PENCEMARAN PESTISIDA PADA LAHAN PERIKANA

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

PENCEMARAN PESTISIDA PADA LAHAN PERIKANAN DI DAERAH
KARAWANG - JAWA BARAT
Imam Taufik dan Yosmaniar
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor
Email : ferianamw@yahoo.com

ABSTRAK
Pestisida merupakan salah satu sumber pencemar yang potensial pada lahan perikanan.
Tujuan penelitian antara lain untuk mengetahui pencemaran pestisida pada lahan perikanan di
daerah Karawang - Jawa Barat. Penelitian dilakukan melalui tahapan, yaitu: penentuan lokasi,
pengambilan contoh, preparasi contoh, analisis contoh, dan analisis data. Contoh terdiri dari: air,
sedimen dan biota air yang dianalisis menggunakan alat Gas Chromatograph (GC). Hasil analisis
menunjukkan bahwa residu pestisida yang terdapat dalam air, tanah dan ikan yang berasal dari
lahan perikanan terdiri dari golongan organoklorin, organoposfat, piretroid dan karbamat dengan
jenis dan konsentrasi pada air < tanah < ikan. Pencemaran pestisida pada lahan perikanan di
daerah Karawang - Jawa Barat masih berada di bawah nilai Batas Maksimum Residu.
Kata kunci: lahan perikanan, pencemaran, pestisida, residu.

PENDAHULUAN

Usaha meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitatif maupun
kualitatif, telah didukung dengan penggunaan pestisida. Walaupun konsep ―pest
management‖ atau ―integrated pest control‖ dilakukan, yaitu pestisida hendaknya
digunakan sesedikit mungkin dan apabila diperlukan saja, namun pada umumnya
usaha

proteksi

tanaman

seringkali

dilakukan

dengan

semata-mata

mempertimbangkan bahwa hama dan penyakit tanaman harus dapat diberantas
dengan mudah dan cepat , sekalipun keadaan ini hanya dicapai untuk sementara.

Oleh karena itu pemberantasan hama dan penyakit tanaman hampir senantiasa
diartikan penggunaan pestisida, sehingga bermacam-macam pestisida banyak
digunakan yang juga menimbulkan berbagai dampak negatif (Mulyani, 1973).
Sifat penting yang dimiliki pestisida adalah daya racun atau toksisitas.
Meski bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu jenis
hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun untuk semua mahluk hidup.
Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan mempunyai spektrum
yang luas sebagai racun sehingga merupakan sumber pencemaran yang potensial
khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan perairan.

691

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Penggunaan pestisida untuk memberantas hama ternyata menimbulkan
berbagai masalah lingkungan, antara lain terjadinya pencemaran lingkungan
perairan. Permasalahan tersebut berkaitan erat dengan sifat pestisida yang beracun
dan dapat mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk biota
bukan sasaran (non target). Selain itu pada umumnya pestisida memiliki daya
tahan yang relative lama untuk didegradasi di lingkungan, sehingga dapat

mempengaruhi ekosistim dalam jangka panjang (Yudha, 1999).
Pestisida yang digunakan pada lahan pertanian sawah, sebagian atau
bahkan seluruhnya akan jatuh dan masuk ke dalam air sehingga mencemari
perairan. Hasil penelitian Ekaputri (2001) membuktikan bahwa perairan Sungai
Ciliwung – Jawa Barat yang mengalir melewati daerah Bogor, Depok dan Jakarta
mengandung residu insektisida endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7
– 4,0 µg/L. Sedangkan Taufik et al. (2003) melaporkan bahwa perairan tambak
serta saluran irigasi di Kabupaten Brebes – Jawa Tengah telah tercemar oleh
insektisida endosulfan yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan dengan
konsentrasi secara berturut-turut sebesar 2,7 dan 3,2 µg/L.
Ikan serta biota air lain yang hidup di lingkungan perairan yang tercemar
pestisida dapat menyerap bahan aktif pestisida dan akan tersimpan dalam tubuh.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bioakumulasi pestisida (endosulfan)
semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi dan waktu pemaparan
hingga tercapainya kondisi steady state. Selain itu, pengaruh lanjut dari
bioakumulasi pestisida secara signifikan dapat menurunkan laju pertumbuhan dan
berdampak terhadap kondisi hematologis ikan (Taufik, 2005).
Berkenaan dengan upaya pelestarian ekosistim akuatik dan sumberdaya
perikanan dari dampak negatif pestisida maka dilakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran pestisida pada lingkungan perikanan

di daerah Karawang dan sekitarnya. Selain itu, informasi yang berhasil dihimpun
dari kegiatan penelitian juga dapat dapat digunakan sebagai data dasar bagi
pembuatan model penyebaran pestisida di perairan Jawa Barat.

692

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

BAHAN DAN METODE
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada beberapa lokasi lingkungan
perairan serta lahan perikanan air tawar yang terdapat di wilayah Karawang - Jawa
Barat.Lokasi pengambilan contoh ditentukan secara diagnostik berdasarkan hasil
survei, data sekunder serta wawancara dengan petani dan instansi terkait.
Beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam menentukan lokasi antara lain:
faktor kondisi geografis, sumber dan tata guna air, peruntukan lahan dan aktifitas
pertanian, sistim irigasi, luas lahan dan jenis komoditas budidaya, serta tingkat
penggunaan pestisida dalam aktifitas di sekitar lokasi.
Pengambilan contoh air dan sedimen dari setiap lokasi dilakukan secara
diagonal pada sekitar 5 – 7 titik tergantung pada luas perairan/kolam. Contoh air
diambil sebanyak 500 ml, contoh sedimen diambil pada kedalaman 10 – 15 cm

dari permukaan dasar sebanyak 100 – 200 g (Mann, 1978). Contoh biota air (ikan)
diambil secara acak pada 5 – 7 tempat masing-masing sebanyak 50 – 100 g,
kemudian disatukan menjadi contoh komposit untuk selanjutnya dianalisis di
laboratorium.
Semua contoh dipreparasi dengan menggunakan metode Kanazawa (1979)
sebagai berikut:
- Contoh biota air (10 g) dimasukkan ke dalam tabung kertas soxhlet,
diekstrak dengan pelarut aceton sebanyak 100 ml pada alat soxhlet,
berlangsung selama 6 jam pada suhu 80oC. Selanjutnya diuapkan dalam
evaporator pada suhu 45oC hingga agak kering. Residu pestisida yang
diperoleh dari hasil evaporasi dipindahkan ke dalam corong pemisah 150 ml
dengan bantuan pelarut n-heksan 25 ml, kemudian diekstraksi dengan
pelarut asetonitril 25 ml sebanyak 3 kali. Lapisan n-heksan akan terbentuk di
bagian atas sedangkan lapisan asetonitril di sebelah bawah.
- Lapisan asetronitril hasil akstrak 3 kali kemudian diuapkan/dipekatkan dalam
evaporator pada suhu 45oC. Larutan residu hasil evaporator selanjutnya
dilarutkan dengan pelarut n-heksan sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
kolom kromatografi dan dielusi dengan eluen campuran n-heksan + aceton
(9 + 1). Eluat yang mengandung residu pestisida ditampung dalam labu
beralas datar 125 ml. Eluat dipekatkan hingga agak bening. Eluat yang


693

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

hampir kering dimasukkan ke dalam tabung uji dengan bantuan pelarut
aceton hingga volume menjadi 5 ml.
- Preparasi contoh air sebanyak 200 ml dilakukan melalui absorben SEP-PAK
C18. Residu yang terikat pada absorben C18 dielusi dengan 5 ml aceton.
Eluat ditampung langsung dalam tabung uji 100 ml.
Hasil preparasi contoh (air, sedimen, biota air) yang berupa eluat
selanjutnya dianalisis dengan alat kromatografi gas cair (Gas Chromatograph /
GC) dengan kondisi dan spesifikasi tertentu yang disesuaikan pada saat injeksi.
Melalui alat integrator yang terhubung dengan GC, bahan aktif pestisida
yang terkandung dalam contoh akan tergambar dalam bentuk grafik. Untuk
menentukan konsentrasi residu pestisida yang terdapat dalam contoh berdasarkan
gambar, dilakukan perhitungan melalui persamaan sebagai berikut:
Residu (mg/l) = (Ac x Vis x Ks x Vfc) / (As x Vic x B x R)
Keterangan:
Ac

As
Vic
Vis
Ks
B
Vfc
R

= area contoh
= area standar
= volume injeksi contoh
= volume injeksi standar
= konsentrasi standar (mg/l)
= bobot awal/volume awal (mg atau ml)
= volume final contoh (ml)
= rocovery (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Karawang dikenal sebagai lumbung padi bagi daerah Propinsi Jawa Barat.

Julukan tersebut cukup beralasan mengingat produksi padi dari daerah Karawang
merupakan yang tertinggi di Propinsi Jawa Barat. Keadaan ini tentu sangat
didukung oleh faktor alam berupa luasnya lahan subur yang dapat dialiri air dari
sungai dan Waduk Jatiluhur sehingga merupakan lahan produktif sepanjang tahun.
Meski didominasi oleh sawah, di daerah Karawang juga terdapat beberapa
lahan kolam untuk budidaya ikan air tawar yang pada umumnya dikelola secara
tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan aliran sungai sebagai sumber
pemasukkan air. Lokasi pengambilan sample merupakan lahan perikanan
budidaya yang terletak pada areal persawahan tanaman padi yang memanfaatkan
694

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

sumber air dari saluran irigasi atau sungai. Sistim tata guna air masih secara
terpadu bagi semua aktivitas di sepanjang daerah aliras sungai, termasuk untuk
kebutuhan rumah tangga, industri, pertanian, dan perikanan.
Dalam penggunaannya bagi aktivitas pertanian, khususnya bertanam padi
di sawah, limpahan air dari petakan sawah akan dialirkan kepetakan sawah yang
lain dan akhirnya dibuang kembali ke dalam sungai atau saluran irigasi yang
sama. Tidak jarang dalam satu lokasi terdapat aktivitas pertanian dan budidaya

perikanan terletak dalam satu hamparan lahan secara berdampingan bahkan
berintegrasi antara satu dan lainnya. Hal ini tentu akan menambah resiko
tercemarnya

lahan budidaya perikanan oleh limbah pestisida dari aktivitas

pertanian.

Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida dalam aktivitas pertanian, terutama tanaman padi di
lahan sawah, bagi petani di daerah Karawang - Jawa Barat sudah menjadi kegiatan
rutin karena merupakan salah satu dari usaha intensifikasi pertanian disamping
pemupukan. Penggunaan pestisida berbahan aktif kimiawi sejauh ini dinilai masih
yang paling efektif dan ekonomis untuk mengendalikan jasad pengganggu
tanaman bahkan untuk melindungi produk pertanian yang disimpan.
Dari hasil wawancara dengan instansi terkait seperti Dinas Pertanian,
Dinas Perikanan, Petugas Penyuluh Lapangan maupun petani, diketahui bahwa
pestisida yang biasa digunakan untuk melindungi tanaman dan komoditas
pertanian dari hama pengganggu antara lain: insektisida, herbisida, fungisida,
moluskisida bahkan rodentisida (membunuh binatang pengerat/tikus).

Intensitas penggunaan pestisida ditingkat petani cukup tinggi, baik pada
awal musim tanam, pertengahan sampai ketika padi berumur dewasa. Intensitas
tersebut akan semakin meningkat apabila terjadi serangan hama, bahkan tidak
jarang untuk meningkatkan efektifitasnya petani membuat ramuan sendiri dengan
cara mencampur beberapa macam pestisida.
Sifat penting yang dimilki suatu bahan aktif pestisida adalah daya racun
atau toksisitas. Meskipun bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk
mematikan suatu jenis hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun untuk

695

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

semua mahluk hidup. Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan
mempunyai spektrum yang luas sebagai racun sehingga merupakan salah satu
sumber pencemaran yang potensial khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan
perairan perikanan.

Tingkat Pencemaran Pestisida
Pestisida yang paling ideal adalah bersifat khusus yang dapat digunakan

secara selektif terhadap hama sasara saja, namun di seluruh dunia belum dijumpai
pestisida yang demikian. Kebanyakan pestisida yang ada sebetulnya tidak bersifat
selektif karena pestisida digunakan pada suatu ekosistim yang rumit dan kompleks
maka setiap pemakaian pestisida dapat membunuh organisme bukan sasaran atau
paling tidak mengganggu kehidupannya (Kadarsan, 1977).
Pestisida yang masuk ke dalam perairan, terutama dari golongan klororganik akan diserap oleh sedimen dasar perairan, plankton, algae, invertebrata
perairan, tumbuhan air dan ikan (Edward, 1976).

Residu pada Air
Perairan bertindak sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu
pestisida yang persisten. Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai
jalur, antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan
limbah perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui
tanah, penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan dari fase
uap pada antar fase udara-air (Connel dan Miller, 1995). Masalah ini perlu
mendapat perhatian serius karena residu pestisida (insektisida) ada yang bersifat
karsinogenik yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Penyebaran pencemaran dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi
oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif seperti penguapan, presipitasi dari
udara, pencucian dan aliran. Proses penguapan berdampak pada turunnya
kepekatan dalam air, sedangkan yang lainnya termasuk presipitasi dari udara,
pencucian dan aliran akan meningkatkan kepekatan (Haque et.al., 1980).
Mengingat pengaruh sampingnya yang cukup berbahaya terhadap
lingkungan (pengaruh residunya yang lama dan bersifat akumulatif) maka sejak

696

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

tahun 1973 formulasi pestisida dengan bahan aktif dari golongan organoklorin
dilarang penggunaannya di Indonesia.
Tabel 1. Konsentrasi residu pestisida yang terdapat dalam air kolam budidaya perikanan.

Pestisida

Konsentrasi residu
(mg/L)

Batas Maksimum Residu
(mg/L)*

Organofosfat :
Diazinon

0.0001

0.1

Piretroid :
Penvalerat

0.0002

Keterangan: * Berdasarkan kriteria air golongan C yaitu untuk kebutuhan pertanian dan
perikanan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 01-6366-2000

Selain Organofosfat (diazinon) pestisida residu yang terdapat dalam air
dari kolam budidaya adalah dari golongan Piretriod (penvalerat (Tabel 1)).
Keberadaan kedua bahan aktif tersebut dalam air kolam budidaya sangat
dipengaruhi oleh aktivitas pertanian di sepanjang daerah aliras sungai yang
banyak menggunakan pestisida dan memanfaatkan sungai sebagai tempat
pembuangan limbah pertanian yang menjadi sumber air bagi kolam budidaya.
Meskipun secara umum konsentrasi bahan aktif tersebut masih di bawah Batas
Maksimal Residu (BMR) pestisida, tetapi hal ini perlu diwaspadai karena
konsentrasi residu tersebut sewaktu-waktu dapat meningkat sejalan dengan
bertambahnya penggunaan pestisida terutama pada musim kemarau
Hal lain yang perlu diwaspadai akibat tercemarnya air oleh pestisida,
karena ikan yang terpapar dalam air yang tercemar oleh pestisida dalam
konsentrasi subletal akan menyerap bahan aktif tersebut melalui permukaan tubuh,
membran insang dan difusi kutikular. Penyerapan akan berlangsung secara terus
menerus sampai tercapai keadaan steady state yaitu kondisi dimana jumlah bahan
uji yang diserap dan didepurasi persatuan waktu seimbang pada suatu konsentrasi
bahan dalam air (Nagel dan Loskill, 1991).

Residu dalam Tanah
Tanah dan sedimen berperan utama dalam pengangkutan dan penghilangan
bahan pencemar lingkungan, dengan (1) menyediakan permukaan penyerapan, (2)

697

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

bertindak sebagai sistim penyangga, dan (3) sebagai pencuci bahan pencemar.
Proses pengangkutan paling menonjol yang berhubungan dengan tanah dan
sedimen adalah penyerapan (absorpsi) dan pencucian (Connel & Miller, 1995).
Residu pestisida yang ditemukan dalam tanah pada dari kolam budidaya
perikanan, tediri dari golongan Organoklorin, Organoposfat, Piretroid dan
Karbamat (Tabel 2).
Senyawa organoklorin sangat persisten, artinya bahan aktifnya dapat
bertahan dalan jangka waktu lama baik di dalam tanah, air, jaringan hewan,
maupun tumbuhan. Tidak mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas,
ataupun cahaya ultra violet. Dari segi fungsi pestisida, senyawa dengan sifat-sifat
tersebut adalah yang paling baik akan tetapi tidak baik dari segi lingkungan
(Sastroutomo, 1992). Akibat dari sifatnya yang persisten maka residu
Organoklorin masih terdeteksi dalam tanah kolam budidaya perikanan meskipun
penggunaan bahan aktif tersebut sudah berlangsung lama.
Tabel 2. Konsetrasi residu pestisida (mg/L) yang terdapat dalam tanah dari kolam budidaya
perikanan

Pestisida
Organoklorin :
Heptaklor
Dieldrin
Organofosfat :
Diazinon
Klorpirifos
Piretroid :
Sipermetrin
Karbamat :
MIPC

Konsentrasi residu
(mg/L)
0.0011
0.0015
0.0251
0.0002
0.0002 – 0.0053
0.0036 – 0.0147

Residu pestisida tidak hanya berdifusi ke dalam tanah tetapi juga ke dalam
air, udara dan akhirnya mengkontaminasi rantai makanan kehidupan. Masalah ini
perlu mendapat perhatian serius karena residu pestisida (insektisida) ada yang
bersifat karsinogenik yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Ardiwinata
et.al., 1999).

698

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Residu pada Ikan
Interaksi antara proses lingkungan dan sifat fisika-kimiawi pencemaran
menentukan penyebaran, intensitas, dan pengaruhnya terhadap kehidupan mahluk
hidup (Connel & Miller, 1995). Masuknya pestisida ke dalam tubuh hewan dapat
terjadi secara langsung dari lingkungan fisik atau dari penyerapan gastrointestinal.
Untuk organisme air, kontaminasi pestisida dapat melalui proses oleh: (1) makan
makanan yang terkontaminasi, (2) pengambilan dari air yang melewati membran
insang saat bernafas, (3) difusi kutikular, dan (4) penyerapan langsung dari
sedimen (Livingstone, 1977).
Secara kualitatif maupun kuantitatif, residu pestisida yang terdapat dalam
daging ikan yang berasal dari kolam budidaya lebih tinggi dibanding kandungan
residu pestisida dalam air mapun tanah (Tabel 3). Hal tersebut dapat terjadi karena
ikan merupakan akumulator yang baik bagi pestisida, akibatnya semakin lama
ikan terkontaminasi oleh pestisida maka semakin tinggi residu yang terkandung
didalam daging.
Kusnoputranto (1995) mengemukakan bahwa penyerapan residu pestisida
tergantung dari besarnya residu, sifat fisika-kimia, sifat bioakumulatif dan
toksisitasnya, sehingga tingkat keracunan yang ditimbulkannya dapat bersifat akut
maupun kronik. Menurut Edward (1976), rata-rata kenaikan residu pestisida
dalam hewan akuatik mempunyai korelasi dengan aktivitas metabolisme, bobot
badan, luas permukaan tubuh dan rantai makanannya.
Residu pestisida organoklorin yang diserap oleh hewan air dapat
terakumulasi di dalam jaringan tubuh karena pestisida tersebut memiliki sifat
lipofitas yang tinggi sehingga mudah terikat dalam jaringan lemak dan akumulasi
residu pestisida organoklorin pada ikan dipengaruhi oleh kandungan lemak
(Edward, 1976). Dengan kata lain, ikan yang memiliki kandungan lemak yang
tinggi (seperti ikan mas) akan lebih mudah mengakumulasi insektisida golongan
organoklorin.

699

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Tabel 3. Konsentrasi residu pestisida dalam daging ikan yang berasal dari kolam budidaya
perikanan.

Pestisida
Organoklorin :
– BHC (lindan)
Aldrin
Heptaklor
Dieldrin
Organofosfat :
Klorpirifos
Piretroid :
Sipermetrin
Penvalerat

Konsentrasi residu
(mg/L)

Batas Maksimum Residu*)
(mg/L)

0.0012
0.0011
0.0064
0.0018

0.1
0.2
0.2
0.2

0.0015

0.1

0.0002
0.0013 – 0.0082

0.1

Karbamat :
0.0024 – 0.0066
MIPC
0.0007 – 0.0012
BPMC
0.0057
Karbofuran
Sumber *) Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 01-6366-2000

0.05

Meskipun residu pestisida yang terkandung dalam daging ikan masih
berada di bawah BMR, tetapi perlu diwaspadai karena hal ini terjadi akibat adanya
konsentrasi subletal pestisida pada lingkungan pemeliharaan (air) (Taufik et.al,
2003). Konsentrasi subletal bahan aktif pestisida secara kronis akan berakumulasi
di dalam organ tubuh ikan (Connel & Miller, 1995). Ikan yang terkena
kontaminasi subletal dari berbagai jenis pestisida akan memperlihatkan perubahan
dalam aksi fisiologis, kegagalan dalam perkembangbiakan, ketahanan, kerentanan,
biokimia, morfologi, dan pengaruh lainnya termasuk laju pertumbuhan (Brawn,
1978).

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pencemaran pestisida pada lahan perikanan budidaya di daerah Karawang
yang terdapat dalam air terdiri dari golongan: Organofosfat dan Piretroid;
sedangkan dalam tanah dan ikan: Organoklorin, Organofosfat, Piretroid
dan Karbamat.
2. Residu pestisida yang terdapat pada lahan perikanan budidaya antara lain
berasal dari limbah aktifitas pertanian, terutama budidaya tanaman padi di
lahan sawah yang terdapat di sepanjang daerah aliran sungai.
700

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

3. Jenis dan konsentrasi residu pestisida yang terdapat pada ikan > tanah >
air.
4. Tingkat pencemaran pestisida pada lahan budidaya perikanan di wilayah
Karawang - Jawa Barat masih di bawah BMR.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiwinata, A.N., S.Y. Jatmiko dan E.S. Harsanti. 1999. Monitoring residu
insektisida di Jawa Barat. Dalam ―Menunjang Produksi Padi Berwawasan
Lingkungan‖. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca
dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Bogor, 21 April
1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal. 91-105.
Brown, A.W.A. 1978. Ecology of pesticides. John Wiley and Sons, New York.
342 hal.
Connel, D.W. and G.J. Miller. 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran.
Penerbit Univ. Indonesia, Jakarta. hal 331-341.
Edwards, C.A. 1976. Persistent pesticides in the environment. CRC Press. Ohio.
170 hal.
Ekaputri, L.S. 2001. Pola penyebaran spasial dan temporal bahan organik, logam
berat dan pestisida di perairan sungai Ciliwung. Disertasi Program
Pascasarjana, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, IPB. 148 hal.
Haque, R., J. Falco, S. Cohen, dan C. Riordan. 1980. Role of transport and fate
studies in the exposure assessment and screening of toxic chemicals. In R.
Haque (eds) dynamic, Exposure, and Hazard Assessment of Toxic
Chemicals. Ann Arbor Science, Ann Arbor, Michigan. hal. 47-67.
Kadarsan, S. 1977. Pengaruh Samping Pestisida terhadap Hewan Vertebrata
Bukan Sasaran. Aspek Pestisida di Indonesia. Lembaga Pusat Penelitian
Pertanian Bogor. Edisi Khusus No. 3: 401-418.
Kanazawa, J. 1979. Measurement of the bioconcentration factor of pesticides by
freshwater fish and their corelation with physiochemical properties or
acute toxicities. National Institute of Agricultural Sciences. Japan. 12: 417
– 424.
Kusnoputranto, H. 1995. Pengantar toksikologi lingkungan. Dirjen Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 133 hal.

701

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Livingstone, R.J. 1977. Review of current literature concerning the accute and
chronic effect of pesticides on aquatic organism. CRC Crit. Rev. Environ.
Control.
Mann. 1978. Manual of training in pesticides analysis. University of Miami
School of Medicine Dept. Of Epidemiology and Public Health. 301 hal.
Mulyani. 1973. Peraturan pestisida. Laporan Direktorat Perlindungan Tanaman,
Jakarta. 6 hal.
Nagel R., dan R. Loskill. 1991. Bioaccumulation in aquatic system; contribution
to the assessment. Proceeding of an International Workshop, Berlin.
VCH Publishers Inc. New York. 238 hal.
Sastroutomo, S. 1992. Pestisida, dasar-dasar dan dampak penggunaannya.
Gramedia, Jakarta.
Taufik, I., S. Koesoemadinata, Sutrisno dan A. Nugraha. 2003. Tingkat
akunmulasi residu pestisida pertanian di perairan tambak. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9 (4): 53-61.
Taufik, I. 2005. Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan terhadap
pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas (Cyprinus carpio). Tesis.
Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Perairan, IPB. 83 hal.
Yudha, I.G. 1999. Toksisitas akut dan pengaruh subletal endosulfan terhadap
pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan lele dumbo (Clarian
gariepinus). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

702

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Lampiran 1. Jenis dan konsentrasi residu pestisida pada lahan perikanan budidaya
di wilayah Karawang – Jawa Barat.
No

Analisa

I

ORGANOKLORIN

II

III

IV

Aldrin
Heptaklor
Dieldrin
DDT
Endrin
Endosulfan
ORGANOFOSFAT
Diazinon
Fenitrotion
Metidation
Malation
Klorpirifos
Paration
Profenofos
PIRETROID
Sipermetrin
Permetrin
L. Sihalotrin
Penvalerat
KARBAMAT
MIPC
BPMC
Karbofuran

Air

Konsentrasi (ppm)
Tanah

Ikan

-

0.0011
0.0015
0.0013

0.0012
0.0011
0.0064
0.0018
-

0.0001
-

0.0251
0.0002
-

0.0015
-

0.0002

0.0002 - 0.0053
-

0.0002
0.0013 - 0.0082

-

0.0036 - 0.0147
-

0.0024 - 0.0066
0.0007 - 0.0012
0.0057

Limit deteksi:
Organoklorin 0,1 ppb; Organofosfat 0,4 ppb; Piretroid 0,2 ppb; Karbamat 0,3
ppb.
- = tidak terdeteksi.
CATATAN
Diperlukan pengecekan kembali apakah penulisan kelompok pestisida
harus selalu dimulai dengan huruf besar, contoh: Organoklorin.

703

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124