IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN

IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH PERSPEKTIF FIQH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Kontemporer
Perbankan
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.S.I

Disusun Oleh:

Safitri Ariyanti

141272910

Kelas B

JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1438 2017 M

1


A. Pendahuluan
Hukum Islam merupakan unsur yang cukup dominan dalam Islam,
berbagai aspek kehidupan hampir tidak ada yang tersentuh oleh fikih atau
hukum Islam. Dari persoalan ubudiyah hingga muamalah, dari persoalan
individu, keluarga hingga negara tidak pernah luput dari sorotan hukum Islam.
Bahkan ketika muncul persoalan di tengah-tengah masyarakat, maka yang
paling banyak ditanyakan pertama kali dipersoalkan adalah soal status
hukumnya.1
Terkait dengan persoalan muamalah merupakan persoalan yang
senantiasa aktual di tengah-tengah masyarakat, karena ia berkembang sesuai
dengan perkembangan peradaban umat manusia itu sendiri. Di sinilah,
agaknya, rahasia kenapa syariat Islam itu hanya menetapkan ajaran
muamalahdalam bentuk prinsip-prinsip umum dan kaidah-kaidah dasar saja,

dengan mengemukakan berbagai prinsip dan norma yang dapat menjamin
prinsip keadilan dalam ber-muamalah antar sesama manusia.2
Sifat mu’amalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang
diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat (prinsiples and variables).
Dalam sektor ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan

riba.

Sedangkan

contoh

variabel

adalah

instrumen-instrumen

untuk

melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Termasuk salah satu aspek mu’amalah
adalah ar-rahn (gadai), yang merupakan sarana tolong-menolong antar umat
manusia. Sudah menjadi tugas seorang muslim bagaiman mengembangkan
teknik penerapan prinsip-prinsip ar-rahn (gadai) dalam variabel-variabel yang
sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.3


1

Faradila Hasan, “Tinjauan Hukum Islam dalam Penerapan Akad Ijarah Pada Produk
Rahn Di Cabang Pegadaian Syariah Istiqlal Manado” Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, Vol. 14, No.
2/2016, h. 41.
2
Fadlan, “Gadai Syariah; Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya dalam Perbankan”,
Iqtishadia , Vol. 1, No. 1/Juni 2014, h. 30.
3
Ibid.

3

B. Implementasi Rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah
Gadai syariah (rahn) merupakan produk jasa gadai yang berlandaskan
prinsip syariah dimana nasabah tidak dikenakan bunga atas pinjaman yang
diperoleh melainkan hanya perlu membayar biaya administrasi, biaya jasa
simpan dan biaya pemeliharaan barang jaminan (ijarah). Dalam transaksi
gadai syariah (rahn), uang atau dana yang dipinjamkan berbentuk pertolongan
yang tidak mengharapkan tambahan atas hutang tersebut. Jika dalam praktik

gadai ternyata ada yang dibayar selain pokok pinjaman adalah uang
administrasi dan pemeliharaan marhun bih, yang biayanya dihitung dari
besaran nilai taksiran..4
Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak menarik
manfaat apa pun kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang yang
digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi permintaan
bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas pembiayaan kepada

nasabah.5
Dalam perbankan Islam kontrak rahn biasa diterapkan dalam dua
bentuk yaitu:
1. Rahn Sebagai Produk Pelengkap
Rahn sebagai prinsip atau produk pelengkap, artinya sebagai akad

tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan bai’ al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah
sebagai konsekuensi akad tersebut. Dalam hal ini bank biasanya tidak
menahan barang jaminan itu secara fisik, tetapi hanya surat-suratnya saja
(fidusia). 6


2. Rahn Sebagai Produk Tersendiri

4

Galis Kurnia Afdhila, “Analisis Implementasi Pembiayaan ar-Rahn (Gadai Syariah)
Pada Kantor Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Vol. 1, No. 2/Semester Genap 2013/2014.
5
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 201.
6
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait
(BAMUI, Takaful, dan Pasar Modal Syariah) di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), h. 117.

4

Di beberapa negara Islam termasuk di antaranya adalah Malaysia, akad
rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya

dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga; yang

diipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta
penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat
bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya
sekali dan ditetapkan di muka.7

C. Rahn dalam Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah merupakan lembaga keuangan di Indonesia yang
menerapkan produk berbasis syariah, salah satu produknya adalah rahn.
Pegadaian syariah melalui produk rahn menyalurkan dana kepada masyarakat
muslim maupun non muslim kelas menengah ke bawah, dalam bentuk pinjaman
uang dengan jaminan berupa barang yang berharga. 8
Transaksi rahn di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu rahn biasa di mana
marhun dapat terdiri dari segala benda yang memenuhi ketentuan syariahnya dan
rahn emas di mana marhun harus berupa emas. Rahn emas adalah penggadaian

atau penyerahan hak penguasa secara fisik atas harta atau barang berharga
(berupa emas) dari rahin kepada murtahin sebagai marhun atas marhun bih
yang diberikan murtahin kepada rahin.9
Produk rahn itu sendiri dalam penerapanya, menggunakan akad ijarah,

akad rahn dan akad qardhul hasan. Akad ijarah yang digunakan di Pegadaian
Syariah yaitu pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barangnya sendiri.10 Melalui akad ijarah, lembaga Pegadaian memungkinkan
untuk memungut biaya guna menutupi biaya yang dikeluarkan oleh Pegadaian
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 130
8
Faradila Hasan, “Tinjauan Hukum...”, h. 41.
9
Naida Nur Alfisyahril dan Dodik Siswantoro, “Praktik dan Karakteristik Gadai Syariah
di Indonesia”, SHARE, Vol. 1,No. 2/Juli-Desember 2012, h. 121.
10
Salsi Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian
Kontemporer), (Jakarta: UII Press, 2006), h. 81
7

5

Syariah, berupa biaya perawatan, pemeliharaan, dan penyimpanan. 11 Akad

qardhul hasan untuk mengakui adanya pinjaman antara Pegadaian Syariah

dengan nasabah, akad rahn untuk mengakui adanya barang yang digadaikan
nasabah kepada Pegadaian Syariah, dan akad ijarah untuk mengakui biaya
sewa barang yang digadaikan.
Produk gadai syariah (rahn) umumnya menggunakan akad rahn dan
akad ijarah di setiap transaksinya, seperti gadai syariah dengan jaminan emas
dan barang elektronik. Untuk gadai syariah (rahn) dengan jaminan BPKB
akad yang digunakan sedikit berbeda dengan barang jaminan emas dan
elektronik. Akad yang digunakan yaitu akad rahn tasjili dan akad ijarah.12

Keterangan Skema:

1) Nasabah (rahin) datang ke kantor pegadaian syariah (murtahin) untuk
meminta fasilitas pembiayaan atau meminjam uang yang dibutuhkan

Ghufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), h. 81
12
Kartika Chandra Priliana dan Nur Hisamuddin, “Analisis Penerapan Akuntansi Gadai

Syariah (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Cabang Jember (Analyze The Application Of Accounting
Pawn Sharia (Rahn) In Sharia Pawnshop Branches Jember)”, Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015,
(Jember: Universitas Jember, 2015), h. 3
11

6

dengan membawa marhun yang tidak dapat dimanfaatkan atau dikelola
yang akan diserahkan kepada murtahin.
2) Murtahin melakukan pemeriksaan termasuk menaksir harga marhun yang
diberikan rahin sebagai jaminan utangnnya.
3) Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan rahin akan
melakukan akad.
4) Setelah akad dilakukan, maka murtahin akan memberikan sejumlah
marhun bih (pinjaman), yang diinginkan rahin dimana jumlahnya

disesuaikan dengan nilai taksiran barang (di bawah nilai jaminan).
5) Sebagai pengganti biaya administrasi dan biaya perawatan, maka pada saat
melunasi marhun bih maka rahin akan memberikan sejumlah ongkos
kepada murtahin.


Besarnya ijarah atau tarif jasa simpan di pegadaian syariah memiliki
rumus sendiri. Tarif jasa simpan (ijarah) mencakup biaya pemakaian space
dan pemeliharaan barang jaminan (marhun). Tarif jasa simpan dibedakan
antara jenis-jenis barang jaminan (marhun) dengan ketentuan, yaitu:
1) Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang yang dijadikan jaminan
(marhun).
2) Jangka waktu pinjaman ditetapkan 120 hari, yaitu tarif jasa simpan dengan
kelipatan 10 hari, dengan rumus sebagai berikut:

Tabel Tarif Jasa Simpan
Jenis Marhun
Perhitungan Tarif
Emas
Taksiran/Rp. 10.000 x Rp 85 x Jangka
Waktu/10
Elektronik dan Alat Rumah Taksiran/Rp. 10.000 x Rp 90 x Jangka
Tangga Lainnya.
Waktu/10
Kendaraan bermotor (mobil Taksiran/Rp. 10.000 x Rp 95 x Janka

dan motor)
Waktu/10

7

Sebagai simulasi, misalkan nasabah memiliki barang jaminan berupa
emas dengan nilai taksiran Rp. 10.000.000, maka marhun bih maksimum yang
dapat diperoleh nasabah tersebut adalah Rp.9.1800.000 (90% x taksiran).
Maka, besarnya ijarah yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari adalah
Rp. 10.000.000/10.000 x Rp 85 x 10/10 = Rp 85.000. Jika nasabah
menggunakan marhun bih selama 25 hari, berhubung ijarah ditetapkan
dengan kelipatan per 10 hari, maka besar ijarah adalah Rp.255.000 (Rp
85.000 x 3). Ijarah dibayarkan pada saat nasabah melunasi atau
memperpanjang marhun bih.13

Rosdalina Bukido dan Faradila Hasan, “Penerapan Akad Ijarah Pada Produk Rahn di
Cabang Pegadaian Syariah Istiqlal Manado”, Jurnal Ilmiah Al-Syari’i, Vol. 14, No 1/2016, h. 9-10
13

8

DAFTAR PUSTAKA

Imam Mustofa. Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. 2016
Ghufran A. Mas’adi. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2002
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001
Salsi Rais. Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian
Kontemporer. Jakarta: UII Press. 2006

Warkum Sumitro. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait
(BAMUI, Takaful, dan Pasar Modal Syariah) di Indonesia. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada. 2004.
Fadlan. “Gadai Syariah; Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya dalam
Perbankan”. Iqtishadia . Vol. 1, No. 1/Juni 2014
Faradila Hasan. “Tinjauan Hukum Islam Dalam Penerapan Akad Ijarah Pada
Produk Rahn Di Cabang Pegadaian Syariah Istiqlal Manado”. Jurnal
Ilmiah Al-Syir’ah. Manado: IAIN Manado. Vol. 14, No. 2/2016

Galis Kurnia Afdhila. “Analisis Implementasi Pembiayaan ar-Rahn (Gadai
Syariah) Pada Kantor Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang”.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya. Vol. 1, No. 2/Semester Genap 2013/2014

Kartika Chandra Priliana dan Nur Hisamuddin. “Analisis Penerapan Akuntansi
Gadai Syariah (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Cabang Jember (Analyze
The Application Of Accounting Pawn Sharia (Rahn) In Sharia Pawnshop
Branches Jember)”. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015. Jember: Universitas

Jember. 2015
Minikmatin Lutfiyah. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Fatwa DSN
Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas (Studi di Bank

Syari’ah Mandiri Cabang Karangayu Semarang) (thesis). Semarang:
IAIN Walisongo. 2010

9

Naida Nur Alfisyahril; Dodik Siswantoro. “Praktik dan Karakteristik Gadai
Syariah di Indonesia”. SHARE. Vol. 1, No. 2/Juli-Desember 2012
Rosdalina Bukido dan Faradila Hasan. “Penerapan Akad Ijarah Pada Produk Rahn
di Cabang Pegadaian Syariah Istiqlal Manado”. Jurnal Ilmiah Al-Syari’i.
Vol. 14, No 1/2016