CAMPUR TANGAN PEMERINTAH PUSAT DALAM OTO

CAMPUR TANGAN PEMERINTAH PUSAT DALAM OTONOMI DAERAH SERTA
DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Oleh : Adi Afrianto. Mahasiswa Ilmu Politik Fisip Untan 2014
Judul buku

: Prospek Otonomi Daerah di NKRI

Pengarang

: Drs. Josef Riwu Kaho, MPA

Tahun terbit

: 2002 (cetakan keenam)

Jumlah Halaman

: 270 halaman

Otonomi daerah yang kita alami di Indonesia saat ini terasa begitu absurd. Di satu sisi
banyak daerah yang mengalami kemajuan luar biasa dan terkenal dengan inovasi dalam

penyelenggaraan pemerintahannya, di sisi lain lebih banyak daerah yang makin "kacau" dan
bisa dikatakan hidup segan, mati tak mau. Otonomi daerah yang diharapkan mampu
mendekatkan negara pada rakyatnya beralih menjadi pemangsaan rakyat oleh negara.
Kesejahteraan sebagai tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan hanyalah utopia dalam
janji kampanye belaka. Apakah penyelenggaraan otonomi daerah yang sekarang dilakukan di
negara kita itu salah? Apakah sebenarnya Indonesia tidak cocok menganut otonomi daerah?
Buku Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Identifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraannya merupakan salah satu buku yang
membahas secara komperhensif konsep, prinsip dan praktik penerapan Otonomi daerah di
Indonesia dari waktu ke waktu mulai masa pemerintahan Hindia Belanda, Masa Pendudukan
Jepang, dan Masa Setelah Kemerdekaan (dari proklamasi kemerdekaan sampai UU No.5
Tahun 1974). Selain itu buku ini juga menjelaskan mengenai beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia.
Pilihan antara sentralisasi atau desentalisasi mencakup keputusan akan empat dari
lima isu politik yang dihadapi oleh suatu negara. Dan desentralisasi merupakan pilihan
para founding fathers kita dalam penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum dalam
Pasal 18 UUD 1945 berikut penjelasannya. Dalam penjabaran alasan mengenai dianutnya
desentralisasi, penulis banyak mengutip pendapat para ahli, kemudian penulis sendiri
menempatkan pendapatnya dengan mengikuti pendapat mariun, bahwa desentralisasi dianut
demi tercapainya efektivitas pemerintahan dan demi terlaksananya demokrasi dari/di bawah


(grassroots democracy).1 Cara penulisan seperti ini terasa sangat ilmiah dan mudah dipahami
bila dibandingkan bagaimana Syaukani,dkk (2002) menuliskan alasan desentralisasi dengan
mencampur pendapat banyak orang menjadi beberapa alasan yang dirangkum dalam
beberapa poin alasan. Dan bandingkan pula dengan buku Abdurrahman (1987) yang
mengutip pendapat para Ahli namun tidak menyatakan diri mengikuti salah satu pendapat
atau menyimpulkan dengan pendapatnya sendiri. Hanya sayangnya dalam buku ini banyak
pendapat ahli yang masih dalam bahasa Inggris, belum dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia.
Hal ini bisa menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pembaca yang memiliki kemampuan
penguasaan bahasa asing (inggris) yang terbatas.2
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan desentralisasi, muncullah daerah daerah
otonom, yaitu daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Yang
diatur dan diurus adalah tugas-tugas atau urusan-urusan tertentu yang diserahkan pemerintah
pusat kepada daerah. Teknik yang dapat digunakan untuk menetapkan bidang mana yang
menjadi urusan pemerintah pusat dan mana urusan daerah ada beberapa , yaitu : (1) sistem
residu dimana ditentukan dulu wewenang pusat, sisanya menjadi wewenang daerah, (2)
sistem material dimana tugas pemerintah daerah ditetapkan satu per satu secara limitatif dan
terinci, (3) sistem formal dimana urusan daerah tidak ditetapkan dengan undang-undang
melainkan daeah boleh mengatur urusan yang dirasa penting bagi daerahnya selama tidak
berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah di atasnya, (4) sistem

otonomi riil dimana penyerahan urusan kepada daerah sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan riil dari daerah dan (5) prinsip otonomi yang nyata, dinamis dan
bertanggungjawab yang merupakan variasi dari otonomi riil yang tercantum dalam UU No 5
Tahun 1974. Urusan otonomi daerah ini tidak statis, tetapi dinamis : berkembang dan
berubah. Hal ini karena terjadinya perubahan di masyarakat, sehingga urusan daerah dapat
ditambah atau ditarik menurut situasi dan perspektif yang dipakai.3
Tujuan utama dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah adalah membebaskan
pemerintah pusat dari urusan yang tidak seharusnya menjadi pikiran pemerintah pusat.
Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai
kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah
pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau
1 Manan, Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII,
Yogyakarta.
2 J Kaloh. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab
3 Arif Nasution, 2000, Demokrasi dan Problema Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung.

yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan
desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal.4 Kemampuan
prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam
mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat. Menurut Mardiasmo

(Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik
(public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terdapat tiga misi
utama pelaksanaan otonomi daerah & desentralisasi fiskal, yaitu:


Meningkatkan kualitas & kuantitas pelayanan publik & kesejahteraan masyarakat.



Memberdayakan & menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi
dalam proses pembangunan.
Menciptakan efisiensi & efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.



Kemudian tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004
pada intinya hampir sama, yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan & hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa
& peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, & bertanggung jawab sehingga
memperkuat persatuan & kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat & campur

tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal5.
Prinsip Otonomi Daerah6
Berdasarkan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan
otonomi daerah adalah sebagai berikut :
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek keadilan, demokrasi,



pemerataan serta potensi & keaneka ragaman daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah dilandasi pada otonomi luas, nyata & bertanggung


jawab.


Pelaksanaan otonomi daerah yang luas & utuh diletakkan pada daerah & daerah kota,
sedangkan otonomi provinsi merupakan otonomi yang terbatas.




Pelaksanaan otonomi harus selaras konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat & daerah.
4 Muchsan, 2000, Otonomi Daerah dan Ketidakadilan Daerah, Mandar Maju, Bandung.
5 Sisitem pemerintah daerah, diakses dari situs http://demokrasiindonesia.blogspot.co.id/ , pada hari Senin 18,
Januari, 2017
6 Hanif Nurcholis, 2007, Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah, PT. Grasindo,
Jakarta.

Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten



& derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Begitu juga di kawasan-kawasan khusus yang
dibina oleh pemerintah.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan & fungsi badan



legislatif daerah baik sebagai fungsi pengawasan, fungsi legislatif, mempunyai fungsi
anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah

Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai



wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah7.
Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah



dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada
yang menugaskan.
Oleh karena itu pemerintah pusat harus memberikan kepercayaan sepenuhnya
terhadap pemerintah daerah untuk menjalakan otonomi daerah tetapi pemerintah pusat tetap
menjaalankan fungsi controling. Jika pemerintah pusat terlalu banyak mencampuri kebijakan
otonomi daerah hal ini dipastikan otonomi daerah tidak akan berjalan dengan baik karena
pemerintah pusat tidak selalu mengerti permasalahan yang ada pada daerah.

7 Irawan Soedjito, 2008, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka Cipta,

Jakarta.