjadi aspek vital dalam kegiatan-kegiatan pelaksaan kebijakan.
Implementasi akan berjalan efektif jika standar dan sasaran dipaham oleh
10
individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan.
Komunikasi kebijakan berarti proses penyampaian informasi kebijakan dari
pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy
implementor). Hal ini sangat penting untuk memberikan perhatian yang besar
kepada kejelasan ukuran dasar dan tujuan kebijakan, ketepatan komunikasi
dengan pelaksana, dan konsistensi / keseragaman dari ukuran dasar dan
tujuan kebijakan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi(4).
Sruktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan SKN
memilki pengaruh yang signfikan terhadap implementasi kebijakan SKN
tersebut. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawsan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks. Karakteristik badan-badan pelaksana meliputi struktur
birokrasi, yang dapat diartikan sebagai karakteristik, norma-norma, dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dengan menjalankan kebijakan(4). Pemerintah yang merangkul dengan
Pemerintah Daerah dan pihak swasta dalam menjalankan kebijakan SKN.
Akan tetapi belum sepenuhnya berjalan secara efektif, tujuan kebijakan yang
telah dibuat belum diiplementasikan secara maksimal.
3. Aktor-Aktor Perorangan yang Menjadi Kelompok Sasaran (Target
Group)
11
Keberhasilan implementasi kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan
mengisyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan.
Tujuan dan sasaran kebjakan yang telah disepakati bersama harus
ditransmisikan kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi
distorsi implementasi. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara
jelas dan konsisten, akan tetapi implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implemetasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya yang
dimaksud berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor
dan sumberdaya finansial. Indikator keberhasilan variabel sumber daya yakni
staf informasi, wewenang dan fasilitas. Sumber daya menjadi faktor yang
faktor penting untuk implementasi kebijakan yang efektif(4).
Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja implementor ke arah yang
lebih baik yaitu melakukan Standard Operating Procedures (SOPs) yang
menjadi pedoman bagi implementor didalam bertindak. Terdapat tiga unsur
tanggapan pelaksana kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan yang
mungkin
mempengaruhi
kemampuan
dan
keinginan
mereka
untuk
melaksanakan kebijakan yakni kognisi (komrehensi, pemahaman) tentang
kebijakan, macam tanggapan terahadapnya (penerimaan, netraltas, penolakan)
dan intensitas tanggapan(4). Upaya kesehatan dalam kebijakan SKN tidak
sepenuhnya dilakukan secara tim, melibatkan semua pihak akan tetapi tingkat
kompetensinya patut dipertanyakan, sehingga tidak dilakukan secara cepat
dengan ketepatan/presisi yang tinggi.
12
Unsur-unsur subsistem upaya kesehatan terdiri dari upaya kesehatan;
faslitas pelayanan kesehatan; sumber daya upaya kesehatan; serta pembinaan
dan pengawasan upaya kesehatan. Prinsip penyelenggaraan upaya kesehatan
harus bersifat terpadu, berkesinambungan, dan paripurna; bermutu, aman dan
sesuai kebutuhan; adil dan merata; non diskriminasi; terjangkau; teknologi
tepat guna; serta bekerja dalam tim secara cepat dan tepat (12). Berikut adalah
beberapa contoh kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan dilihat dari
penyelenggaraan (upaya kesehatan dan pembinaan serta pengawasan) yang
masih terdapat implementation gap yang dipengaruhi baik pemrakarsa
kebijakan/pembuat
kebijakan
(the
centre),
pejabat-pejabat
pelaksana
dilapangan (the periphery), maupun aktor-aktor perorangan yang menjadi
kelompok sasaran (target group), antara lain :
C. Kebijakan Non implementation
Kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Indonesia dinobatkan sebagai negara pengguna rokok terbesar ketiga
didunia yakni lebih 60 juta penduduk(2). Melihat kondisi tersebut, Pemerintah
bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan merumuskan
kebijakan
upaya kesehatan masyarakat dan peorangan melalui kebijakan
pengendalian rokok untuk memberikan perlindungan efektif dari bahaya asap
13
rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif, memberikan ruang dan
lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat yang bebas dari asap
rokok, melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk
merokok baik secara langsung maupun tidak langsung, dan menurunkan
angka perokok dan mencegah perokok pemula melalui Perda Kabupaten
Bintan No 1 tahun 2016(14).
Dalam Perda tersebut masing terdapat hambatan yang menyebabkan
kebijakan belum dapat diimplementasikan. Faktor pemrakarsa kebijakan
khususnya pemerintah belum ada ketegasan yang menjadikan banyak
pelanggaran dan tidak memberikan efek jera. Pejabat pelaksana khususnya
Dinas Kesehatan setempat mensosialisasikan kebijakan hanya sekali yaitu di
radio RRI, sosialisasi dimasing-masing Organisasi Perangkat daerah (OPD)
dan kecamatan serta pembagian stiker, pamflet dan baliho. Pengawasan
kebijakan masih sangat lemah oleh aktor-aktor pelaksana seperti OPD
dikarenakan belum membentuk tim pemantau KTR dan belum bisa bekerja
sama dengan pihak kecamatan, kelurahan dan masyarakat. Kebijakan yang
dirumuskan oleh pihak Pemerintah Bintan ini cenderung masih sembrono
dalam artian informasi dan kesiapan yang diperlukan dalam perumusan belum
lengkap (bad policy), sehingga belum bisa diimplementasikan dengan baik
(non implementation) yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh semua
pihak, baik pemerintah itu sendiri atau dari lapisan masyarakat.
D. Kebijakan Unsuccesfull Implementation
14
1.
Upaya Kesehatan Primer
Kebijakan tentang Puskesmas Pembantu mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2014
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan yang sangat
dibutuhkan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yang ada
didaerah terpencil atau pedalaman, sehingga dalam penyelenggaraannya
serta pelaksanaannya pusat kesehatan perlu senantiasa mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan demi terciptanya pelayanan kesehatan
yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
dan dapat meningkatan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri (13). Salah
satu wujud penyediaan publik khususnya daerah yang sulit adalah
Puskesmas Pembantu(5).
Kebijakan upaya kesehatan tentang Puskesmas Pembantu dalam
pelaksanaannya masih menemui banyak kendala seperti sarana dan
prasaran (bad execution). Puskesmas Pembantu yang ada di desa Taras
Kecamatan Malinau Batar Kabupaten malinau, menjadi pelayanan
kesehatan masyarakat yang mudah dijangkau masyarakat sekitar, biaya
lebih murah, pelayanan yang baik oleh tenaga medis dan melakukan
penyuluhan tentang kepada masyarakat. Akan tetapi kebijakan pengadaan
Puskesmas Pembantu ini tidak terdapat kendala dan hambatan. Ketidak
sesuaian implementasi kebijakan dengan tujuan kebijakan itu sendiri
(impelementation gap) dapat dilihat dari pejabat pelaksana dilapangan,
masih mengalami kendala dari segi sumber daya. Kurangnya fasilitas
15
sarana dan prasarana penunjang seperti tenaga medis, alat transportasi
ketika keadaan gawat darurat, dan masih minimnya peralatan yang
dimiliki sehingga menjadikan kebijakan tersebut
tidak berjalan
sebagaimana mestinya (unsuccessffull implementation). Keadaan tersebut
ditambah dengan tidak adanya pemantauan dan pengawasan dari
Pemerintah Daearah agar peran dan fungsi Puskesmas Pembantu sesuai
dengan Permenkes Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014.
2.
Upaya Kesehatan Sekunder
Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia masih banyak
terdapat kendala, terutama pada provider tingkat lanjutan (rumah sakit)(9).
Melihat kondisi seperti ini, Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2014
menerapkan kebijakan untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih
baik dan menyeluruh melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional meluncurkan program yang
dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)(4).
Dalam pelaksanaan kebijakan JKN, Pemerintah bersama dengan
pihak provider mengalami beberapa kendala. Hal ini dapat dilihat dari
pelaksanaan JKN di puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai
penyedia JKN belum memadai, fasilitas banyak yang belum memenuhi
standar, dan jumlah dokter terhadap pasien kurang ideal. Kemudian
dalam hal pembayaran, masih banyak yang belum terjadi kesepakatan
16
iuran pekerja formal antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. Serta
dalam hal ketersediaan data, masih banyak keraguan tentang keamanan
sistem data peserta JKN(4).
Selain itu di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang.
Implementasi kebijakan JKN di rumah sakit ini belum maksimal dalam
pelaksanaannya (bad execution)(4). Dilihat dari segi pemrakarsa
kebijakan, menerapakan sistem terutama dalam hal pencairan kalim yang
masih lambat dan nilai tarif pelayanan yang berbeda dengan paket INACBGs. Pejabat pelaksana kebijakan JKN masih menerapkan teknologi
yang dirasa belum maksimal dan juga SDM non medis yang masih
kurang
mencukupi.
Sehingga
masyarakat
yang
menjadi
target
implemetasi kebijakan JKN merasa pelaksanaan kebijakan tersebut masih
jauh dari harapan. Kurangnay pengawsan dari pihak terkait juga
mendukung kurang efektifnya kebijakan ini. Kegagalan implementasi
kebijakan (unsuccessfull implementation) JKN tersebut diatasi dengan
peningkatan
performa
dalam
penyelenggaraan
JKN
dalam
hal
pemberkasan klaim JKN dengan penjadwalan yang tepat, perhitungan
proporsi SDM non medis, serta peningkatan kapasitas manajemen rumah
sakit agar semakin baik.
3.
Upaya Kesehatan Tersier
Kebijakan Penyelenggaraan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif
(PONEK)
yang
Mengacu
Pada
17
Keputusan
Menteri
Kesehatan
(Keppmenkes) Republik Indonesia Nomor 1051/Menkes/SK/XI/2008
Tentang Penyelenggaraan PONEK 24 jam di Rumah Sakit
Analisis situasi dan kecenderungan SKN subsistem upaya
kesehatan meliputi Angka Kematian Neonatal (AKN) (50/1000 kelahiran
hidup) dan Angka Kematian Ibu (AKI) (373/10.000 kelahiran hidup)
masih tinggi, umur harapan hidup asih rendah yaitu 66,2 tahun (tahun
1999), sehingga kondisi tersebut berakibat pada masih rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (HDI) Indonesia, yaitu pada urutan 112 dari 175
negara(1). Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting
dalam komitmen internasional yang dituangkan dalam Millennium
Development Goals (MDGs)(6). Terkait dengan target MDGs diatas,
pemerintah menetapkan kebijakan berupa upaya kesehatan perorangan
lanjutan (Tersier) untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal secara komprehensif yang terjadi pada ibu hamil, ibu
bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan komplikasi obstetri yang
mengancam jiwa ibu maupun janinnya, melalui Kepmenkes RI Nomor
1051/MENKES/SK/XI/2008 tentang program PONEK 24 jam di rumah
sakit guna menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi di
Indonesia(11).
Dalam implementasi kebijakan PONEK tedapat beberapa
hambatan yang menyebabakan pelaksanaan impelemnetasi kebijakan
tidak optimal (bad execution) dikarenakan kurang koordinasi antar
pelaksana maupun tidak cukup sarana dan prasarana penunjang. Seperti
18
halnya di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, penyebab
gagalnya pelaksanaan PONEK dikarenakan sumber daya khususnya
SDM sebagai pelaksana implementasi kebijakan belum sesuai kebutuhan
dan kurang dari segi jumlah, juga masih ada tim PONEK yang belum
menjalankan tugas sesuai tupoksi(6). Selain itu di RSUD Haji Padjongga
Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, pelaksanaan PONEK belum sesuai
dengan standar Kemenkes. Komunikasi dan disposisi telah dilakukan
dengan baik, akan tetapi koordinasi program dengan organisasi pelaksana
belum sesuai dan belum memenuhi syarat(7). Terdapat petugas yang
belum mengtehaui visi, misi, dan tujuan PONEK, sehingga rumah sakit
tidak mencapai tujuan implementasi kebijakan yang ditargetkan
(unsuccessfull implementation). Pengawasan kebijakan upaya kesehatan
PONEK yang dijalankan juga belum didukung melalui pengawasan yang
intens oleh Dinas Kesehatan terkait.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemerintah sebagai policy maker melalui kebijakan Perpres No 72 Tahun
2012 tentang SKN khususnya subsistem upaya kesehatan merumuskan
dan menetapkan tujuan yang baik guna meningkatakn pembangunan
kesehatan menuju derajat kesehatan yang tinggi.
19
2.
Dalam pelaksanaan kebijakan Perpres No 72 tahun 2012 tentang SKN,
implementasi kebijakan subsistem upaya kesehatan belum sepenuhnya
berjalan sesuai dengan tujuan (implementastion gap) yang disebabkan
baik pemrakarsa kebijakan itu sendiri, pejabat pelaksana kebijakan
3.
maupun aktor target kebijakan.
Dalam implementasi Perpres No 72 Tahun 2012 melalui kebijakan
subsistem upaya kesehatan KTR, perumusan belum lengkap (bad
policy), sehingga belum bisa diimplementasikan dengan baik (non
implementation) yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh semua
4.
pihak, baik pemerintah itu sendiri atau dari lapisan masyarakat.
Dalam pelaksanaan Perpres No 72 Tahun 2012 melalui subsistem upaya
kesehatan, kebijakan primer, sekunder dan tersier belum sepenuhnya
dilaksanakan sesuai tujuan dan harapan
(bad execution) yang
menyebabkan tujuan kebijakan tersebut tidak sepenuhnya tercapai
(unsuccessfull implementation).
B. Saran
Pemerintah sebagai penentu kebijakan sebaiknya selalu bekerja sama
dengan pihak Pemerintah Daerah, Swasta maupun provider (penyelenggara
pelayanan kesehatan) dan secara intens dilakukan pengawasan agar kebijakan
upaya kesehatan yang tercantum dalam salah satu subsistem didalam Perpres
Nomor 72 Tahun 2012 berjalan sesuai tujuan yang ditargetkan dan derajat
kesehatan masyarakat menjadi tinggi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisasmto, Wiku PhD, 2013, Sistem Kesehatan Nasional, Departemen AKK
FKM Univesitas Indonesia
2. Aditama, Tjandra Yoga., 1995. Rokok Masalah Dunia, Jurnal Kedokteran
dan Farmasi, No.9 Tahun XXI, PT. Grafiti Medika Pers, Jakarta
3. Balitbang Kemenkes RI, Materi Sosialisasi Rapat Kerja Balitbang Kemenkes
RI Sistem Kesehatan Nasional Perpres No 72 Tahun 2012
4. Lembaga Administrasi Negara RI, 2008, Analisis Kebijakan Publik, Jakarta :
LAN
5. Manggala P, Wahyu, 2014, Analisis Implementasi Kebijakan Kesehatan
Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang tahun 2014, UIN Jakarta
6. Megawati, 2016, Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan
Puskesmas Pembantu di Desa Taras Kecamatan Malinau Barat Kabupaten
Malinau, Universitas Mulawarman
7. Permatasari M, E. 2013. Implementasi Kebijakan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergency Komprehensif RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2013. UNHAS Makassar
8. Saleh, Fajrin, 2013, Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PONEK Di Rsud Haji
Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, Universitas Hasanuddin
Makassar
9. Wahab SA, 1991, Analisis Kebijakan β Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta
10. .............., 2004, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta : RI
11. ............., 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
21
12. .............., 2006, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
279/SK/IV/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas. Jakarta : RI
13. .............., 2008, Kepmenkes RI No. 1051 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di
Rumah Sakit. Jakarta : RI
14. .............., 2012, Peraturan Presiden Republik Nomor 72 Tahun 2012 Tentang
Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : RI
15. .............., 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : RI
16. .............., 2016, Peraturan Bupati Bintan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun
2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, Bintan : RI
22