ANALISIS METAKOGNISI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI SPLDV DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER Gista Ayu Kusuma Wardani

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)
URL : http://e-jurnalmitrapendidikan.com

JMP Online
Vol 1, No. 10, 1031-1045.
© 2017 Kresna BIP.
ISSN 2550-481

ANALISIS METAKOGNISI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH
MATEMATIKA MATERI SPLDV DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER

Gista Ayu Kusuma Wardani1, Tri Nova Hasti Yunianta2
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana

INFORMASI ARTIKEL
Dikirim : 22 Desember 2017
Revisi pertama : 22 Desember 2017
Diterima : 26 Desember 2017

Tersedia online : 27 Desember 2017
Kata Kunci : Metakognisi, Pemecahan
Masalah, SPLDV, Gender
Email : abigaelgista@gmail.com1,
trinova.yunianta@staff.uksw.edu2

Gista Ayu Kusuma Wardani

ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses
metakognisi siswa dalam memecahkan masalah sistem
persamaan linear dua variabel yang ditinjau berdasarkan
gender bagi siswa kelas IX SMP Negeri 1 Sambirejo,
Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Proses
metakognisi terdiri dari tiga tahap yaitu tahap
mengembangkan perencanaan, monitoring pelaksanaan dan
evaluasi tindakan. Subjek penelitian sebanyak 6 siswa yang
terdiri 3 siswa perempuan dengan kemampuan matematika
tinggi (SPT), kemampuan matematika sedang (SPS),

kemampuan matematika rendah (SPR) dan 3 siswa laki-laki
dengan kemampuan matematika tinggi (SLT), kemampuan
matematika sedang (SLS), kemampuan matematika rendah
(SLR). Hasil penelitian menunjukkan proses metakognisi SPT
meliputi
mengembangkan
perencanaan,
monitoring
pelaksanaan, evaluasi tindakan. Proses metakognisi SPS dan
SLT meliputi mengembangkan perencanaan, beberapa
monitoring pelaksanaan, sedikit evaluasi tindakan. Proses
metakognisi SPR dan SLS meliputi mengembangkan
perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan, sedikit
evaluasi tindakan. Proses metakognisi SLR meliputi sedikit
mengembangkan perencanaan.

1031

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Eviliyanida (2010: 13), pemecahan masalah merupakan salah satu
kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh guru maupun siswa disemua
tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai SMU. Subarinah (2013: 542) menyatakan
bahwa pemecahan masalah merupakan salah satu komponen dalam tujuan
pembelajaran matematika yang tertuang dalam standar nasional pendidikan di
Indonesia. Oleh karena itu, kegiatan pemecahan masalah oleh siswa dalam
pembelajaran matematika memiliki peranan yang sangat penting.
Anggo (2011: 25) menjelaskan bahwa melalui pemecahan masalah matematika,
siswa diarahkan untuk mengembangkan kemampuannya antara lain membangun
pengetahuan matematika yang baru, memecahkan masalah dalam berbagai konteks
yang berkaitan dengan matematika, menerapkan berbagai strategi yang diperlukan, dan
merefleksikan proses pemecahan masalah matematika. Fitriyah dkk (2014: 121)
menjelaskan bahwa pemecahan masalah matematika memerlukan kemampuan berpikir
yang kompleks, sehingga tidak hanya terbatas pada strategi kognitif yang digunakan,
tetapi juga memastikan apakah strategi tersebut benar-benar tepat digunakan. Aktivitas
mental seperti ini dikenal dengan metakognisi.
Wolfolk (Sudia, 2015: 18) menyatakan bahwa metakognisi merujuk pada
cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan belajar yang

dilakukan dan kesadaran ini akan terwujud apabila seseorang dapat mengawali
berpikirnya dengan merencanakan, memantau dan mengevaluasi hasil dan aktivitas
kognitifnya. Sehingga Metakognisi berpengaruh pada pemecahan masalah matematika.
Metakognisi mempunyai pengaruh positif pada memecahkan masalah. Hal ini
didukung oleh penelitian yang sudah ada. Wahyuddin (2016: 1) menyatakan bahwa
metakognisi berpengaruh signifikan positif terhadap kemampuan pemecahan masalah
siswa. Penelitian tentang metakognisi juga dilakukan oleh Anggo (2011: 41) yang
menyatakan bahwa siswa mempunyai kemampuan metakognisi yang baik cenderung
dapat memecahkan masalah yang dihadapi dengan baik melalui pengarahan kesadaran
dan pengaturan berpikir yang dilakukan. Siswa dengan metakognisi tinggi lebih
memahami dalam mengikuti proses pembelajaran matematika dibanding dengan siswa
yang memiliki metakognisi rendah.
Selain itu Khairunnisa (2017) dan Sudia (2015) juga melakukan penelitian
yang berkaitan tentang analisis metakognisi siswa dalam pemecahan masalah
matematika ditinjau dari perbedaan gender. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
adanya perbedaaan metakognisi antara siswa laki–laki dan siswa perempuan. Hasil
penelitian Khairunnisa (2017: 1) menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi belum
digunakan dengan baik oleh siswa laki-laki karena siswa laki-laki belum memenuhi
tiga tahapan metakognisi yaitu tahap perencanaan, monitoring dan evaluasi, siswa lakilaki hanya memenuhi pada tahap perencanaan, sedangkan siswa perempuan telah
menggunakan metakognisinya dengan baik karena siswa perempuan sudah memenuhi

tiga tahapan kemampuan metakognisi. Namun penelitian Sudia (2015: 24) menyatakan
siswa laki-laki dan siswa perempuan mempunyai metakognisi yang sama meliputi
planning, monitoring dan evaluasi pada tahap memahami masalah, tahap membuat
rencana pemecahan masalah serta tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah,

Gista Ayu Kusuma Wardani

1032

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

dan berbeda metakognisi pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah.
Pada tahap memeriksa kembali siswa laki-laki hanya melakukan aktivitas perencanaan
dan aktivitas evaluasi sedangkan siswa perempuan melakukan monitoring pada setiap
langkah pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti akan memfokuskan metakognisi siswa
dalam memecahkan masalah ditinjau dari perbedaan gender karena peneliti ingin
menganalisis bagaimana metakognisi siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam
memecahkan masalah matematika. Jadi dengan demikian, dipandang perlu untuk
menganalisis metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi

sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari perbedaan gender. Kegiatan
penelitian meliputi menganalisis metakognisi dalam aspek perencanaan, pemantauan
atau monitoring dan evaluasi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana hasil analisis metakognisi siswa dalam memecahkan
masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari
perbedaan gender?.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
menganalisis metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi
sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari perbedaan gender.
KAJIAN PUSTAKA
Pemecahan Masalah
Menurut Mahmudi (2008: 7), pemecahan masalah adalah proses yang
melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu (heuristik), yang sering disebut
sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi
suatu masalah. Menurut Nurcahyani (2014: 10), pemecahan masalah sendiri
mempunyai pengertian yaitu menggunakan (mentransfer) pengetahuan dan
keterampilan yang sudah ada untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab atau

situasi yang sulit. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah yaitu langkahlangkah atau upaya untuk menemukan solusi dalam masalah dengan menggunakan
pengetahuan yang dimiliki.
Pemecahan masalah bagian penting dalam menyelesaikan suatu masalah
terutama pada pembelajaran matematika. Suherman dkk (Fitriana, 2010: 30)
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian kurikulum matematika
yang sangat penting karena dalam proses pembelajarannya maupun penyelesaiannya,
siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkannya pada pemecahan masalah atau
soal yang bersifat tidak rutin. Pada saat memecahkan masalah matematika, siswa
dihadapkan dengan suatu tantangan seperti kesulitan dalam memahami soal atau
pertanyaan matematika.

Gista Ayu Kusuma Wardani

1033

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

Metakognisi
Flavell (Nugraningsih, 2012: 39) istilah metakognisi diperkenalkan oleh John

Flavell, seorang psikolog dari Universitas Stanford pada sekitar tahun 1976 dan
didefinisikan sebagai pemikiran tentang pemikiran. Maksudnya, metakognisi adalah
pengetahuan dan kesadaran proses kognitif seseorang serta kemampuan untuk
memantau, mengatur dan mengevaluasi pemikiran seseorang (thinking about thinking)
atau “pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya (One’s knowledge concerning
one’s own cognitive processes)”. Selanjutnya menurut Pai’pinan (2015: 58),
metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses berpikir tersebut selama aktivitas berpikir
berlangsung yang dikendalikan oleh dirinya sendiri.
Mokos and Kafoussi (Sari dkk, 2016: 496) menjelaskan bahwa metakognisi
menekankan pada pentingnya pengendalian sadar pada pikiran kognitif selama
pemecahan masalah dan menyusun skema pengetahuan baru, sehingga kemampuan
metakognisi dapat memfasilitasi pengembangan pemahaman siswa. Pada metakognisi
siswa dihadapkan pada beberapa tahap dalam memecahkan masalah, Sholihah (2016:
92) terdapat tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam mengahadapi
masalah, yaitu: (a) mengembangkan rencana tindakan; (b) mengatur/memonitor
rencana; dan (c) mengevaluasi rencana. Indikator metakognisi dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Indikator Proses Metakognisi
Ketrampilan

No.
Indikator
Metakognisi
Menuliskan yang diketahui, yang ditanyakan
Dapat menentukan tujuan
Dapat memperoleh rencana penyelesaian
Dapat menemukan hubungannya dengan soal yang sudah
pernah diselesaikan
5. Mengetahui mengapa menggunakan notasi ini
Memonitor
1. Meyakini jalan yang dipilih benar
2.
Pelaksanaan
2. Menetapkan hasil
3. Melakukan langkah-langkah dengan mantap
4. Mengecek kebenaran langkah
5. Melihat cara yang berbeda
6. Analisis kesesuaian rencana yang dibuat dengan
Pelaksanaan
Mengevaluasi

1. Menegecek kelebihan dan kekurangan yang sudah
3.
Tindakan
dilakukan
2. Melakukan dengan cara yang berbeda
3. Dapat menerapkan cara ini untuk soal lain
4. Memperhatikan cara kerja sendiri
5. Mengevaluasi pencapaian tujuan
Sumber : Widadah, dkk (2013: 16)
1

Mengembangkan
Perencanaan

1.
2.
3.
4.

Gista Ayu Kusuma Wardani


1034

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

Gender
Gender merupakan karakteristik yang membedakan antara individu-individu.
Marzuki (2013: 3) menjelaskan bahwa gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar
untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas dan emosi, serta faktor-faktor
nonbiologis lainnya. Senada dengan Sudia (2015 : 18) mendefinisikan gender sebagai
istilah untuk menjelaskan perbedaan budaya (konstruksi sosial) termasuk perbedaan
dalam memecahkan masalah.
Lebih lanjut Iswahyudi (2012: 12) menyatakan bahwa adanya perbedaanperbedaan antara laki-laki dan perempuan antara lain: perempuan pada umumnya
perhatiannya tertuju pada hal-hal yang bersifat konkrit, praktis, emosional dan
personal, sedangkan kaum laki-laki tertuju pada hal-hal yang yang bersifat intelektual,
abstrak dan objektif. Perbedaan gender ini juga menjadikan orang berpikir apakah cara
belajar, cara berpikir, atau proses konseptualisasi juga berbeda menurut jenis kelamin
METODE PENILITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan kemampuan metakognisi siswa dalam
memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel
ditinjau dari perbedaan gender. Data yang dikumpul adalah data kualitatif berupa
gambar–gambar, kata–kata secara lisan maupun tertulis dan perilaku eskspresi subjek.
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Sambirejo.
Subjek dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan purposive sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2012). Penelitian ini mengambil enam siswa sebagai subjek penelitian yang
yang terdiri 3 siswa perempuan dengan kemampuan matematika tinggi (SPT),
kemampuan matematika sedang (SPS), kemampuan matematika rendah (SPR) dan 3
siswa laki-laki dengan kemampuan matematika tinggi (SLT), kemampuan matematika
sedang (SLS), kemampuan matematika rendah (SLR). Instrumen utama pada
penelitian ini adalah peneliti itu sendiri yang dibantu dengan instrumen bantu berupa
lembar soal tes dan pedoman wawancara yang semi terstruktur. Soal tes terdiri dari
tiga soal uraian tentang materi sistem persamaan linear dua variabel yang digunakan
untuk mengetahui metakognisi pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal
uraian. Selanjutnya hasil tes tertulis oleh subjek dilakukan wawancara semi terstruktur
untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan mendalam.
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari mereduksi data, penyajian data
dan verification. Keabsahan data peneliti dijamin menggunakan triangulasi metode.
Menurut Moeleong (2001: 178), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi metode yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dengan metode tes, metode dokumentasi dan metode wawancara
untuk mengecek keabsahan data.

Gista Ayu Kusuma Wardani

1035

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Metakognisi Siswa Perempuan Kemampuan Matematika Tinggi
Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari
keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek perempuan
tinggi yang memiliki rata-rata ulangan adalah 100, dimana subjek sudah memenuhi
kategori kemampuan matematika tinggi yaitu dengan nilai lebih dari sama dengan 75.
Pada kelas IX B yang memenuhi kategori tinggi ada 10 siswa diantaranya adalah
delapan siswa perempuan dan dua siswa laki-laki, sehingga dipilih subjek perempuan
tinggi (SPT) yang bernama Annisa Salma Abdilah yang direkomendasikan oleh guru
matematika dengan kriteria siswa perempuan matematika tinggi yang memiliki
kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 1. Proses Metakognisi SPT
Berdasarkan Bagan 1, dapat diketahui bahwa metakognisi subjek dalam
memecahkan masalah telah memenuhi semua indikator pada tahapan metakognisi.
Pertama, yaitu subjek dapat menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan
tepat, tidak hanya itu dia juga dapat menentukan tujuan pemecahan masalah hanya
dengan melihat informasi–informasi penting dari soal dan menyusun rencana
penyelesaian untuk menyelesaikan soal dengan membayangkan urutan langkahlangkahnya. Kemudian subjek diam menandakan sedang mengingat kembali hubungan
antara soal tersebut dengan soal yang dikerjakan dulu sehingga subjek dapat
memperoleh cara atau langkah penyelesaiannya dan subjek menentukan model
matematika yang digunakan dengan tepat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
subjek mampu memenuhi indiktor pada tahap perencanaan.
Pada tahap kedua, yaitu tahap monitoring, subjek dapat menentukan langkah–
langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal dan meyakini bahwa langkah
tersebut sudah benar. Setelah menuliskan langkah–langkah dan menghitungnya, subjek
menetapkan hasil yang didapat dengan tepat. Dia juga berkali–kali melakukan
pengecekan kembali untuk lebih meyakini jawabannya, terlihat subjek menunjuk
setiap langkah yang dilakukan dan menghitungnya kembali. Subjek menemukan
langkah pemecahan masalah yang berbeda setelah mengamati pekerjaannya dan
melakukan analisis hasil untuk melihat apakah jawabannya telah sesuai dengan
rencana diawal.
Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap evaluasi tindakan, subjek
merenungkan kembali langkah dan hasil pekerjaannya untuk menemukan apa

Gista Ayu Kusuma Wardani

1036

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

kekurangan dan kelebihan dari jawabannya. Saat subjek menemukan ada cara yang
berbeda subjek mulai menjawab soal dengan cara yang berbeda untuk mencobanya
apakah hasil yang didapat sama dengan cara pertama dan hasil yang didapat subjek
sama dengan cara pertama yang digunakan, ini membuat dia lebih yakin lagi bahwa
jawabannya sudah benar. Subjek terlihat memperhatikan kembali dan mengevaluasi
cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai.
Metakognisi Siswa Laki-Laki Kemampuan Matematika Tinggi
Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari
keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek laki-laki tinggi
yang memiliki rata-rata ulangan adalah 85, dimana subjek sudah memenuhi kategori
kemampuan matematika tinggi yaitu dengan nilai lebih dari sama dengan 75. Subjek
penelitian dipilih satu dari dua siswa laki-laki yang memiliki kemampuan matematika
tinggi, yaitu subjek laki-laki tinggi (SLT) yang bernama Akbar Eko Prasetyo yang
direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa laki-laki tinggi yang
memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 2. Proses Metakognisi SLT
Berdasarkan Bagan 2, dapat diketahui bahwa metakognisi subjek dalam
memecahkan masalah telah memenuhi semua indikator pada tahap metakognisi yang
pertama yaitu tahap perencanaan. Subjek menuliskan semua informasi yang ada pada
soal, seperti menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat. Selanjutnya
dia mulai menentukan tujuan pemecahan masalah dengan melihat informasi–informasi
penting yang ada pada soal. Subjek juga menentukan rencana pemecahan masalah
dengan mengurutkan langkah–langkah apa saja untuk menyelesaikannya. Ketika dia
menentukan rencana, dia mengingat kembali hubungan antara soal tersebut dengan
soal yang dikerjakan dulu terlihat subjek terdiam sambil menulis di kertas coret–
coretan langkah untuk menyelesaikan soal dan dia dapat menentukan model
matematika yang digunakan dengan tepat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
subjek telah memenuhi tahap perencanaan.
Pada tahap kedua, yaitu tahap monitoring subjek dapat menentukan langkah–
langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal dan meyakini bahwa langkah
yang gunakan sudah benar, walaupun pertama dia binggung dan harus mengulang dari
awal langkah–langkah karena menurutnya ada kesalahan dan harus menghapusnya
berkali–kali hingga menemukan langkah yang menurutnya benar. Setelah menuliskan

Gista Ayu Kusuma Wardani

1037

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

langkah–langkah yang dianggapnya sudah benar dan menghitungnya subjek mampu
menetapkan hasil yang didapat dengan tepat. Subjek tidak sampai itu setelah
menetapkan hasil dia mengecek kebenaran langkah yang digunakan terlihat adanya
langkah dan jawaban yang dihapus untuk membenarkan hasil yang didapat, namun di
sini dia tidak memikirkan adanya cara berbeda untuk memecahkan masalah yang ada
pada soal, dia hanya terpantau pada satu cara untuk menyelesaikannya. Dia melakukan
analisis hasil untuk melihat apakah jawabannya telah sesuai dengan rencana diawal.
Jadi dapat dikatakan subjek melalui tahap monitoring cukup baik walaupun dia tidak
memikirkan cara berbeda pada semua soal.
Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi, subjek
hanya dapat menerapkan caranya untuk soal lain, memperhatikan dan mengevaluasi
cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai.
Metakognisi Siswa Perempuan Kemampuan Matematika Sedang
Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari
keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek perempuan
sedang yang memiliki rata-rata ulangan adalah 63, dimana siswa memenuhi kategori
kemampuan matematika sedang yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 55
dan kurang dari 75. Pada kelas IX B yang memenuhi kategori sedang ada 10 siswa
diantaranya adalah empat siswa perempuan dan enam siswa laki-laki. Sehingga dipilih
subjek perempuan sedang (SPS) yang bernama Arda Putri Pratama direkomendasikan
oleh guru matematika dengan kriteria siswa perempuan sedang yang memiliki
kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 3. Proses Metakognisi SPS
Berdasarkan Bagan 3, dapat diketahui bahwa metakognisi siswa dalam memecahkan
masalah, dia dapat memenuhi semua indikator pada tahapan pertama yaitu tahapan
perencanaan. Subjek mampu menjelaskan informasi apa yang ada pada soal seperti
menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan tetapi pada soal nomor 3 dia masih
sedikit kurang tepat dalam menjelaskan apa yang diketahui pada soal karena kurang
teliti dalam membaca soal. Kemudian subjek menentukan tujuan dari informasi–
informasi penting yang ada pada soal, dan dia menentukan rencana untuk
memecahkan masalah yang ada pada soal dengan cara mencoret–coret pada kertas.
Ketika subjek menentukan rencana, dia menghubungkan ingatannya untuk mengingat
hubungan dan informasi apa saja yang bisa diperoleh dari soal yang dulu pernah

Gista Ayu Kusuma Wardani

1038

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

dikerjakan, dapat terlihat menuliskan langkah awal. Dia menuliskan model matematika
yang dianggapnya mudah dipahami.
Pada tahap kedua, yaitu tahap monitoring terlihat subjek meyakini cara yang
digunakan sudah benar, walaupun waktu pertama sempat lupa dengan langkah untuk
memecahkan masalah tetapi dia memikirkan kembali bagaimana langkahnya hingga
dia melakukan setiap langkah dengan mantap tanpa ragu–ragu. Setelah subjek
melakukan langkah–langkah yang digunakan, dia mampu menetapkan hasil yang
didapat, tetapi ada hasil yang kurang tepat dikarenakan adanya perhitungan yang salah
dari awal. Hal ini juga dikarenakan subjek tidak melakukan pengecekan kembali setiap
langkah dan perhitungan yang dilakukan sehingga berdampak pada hasil akhirnya.
Selanjutnya dia melakukan analisis hasil untuk melihat apakah jawabannya telah
sesuai dengan rencana diawal.
Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi, subjek
hanya dapat menerapkan caranya untuk soal lain, memperhatikan dan mengevaluasi
cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai.
Metakognisi Siswa Laki-Laki Kemampuan Matematika Sedang
Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari
keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek laki-laki sedang
yang memiliki rata-rata ulangan adalah 58, dimana siswa memenuhi kategori
kemampuan matematika sedang yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 55
dan kurang dari 75. Subjek penelitian dipilih satu siswa dari enam siswa laki-laki yang
memiliki kemampuan matematika sedang. Sehingga terpilih laki-laki sedang (SLS)
yang bernama Muhammad Abdurrohman yang direkomendasikan oleh guru
matematika dengan kriteria siswa laki-laki sedang yang memiliki kemampuan
komunikasi yang baik.

Bagan 4. Proses Metakognisi SLS
Berdasarkan Bagan 4, dapat diketahui bahwa metakognisi subjek dalam
memecahkan masalah belum memenuhi semua indikator pada tahap metakognisi.
Pertama pada tahap perencanaan, yaitu subjek sudah dapat memahami persamasalahan
dengan baik hal ini dapat dilihat dia mampu menjelaskan informasi-informasi yang ada
pada soal seperti menjelaskan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat. Setelah
subjek mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan, subjek menentukan tujuan
dari informasi penting pada soal dan memikirkan rencana penyelesaian untuk
menyelesaikan soal. Ketika memikirkan rencana subjek mengingat kembali hubungan
antara soal tersebut dengan soal yang dikerjakan dulu, terlihat dia mengingat–ingat

Gista Ayu Kusuma Wardani

1039

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

sambil menuliskan langkah pertama yaitu membuat model matematika. Subjek
membuat model matematika sesuai sepengetahuannya.
Pada tahap kedua yaitu tahap monitoring subjek belum memenuhi tahapan
yang ada pada tahap monitoring. Hal ini dapat dilihat bahwa dia hanya melakukan
indikator menetapkan hasil, setelah dia melakukan langkah–langkah subjek
menetapkan hasil yang didapat tanpa mengecek langkah dan perhitungan yang
dilakukan. Dia juga melakukan langkah dengan ragu–ragu karena dia banyak yang
lupa bagaimana langkahnya terlihat dia banyak penghapusan hasil pekerjaannya.
Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap evaluasi, subjek juga belum
memenuhi indikator pada tahap evaluasi. Hal ini dapat dilihat dia hanya mengevaluasi
cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai dan menurutnya apa yang
dikerjakan itu belum benar masih ada kesalahan.
Metakognisi Siswa Perempuan Kemampuan Matematika Rendah
Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari
keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek perempuan
sedang yang memiliki rata-rata ulangan adalah 20, dimana siswa memenuhi kategori
kemampuan matematika sedang yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 10
dan kurang dari 55. Pada kelas IX B yang memenuhi kategori rendah ada 14 siswa
diantaranya adalah tiga siswa perempuan dan sebelas siswa laki-laki. Sehingga dipilih
subjek perempuan rendah (SPR) yang bernama Saka Nusantara yang
direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa perempuan yang
memiliki kemampuan matematika rendah dan memiliki komunikasi yang baik.

Bagan 5. Proses Metakognisi SPR
Berdasarkan Bagan 5, dapat diketahui bahwa metakognisi subjek sudah
memenuhi tahap perencanaan. Dia dapat memahami masalah dengan cukup baik,
terilhat subjek dapat menjelaskan informasi–informasi apa saja yang ada pada soal
seperti dapat menjelaskan dan menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan pada
soal. Setelah dia mengidentifikasi apa saja yang diketahui dan ditanyakan kemudian
dia menentukan tujuan dari apa yang ditanyakan beserta rencana pemecahan masalah.
Mula–mula dia mengetahui tujuan yang ditanyakan dari soal kemudian mulai
menyusun rencana bagaimana pemecahan masalahnya terlihat dia diam sambil
membayangkan rencana pemecahan masalahnya. Ketika dia membayangkan rencana
pemecahan masalahnya, dia menghubungkan ingatannya mengenai informasi atau
hubungan soal yang dulu pernah dikerjakan. Dia mengingat tentang langkah yang
digunakan tetapi dia melakukan kesalahan konsep pada penjumlahan atau pengurangan

Gista Ayu Kusuma Wardani

1040

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

dari persamaan yang dibuat sehingga dari kesalahan konsep itu yang berpengaruh pada
hasil akhir. Namun model matematika yang dibuat oleh sudah tepat.
Pada tahap kedua yaitu tahap monitoring subjek belum memenuhi tahapan
yang ada pada tahap monitoring. Hal ini dapat dilihat bahwa dia hanya melakukan
indikator menetapkan hasil, setelah dia melakukan langkah–langkah subjek
menetapkan hasil yang didapat dan tidak mengecek langkah dan perhitungan yang
dilakukan. Subjek juga tidak melihat cara berbeda untuk memecahakan masalah, dia
hanya terpantau pada satu cara untuk menyelesaikannya.
Pada tahap terakhir yaitu tahap evaluasi subjek belum memenuhi indikator
pada tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi subjek melihat kekurangan dan kelebihan dari
jawaban yang subjek lakukan, tetapi menurrut dia jawabannya tidak ada kelebihannya
tetapi ada kekurangan dimana cara yang digunakan adalah salah. Subjek masih merasa
bingung dengan langkah yang dilakukannya sendiri.
Metakognisi Siswa Laki-Laki Kemampuan Matematika Rendah
Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari
keempat ulangan siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek laki-laki rendah yang
memiliki rata-rata ulangan adalah 25, dimana siswa memenuhi kategori kemampuan
matematika rendah yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 10 dan kurang
dari 55. Subjek penelitian dipilih satu siswa dari sebelas laki-laki yang memiliki
kemampuan matematika rendah, sehingga dipilih subjek laki-laki rendah (SLR) yang
bernama Erik Prio Nur direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa
laki-laki yang memiliki kemampuan matematika rendah dan memiliki kemampuan
komunikasi yang baik.

Bagan 6. Proses Metakognisi SLR
Berdasarkan Bagan 6, dapat diketahui bahwa metakognisi subjek dalam
memecahkan masalah belum memenuhi indikator pada tahap metakognisi yang
pertama yaitu tahap perencanaan. Dia memahami masalah pada soal, hal ini
dikarenakan subjek dapat menjelaskan informasi–informasi apa saja yang ada pada
soal seperti menjelaskan apa yang diketahui dan ditanyakan tetapi ketika dia
menjelaskan masih ada sedikit kurang tepat karena tidak teliti dalam membaca soal.
Setelah dia menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan subjek tidak menetukan
tujuan dan memikirkan rencana penyelesainnya. Dia juga tidak menguhubungkan
ingatannya dengan soal yang dulu, dia merasa lupa dan tidak ingat informasi apa saja
dan hubungan apa yang bisa didapat dari soal yang dulu, sehingga subjek hanya

Gista Ayu Kusuma Wardani

1041

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

menuliskan informasi apa saja yang didapat dari soal, dan tidak mengerjakan soal sama
sekali. Jadi dia tidak melakukan tahapan monitoring juga tahapan evaluasi.
Pembahasan
Subjek Perempuan
Subjek penelitian perempuan terdiri dari subjek SPT, SPS, dan SPR.
Berdasarkan hasil diskripsi penelitian, dapat dijelaskan bahwa subjek SPT memenuhi
tahapan metakognisi. Hal ini dikarenakan siswa mampu memenuhi tiga tahapan
metakognisi. Pernyataan ini sejalan dengan Fitryah dan Rini (2014: 123) juga
mengatakan SPT dapat memenuhi banyaknya keterlaksanaan indikator proses
metakognisi dalam ranah perencanaan, monitoring, dan evaluasi. Pada tahap
perencanaan siswa mampu menuliskan informasi apa saja yang ada pada soal seperti
yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat, manentukan tujuan, memperoleh rencana
pemecahan masalah, dapat menemukan hubungan dengan soal yang pernah
diselesaikan dan mampu menuliskan notasi matematika dengan tepat. Pada tahap
kedua yaitu tahap monitoring siswa mampu meyakini jalan yang dipilihnya benar,
menetapkan hasil, melakukan langkah–langkah dengan mantap, mengecek kebenaran,
melihat cara yang berbeda dan analisis kesesuian rencana awal dengan pelaksanaan.
Tahap ketiga yaitu tahap evaluasi tindakan siswa mampu memenuhi indikator pada
tahapan evaluasi seperti melihat kelebihan dan kekurangan dari jawabannya,
melakukan cara yang berbeda, dapat menerapkan cara pada soal lain, memperhatikan
cara kerja sendiri, dan mengevaluasi tujuan pecapaian.
Pada subjek SPS belum memenuhi tahapan metakognisi dimana dia hanya
memenuhi tahap mengembangkan perencanaan, beberapa tahap monitoring
pelaksanaan dan sedikit evaluasi tindakan. Pernyataan ini sedikit berbeda dengan
Nursera dan Sugiarto (2016: 526) yang menyatakan bahwa subjek SPS menggunakan
metakognisi perencanaan, pemantauan dan sedikit evaluasi. Siswa mengawali
pemecahan masalah dengan menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menentukan
tujuan, memperoleh rencana penyelesaian, menemukan hubungan soal yang dulu
pernah dikerjakan, mengetahui mengapa menggunakan notasi matematika. Hal ini
berarti siswa sudah mampu memenuhi tahapan perencanaan. Pada tahap monitoring
pelaksanaan siswa hanya memenuhi beberapa indikator yaitu meyakini jalan yang
dipilihnya benar, menetapkan hasil, melakukan langkah–langkah dengan mantap dan
analisis kesesuian rencana dengan pelaksanaan. Pada tahap yang terakhir yaitu tahap
evaluasi tindakan dia hanya memenuhi indikator dapat menerapkan cara lain dan
mengevaluasi tujuan.
Subjek SPR belum memenuhi tahapan metakognisi. Hal ini dikarenakan siswa
hanya memenuhi tahapan perencanaan yaitu menuliskan yang diketahui dan
ditanyakan walaupun masih salah satu dari soal siswa kurang tepat dalam menyebukan
apa yang diketahui, menentukan tujuan, memperoleh rencana penyelesaian,
menemukan hubungan soal yang dulu pernah dikerjakan, mengetahui mengapa
menggunakan notasi matematika dengan tepat. Tahap monitoring pelaksanaan siswa
hanya mamenuhi indikator menetapkan hasil tetapi hasil akhir yang didapat subjek
kurang tepat karena dia kurang tepat dalam penggunaan konsep tentang pengurangan
aljabar yang seharusnya dikurangkan tetapi subjek mengalikannya. Hal ini berbeda

Gista Ayu Kusuma Wardani

1042

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

dengan hasil penelitian Solaikah (2013: 104) bahwa dalam melaksanakan penyelesaian
siswa kelompok sedang mampu menggunakan beberapa informasi yang ada untuk
menyelesaikan soal namun melaksanakan penyelesaian kurang tepat. Tahap evaluasi
tindakan siswa hanya memenuhi indikator melihat kekurangan dan kelebihan dari
jawabannya.
Subjek Laki-laki
Subjek penelitian laki-laki terdiri dari subjek SLT, SLS, dan SLR. Berdasarkan
hasil diskripsi penelitian dapat dijelaskan bahwa subjek SLT belum memenuhi tahapan
metakognisi, siswa hanya memenuhi tahap perencanaan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Khairunnisa (2017: 7) yang menyatakan bahwa siswa hanya memenuhi
tahap perencanaan saja dalam metakognisinya dan belum memenuhi tahap monitoring
dan evaluasi. Siswa pada tahap mengembangkan perencanaan mampu menuliskan
informasi apa saja yang ada pada soal seperti yang diketahui dan ditanyakan dengan
tepat, manentukan tujuan, memperoleh rencana pemecahan masalah, dapat
menemukan hubungan dengan soal yang pernah diselesaikan dan mampu menuliskan
notasi matematika dengan tepat. Pada tahap kedua yaitu tahap monitoring siswa
menggunakan beberapa kemampuan metakognisi ,meyakini jalan yang dipilihnya
benar, melakukan langkah tanpa ragu–ragu, menetapkan hasil, mengecek kebenaran
dan analisis kesesuian rencana awal dan pelaksanaan. Tahap evaluasi tindakan siswa
hanya memenuhi indikator dapat menerapkan cara pada soal lain, dan mengevaluasi
tujuan pencapaian.
Pada subjek SLS belum memenuhi tahapan metakognisi dimana dia hanya
memenuhi tahap mengembangkan perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan dan
sedikit evaluasi tindakan. Pernyataan ini berbeda dengan Nursera dan Sugiarto (2016:
526) yang menyatakan bahwa subjek laki-laki sedang menggunakan metakognisi
perencanaan, pemantauan dan sedikit evaluasi. Untuk tahap perencanaan siswa
menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menentukan tujuan, memperoleh rencana
penyelesaian, menemukan hubungan soal yang dulu pernah dikerjakan, mengetahui
mengapa menggunakan notasi matematika. Tahap kedua yaitu tahap monitoring hanya
memenuhi indikator menetapkan hasil dan analisis kesesuaian rencana dan
pelaksanaan tetapi. Pada tahap evaluasi hanya memenuhi indikator mengevaluasi
tujuan.
Pada kelompok rendah siswa belum menggunakan metakognisinya dengan
baik. Siswa hanya memenuhi indikator menuliskan yang diketahui dan ditanyakan. Dia
menyadari ketidak mampuannya dalam memecahkan masalah yang diberikan
dikarenakan tidak menggunakan pengetahuan prasyarat tentang materi SPLDV.
Pengetahuan prasyarat sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah matematika.
Gagne (1977) berpendapat bahwa suatu topik matematika dipelajari bila hirarki
prasyaratnya telah dipelajari.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Subjek perempuan kemampuan tinggi lebih unggul dari pada subjek laki–laki
tinggi dari hasil tes pemecahan masalah. Subjek perempuan tinggi menggunakan
kemampuan matematika yaitu mengembangkan perencanaan, monitoring pelaksanaan,

Gista Ayu Kusuma Wardani

1043

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

dan evaluasi tindakan. Kelompok sedang menggunakan kemampuan metakognisi yaitu
mengembangkan perencanaan, beberapa monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi
tindakan. Kelompok rendah menggunakan proses metakognisi yaitu mengembangkan
perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi tindakan. Subjek
laki-laki kemampuan tinggi menggunakan kemampuan metakognisi yaitu,
mengembangkan perencanaan, beberapa monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi
tindakan. Kelompok sedang juga menggunakan proses metakognisi yaitu
mengembangkan perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi
tindakan. Kelompok rendah menggunakan proses metakognisi yaitu sedikit
perencanaan dalam menjawab pemecahan masalah sistem persamaan linear dua
variabel.
Saran
Berdasarkan simpulan diatas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut,
yaitu: (1) untuk siswa diharapkan melibatkan proses metakognisi (mengembangkan
perencanaan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi tindakan) dalam memecahkan
masalah sehingga dapat membuat siswa teliti, kritis dan terampil dan pada tahap
monitoring pelaksanaan sebaiknya siswa membiasakan memeriksa kebenaran langkah
agar pada setiap langkah pemecahan masalah siswa dapat memastikan tidak adanya
kesalahan dalam langkah dan hasil akhirnya; (2) siswa laki-laki dan siswa perempuan
menggunakan proses metakognisi berbeda-beda saat memecahkan masalah, sebaiknya
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang proses metakognisi siswa pada tahap
mengembangkan perencanaan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggo. 2011. Perlibatan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal.
FKIP Unhalu Kendari. Vol 1 (1) 25-29. Akses tanggal 22 Maret 2017 pukul
13.22
Chairani. 2012. Metakognisi Siswa DalamPemecahan Masalah Matematika.
Yogyakarta: Deepublish
Eviliyanida. 2010. Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal. Bina Bangsa
Getsempena Banda Aceh. Vol 1 (2) 13. Akses tanggal 8 Maret 2017 pukul 08.25
Fitriana. 2010. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Skripsi. UIN Syarih Hidayatullah
Jakarta. Hal 29.Akses pada tanggal 22 Maret 2017 pukul 13.54
Fitriyah. 2016. Profil Metakognisi Siswa Dalam Memecahkan Masalah Aljabar
Ditinjau Dari Gaya Belajar dan Perbedaan Jenis Kelamin. Skripsi. Jakarta :
Universitas Terbuka. 46-49. Akses tanggal 14 Mei 2017 pukul 08.06
Fitriyah & Setianingsih. 2014. Metakognisi Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal
Cerita Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Gender. Jurnal. Universitas
Negeri Surabaya. Vol 3 (3) 120-124. Akses tanggal 23 Februari 2017 pukul
09.41
Iswahyudi. 2012. Aktivitas Metakognisi dalam Memecahkan Masalah Pembuktian
Langsung Ditinjau dari Gender dan Kemampuan Matematika. Jurnal. Surakarta :
UNS. Hal 12. Akses tanggal 20 April 2017 pukul 07.55

Gista Ayu Kusuma Wardani

1044

Gista Ayu Kusuma Wardani / JMP Online Vol. 1 No. 10 Desember (2017) 1031-1045

Khairunnisa. 2017. Analisis Metakognisi Siswa dalam Pemecahan Masalah Aritmatika
Sosial Ditinjau dari Perbedaan Gender. Prosiding Konferensi Nasional
Penelitian Matematika dan Pembelajarannya II 2017. Surakarta: UMS. Akses
pada tanggal 14 April 2017 pukul 15.20
Mahmudi. 2008. Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif. Jurnal. Universitas Negeri
Yogyakarta. Hal 7. Akses tanggal 22 Maret 2017 pukul 20.22
Marzuki. 2013. Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. Jurnal. Yogyakarta: UNY.
Hal 3. Akses tanggal 20 April 2017 pukul 07.35
Meoleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nugrahaningsih. 2012. Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika. Jurnal. UNWIDHA Klaten. Hal 39. Akses
tanggal 22 Maret 2017 pukul 13.38
Nurcahyani. 2014. Pengaruh Penerapan Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap
Pemahaman Konsep Pada Pembelajaran Kimia. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah. Hal 10. Akses tanggal 22 Maret 2017 pukul 20.53
Nursera & Sugiarto. 2016. Identifikasi Pola Berpikir Siswa Dalam Memecahkan
Masalah Larutan Penyangga
Kelas XI-MIA Berdasarkan Ketrampilan
Metakognitif Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Jurnal. Universitas Negeri
Surabaya. Vol 5 (3) 525–526. Akses tanggal 19 Maret 2017 pukul 04.13
Pai’pinan. 2015. Profil Metakognisi Mahasiswa Calon Guru Matematika dalam
Menyelesaikan Masalah Terbuka Geometri Ditinjau dari Perbedaan Gender.
Jurnal. Universitas Cendrawasih. 58. Akses pada tanggal 2 Maret 2017 pukul
15.49
Sari, dkk. 2016. Aktivitas Metakognisi dalam Memecahkan Masalah Matematika
Ditinjau dari Gender Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Nanggulan Kabupaten
Kulon Progo. Jurnal. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Vol 4 (5), 496-509..
Akses pada tanggal 18 April 2017 pukul 07.48
Subarinah. 2013. Profil Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Tipe
Investigasi Matematika Ditinjau dari Perbedaan Gender. Jurnal. Surabaya:
UNESA. 524. Akses tanggal 10 April 2017 pukul 07.11
Sudia. 2015. Profil Metakognitif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Terbuka
Ditinjau dari Perbedaan Gender. Jurnal. Universitas Halu Oleo. Vol 22 (1) 18.
Akses tanggal 23 Februari 2017 pukul 09.41
Sholihah. 2016. Membangun Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah
Matematika. Jurnal. IAIN Tulungagung. Vol 4 (1) 83-100. Akses tanggal 23
Maret 2017 pukul 16.30
Solaikah, dkk. 2013. IdentifikasiKemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Aritmatika Sosial Ditinjau Dari Perbedaan Kemampuan Matematika. Jurnal.
STKIP PGRI Sidoarjo. Vol 1 (1). 104. Akses tanggal 19 Desember 2017 pukul
4.52.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet
Wahyuddin. 2016. Pengaruh Metakognisi Motivasi Belajar dan Kreativitas Belajar
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas VIII SMP Negeri 2
Sabbangparu Kabupaten Wajo. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Makasar.
Vol 4 (1) 72-83. Akses pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 18.40

Gista Ayu Kusuma Wardani

1045