SEJARAH HUKUM SISTEM HUKUM DI DUNIA.docx

SISTEM HUKUM DUNIA
Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara
didunia, namun dalam perjalanan sejarah dan perkembangannya hanya ada 4 macam
sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai
negara tersebut. Dilihat dari sejarahnya memang sangat banyak sistem hukum di dunia,
akan tetapi yang mempengaruhi terhadap diterapkannya sistem hukum yang digunakan
oleh beberapa negara hanya ada emapat sistem hukum yaitu sistem hukum eropa
kontinental, sistem hukum anglo saxon, sistem hukum adat, sistem hukum islam.
Masing masing dari sistem hukum ini memiliki ciri-ciri yang berbeda, baik berdasarkan
sumbernya, berdasarkan penggolongannya, dilihat dari proses bekerjanya hukum dan
lain sebagainya.
A. Sistem Hukum Eropa Kontinental
1. Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi).
2. Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi
hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar
Yustinianus abad 5 (527-565 M).
3. Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang
ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg
terkodifikasi)
4. Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi
hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia,

Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda).
5. Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai
daar berlakunya hukum dalam suatu negara.
Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa
hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk

1

undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Kepastian
hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila
segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis,
misalnya UU. Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak
ada hukum selain undang-undang”. Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan
dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang).
Peran Hakim dalam sistem eropa kontinental, bahwa Hakim dalam hal ini tidak
bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan
dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada
padanya. Putusan Hakim dalam sistem hukum eropa kontinental/ civil law, Putusan
hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja
(doktrins res ajudicata) sbgmana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon

(Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung)
1. Sumber hukum dalam sistem ini adalah :
a. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes).
b. Peraturan-peraturan hukum’ (Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan
c. Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh
masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
2. Penggolongan Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa
Kontinental penggolongannya ada dua yaitu:
a. Bidang hukum publik
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur
kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara
masyarakat dan negara, termasuk dalam hukum publik ini ialah :
1) Hukum Tata Negara
2) Hukum Administrasi Negara

2

3) Hukum Pidana
3. Bidang Hukum Privat
Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang

hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi
hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah :
a. Hukum Sipil, dan
b. Hukum Dagang
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang
jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu
disebabkan faktor-faktor berikut :
1) Terjadinya sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya
bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan
adanya unsur ”kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan
dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.
2) Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang
sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan, misalnya saja bidang
perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.

B. Sistem Hukum Anglo Saxon
Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dgn istilah Common
Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). Sistem hukum ini dianut di negaranegara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika Serikat.
Sampai abad XII dan XIII sejarah hukum Inggris dapat dibandingkan secara tepat
dengan sejarah tatanan-tatanan hukum Erofa Kontinental. Inggris pun merupakan

bagian dari Negara Romawi sejak abad I sampai abad V, namun proses Romanisasi

3

di dalamhukum dan institusi-institusi boleh dibilang tidak meninggalkan bekasbekasnya dalam periode-periode kemudian.
Pada tahun 1066 Inggris ditaklukan oleh Hortog Nertog Normandia, Willam
Penakluk (1028-1087) dalam pertempuran di Hasting. William menyatakan tidak
akan mengubah hukum dan kebiasaan penduduk pribumi, namun memasukan
tatanan feodal yang lazim berlaku di Erofa Kontinental pada Inggris. Dalam abad
XII, kebiasaan tetap merupakan sumber hukum satu-satunya hukum Inggris, yaitu :
kebiasaan-kebiasaan lokal Anglo-sakson, kebiasaan-kebiasaan kota-kota yang bar
didirikan (borough customs), kebiasan-kebiasaan kaum pedagang, terutama
pedagang-pegadang London, yakni yang dikenal “pie powder” dan lex mercatoria.

1. Sumber Hukum dalam sistem anglo saxon/ comen law, yaitu:
a. Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial
decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka
melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum
dibentuk dan mengikat umum.
b. Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undangundang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya

terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari
putusan pengadilan.
Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak
tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum
Eropa Kontinental.

2. Susunan Pengadilan-pengadilan Kerajaan : Prosedur Writ
Pada awalnya sang raja sendiri yang memimpin sidang yang
diselenggarakan di dalam istananya, yang disebut dengan curia regis. Namun,

4

tidak lama kemudian telah dibentuk bidang-bidang spesialisasi, terpisah dari
curia yang sebenarnya. untuk menangani permasalahan-permasalahan tertentu :
(1) court of excheqeur scaccarium, sejak abad XII, berwenang dalam bidangbidang financial dan perpajakan; (2) court of common pleas communia placita,
berwenang urusan-urusan pemilikan tanah; (3) king’s bench dari bench coram
rage, yang berwenang untuk memeriksa kejahatan-kejahatan terhadap
keamanan dan perdamaian di dalam wilayah kerajaan.
Perluasan wewenang yang berlangsung cepat pada pengadilanpengadilan tingkat tinggi ini dimungkinkan terlaksana oleh prosede teknis yang
dipakai untuk menyelesaikan sengketa-sengketa pada majlis-majlis hakim.

Setiap orang yang ingin memperoleh keadilan sang raja, dapat mengajukan
surat permohonan kepada raja. Kanselir sebagai salah satu penasehat terpentng
raja, meneliti surat permohonan tersebut dan bilaman surat permohonan tersebut
dipandang layak, maka kanselir mengirim surat atas nama raja, sebuah perintah
yang disebut writs melalui sheriff untuk memaksa tertuduh membuat
pembelaan. Adapun tatanan writs ini terbentuk pada abad XII pada saat Hendrik
II (1154-1189) menjadi raja. Pada awalnya writs tersebut diperuntukan dalam
menyelesaikan kasus-kasus khusus, namun setelah itu hal ini menjadi stereotype
formula-formula, yang diberikan oleh konselir setelah membayar sejumlah
uang, tampa pemeriksaan mendalam sebelumnya (writs de cursu).
Jadi, pada pokoknya hukum Inggris berkembang terutama dari suatu
keseluruhan aturan-aturan prosedur dan bukan dari aturan-aturan menyangkut
substansi dasar. Dengan adanya alasan-alasan ini, struktur common law secara
pundamental berbeda dengan tatanan-tatanan Erofa Kontinental. Dengan tidak
adanya kodifikasi, maka tidak ada pula pembagian dalam cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang besar, seperti hukum perdata, hukum pidana, dan sebagainya,
namun berbicara tentang family law (hukumkeluarga), contract law (hukum
kontrak), law of tort (hukum yang menyangkut perbuatan melawan hukum), dan
seterusnya.
3. Peran Hakim :


5

a. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar
dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan
masyarakat.
b. Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturanperaturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna
sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara
sejenis.
c. Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan
yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent)
d. Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip
hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat
dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum.
Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.

4. Penggolongannya :
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula
pembagian ”hukum publik dan hukum privat”.

a. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan
pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental.
b. Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum
Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan
oleh sistem Eropa kontinental.
c. Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan
sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang
dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”.

6

d. Berbdengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum
privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law
of property), hukum tentang orang (law of persons, hukum perjanjian (law
of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort).
e. Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan
hakim dan kebiasaan.

C. Sistem Hukum Adat
Berkembang dilingkungan kehidupan sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang,

dan negara lain. Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah
”Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje.
1. Sumber Hukum :
a. Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum
tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan
kesadaran hukum masyarakatnya.
b. Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek
moyangnya.
c. Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial
yang silih berganti.
d. Karena sifatnya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan
perkembangan situasi sosial, hukum adat elastis sifatnya. Karena sumbernya
tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri.
Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1) Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan
dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan
7

lingkungan


kerja

alat-alat

perlengkapan,

jabatan-jabatan,

dan

penjabatnya.
2) Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari :
a) Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
b) Hukum tanah
c) Hukum perutangan
3) Hukum adat mengenai delik (hukum pidana) Yang berperan dalam
menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua
adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat.


D. Hukum Romawi di Zaman Kuno
Sejarah hukum Romawi di zaman kuno meliputi 12 abad, mulai dari abad VII SM
sampai periode kerajaan sampai abad VI. Selanjutnya era Kaisar Justianus sampai
abad XV berlangsung kerajaan Romawi Timur atau Byzantum. Sumber-sumber
Hukum Romawi dibedakan berdasarkan:
1. Periode dini, yang berlangsung sejak pertengahan abad II SM. Sumber hukum
periode ini berupa kebiasaan (mos maiorum consuetodo) pada saat Roma
dikuasai organisasi clan, sementara pada masa

Kerajaan dan Republik dini

sumber hukum berupa undang-undang, yiatu Undang-undang Dua Belas Prasasti
sebagai salah satu fundamen ius civile.
2. Periode klasik, yang membentang antara abad II SM sampai akhir abad III M.
sumber-sumber terpenting Hukum Romawi Klasik masih tetap berupa kebiasaan
dan undang-undang. Pada perkembangannya, undang-undang itu telah menajdi
sumber terpeting Hukum Romawi masa ini. Undang-undang meliputi leges,
konsul-konsul senat, dan terutama constituties kekaisaran yang dibedakan dalam
empat kategori yaitu (i) edikta-edikta, yaitu ketentuan yang mempunyai ruang
lingkup umum; (ii) dekreta-dekreta, yaitu vonis-vonis yang diucapkan oleh
Kaisar atau dewannya berkaitan dengan peristiwa yuridis; (iii) reskripta-reskripta,
yakni jawaban-jawaban yang diberikan oleh kaisar atau dewannya kepada

8

seorang pejabat negara, seorang megistrat atau bahkan patikulir; (iv) mandata,
yaitu instruksi-instruksi yang diberikan kaisar kepada gubernur-gubernur
provinsi, terutama berhubungan dengan persioalan administrasi dan perpajakan.
3. Periode terlambat, yang berlangsung sejak era Dominat yang tumbuh dari krisis
yang dialami oleh Kekaisaran Romawi pada abad III M. periode ini ditandai dan
diwarnai oleh pemerintahan absolutisme kekaisaraan, dimana perundangundangan Kaisar merupakan sumber hukum terpenting dan pada sisi lain
pengaruh Kristen sedang tumbuh dengan pesat.
E. Hukum-hukum Kuno
1. Karya penulis latin dan Yunani dari abad II – V yang membahas bangsa
Germana (dio cassius, Herodinus, ammianus, Marcellinus, orosius) menulis
semata tentang peperangan.
2. Sumber sastra Germana, berupa syair kepahlawanan Germana kuno untuk
menemukan kembali aturan hukum yang berasal dari saat penyerbuan
(Nibelungen dan edda abad XI atau XII).
3. Kebiasaan Germana yang dicatat setelah perpindahan penduduk secara besarbesaran (leges barbarorum abada VI dan IX)
4. Hukum kebiasaan Skandinavia, berada diluar aliran

yuridis eropa barat,

peranan pentung yang dimainkan bangsa Norman dalam bidang militer,
politik dan ekonomi (abad IX dan X) tetap berada dalam tahap relatif arkhais,
solidaritas kekeluargaan masih merupakan dasar tatanan hukum mereka
dalam abad XII.
I. Agama Kristen
1. Hubungan dan perimbangan antara penguasa gerejawi dan penguasa
duniawi.
Dalam hal ini, secara pundamental teori yang berkembang di Barat telah
didominasi ide bahwa agama Kristen perlu memenuhi sebuah misi di lapisan
atas, yang diarahkan pada Civitas Dei (negara ketuhanan), sedangkan Civitas
Terrena (Negara keduniawian) hanya mengurus ketertiban dan tidak boleh
menghalang-halangi pekerjaan gereja.
2. Yuridikasi Agama Krsten

9

Satu dan hal karena agama Kristen berkembang dalam konteks negara
Romawi dengan gaya susunan administrasi dan ketertiban hukum, maka
seiring itu gereja berikhtiar membangun di bidang kerohanian sebuah aparat
pemerintahan dan hukum yang serupa. Pada dasarnya ikhtiar gereja tersebut
bertolak dari cita-cita bahwa gereja merupakan sebuah Civitas Dei tersendiri
yang diberi tugas kerohanian. Persoalan-persoalan yang muncul dalam
Civitas Dai ini diatur dalam hukum kanonik melalui teknik yuridis Romawi.
3. Teoretisasi Agama Kristen
Sejak abad XI makin besar dirasakan kebutuhan untuk memberikan suatu
fundamental intelektual yang kokoh kepada moral dengan ajaran agama
Kristen dengan pengandalan filsafat zaman kuno. Akan tetapi, sejak zaman
Modern nampaknya bagi gereja semakin dirundung kesulitan untuk
mengakomodasi dan memadukan ajaran-ajaran atau filosofi Kristen dengan
temuan-temuan ilmu pengetahuan. Sejak masa rasionalisme dan era
pencerahan abad XVIII, gereja telah benar-benar pada persimpangan jalan.
J. Hukum Romawi Dan Hukum Germana Pada Bagian Awal Abad Pertengahan
Antara Lain Di Dalam Negara Franka
1. Iktisar Historis
Pada era Negara Romawi bangsa Germana bermukim di wilayah sebelah
timur sungai Rin dan sebelah utara sungai Donau. Pada abad V suku-suku
bangsa Franka menetap di kawasa sungai Rin dan Seine. Raja-raja Frangka
Clovis, Dagobert, Pepijn de Korte, dan Charle Agung (Charlemagne) telah
berhasil memperluas kekuasaanya yang membentang mulai dari sunagi Ebro
di Spanyol sampai dengan sungai Elbe di Jerman sekarang. Walaupun
demikian, negara tersebut hanya berdiri untuk waktu yang tidak panjang.
Terjadinya peperangan yang berlangsung selama satu abad untuk
memperebutkan warisan Charles Agung dan penggantinya, maka Francia
Orientalis seorang putra Louis Yang Saleh (Lodewijk de Vrome) yang
berdasarkan pada Traktat Verdum (843) dikukuh menguasai sebelah timur
sungai Rin, telah menyerap seluruh Negara Lathorius dan keseluruhanya
menjadi Negara Germania, yang kemudian menjadi Negara Katolik Roma
bangsa Jerman dan berdiri sampai dengan tahun 1806. Pada awalnya

10

kekuasan kaisar tetap besar, terutama pada era pemerintahan Otto Akbar
(Otto de Grote) tahun 936-973, Frederik Barbarossa (1152-1190), maupun
Frederi II (1211-1250). Kemudian dengan relatif lemahnya persatuan dan
kesatuan di Negara tersebut, nampaknya sedikit banyak telah membantu
terbentuknya tatanan hukum Erofa yang seragam.
2. Survival Hukum Romawi
a. Personalitas Hukum
Pada awal abad V asas personalitas diterapkan di Erofa Barat. Hubungan
dan perimbangan demografis antara Galia-Romawi dan Germana
bagaimanapun tidak sama. Diantara daerah hukum Germana di sebelah
utara dan daerah hukum Romawi di sebelah selatan terdapat suatu zona,
yang didalamnya diterapkan secara utuh asas personalitas pada abad
VI,VII, dan VIII. Asas personalitas disini berlaku semata.mata bagi
hukum perdata dan pidana. Apa yang menyangkut negara dan
pemerintahan, misalnya tata Negara adalah murni territorial. Sejak abad
IX, asas personalitas perlahan sirna di seluruh Erofa diganti asas
teritorialitas.
b. Himpunan Hukum Romawi Erofa Barat
Penerapan asas personalitas pada hakikatnya telah memungkinkan hukum
Romawi tetap bertahan di Erofa Bara kendati pun Negara Romawi Barat
telah sirna. Akan tetapi, hukum Romawi tersebut tetap mengalami
evolusi, yang sebagian besar melalui kontak dengan hukum-hukum
kebiasaan Germana. Hukum Romawi blasteran ini, dalam bahasa Jerman
disebut. Vulgarreht. Kendati demikian, para raja dari kerajan-kerajaan
Germana bagian selatan, sekitar tahun 500 merasa perlu menyususun
himpunan-himpunanhukum Romawi, untukkepentingan para hakim.
Himpunan hukum tersebut dilakukan sekitar tiga puluh tahun sebelum
kodifikasi besar hukum Romawi atas perintah kaisar Justianus di Negara
Byzantium : digesta, Codeks dan Institutiones, yang tetap dikenal di Erofa
Barat sampai abad XII.
c. Sumber-sumber Hukum di Negara Frangka

11

Sumber hukum Negara Franka dibedakan : (1) Reichsrecht, yaitu
perundang-undanagn kerajaan (selelah tahun 800 perundanag-undanagn
kekaisaran, pada asasnya seragam untuk seluruh Negara); Volkrechte,
yaitu hukum, terutama hukum kebiasaan, dari masing-masing bangsa
yang berbeda, yang dipersatukan di bawah kekuasan raja-raja Franka.
Reichsrecht dan Volkrechte tidak merupakan tatanan-tatanan hukum yang
terpisah satu denngan yang lain. Reichsrecht
menyangkut pemerintahan sedangkan Volkrechte

ini pada umumnya
berkaitan dengan

hubungan-hubungan privat.
d. Leges Barbarorum
Terdapat sejumlah Leges Barbarorum dikenal di wilayah Franka, antara
lain : Lex Salica, Lex Riburaria, Ewa ed Amorem, Lex Burgundionum,
dan lex Frisionum. Leges ini pada hakkatnya bukanlah kitab undangundang yang sesungguhnya, bahkan bukan pula undang-undang dalam
arti masa kini. Leges ini merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dengan
bantuan para urteilfinder (para pendamping yang harus melaksanakan
legem dicere, yakni menemukan putusan) dibuatkan catatan dan disetujui
penguasa.
e. Perundang-undangan Raja di dalam Negara Frangka
Pada periode Merovia dan Karolingis, undang-undang merupakan
sumber hukum disampinng kebiasaan. Para Raja Merovia dan terutama
raja-raja Karolingis telah berupaya menyeragamkan hukum dengan jalan
meniadakan asas personalitas dan melalui penerapan peraturan mereka
sendiri diseluruh wilayah Negara.
Perundang-undangan

raja-raja

Merovia

pada

hakikatnya

melanjutkan tradisi Romawi, bukan saja yang menyangkut terminologi,
melainkan juga dari segi bentuk dan isi dan sedikit sekali mengeluarkan
undang. Sementara raja-raja Karolongis telah banyak membuat peraturan
perundang-undangan. Terutama Charles Agung, Louis de Vrome, dan
Cahrle de Kele. Sejak pemerintahan Charles Agung, peraturan perundangundangan lazimnya dsebut capitularia atau capitula. Kekuatan mengikat
capitula tersebut sesungguhnya bersumber pada otoritas sang raja, yaitu

12

hak untuk melarang, hak untuk memerintah, dan hak untuk menjatuhkan
hukuman yang disebut bannum.
K. Tatanan-tatatanan Hukum Tradisional Yang Berbasis Agama atau Etika Filosofis.
Tatanan yang dijumpai pada masa kini namun unsure fundamentalnya
diturunkan dari sumber agama atau filsafat dimana asal usulnya membentang ke
belakang hingga zaman dahulu yang ditemukan diluar benua eropa.
1. Sistem Hukum Islam
Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negaranegara lain seperti negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual
maupun secara kelompok.
a. Sumber Hukum :
1) Qur’an, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah
kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril.
2) Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau
cerita tentang Nabi Muhammad SAW.
3) Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara
hidup.
4) Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara
dua kejadian.
b. Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum,
yaitu :
1) Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang
kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji),
yang pada dasarnya tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI
diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah.
2) Hukum duniawi, terdiri dari :

13

3) Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan
antara manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum
tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada
umumnya.
4) Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah
keluarga yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan
kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum
perkawinan.
5) Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum
Allah dan tindak pidana kejahatan.
Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan
keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem
hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya
sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber
dari

Qur’an.

Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum
Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara
maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.
Berdasarkan sistem hukum dunia diatas, negara Indonesia termasuk negara
yang menganut sistem hukum Eropa kontinental. Hal ini dapat dilihat dari
sejarah dan politik hukumnya, sistem sumber-sumber hukumnya maupun dalam
sistem

penegakan

hukumnya.

Namun

dalam

pembentukan

peraturan

perundangan yang berlaku sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem
hukum adat dan juga sistem hukum Islam.
Sistem hukum eropa Kontinental menganut mazhab legisme dan
positivisme. Mazhab legisme adalah Mazhab/aliran ini menganggap bahwa
semua hukum terdapat dalam UU. Atau berarti hukum identik dengan UU.
Hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada UU, sehingga pekerjaannya
hanya melakukan pelaksanaan UU belaka (wetstoepassing) . Aliran legisme
demikian besarnya menganggap kemampuan UU sebagai hukum, termasuk
dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial. Aliran ini berkeyakinan
bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan apabila telah

14

dikeluarkan UU yang mengaturnya. Menurut aliran ini UU adalah obat segalagalanya sekalipun dalam kenyataannya tidak demikian.Mazhab Legisme /
Fomalitas.
Sedangkan Mazhab / Aliran Positivisme Hukum (Rechtspositivisme)
sering juga disebut dengan aliran legitimisme. Aliran ini sangat mengagungkan
hukum tertulis. Menurut aliran ini tidak ada norma hukum diluar hukum positif.
Semua persoalan masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Sehingga terkesan
hakikat dari aliran ini adalah penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan
yang menciptakan hukum tertulis ini sehingga dianggap kekuasaan itu adalah
sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.
Aliran ini dianut oleh John Austin (1790 – 1861, Inggris) menyatakan
bahwa satu-satunya hukum adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara.
Sedangkan sumber-sumber lain hanyalah sebagai sumber yang lebih rendah.
Sumber hukum itu adalah pembuatnya langsung yaitu pihak yang berdaulat atau
badan perundang-undangan yang tertinggi dan semua hukum dialirkan dari
sumber yang sama itu. Hukum yang bersumber dari situ harus ditaati tanpa
syarat, sekalipun terang dirasakan tidak adil.
Menurut Austin hukum terlepas dari soal keadilan dan dari soal burukbaik. Karena itu ilmu hukum tugasnya adalah menganalisis unsur-unsur yang
secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum hanya berurusan
dengan hukum positif yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan
kebaikan dan keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang
berdaulat dalam suatu negara. Aliran positivisme hukum ini memperkuat aliran
legisme yaitu suatu aliran tidak ada hukum diluar undang-undang. Undang
menjadi sumber hukum satu-satunya. Undang-undang dan hukum diidentikkan.
Namun

demikian

aliran

positivisme

bukanlah

aliran

legisme.

Perbedaannya terletak pada bahwa menurut aliran legisme hanya menganggap
undang-undang sebagai sumber hukum. Sedangkan aliran positivisme bukan
undang-undang saja sumber hukum tetapi juga kebiasaan, adat istiadat yang baik
dan pendapat masyarakat. Para ahli positivisme hukum berpendapat bahwa
karya-karya ilmiah para hukum tidak hanya mengenai hukum positif (hukum

15

yang berlaku) tetapi boleh berorientasi pada hukum kodrat atau hukum yang
lebih tinggi seperti yang dilakukan penganut hukum alam.
Selanjutnya sistem anglo saxon berorientasi pada Mazhab / Aliran Freie
Rechtsbegung. Aliran ini berpandangan secara bertolak belakang dengan aliran
legisme. Aliran ini beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang
hakim bebas untuk melakukan menurut UU atau tidak. Hal ini disebabkan
karena pekerjaan hakim adalah melakukan penciptaan hukum. Akibatnya adalah
memahami yurisprudensi merupakan hal yang primer di dalam mempelajari
hukum, sedangkan UU merupakan hal yang sekunder. Pada aliran ini hakim
benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law) karena keputusan yang
berdasar keyakinannya merupakan hukum dan keputusannya ini lebih dinamis
dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan
masyarakat.
Berdasarkan hal diatas nampak antara sistem hukum Eropa Kontinental
dengan anglo saxon mempunyai kelebihan dan kelemahan Kelebihan sistem
eropa kontinental, sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi Dengan
terkodifikasi tersebut tujuannya supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah
dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa
hukum (kepastian hukum yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana
yang sudah dikodifikasikan (KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap hukum
pidana maka dapat dilihat dalam KUHPidana yang sudah dikodifikasikan
tersebut. Sedangkan kelemahannya adalah sistemnya terlalu kaku, tidak bisa
mengikuti perkembangan zaman karena hakim harus tunduk terhadap
perundang-undang yang sudah berlaku (hukum positif). Padahal untuk mencapai
keadilan masyarakat hukum harus dinamis.
Kelebihan sistem hukum Anglo Saxon adalah hakim diberi wewenang
untuk melakukan penciptaan hukum melalui yurisprudensi (judge made law).
Berdasarkan keyakinan hati nurani dan akal sehatnya keputusannya lebih
dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan
perkembangan masyarakat. Kelemahannya adalah tidak ada jaminan kepastian
hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan untuk melakukan penciptaan hukum
dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali hakim tersebut sudah dibekali

16

dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi. Untuk negara-negara
berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem hukum anglo saxon
kurang tepat dianut.
2. Hukum Iberani
Hukum iberani adalah hukum negara israel, dalam hukum negara israel saat
ini hukum iberani masih tetap merupakan tatanan hukum pribadi orang-orang
yahudi. Di Samping itu betapapun juga hukum teritorial masih tetap berlaku di
israel.
a. Ikhtisar Sejarah
Orang Iberani adalah suatu bangsa Semit yang hidup berkelana (nomad) di
timur dekat. Pada zaman Hammurabi berpindah ke palestina dan menetap
selama 2 abad (XV atau XIII SM) di Mesir, eksodus dibawah pimpinan
Nabi Musa mengalahkan suku-suku yang tinggal di kedua tepi sungai Jordan
dan mendudukinya, dilanjutkan dengan mendirikan kerajaan merdeka pada
tahun 1030-931 SM dibawah pimpinan raja Saul, Daud dan Sulaiman.
Setelah raja sulaiman wafat (931 SM) kerajaan pecah menjadi 2 bagian
yaitu Israel dan Juda, Assiria menduduki Israel (722 SM) dan Juda tanpa
Jerusalem(701 SM). Juda merdeka kembali sampai raja nebukadnezar
menaklukannya pada tahun 856 SM dan sebagian penduduk di bawa
kepembuangan di Babilonia.
b. Ciri-ciri Khas Hukum Iberani
Hukum Iberani adalah cirri khas sebuah hukum agama, ia tidak mengenal
perbedaan antara asas-asas agama dan asas-asas yuridis (Falk). Hukum
adalah “anugerah” Allah kepada bangsa-NYA, yang menjadi perjanjian
dalam kesepuluh firman (Dekolagus) yang dididktekan kepada nabi Musa
(perjanjian Sinai) ditambah dan dilengkapi kitab perjanjian Yahweh (Allah).
Kitab ulangan (Deutereonomian) sebagai perjanjian oleh sebab hukum tidak
bisa diubah karena Allah saja yang dapat merubahnya.
c. Sumber-sumber Hukum Iberani
1) Ditemukan dalam Kitab Suci (alkitab / Bible) dan kitab perjanjian Allah
kepada rakyatNya. Alkitab perjanjian lama ada 3 sub bagian (pentateukh

17

(5 kitab): kejadian,keluaran, imamat, bilangan dan ulangan. Bagi orang
Yahudi disebut Taurat (Hukum tertulis)
2) Misyna (pengajaran) adalah hukum lisan yang hamper sama tuanya
dengan “hukum tertulis”. Gemara adalah Gosen (catatan-catatan dari
ulasan-ulasan Misyna (ditulis pada abad II, IV, V di palestina dan
Babylonia)
3) Talmud (studi), gabungan antara Miysina dan Gemara dalam satu berkas
(di Yerusalem pada abad350-400)
d. Kodifikasi-kodifikasi Abad Pertengahan dan Modern Dokumen-dokumen
Kodifikasi tersebut berupaya untuk menjadikan Talmud lebih jelas melalui
gambaran yang lebih sistematis, terutama perlu disebutkan kodeks spanyol
dari mozes Maimonides (abad XIII) dan kodeks definitive dari josef caro
(1567).
e. Sumber hukum Iberani modern
1) Hukum Iberani tradisional
2) Hukum negara ottoman abad XIX, antara lain kitab undang-undang
medjelle.
3) common

law,

yang

dimasukan

tatakala

palestina

merupakan

daerahmandat yang atas perintah league of nations yang dipimpin oleh
Britania Raya
4) Perundang-undangan knsset, parlemen negara israel
Terhadap keosongan-kekosongan hukum dalam sistem hukum negara israel
diisi oleh pendapat-pendapat yuridis inggris. praktek tersebut masih dirasaakan
sampai perkembangan hukum saat ini.
pada sistem hukum negara isral terdapat pengadilan-pengadilan negara dan
pengadilan-pengadilan agama (rabinal). pengadilan rabinal ini hanya berwenng
dalam ursan-urusan

perkawinan dan perceraian serta mteri lainnya terhadap

kasus-kasus tertentu merupakan kewenangan pengadilan negara. kedua bentuk
pengadilan ini diawasi oleh mahkamah agung, dalampungsi pengawasannya
mahkamah agung tidak memiliki keweangan untuk mengubah putusn-putusan
pengadilan rabinal melainkan hanya mengevaluasi apakah para rabi ini tidak
melampaui batas kewenangannya dan tidak melecehkan perinsip pengadilan yang
layak. Putusan mahkamah agngmengikat bagi hakim-hakim dibawahnya yang lbih
18

endah kedudukannya. hukum israel masih di konfrontasi oleh problema
penyesuaian oleh hukum tradisional terhadap perkembangan sebuah masyarakat
yang modern

3. Hukum Yunani
Hukum Yunani merupakan salah satu sumber-sumber sejarah terpenting
bagi tatanan-tatanan hukum modern Erofa. Sejarah Hukum Yunani dapat dibagi
dalam periode-periode berikut : (1) Peradaban Kreta dan Peradaban Mykene; (2)
periode gen (clan, generasi persekutuan local); (3) Periode poleis (negara kota),
terbentuk

melalui

pengelompokan-pengelompokan

suku-suku

di

bawah

pimpinan salah seorang kepala suku; (4) periode abad-abad VIII dan VI SM,
diantara beberapa Negara kota terbentuk suatu tatanan demokrasi, seperti
Athena. Sumber histories Hukum Yunani berupa Gortyn, yaitu suatu inskripsi
piagam yang berasal dari abad 480-460 SM dan mengandung sejumlah aturanaturan hukum privat. Di dalam Negara-negara kota Yunani, hukum perdata tidak
begitu berkembang dibandingkan dengan hukum tata negara.
a.

Peradaban Kreta (abad-abad XX-XV SM) dan peradaban Mykene yang
menyerbu dari bagian utara. Ketiadaan dokumen-dokumen tertulis, maka
hukum dan intitusi-intitusi periode-periode ini tidak banyak dikenal.

b.

Periode gene (clan, generasi persekutuan lokal) Raja (basileus) adalah
kepala clan dan bertumpu pada rasa solidaritan, semua anggota persekutan,
era ini dilukiskan oleh Homeros dalam bukunya Odysseia (epos tentang
petualangan Odysseus).

c.

Periode poleis (polis= negara, karenanya timbul istilah politik). ini terbentuk
melalui pengelompokan – pengelompokan suku – suku dibawah pimpinan
salah seorang kepala suku. Di dalam negara – negara kota ini, seperti di
Masedonia tetap berlaku monokrasi (mono= sendiri, kratein= memerintah)
sang raja; di negara- nagara kota lain sejumlah kecil orang– orang yang
menikmati privilese-privilese (aristokrasi; di lain tempat terutama dinegaranegara kota perdagangan, seorang diklator (train) berhasil menggapai
19

kekuasaan, baik dengan persetujuan rakyat sepenunya, mau pun melalui
kekerasan.
d.

Di beberapa negara-negara kota tersebut, antara abad-abad VIII dan VI
tebentuk suatu tatanan demokrasi ; yang dari Athenalah yang paling dikenal,
berkat tulisan-tulisan yang demikian banyaknya dari ahli pikir dan orator.
Apa yang dikenal dengan undang-undang Draco (oleh sebab itu dikenal
dengan ungkapan drakonistis, artinya sangat keras dan ketat) tahun 621 SM.
Pada hakikatnya mengakhiri pertikaian–perikaian dan tanggung jawab
hukum

dari

keluarga

sehingga

mewajibkan

orang-oarang

Athena

mengajukan perkara-perkara mereka kepada pengadilan-pengadilanuntuk
mendapatkan penyeleaian. Undang-undang Solon tahun 594-593 SM
kemungkinan besar disusun di bawah pengaruh Mesir, member lakukan
kesetaraan di antara semua warga-warga negara beba, menghapus pemilikan
bersama atas tanah kaum gene, mau pun perbudakan karena utang-piutang,
membatasi kekeuasaan ayah serta mengintrodusir pembuatan wasiat dan
pengdopsian anak-anak.
e.

Pada akhir abad IV SM, Iskandar Agung, raja Macedonia (356-323 SM)
Yunani, merebut Asia Kecil, Mesir, Babilonia, Persia dll.Kerajaan yang
memebentuk

melalui

penaklukan-penaklukanannya

betapapun

juga

nampaknya terlampau luas untuk dapat bertahan.Tak lama kemudian
kerajaan tersebut pecah menjadi sejumlah monarkhi absolutism.Kehendak
monarch (raja) adalah “undang-undang/aturan-aturan hidui maupun”,suatu
formula yang kemudian diambil alih oleh kaisar-kaisar Romawi maupun
raja-raja Eropa Barat.
4. Hukum Hindu
Hukum keagamaan dari persekutuan kaum Hindu yang memeluk aliran
Brahmanisme atau Hinduisme yang bertumpu pada kitab suci Weda dengan
menafsirkan dalam bidang “dharma, kewajiban dan hukum” yang masih
bertahan di Negara India hingga tahun 1974 berusaha menyesuaikan pandangan
hukum barat terutama common law Inggris dengan asa hukum tradisionalnya.
5. Hukum Cina

20

Bertumpu pada penyatuan keadilan sebagai batas-batas kepatuhan pada
masyarakat yang di sebut “Li” dari pada undang-undang yang Nampak bahwa
agama tidak memainkan peranan penting tetapi ajaran filosofis oleh Confucius
dan mensius. Terhadap kelas bawah dibedakan undang-undang pidana yang
cukup ketat dan keras

di sebut “Fa” (RRC lahir 1949, Vietnam, kamboja,

Birma, Thailand dan sebagainya). Pengaruh Cina dan Hindu telah berbaur
dengan tatanan hukum pribumi yang bersifat arkhaitis (berhubungan dengan
masa lalu) bahkan aturan hidup kaum Budha yang telah disebar disana.

21