38 STUDI UPAYA PENINGKATAN BAKU MUTU LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata) DAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

  

STUDI UPAYA PENINGKATAN BAKU MUTU LIMBAH CAIR

MENGGUNAKAN TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata)

DAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

  (1) (2)

  Richardus Widodo , Jon Rantepadang

  1 Prodi D3 Teknologi Industri Pertanian Politeknik 17 Agustus 1945 Surabaya

  2 Pemerintah Kabupaten Barru Sulawesi Selatan

  Email:

  

ABSTRACT

Development is actually a disruption to the environmental balance resulting in

a decrease in environmental quality. The environmental quality that can be

decreased due to industrial development one of them is water quality.

Industrial waste that is not handled properly can reduce the environmental and

ecological capacity of water to support human survival. Pollution by industrial

waste in industrial development centers has begun to disrupt life. Materials

that can reduce waste with very large potential and easily obtained one of them

is water plants, such as water hyacinth and azolla, is still rarely done. Azolla

and water hyacinth have characteristics such as easy breeding, can grow in

various conditions and have the ability to increase the quality of water

contaminated by waste. Both types of plants are able to absorb heavy metals

that can be tried to improve the quality standard of liquid waste. This study

aims to determine the effect of azolla cultivation and water hyacinth on the

quality standard of liquid waste derived from industrial liquid waste,

specifically the content of BOD, COD and Hg. The results concluded that the

older age of plants used in the study of BOD content decreases, the more

chlorine increase, the BOD content will decrease. Then the more chlorine

added, the content of COD and Hg content decreases and the older the plant

age, the COD content also decreases.

  Keywords: Liquid Waste Quality Standard, Azolla, Water Hyacinth

I. PENDAHULUAN

  Perkembangan teknologi dan industri yang sangat pesat dewasa ini membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik dampak yang bersifat positif maupun negatif. Dampak yang bersifat positif diharapkan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidup, sementara yang bersifat negatif tidak diharapkan karena dapat menurunkan kualitas lingkungan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk mengatasinya, baik dari sisi ekologis maupun teknis.

  Dari sisi ekologis pembangunan sebenarnya merupakan suatu gangguan terhadap keseimbangan lingkungan yang berakibat menurunnya kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan studi yang terencana agar efek yang ditimbulkan dapat dieliminir. Dalam pembangunan yang harus dilestarikan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung kelangsungan pembangunan khususnya untuk negara-negara berkembang yang menitikberatkan pembangunan fisik berupa industri, penanganan terhadap limbah industri dengan teknologi yang relatif sederhana. Kualitas lingkungan yang dapat menurun akibat perkembangan industri salah satunya adalah kualitas air. Limbah industri yang tidak ditangani dengan baik dapat mengurangi kemampuan lingkungan dan ekologi air untuk mendukung kelangsungan hidup manusia. Air pada saat ini menjadi komoditi yang mahal dan langka karena itu perlu mendapat perhatian. Air telah banyak tercemar oleh berbagai macam limbah hasil kegiatan manusia, baik limbah rumah tangga, industri dan berbagai kegiatan lainnya. Badan sungai dapat tercemar oleh air limbah yang belum diolah. Air sungai yang tercemar akan menurun mutunya dan tidak dapat dipergunakan lagi sebagaimana mestinya. Hasil pemantauan kualitas air di Kali Surabaya yang dilaksanakan melalui Program Kali Bersih (Prokasih) menunjukkan bahwa kadar bahan organik dan logam berat pada badan-badan air cukup tinggi sehingga dibutuhkan lebih banyak biaya untuk meningkatkan kualitasnya sebagai bahan baku air minum. Pencemaran oleh limbah industri di pusat-pusat perkembangan industri telah mulai mengganggu kehidupan, misalnya kematian ikan secara massal di Teluk Jakarta (Supangkat, 1997). Di Jawa Timur pengaruh pencemaran limbah industri dapat diamati dari menurunnya populasi udang dan matinya berbagai biota air (Sastrawijaya, 1991). Berbagai usaha yang dilakukan untuk mengolah limbah dengan menggunakan bahan-bahan kimia secara langsung dapat diketahui pengaruhnya tapi kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan bahan tersebut un tuk menetralisir limbah seringkali mematikan mikroorganisme yang justru dapat menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah khususnya limbah cair. Penggunaan bahan yang dapat mereduksi limbah dengan potensi yang sangat besar dan mudah diperoleh misalnya tanaman air, seperti eceng gondok, masih jarang dilakukan. Tanaman eceng gondok dalam jumlah yang besar apabila tidak terkontrol dapat memenuhi saluran air sehingga penggunaannya harus hati-hati. Demikian pula halnya tanaman azolla, kedua tanaman ini biasanya dianggap sebagai gulma yang harus diberantas sebab dapat menghambat aliran air pada sungai, danau maupun saluran irigasi. Azolla dan eceng gondok memiliki karakteristik antara lain mudah sekali berkembang biak, dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan memiliki kemampuan untuk

meningkatkan mutu air yang tercemar oleh limbah. Kedua jenis tanaman tersebut mampu menyerap logam berat sehingga dapat dicoba untuk memperbaiki baku mutu limbah cair.

  II. PERUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan bahwa untuk mengatasi pencemaran air yang semakin meningkat, maka tanaman air yang memiliki potensi besar sebagai dekontaminan yang dianggap sebagai gulma dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki mutu limbah cair dibanding penggunaan bahan- bahan kimia dan cara mekanis.

  III. DASAR TEORI Tanaman Azolla

  Azolla adalah tumbuhan jenis paku-pakuan yang hidup mengapung diatas permukaan air. Beb erapa spesies yang dikenal antara lain A. pinnata, A. mycrophila, A.

  

mexicana, A. caroliana, A. nilotica, A. japonica dan lain-lain. Diantara spesies tersebut

  yang paling banyak menyebar luas di Asia Tenggara dan Cina adalah A. pinnata (Zhuang Ta, DeQuan, 1987). Salah satu bahan alami yang berasal dari tanaman yang mudah berkembang di perairan tergenang dan mudah diperoleh ternyata mampu menyerap unsur logam berat dengan sangat cepat adalah A. pinnata. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar Cu, Zn, Pb , Hg dan As masing-masing 18, 23, 62, 53 dan 0,0 ppm (Scharpensel, 1985). Lebih lanjut Shiomi dan Kitoh (1987) dalam penelitian dengan menggunakan azolla menunjukkan bahwa tanaman ini mampu untuk menekan biaya penjernihan limbah.

  Azolla pertama kali dikenal di Cina tahun 540, pada awal abad ke-11 telah menyebar ke Vietnam dan pada tahun 1970-an Azolla telah tersebar luas di Asia, Afrika dan Amerika. Sejak itu budidaya dan penggunaan Azolla berkembang pesat. Selama hidupnya Azolla bersimbiosis dengan ganggang hijau biru A. azollae yang menumpang tinggal dalam rongga diantara klorofil daun. Hasil kerja sama ini menyebabkan Azolla dapat tumbuh secara vegetatif dengan cepat. Dalam kondisi yang cocok, biomassa hamparan Azolla dapat berkembang dua kali lipat hanya dalam waktu 3 hingga 6 hari (Peters, Calvert, 1982). Selanjutnya Scharpensel dan Knuth (1987) mengemukakan bahwa Azolla dapat digunakan untuk menyerap logam berat dari media yang terkontaminasi dan juga untuk menguji tingkat air tanah atau air.

  Pencemaran Air

  Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan air secara konvensional, sebagai air minum, pengairan, mandi, mencuci, sanitasi, transportasi dan lain-lain. Di samping itu air diperlukan untuk kegiatan industri dan teknologi. Saat ini air sudah merupakan komoditi yang bernilai ekonomis karena untuk mendapatkan air sesuai dengan syarat-syarat kesehatan, tidak mudah lagi. Peningkatan jumlah penduduk, berkembangnya industri (penggunaan air tanah dalam dan limbah buangan) merupakan faktor-faktor penyebab langkanya air bersih. Dewasa ini banyak industri dan pusat kegiatan kerja yang membuang limbahnya ke lingkungan melalui sungai, danau dan akhirnya menuju laut. Pembuangan limbah secara langsung ke lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran (Wardhana, 1995). Pencemaran lingkungan dapat didefinisi-kan sebagai masuknya substansi yang tidak dikehendaki dalam lingkungan tersebut sehingga mengurangi daya gunanya dan berdampak negatif (Donaldson , 1980).

  Pencemaran dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisik, kimiawi dan biologis dari suatu lingkungan dan apabila mencapai tingkatan tertentu dapat menyebabkan kerawanan (Black, 1971). Pencemaran umumnya diakibatkan oleh aktifitas manusia yang berasal dari sampah, effluent dan limbah pertanian. (Moore, 1981). Komponen pencemaran air berasal dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, bahan buangan anorganik, bahan olahan makanan, bahan buangan cairan berminyak, bahan buangan zat kimia dan bahan buangan berupa panas (Ryadi, 1984). Pencemaran air mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Banyak yang menduga berb agai penyakit yang diderita manusia akhir-akhir ini karena pengaruh pencemaran misalnya kanker tulang yang disebabkan oleh Cadmium dan Mercuri (Fandeli, 1995). Selanjutnya Wardhana (1995) mengatakan bahwa keracunan Cadmium dapat terjadi karena banyak industri yang menggunakan logam Cadmium dalam proses produksinya misalnya pabrik pipa plastik dan obat-obatan. Adapun pencemaran air raksa biasanya dilakukan oleh industri kosmetik dan plastik. Indikator telah tercemarnya air antara lain adanya perubahan suhu air, biasanya berasal dari industri yang langsung membuang limbah cairnya ke sungai, adanya perubahan pH, adanya perubahan warna, bau dan r asa air, timbulnya endapan, kolodial, bahan terlarut, adanya mikroorganisme dan meningkatnya radioaktifitas air lingkungan (Wardhana, 1995).

  Sumber Pencemar

  Sumber pencemar meliputi sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, pasar, kota, jalan, terminal dan rumah sakit. Sumber non domestik meliputi pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transpoertasi dan lain-lain (Sastrawijaya, 1991). Sumber pencemaran terbesar di Indonesia adalah limbah rumah tangga (Mahida, 1984 dalam Sastrawijaya, 1991). Sementara itu Salim (1985) mengatakan bahwa pada umumnya pencemaran berasal dari limbah air buangan industri besar dan menengah, tapi beberapa industri kecil limbah buangannya juga mengandung bahan pencemar. Akibat langsung dari b uangan limbah tersebut adalah meningkatnya kandungan bahan-bahan pencemar di perairan. Pencemaran kali Surabaya yang disebabkan oleh limbah rumah tangga, diasumsikan hanya rumah tan gga yang berada pada jarak 0,5 km dari tepi sungai dengan jumlah kurang lebih 35.000 rumah tangga, sedangkan yang berasal dari industri yang menyebarkan limah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sekitar 50% berada di kota Surabaya (Sastrawijaya, 1991). Jumlah kandungan logam berat untuk instalasi pengolah limbah industri bervariasi tergantung sumber limbah. Menurut data kandungan tersebut dapat mencapai 0,5 – 2% dan jenis logamnya beragam, Arsen, Cadmium, Cobalt, Tembaga, Molibdenum, Nikel, Timah hitam, Seng, Selenium dan Merkuri (Ryadi, 1984).

  Beban pencemaran di sekitar Kali Surabaya oleh limbah industri dan penduduk diketahui bahwa 20% dari bahan pencemar secara kumulatif berasal dari kotoran manusia dan bahan buangan deterjen (Sastrawijaya, 1991). Penelitian yang dilakukan di Kalimas Surabaya oleh Haryana (1983) menunjukkan bahwa kadar logam berat pada kangkung meliputi Cd, Hg, Pb, Cu, Mn dan Zn lebih besar dibanding pada air. Di samping itu ditemukan pula Merkuri, Tembaga dan Cadmium pada ikan Bader di Kali Surabaya.

  Pengolahan Air

  Umumnya air yang tersedia tidak dapat digunakan langsung untuk berbagai keperluan, utamanya air yang digunakan untuk dikonsumsi. Pengolahan air sesuai dengan syarat higienis mutlak diperlukan dengan menggunakan teknologi yang tidak menimbulkan dampak lingkungan.

  Wuryadi (1990) mengemukakan bahwa pengolahan air terikat pada dua faktor, yaitu faktor masukan (input) dan keluaran (output). Pengolahan air yang paling rumit adalah pengolahan air untuk bahan baku air minum yang berada di hilir dan paling mudah adalah pengolahan air di hilir untuk keperluan lainnya seperti air untuk keperluan industri, pertanian dan lain-lain.

  Pengolahan air umumnya mengandung tiga macam perlakuan yakni (1) perlakuan fisis, (2) perlakuan kimiawi dan (3) perlakuan mikrobiologis (Alaerts dan Santika, 1984). Perlakuan kimiawi cenderung digunakan untuk semua pengolahan air (Wuryadi, 1990).

  Perlakuan kimiawi adalah perlakuan yang diberikan dalam bentuk penambahan bahan kimia dalam bentuk gas, cair atau padat ke dalam air dengan maksud untuk memperoleh kualitas air yang dibutuhkan. Penggunaan kaporit sebagai desinfektan umumnya digunakan untuk skala kecil, tergantung pada faktor-faktor pH, kadar CO2 dan kehadiran bahan organik (Nasution, 1990).

  IV. TUJUAN PENELITIAN

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budidaya azolla dan eceng gondok terhadap baku mutu limbah cair yang berasal dari limbah cair industri. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah dalam memecahkan masalah pembangunan khususnya penanganan pencemaran lingkungan perairan, juga merupakan salah satu alternatif bagi perusahaan untuk memperbaiki baku mutu limbah cair dengan biaya yang lebih murah.

  V. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian

  Bahan dasar yang digunakan Azolla pinnata dan eceng gondok (Eichornia

  

crassipes) , limbah industri dan berbagai bahan kimia dan alat-alat lainnya untuk analisa

kimiawi.

  Metode Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Adapun rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Sederhana, dengan perlakuan pertama adalah Penambahan Kaporit (K) terdiri dari 3 level 1, 3 dan 5% dan perlakuan kedua adalah Jenis Tanaman Air, terdiri dari 2 jenis, Azolla (A) dan Eceng Gondok (B). Pengamatan dilakukan pada hari ke-7, hari ke-30 dan hari ke-60. Masing-masing percobaan diulang 2 kali sehingga total percobaan 36 buah dengan komposisi sebagai berikut:

  Jenis Tanaman Air Kaporit (%) Azolla(A) Eceng Gondok (B)

  K1 K1A K1B K2 K2A K2B K3 K3A K3B Keterangan: K1 = 1% A = Azolla

  K2 = 3% B = Eceng Gondok K3 = 5%

  Model Matematika yang digunakan menurut Yitnosumarto (1990) adalah:

  • + Y + ijk = i j + ( ij ijk

     +   ) 

  = Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j dan pada

  Y ijk

  ulangan ke-k = Nilai tengah umum

  

  = Pengaruh faktor A pada level ke-I

  

  I

  = Pengaruh faktor B pada level ke-j

   j

  = Interaksi AB pada level A ke-i, level B ke-j

  ( ) ij

  = Galat percobaan ubtuk level ke-i (A), level ke-j (B) dan interaksi AB ke-

   ijk i dan ke-j. Prosedur Percobaan 1. Menyediakan bak penampungan limbah cair sebanyak 13 buah.

  2. Memasukkan limbah cair ke dalam bak penampungan tersebut.

  3. Mengambil sampel limbah cair dari setiap bak penampungan kemudian diukur kandungan BOD, COD dan kandungan Hg.

  4. Menebarkan Azolla dan Eceng Gondok (3 anakan) sesuai perlakuan.

  5. Setelah 7 hari, diukur kandungan BOD, COD dan HG dari setiap bak penampungan.

  6. Pengukuran diulang kembali pada hari ke-30 dan hari ke-60. Parameter yang diamati adalah :

  • Biological Oxygen Demand (BOD)
  • Chemical Oxygen Demand (COD)
  • Kadar Hg (merkuri)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Biological Oxygen Demand (BOD)

  Penambahan Kaporit menurunkan nilai BOD secara nyata, baik pada tanaman Eceng Gondok maupun pada tanaman Azolla (Lampiran I). Selain itu bertambahnya umur tanaman, kandungan BOD semakin menurun. Kandungan BOD terendah diperoleh pada penambahan kaporit 5% dengan umur tanaman 60 hari. Tanaman Eceng Gondok mempunyai nilai BOD yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman Azolla seperti ditunjukkan tabel di bawah ini : Tabel 1. Kandungan BOD pada berbagai Umur Tanaman

  Umur Tanaman (Hari) Perlakuan

  7

  30

  60 K1A 745.5 a 295 a 26 a

  K2A 666 b 240.5 b 22.5 b K3A 419 c 166 c 20 b K1B 624.5 d 208 d 19.5 b K2B 396 c 164.5 c 13.5 c K3B 262 e 135 e 7 d

  Subskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada taraf 5% Kaporit dapat bertindak sebagai desinfektan yang menghambat perkembangan bakteri pengurai bahan organik sehingga aktifitasnya menurun, hal ini berpengaruh besar terhadap jumlah bahan organik dalam limbah yang terurai. Penambahan kaporit memiliki korelasi positif dengan oksigen terlarut dengan kataa lain semakin banyak kaporit yang ditambahkan bakteri pengurai akan berkurang sehingga oksigen terlarut meningkat. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan besarnya bahan organik yang terurai yang merupakan indikator tingginya beban pencemaran. Prinsip khlorinasi bersumber dari reaksi khlorin dalam air sebagai berikut: Cl2 + H2O  HOCl + HCl HOCl  H+ + OCl (asam hipoklorit) (ion hipoklorit)

  • Ion H berdisosiasi, menempel pada partikel tersuspensi yang bermuatan netral, menjadi besar dan berat lalu mengendap. CaCl2 akan mengelilingi koloid dan membawanya ke bawah (Alaerts dan Santika, 1984). Azolla dan Eceng Gondok
  • mengendapkan suspensi partikel tanah secara biokimiawi. Ion H menetralisir partikel tanah tersuspensi yang bermuatan negatif, stabilitas partikel terganggu hingga terjadi pengendapan, efek lanjutannya kejernihan air meningkat (Salisbury dan Ross, 1973).

  Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)

  Penambahan kaporit menurunkan nilai COD secara nyata, baik pada tanaman Eceng Gondok maupun pada tanaman Azolla. Selain itu bertambahnya umur tanaman, kandungan COD semakin menurun. Kandungan COD terendah diperoleh pada penambahan kaporit 5% dengan umur tanaman 60 hari seperti dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini..

  Tabel 2. Kandungan COD pada berbagai Umur Tanaman

  Umur Tanaman (Hari) Perlakuan

  7

  30

  60 K1A 2014.5 a 1025 a 83.5 a

  K2A 1538.5 b 733 b 57 b K3A 1208.5 c 570.5 c 38.5 c K1B 1828 d 815.5 d 50.5 b K2B 1419 e 405.5 e 30 cd K3B 999 f 236.5 f 23.7 d

  Subskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada taraf 5% Penambahan kaporit dengan berbagai level pada umur tanaman yang berbeda menunjukkan bahwa dengan naiknya level kaporit memberikan pengaruh yang nyata terhadap penguraian bahan organik. Semakin besar kaporit yang ditambahkan kualitas air semakin baik, ditandai dengan menurunnya kandungan COD. Kemampuan menurunkan COD pada berbagai tingkat penambahan kaporit menunjukkan bahwa pada eceng gondok nilai COD yang diperoleh lebih kecil dibandingkan azolla.

  Kandungan Hg.

  Hasil penelitian menunjukkan penambahan kaporit menyebabkan perbedaan nyata, baik pada tanaman azolla maupun eceng gondok. Kandungan Hg makin menurun dengan meningkatnya jumlah kaporit yang ditambahkan. Selain itu semakin tua umur tanaman, kandungan Hg semakin turun. Nilai Hg terendah diperoleh dengan penambahan kaporit 5% pada tanaman eceng gondok. Tabel 3. Kandungan Hg pada berbagai Umur Tanaman

  Umur Tanaman (Hari) Perlakuan

  7

  30

  60 K1A 0.1140 a 0.0940 a 0.0045 a

  K2A 0.1045 b 0.0700 b 0.0025 b K3A 0.0990 b 0.0580 c 0.0017 c K1B 0.0876 c 0.0707 b 0.0019 c K2B 0.0695 d 0.0522 d 0.0011 d K3B 0.0416 e 0.0207 e 0.0005 e

  

Subskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata

pada taraf 5%

  Kaporit yang ditambahkan dapat bertindak sebagai flokular yang berdisosiasi sehingga berbagai macam partikel dapat mengendap lebih cepat. Disamping itu akar eceng gondok dan azolla dapat mengendapkan / menyerap logam berat dalam jumlah tertentu yang terakumulasi dalam tanaman. Pertambahan umur tanaman menyebabkan jumlah anakan meningkat sehingga bidang serapan logam berat akan lebih luas.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  1. Semakin tua usia tanaman yang digunakan dalam penelitian kandungan BOD semakin menurun dan, semakin meningkat penambahan kaporit, kandungan BOD akan menurun.

  2. Semakin besar kaporit yang ditambahkan, kandungan COD semakin menurun dan semakin tua usia tanaman, kandungan COD juga semakin turun.

  3. Jumlah kaporit yang ditambahkan berpengaruh nyata terhadap kandungan Hg, semakin besar kaporit yang ditambahkan, kandungan Hg semakin menurun.

  Saran

  Penelitian perlu dilanjutkan untuk mengetahui kandungan logam berat lainnya seperti Cu juga pH dan turbiditas air limbah setelah perlakuan.

  DAFTAR PUSTAKA Alaertz, G & SS. Santika. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya p.86-131.

  Black, H. H. 1971. Procedures for Sampling & Measuring Industrial Water.

  WPCF. J. 24 45-49 Donaldson, W. 1987. Studies of Representative Sewage Plants. Public Health. Bull. 132: 24-28

  Moore, W.A. 1981. Determination of Oxygen Consumed Values of Organic

  Wastes. Analitic. Chem. J. 23 : 297-301

  Nasution, S.H. 1990. Pengendapan Partikel Tanah Tersuspensi oleh Eceng

Gondok, Ganggang dan Tawas. Prosiding I Kongres ke-10 IIIGI : 463-468.

Ryadi, S. 1984. Pencemaran Air. Karya Anda. Surabaya. Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1973. Plant Physiology. McGraw Hill Book. NY.