Advokasi Hak Hak Istri Dalam Rumah Tangg (1)

ADVOKASI HAK-HAK ISTRI DALAM RUMAH TANGGA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

La Jamaa

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon lajamaa26@gmail.com

Abs r c

Marriage gives material and immaterial rights to the wife in the household. But in social reality, many wives do not enjoy the rights of material and non-material, because the husband does not carry out his obligations responsibly. Therefore, forms of Islamic legal protection of the rights of the wife must be studied. The analysis focuses on advocacy for the rights of wives for dowry, living fulfillment, and a sense of security, in the perspective of Islamic law, to better protect the wife.

K yw r : Rights of the wife, advocacy, Islamic law

Pendahuluan

yang seimbang dengan kewajibannya dari suami, Islam merupakan agama rahmatan lil alâmîn, untuk meraih kebahagiaan hidup berumah membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi tangga. semua makhluk di alam semesta ini. Selaras

Hal itu berarti kebahagiaan rumah tangga dengan hal itu, ajaran Islam memadukan antara bukan monopoli suami, akan tetapi merupakan urusan ukhrawi yang berdimensi ilahiah dan

hak bersama antara suami dengan istri. Bahkan sakral dengan urusan duniawi yang berdimensi

kebahagiaan rumah tangga mustahil bisa insani dan profan. Dengan demikian eksistensi

diwujudkan tanpa adanya jalinan kasih sayang ajaran Islam pada umumnya dan hukum Islam

antara suami dan istri yang tetap menghargai pada khususnya tidak sekedar berada dalam

hak-hak kedua belah pihak. Namun demikian tataran teoritis, namun mampu membumi sering muncul peristiwa pelanggaran hak-hak istri dalam realitas kehidupan manusia.

dalam rumah tangga, sehingga istri merasakan Hukum Islam sebagai bagian dari totalitas rumah tangganya bukan lagi baytî jannatî ajaran Islam merupakan rambu-rambu bagi umat (rumahku surgaku),melainkanbaytî nâr (rumahku Islam khususnya dan manusia pada umumnya

seperti neraka). Karena itu Nabi saw pada satu dalam menjalani lalu lintas kehidupan. Hukum

sisi menganjurkan pernikahan kepada pemuda Islam mengatur semua aktivitas manusia sejak

muslim, namun pada sisi lain anjuran itu tetap lahir di alam ini hingga meninggal, sejak tidur

memperhatikan aspek kemampuan calon suami hingga bangun kembali, termasuk rumah 1 dalam memenuhi hak-hak calon istrinya.

tangga yang dibangun melalui pernikahan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan Pernikahan merupakan institusi yang mengikat

bahwa relasi suami istri dalam perkawinan dua insan yang berbeda jenis kelamin, karaktek dan merupakan mitra yang sejajar dan bukan relasi kebiasaan dalam satu tujuan mulia, mewujudkan subordinasi dari suami dan mengabaikan hak- rumah tangga yang bahagia.

hak istri. Karena itu istri memiliki hak-hak dalam Istri mengemban tanggung jawab yang tak

rumah tangga, baik berkaitan dengan nafkah, ringan dalam kehidupan rumah tangga terutama tempat tinggal, maupun rasa aman. Namun dalam kaitannya dengan fungsi mengandung, melahirkan dan menyusui serta memelihara anak-

1 Lihat Abû al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairî

anaknya. Bahkan istri berkewajiban pula melayani al-Naisaburi, Sahîh Muslim, cet. ke 1; I (Beirut: Dâr al-Fikr, suaminya. Sebab itu istri mendapat hak-hak

ht 2 1 ! p

e $' 2 & "%

Musãwa, Vol. 15, No. 1 Januari 2016

demikian realitas menunjukkan fakta sebaliknya,

sebab tidak sedikit istri yang diabaikan hak- Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada

hakya sehingga dia harus berusaha keras memenuhi wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian kebutuhan dirinya sendiri dan anak-anaknya

dengan penuh kerelaan.

lantaran suaminya tidak memberikan nafkah. Bahkan tidak sedikit suami yang menyalahguna-

Kata saduqât dalam ayat di atas merupakan kan izin poligami tanpa memenuhi kebutuhan

jamak dari kata sidaq, suduq, dan sadûqah, yang istri-istri dan anaknya. Jika istri berani menuntut berarti mahar atau maskawin. Pada asalnya kata hak nafkah kepada suami, suami tak segan-

dasar kalimat ini (s-d-q) berarti kekuatan pada segan mengancamnya, baik secara psikologis

sesuatu. Mahar disebut sadaq, sebab hal itu meng- maupun fisik. 2 Ironisnya mayoritas pelaku dan isyaratkan adan kesungguhan dan kebenaran

korbannya adalah muslim, sehingga muncul kemauan dari seseorang yang meminang. kesan seolah-olah hukum Islam tidak memberikan Mahar adalah pemberian yang wajib diberikan advokasi terhadap hak-hak istri dalam rumah

oleh calon suami kepada istrinya saat akan tangga. Tulisan ini memilih fokus pada advokasi melangsungkan pernikahan, baik berupa uang hak-hak material, baik mahar maupun nafkah, maupun barang, sebagai bukti keikhlasannya dan hak-hak non material (rasa aman dan

menikahi calon istrinya. 3 Mahar juga menjadi pemenuhan kebutuhan seksual secara layak dan simbol kesungguhan suami memenuhi tanggung- bermartabat) istri dalam perspektif hukum

jawabnya dalam memenuhi hak-hak material Islam.

istri dan anaknya, 4 serta pertanda kebenaran dan kesungguhan cinta suami kepada istrinya. 5 Sebab

dvo * a +, Ha * - ha * .+ te / , Pe /+ pe * t , 0 Hu * u 1 itu mahar tidak dapat dipersepsikan sebagai nilai

atau harga seorang istri. Mahar merupakan Hak-hak istri yang diatur dalam syariat Islam pemberian suami kepada istri yang ditentukan dalam garis besarnya ada dua macam; hak yang oleh syariat. bersifat material (lahiriah) dan hak bersifat non

la 1

Dengan demikian, pemberian mahar meru- material (batiniah). Hak-hak istri pada dasarnya pakan tanda kasih sayang dan menjadi bukti merupakan kewajiban bagi suami.

adanya ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membangun rumah

tangga. 6 Berdasarkan redaksi ayat di atas menun- Manusia adalah makhluk yang memiliki

dvo * a + , Ha *- ha * .+ te / , 2 an 3 4 e /+ ,0 at 56 te / , al

jukkan, bahwa mahar wajib dibayarkan oleh unsur jasmani dan rohani. Karena manusia mem- suami kepada istrinya. Hal itu diperkuat oleh butuhkan materi untuk memenuhi kebutuhan

firman Allah Q.S. al-Nisa [4]: 24 jasmaninya (kebutuhan lahiriah), dan hal-hal non materi untuk memenuhi kebutuhan batiniah-

nya. Begitu pula isteri, ia sangat membutuhkan

materi untuk menopang hidupnya. Dalam ikatan

pernikahan pemenuhan kebutuhan lahiriah Artinya: Maka isteri-isteri yang telah kamu ni mati isteri menjadi kewajiban suami. Di antara (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada kewajiban lahiriah suami dan menjadi hak isteri

tersebut, adalah:

3 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Tafsirnya, cet.

56 ha /

ke 3, II (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), 114-115.

Menurut al-Qur an, istri memiliki hak materil 4 Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur ân: Tafsir istri menerima mahar dari suaminya, sesuai Maudhu i atas Pelbagai Persoalan Umat, cet. ke 12 (Bandung:

firman Allah Q.S. al-Nisa [4]: 4 Mizan, 2001), 156.

5 Lihat Abû al-Fadl Syihab al-dîn al-Alûsî, Rûh al-Ma ânî, 2 Lihat Putusan Perkara Pidana Pengadilan Negeri

IV (Beirut: Ihyâ al-Turaú al- Arabî, 1985), 77. Ambon Nomor 56/Pid.B/2008/PN.AB, tanggal 30 April 6 Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Tafsirnya,

2008, 2-3.

II: 117.

La Jamaa: Advokasi Hak-hak Istri dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam

mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu

kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling mere- 8

lakannya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Artinya: Lihatlah walaupun sebentuk cincin dari lagi Maha Bijaksana. besi. Lalu dia pergi kemudian kembali lagi seraya

berkata: Tidak ada wahai Rasulullah bahkan cincin Ayat ini menunjukkan bahwa mahar bukan-

besi pun tidak ada, hanya ini sarungku (Sahl berkata, lah imbalan dari suami semata, atau kerelaan

ia memiliki selembar sarung), maka wanita itu bisa perempuan untuk menjadi istrinya, melainkan

mendapat separuhnya. Rasulullah saw bertanya sebagai tanda cinta dan keikhlasan suami kepada

lagi: Apa yang bisa kau perbuat dengan sarungmu istrinya, yang menurut QS al-Nisa: 4 mahar itu itu? Karena jika kau memakainya maka ia tak bisa memakainya? Orang itu lalu duduk cukup lama,

sebagai suatu pemberian. Sebab itu jika terjadi lalu ia berdiri pergi dan Rasulullah saw menyuruh perbedaan antara jumlah mahar yang dijanjikan

memanggilnya. Setelah ia datang, beliau bersabda: dengan yang diberikan, maka istri boleh merelakan

Apa saja yang kau bisa dari Al-Qur an? Ia Menjawab: sebagian mahar itu. Mahar wajib dibayarkan

Saya bisa surat ini, surat ini dan surat ini, ia sebelum akad nikah atau sebelum hubungan

menghitung surat-surat yang ia bisa. Beliau saw biologis suami istri, bahkan menurut mazhab

bertanya: Apakah kau hafal surat-surat itu? Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: Bawalah wanita

Hanafiah, wajib dibayarkan setelah suami istri itu karena aku telah menikahkan kau dengan mahar

mengasingkan diri dalam sebuah tempat yang Al-Qur an yang kau hafal itu [HR Bukhari dan tertutup. Mahar yang telah ditetapkan jumlahnya

Muslim].

boleh ditambah, dikurangi atau dihapuskan atas kerelaan kedua belah pihak. 7 Hadis atas menunjukkan, bahwa pemberian Meskipun mahar merupakan simbol atau

mahar berupa sebentuk cincin besi dapat dianggap lambang tanggungjawab dan cinta suami kepada sebagai standar mahar bagi fakir miskin. Hal istrinya, namun mahar harus berupa materi

itu menunjukkan sifat fleksibilitas hukum Islam minimal atau barang senilai harga sebuah cincin dalam penentuan mahar. Dengan demikian besi, seperti yang diisyaratkan Nabi saw kepada

yang dapat dijadikan mahar adalah segala seorang pemuda miskin yang tak mampu mem- sesuatu yang memiliki nilai dan halal serta beri mahar berupa materi, Nabi saw bersabda: bermanfaat bagi isteri baik berupa material

maupun non material (jasa), misalnya hafalan

 al-Qur an, mengajarkan al-Qur an kepada istri  atau jasa lainnya sesuai dengan keinginan istri. 

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemuka-

 kan, bahwa mahar merupakan hak mutlak dari  istri sehingga dia berhak memprotes terhadap

 tindakan orang yang membatasi jumlah mahar-

nya. Jelasnya, hukum Islam tidak menentukan

 ukuran khusus tentang besar kecilnya mahar,  sehingga pada saat khalifah Umar bin Khattab  berencana membatasi jumlah mahar maksimal 

40 uqyah, kontan ide Umar itu dikritik seorang perempuan yang vokal mengatakan, bahwa Umar tidak berhak memberi batasan mahar. Perempuan yang kritis itu mengajukan dalil firman Allah Q.S. al-Nisa [4]: 21

7 Lihat ibid., 147-148. Abul A la Almaududi, Huqûq al-Zaujaini, terj. Abu

Amir Izza Rasyid Isma il, Menjaga Keutuhan Rumah Tangga 8 Abu Abdillah Muhammad bin Isma il bin Ibrahim Islami dengan Menjaga Hak Suami Isteri (Yogyakarta: Absolut,

bin al-Mugirah bin Bardizbah al- Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, t.t.), 121.

cet. ke 1 (Beirut: Dâr al- Kutub al- Ilmiyyah, 1992), V: 464.

Musãwa, Vol. 15, No. 1 Januari 2016

uqiyah 11  itu tidak dikoreksi oleh perempuan

yang kritis tersebut, maka akan dianggap sebagai

 standar maksimal yang harus diberlakukan

Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya dalam setiap ruang dan waktu bagi umat Islam, kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul

sebab kebijakan Umar itu dikeluarkan dalam (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri.

kapasitasnya sebagai khalifah, sehingga mengikat dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari

bagi umat Islam. Daya ikatnya secara hukum kamu perjanjian yang kuat.

bukan saja terhadap umat Islam di jazirah Arab pada masa itu, namun akan berlaku juga untuk

Maka Umarpun menjawab; imra-atun asâbat untuk umat Islam di luar jazirah Arab dalam wa rajulun akhma (perempuan itu telah berkata

9 benar dan si lak-laki (Umar) telah keliru). setiap kurun waktu. Keluwesan kebijakan khalifah Umar tersebut dapat dimaknai sebagai Padahal pada saat mengeluarkan ide mem-

tanggungjawab seorang pemimpin negara batasi jumlah mahar itu, Umar berkedudukan

dalam menjaga hak-hak individual warga sebagai khalifah kedua. Hal itu berarti, bahwa negaranya, tanpa membedakan jenis kelamin.

ide Umar bukan dalam kapasitas pribadi, melain- Jika Umar memaksakan kebijakannya kan kebijakan seorang khalifah (kepala negara).

dalam membatasi jumlah mahar tersebut, maka Namun demikian Umar tidak arogan memaksa- kebijakan itu akan merampas hak-hak indivi-

kan kebijakannya dan justru bersedia mengakui dual perempuan terhadap mahar yang menjadi ide (kebijakan)nya itu keliru. Padahal Umar

haknya sebagai istri. Sebagai hak individual, istri pernah mengatakan:

berhak menentukan sendiri bersama suami

 jumlah mahar yang akan diserahkan suami

kepadanya. Hak itu tidak bisa diambil alih oleh

 pemerintah. Sebab itu kebijakan pemerintah  harus membawa kemaslahatan kepada rakyatnya,  sesuai kaidah fiqh: tacarrufu al-imâm ala al-râ iyati

 manûmun bi al-maclahah (kebijakan seorang

pemimpin terhadap rakyatnya harus berorientasi Artinya: Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam

kepada kemaslahatan rakyatnya). 12 memberi mahar kepada perempuan/istri, karena jika

Hal itu mengandung fleksibilitas bagi dia perempuan yang mulia di dunia atau yang terpelihara di akherat, maka orang yang paling utama perempuan dalam menentukan maharnya sesuai

dalam menghormati perempuan di antaramu adalah dengan status sosial istri dan kemampuan Nabi saw. Padahal Rasulullah saw memberi mahar

ekonomi suaminya, sehingga jumlah mahar kepada para istrinya dan menerima mahar anak

perempuan dari keluarga kaya yang bersuamikan perempuannya tidak lebih dari 12 uqiyah. (HR.

10 orang kaya, wajar saja dia menerima mahar Lima imam hadis). sebuah rumah mewah, mobil mewah atau per-

hiasan mahal. Namun hal itu tidak bisa dijadi- Fleksibilitas jumlah mahar relevan dengan kan standar oleh perempuan kaya namun konteks sosiologis umat Islam yang berbeda, baik bersuamikan orang yang berpenghasilan ruang maupun waktu sekaligus mewujudkan menengah ke bawah, apalagi perempuan miskin kemaslahatan umat. Jika kebijakan khalifah yang bersuamikan orang miskin. Jelasnya, Umar menetapkan jumlah maksimal mahar 40 bahwa mahar itu harus sesuai dengan status

9 Lihat Abul Ala Almaududi, Menjaga Keutuhan Rumah 11 4 uqiyah = 16 dirham. Jadi, 40 uqiyah = 160 dirham. Tangga, 148-149.

Lihat Abul A la Almaududi, Menjaga Keutuhan Rumah 10 Lihat Faisal bin Abdil Aziz Ali Mubarak, Bustân al-

Tangga, 291.

Akhbâr Mukhtacar Nail al-Aumâr, terj. Mu ammal Hamidy, 12 Jalâluddîn al-Sayutî, Al-Asybah wa al-Nahair fî Qawâ id dkk., Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadis-Hadis

wa Furû al-Syafi î, cet. ke 1 (Beirut: Dâr al-Kutub al- Ilmiyyah, Hukum, cet. ke 3, V (Surabaya: Bina Ilmu, 2001), 2232.

La Jamaa: Advokasi Hak-hak Istri dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam

sosial perempuan (istri), tidak boleh mengurangi Ketentuan itu pada hakekatnya merupakan derajat sosial pihak perempuan (istri). 13 Karena

bentuk advokasi hukum Islam terhadap kepe- itu kesepakatan penentuan jumlah mahar

milikan istri atas mahar dari kesewenangan antara suami istri tidak identik dengan prinsip

suami atau kerabat istri. Dengan demikian tawar menawar dan kerelaan dalam jual beli

advokasi hukum Islam bukan saja memberikan antara pembeli dengan penjual.

hak istri menentukan jumlah mahar yang berhak Pemahaman terhadap jumlah mahar yang dia terima, namun juga melalui pelarangan fleksibel itu telah membumi dalam realitas

suami mengambil kembali mahar yang telah kehidupan umat Islam di Indonesia. Jumlah 18 diberikan kepadanya tanpa keikhlasan istri.

mahar yang menjadi tradisi tiap daerah berbeda- Sehingga istri memiliki kemandirian dalam beda. Meskipun ada masyarakat daerah tertentu mendayagunakan mahar yang dimilikinya, yang menetukan besar mahar yang memung-

tanpa intervensi pihak lain. Karena itu pula istri kinkan istri bisa hidup mandiri jika suami

bebas memberikan mahar kepada orang lain atas menceraikannya, namun jumlahnya berdasar-

kemauannya sendiri, termasuk kepada suami- kan kesepakatan antara suami istri. Realitas

nya. Begitu juga yang menjadi tradisi masyarakat tersebut juga menunjukkan keluwesan hukum

kecamatan Salahutu dan Leihitu di Pulau yang Islam dalam tataran praktis, sesuai dengan

menganjurkan perempuan (istri) menyerahkan kaidah hukum Islam: taghayyaru al-fatwâ wa

sebagian mahar yang telah diterimanya kepada ikhtilâfuhâ bi hasbi taghayyuri al-azminati wa al-

ibunya sebagai pengganti air susu ibu, bukan- amkinati wa al-ahwâl wa al-niyyâti wa al- awâid

lah dalam konteks perampasan mahar, melain- (fatwa berubah dan berbeda sesuai dengan

kan hanya sebagai sarana pendidikan keluarga. 19 perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat

Hal itu berarti, hukum Islam sangat menghormati kebiasaan). 14 Sehingga hukum Islam dapat

hak ekonomi perempuan (istri) sebagaimana memberikan kemaslahatan kepada umatnya

yang dicontohkan oleh khaliah Umar bin yang cocok pada segala waktu dan ruang (ºalihun Khattab. likulli zaman wa makan).

Karena itu pula ayat 21 surat al-Nisa mengan- dung larangan suami mengambil kembali

Na 78 ah

mahar yang telah diberikan kepada istrinya. Menurut al-Qur an pernikahan bertujuan Suami juga dilarang menarik kembali harta

untuk membentuk rumah tangga yang harmonis lainnya yang telah diberikan kepada istrinya. 15 (sakinah) yang dilandasi oleh rasa kasih sayang Dalam kaitan itu al-Jilânî mengemukakan, (mawaddah wa rahmah). Salah satu cara mem- bahwa mahar merupakan hak milik istri, yang

bangun dan menjaga keharmonisan suami istri tidak bisa direkayasa sebagai barang pinjaman

itu adalah pelaksanaan hak dan kewajiban

atau sewaan dari suami kepada istri. 20 Karena antar setiap anggota dalam rumah tangga. Keharmonisan rumah tangga mustahil bisa ter-

itu pula mahar itu merupakan pemberian secara sukarela, spontan tanpa paksaan dari suami

capai tanpa adanya kesadaran dan kepedulian kepada istrinya. 17 Kepemilikan istri terhadap mahar bersifat hakiki, sebab itu mahar harus

18 Muhammad Rasyid al-Uwayyid, Min Ajli Tahrir Haqiqi

berupa materi yang konkrit dan bisa dimiliki

li al-Mar ah, terj. Ghazali Mukri, Pembebasan Perempuan, cet.

secara langsung dan bisa dimanfaatkan.

ke 1 (Yogyakarta: Izzah Pustaka, 2002), 37. 19 Pemberian sebagai mahar kepada ibunya sebagai

13 Lihat Abd al-Qâdir al-Jilânî, Tafsîr al-Jilânî, I (Istanbul: tanda berbakti kepada ibunya sekaligus mengingatkan Markaz al- Jilânî li al-Buhu al- Ilmiyyah, 2009), 383.

anak perempuan yang telah menjadi berstatus istri terhadap 14 Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, I lâm al-Muwâqi în an Rabb

pengorbanan ibunya sejak mengandung hingga membesar- al- Àlâmîn, III (Beirut: Dâr al-Jayl, t.t.), 3.

kannya. Mahdi Malawat, Tokoh Masyarakat Desa Mamala, 15 Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Tafsirnya,

wawancara, Ambon, 31 Januari 2016. II: 135.

20 Lihat M. Nur Kholis Setiawan, Pribumisasi Al-Qur an 16 Lihat al-Jilânî, Tafsîr al-Jilânî, I: 383.

Tafsir Berwawasan Keindonesiaan, cet. ke 1 (Yogyakarta: 17 Lihat al-Alûsî, Rûh al-Ma ânî, IV: 77.

Kaukaba, 2012), 25.

Musãwa, Vol. 15, No. 1 Januari 2016

dalam melaksanakan kewajiban untuk mewujud- pelayanan dan terbiasa menggunakan jasa kan hak pasangannya. Dengan demikian di- 23 pembantu, maka suami wajib menyediakannya.

butuhkan adanya saling pengertian yang baik Hak istri atas nafkah dari suami tersebut di- antara suami istri.

dasarkan pada firman Allah Q.S. al-Baqarah [2]: Kewajiban suami secara materil yang men- 233 jadi hak istri adalah nafkah (nafaqah). Nafkah

merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam bentuk materi, sebab term nafaqah ber-

konotasi materi. Kata nafaqah berasal dari kata

anfaqa secara bahasa bermakna berkurang ( Artinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan

), atau hilang atau pergi (). Jika kata pakaian kepada para ibu (istri) dengan cara yang ini dikaitkan dengan perkawinan mengandung

ma ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut makna sesuatu yang dikeluarkan dari hartanya

kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu untuk kepentingan istrinya sehingga menyebab-

menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang kan hartanya menjadi berkurang. Dengan

ayah karena anaknya.

demikian nafkah adalah pemberian yang wajib dilaksanakan suami kepada istrinya selama dalam

Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nafkah

yang diterima istri dapat dimusyawarahkan merupakan kompensasi yang harus ditanggung

ikatan pernikahan. 21 Nafkah pada hakekatnya

sehingga pada satu sisi dapat memenuhi hak suami terhadap peran istri merawat, dan men-

istri dan pada sisi lain tidak membebani suami didik anak-anak yang secara tidak langsung

di luar batas kesanggupannya. Hal itu diisyaratkan membatasi kesempatan istri bekerja dan men-

dengan lafal bi al-ma rûf. Term al-ma rûf bermakna dapatkan penghasilan. 22 sesuatu yang sudah menjadi tradisi masyarakat,

Istri berhak mendapatkan nafkah dari sehingga suami tidak dibebani memberikan suaminya mencakup belanja, pakaian dan

nafkah kepada istri di luar batas kemampuan- tempat tinggal. Hak nafkah istri tersebut bukan

nya. 24 Sebab itu standar kelayakan nafkah disebabkan oleh karena istri membutuhkannya

sangatlah kondisional, berbeda antara satu dalam kehidupan rumah tangga, namun hal itu

daerah dengan daerah lainnya, antara seorang merupakan hak yang muncul dengan sendirinya perempuan (istri) dengan perempuan (istri) tanpa dikaitkan dengan kondisi istri. Jelasnya,

lainnya, baik disebabkan perbedaan status sosial meskipun istri kaya, namun dia tetap berhak

istri maupun tradisi yang berlaku di daerah istri. menerima nafkah dari suaminya. Nafkah yang

Dengan demikian pemberian nafkah berupa menjadi hak istri itu mencakup kebutuhan pokok makanan, dan pakaian kepada istri harus

bagi kehidupan suatu rumah tangga, sebab tidak dilakukan secara ma rûf seperti yang dijelaskan nyaman kehidupan rumah tangga tanpa pangan, dalam penggalan makna ayat berikut yaitu sandang, dan papan. Bahkan jumhur ulama

seseorang tidak dibebani melainkan menurut memasukkan alat kebersihan dan wangi-wangian kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu

ke dalam kelompok yang wajib dibiayai suami, menderita kesengsaraan karena anaknya, begitu juga peralatan tempat tidur sesuai tradisi

yakni Jangan sampai ayah mengurangi hak yang daerah setempat. Jika istri tidak biasa memberikan wajar bagi seorang ibu dalam pemberian nafkah dan

penyediaan pakaian, karena mengandalkan kasih

21 Lihat Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di

sayang ibu kepada anaknya. Dan juga seorang ayah

Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, cet. ke 3 (Jakarta: Kencana, 2011), 165.

23 Lihat Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, 22 Lihat Aminah Wadud, Qur an and Women: Rereading

the Sacred Text from a Women s Perspective (New York, Oxford: 24 Lihat Lilik Ummi Kaltsum, Hak-Hak Perempuan Oxford University Press, 1999), 70, dalam Nur Hidayah,

dalam Pernikahan Perspektif Tafsir Sufistik: Analisis Reinterpretasi Hak-Hak Ekonomi Perempuan dalam

Terhadap Penafsiran Al-Alûsî dan Abd al-Qâdir al- Islam, Jurnal Ilmu Syariah Ahkam, Vol. XIV, No.1 (2014),

Jilânî, Journal of Qur ân and Hadîth Studies, Vol. 2, No. 2 91.

La Jamaa: Advokasi Hak-hak Istri dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam

menderita karena ibu menuntut sesuatu di atas yang bahagia, sehingga anak-anak dapat tumbuh kemampuan sang ayah dengan dalih kebutuhan

dan berkembang secara baik dan berkualitas. anak yang disusukannya. 25

Hak istri terhadap nafkah ini telah dilegislasi Di samping itu istri juga berhak mendapat-

oleh beberapa negara muslim di dunia, di kan tempat tinggal yang disediakan suaminya,

antaranya dalam Hukum Keluarga Syria pasal seperti yang dijelaskan firman Q.S. al-Thalaq

71 menentukan, bahwa nafkah meliputi sandang, [65]: 6

pandangan dan papan dan sejenisnya yang baik sesuai dengan ketentuan yang ada dalam

 masyarakat. Begitu juga dalam Hukum Keluarga  Tunisia yang dalam pasal 52 diatur, bahwa besar

jumlah nafkah disesuaikan dengan kemampuan Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana suaminya dan diperhatikan status istri serta

kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk 27 biaya hidup yang wajar saat itu. Hal yang sama

menyempitkan (hati) mereka. diatur dalam pasal 80 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

Kewajiban suami memberikan nafkah dan bahwa sesuai dengan penghasilannya suami tempat tinggal kepada istrinya pada hakekatnya menanggung: a. nafkah, kiswah dan tempat erat kaitannya dengan upaya mewujudkan

kediaman bagi istri; b. biaya rumah tangga, biaya tujuan pernikahan (mendapatkan ketenangan

perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan hidup, cinta dan kasih sayang serta pergaulan yang anak; c. biaya pendidikan bagi anak. baik dalam rumah tangga). Tujuan pernikahan

Relevan dengan uraian di atas mayoritas tersebut dapat diwujudkan jika ditopang dengan ulama berpendapat, bahwa istri berhak mene- tercukupinya nafkah istri dalam kehidupan

rima nafkah sejak dimulainya hubungan biologis rumah tangga. Dengan demikian kewajiban

suami istri atau tamkin. Namun menurut ulama nafkah bertujuan untuk mengokohkan dan

Zahiriah, istri telah berhak menerima nafkah mewujudkan tujuan pernikahan dalam syariat

dari suaminya sejak akad nikah, bukan dari Islam. 26 Tempat tinggal atau rumah yang layak

tamkin. 28 Pandangan mayoritas ulama itu telah bagi hak istri, dapat berupa hak milik, sewaan

dilegislasi dalam pasal 80 ayat (5) Undang- atau pinjaman yang menjadi tanggungjawab

Undang Perkawinan, bahwa kewajiban suami suami.

terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) Tempat tinggal atau rumah merupakan

huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada kebutuhan primer suami isteri di samping

tamkin sempurna dari istrinya. makanan dan pakaian. Karena di dalam rumah

Terlepas dari pro kontra mulai berlakunya itulah mereka dapat membina dan memadu

hak istri menerima nafkah, namun semua cinta kasih, sebagai tempat suami isteri melekat- ulama sepakat, bahwa istri berhak menerima

kan ikatan batin, menyimpan rahasia keluarga nafkah. Dengan demikian istri mempunyai hak dan menyatukan cita-cita dan harapannya.

untuk menuntut nafkah dari suaminya jika Keberadaan rumah sebagai tempat tinggal juga

suami melalaikan kewajibannya tanpa alasan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak.

yang benar secara hukum. Dalam kaitan ini Karena kepribadian seorang anak dibentuk

hukum Islam memberikan kesempatan kepada secara dini di dalam lingkungan rumah tangga.

istri untuk mengambil sendiri harta suami untuk Keberadaan rumah sebagai tempat tinggal akan

memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya mempengaruhi terbentuknya rumah tangga

27 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries 25 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan

Text and Comparative Analysis (New Delhi: Academy of Law dan Keserasian Al-Qur an, cet. ke 4, I (Jakarta: Lentera Hati,

and Religion, 1987), 145; dalam Masnun Tahir, Hak-Hak 2005), 505.

Perempuan dalam Hukum Keluarga Syria dan Tunisia, 26 Lihat Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam,

dalam Jurnal Al-Mawarid, Edisi XVIII (2008), 213. 167.

28 Lihat ibid., 168.

Musãwa, Vol. 15, No. 1 Januari 2016

tanpa izin suaminya, seperti diungkapkan dalam menyebabkan kezaliman terhadap suami hadis Rasulullah saw:

(mengambil nafkah di luar batas kemampuan suami) dan juga tidak menimbulkan kezaliman

 bagi istri (yang diambil kurang dari kebutuhan  istri dan anak-anaknya). 

Hadis tersebut juga memberikan petunjuk,

 bahwa istri yang merasa dizalimi suaminya  terhadap hak nafkahnya, dapat melaporkan

29 kasusnya kepada hakim atau pemerintah. Dalam

kasus Hindun ini posisi Nabi Muhammad saw., Artinya: Dari Aisyah, sesungguhnya Hindun binti

dapat dipandang sebagai hakim, 33 karena Nabi Utbah mengadu kepada Rasulullah saw. lalu berkata: saw. memberikan putusan terhadap keabsahan Ya Rasulullah sesungguhnya Abu Sufyan seorang

tindakan Hindun. Nabi saw., tidak melakukan laki-laki kikir, tidak memberi nafkah yang cukup

proses verbal dengan memanggil Abu Sufyan kepadaku dan anakku, kecuali saya mengambil nafkah untuk didengar keterangannya (apakah laporan

dari hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah tindakanku itu merupakan dosa? Maka Rasulullah istrinya, Hindun benar atau dusta), karena sifat saw. bersabda: Ambillah nafkah yang dapat

kikir dari Abu Sufyan telah diketahui oleh Nabi mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu secara

saw., sehingga Nabi saw. tidak perlu melakukan layak [HR Muslim].

pemeriksaan kepada Abu Sufyan selaku tertuduh. Putusannya cukup didasarkan kepada

Hadis ini menjadi dalil bahwa istri diberi keterangan saksi korban, dan keyakinan Nabi dispensasi untuk mengambil sendiri nafkah dari saw (pengetahuan hakim). 34 Hal ini merupakan harta suami tanpa sepengetahuannya. Dispensasi advokasi hukum Islam dalam menjaga hak itu bertujuan untuk memungkinkan istri

nafkah istri dalam rumah tangga. mendapatkan haknya dari suaminya yang pelit 30 Berdasarkan hadis Hindun binti Utbah di

sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup atas dapat dikemukakan, bahwa hukum Islam istri dan anak secara layak, tanpa melampaui

sangat memperhatikan hak istri dalam mendapat- batas, 31 serta tidak mengarah kepada jarîmah had

kan hak ekonomi dari suami, melalui pembebasan pencurian. Kadar nafkah yang diambil itu

dari hukuman had pencurian terhadap istri yang disesuaikan dengan adat istiadat yang berlaku

terpaksa mengambil nafkah dari harta suami di suatu daerah sesuai ungkapan hadis itu:  tanpa sepengetahuan suami yang pelit. Hal itu

, serta disesuaikan dapat ditelaah dari ungkapan Nabi saw.:  pula dengan tingkat kemampuan ekonomi suami. yang berbentuk perintah (amar) yang menunjuk- Jika nafkah itu tidak ditentukan ukurannya,

kan kebolehan (ibâhah), bukan wajib terhadap dapat diajukan kepada hakim untuk menentukan tindakan istri (Hindun binti Utbah) berdasarkan

kadar yang mencukupi kebutuhan istri. 32 Jadi, hadis dalam riwayat lain: . nafkah yang diambil sendiri oleh istri harus

tetap dalam standar layak, baik untuk kebutuhan istri maupun kemampuan suami. Sehingga tidak

33 Rasulullah bertindak sebagai hakim dan mubalig dalam menyampaikan syariat Allah. Lihat Tengku

29 Muslim, Sahih Muslim, II (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum 121.

Acara Islam, cet. ke 2 (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 30 Ibn Qudamah, al-Mugni, IX (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.),

2002), 7-8.

229. 34 Alat bukti dalam hukum Islam ada beberapa 31 Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukan,

pendapat, antara lain menurut Samir Âliyah, alat bukti Nail al-Auþâr Syarh Muntaqâ al-Akhbâr, VI (Beirut: Dâr al-

ada enam dengan urutan: pengakuan, saksi, sumpah, Kutub al- Ilmiyyah, t.t.), 323.

qarinah, bukti berdasarkan indikasi-indikasi yang tampak 32 Yusuf Qardawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, cet. ke 3, dan pengetahuan hakim. Samir Âliyah, al-Qadâ wa al-Urf

I (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 677. fi al-Islâm (Beirut: Muassasah al-Jami ah, 1986), 121.

La Jamaa: Advokasi Hak-hak Istri dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam

Di sini terdapat kata:  (tidak berdosa). 35 Ini ini tidak mengubah sikap suami, maka pengadilan berarti istri yang mengambil nafkah dari harta

boleh memberikan sanksi kepada suami itu suami tanpa sepengetahuan suaminya bukan 38 dengan cara memukul dengan tongkat.

merupakan jarimah had pencurian, sehingga istri Pendapat lebih tegas dari Mazhab Hanafi, dibebaskan dari hukuman had pencurian. Dalam bahwa jika seorang suami tidak mau memberikan kaitan ini Abu al- Ainain mengatakan, bahwa nafkah kepada istrinya, sedangkan suami jika salah seorang suami istri mengambil harta

berkemampuan dan mempunyai uang, maka yang menjadi milik bersama, maka ulama fikih negara berhak menjual hartanya secara paksa selain ulama Zahiriah sepakat, pencuri tidak

dan menyerahkan hasil penjualan itu kepada dihukum potong tangan. 36 Dalam kasus istri istrinya. Kalau tidak ada hartanya, negara berhak

mengambil nafkah dari harta suami tanpa menahannya atas permintaan istri. Suami dalam sepengetahuan suaminya pada hakekatnya istri

keadaan seperti ini dapat dikategorikan sebagai hanya mengambil haknya, bukan mengambil

seorang yang zalim. Suami boleh dihukum, sesuatu yang bukan menjadi haknya. Bahkan

hingga suami menyerahkan nafkahnya. 39 dalam kasus itu istri merupakan korban

Asumsi ini sejalan dengan prinsip kesejahteraan dari keengganan suami memberikan nafkah

dalam ajaran Islam.

kepadanya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemuka- Pembebasan istri yang mengambil nafkah

kan, bahwa bentuk advokasi terhadap hak dari harta suami yang pelit tanpa sepengetahuan nafkah istri dalam rumah tangga melalui tiga suaminya dari had potong tangan, merupakan cara, yakni pertama, penentuan nafkah istri yang bentuk advokasi hukum Islam terhadap hak

memenuhi standar hidup yang layak, sesuai nafkah istri. Dalam kaitan ini Rasyid Ahmad dengan kemampuan suami. Kedua, adanya mengemukakan, bahwa advokasi terhadap hak- dispensasi hukum Islam kepada istri mengambil hak orang-orang yang tidak sanggup melindungi nafkah dari harta suami tanpa sepengetahuan diri mereka merupakan fungsi utama hukum.

suaminya, serta tindakan istri tersebut tidak Hal ini sejalan dengan hukum Islam yang

dikategorikan sebagai jarîmah pencurian, bertujuan menciptakan suatu masyarakat yang

sehingga istri bebas dari hukuman had potong didasarkan pada rasa tanggungjawab moral,

tangan atau jarimah ta zîr. Ketiga, penegakan yang di dalamnya setiap warga masyarakat dapat hukum terhadap suami yang enggan memberikan mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan hak nafkah kepada istri atas pengaduan dari ajaran agama. 37

istri, sehingga hak istri bisa diperoleh. Bahkan sebaliknya, suami yang enggan memberikan hak nafkah kepada istrinya dapat

9 dvo : a ; < Ha : = ha : Non > ate ? < al @ ; t ? < Pe ? ; pe : t < A

dituntut di pengadilan. Menurut Imam Malik,

Hu : u B @; la B

bahwa suami yang tidak memberikan nafkah Hak-hak non material istri dalam rumah kepada istrinya, bisa diajukan perkaranya

tangga yang menjadi kewajiban suami berkaitan kepada pengadilan, dan pengadilan berwenang

dengan rasa aman (psikologis) dan kebutuhan memberikan nasehat kepada suami itu. Jika

seksual. Berkaitan dengan rasa aman, istri berhak nasehat itu tidak diperhatikan oleh suami, maka diperlakukan secara baik dan layak oleh suami- pengadilan berkewajiban memerintahkan

nya seperti yang dijelaskan dalam firman Allah suami memberikan nafkah kepada istri. Jika cara Q.S. al-Nisa [4]: 19;

35 Ibn Hajar al-Asqalân, Fath al-Bârî Syarh Sahîh al-

Bukhârî, IX (Beirut: Dâr al-Kutub al- Ilmiyyah, 1989), 635.

Lihat Abd al-Fatâh Muhammad Abû al- Ainain, Uqûbat al-Sirqah fi al-Fiqh al-Islâm (Kairo: Dâr al-Kutub,

38 Lihat Imâm Malik bin Anas al-Abah, al-Mudawwanah 1982), 77-78.

al-Kubrâ, II (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 192-193. 37 Lihat Mochmad Sodik (ed.). Telaah Ulang Wacana

39 Lihat Alauddin Abû Bakr Mas ûd al-Kâsân al-Hanafi, Seksualitas (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, Depag.

Kitab Badai al- ânai Tartib al-Syarâi, IV (Beirut: Dâr al- R.I dan Mc-Gill-IISEP-CIDA, 2004), 311.

Kutub al- Ilmiyyah, t.t.), 38.

Musãwa, Vol. 15, No. 1 Januari 2016

Artinya: Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Allah akan memberikan potensi untuk Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka meraih mawaddah kepada pasangan suami istri

bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai melalui pernikahan. Sebab itu suami istri harus sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan

yang banyak. berjuang bersama untuk mewujudkan mawaddah itu dalam rumah tangga mereka. Mawaddah

Menurut Amir Syarifuddin, bahwa yang adalah cinta yang tampak dampak positifnya pada dimaksudkan pergaulan dalam ayat di atas

sikap, perlakuan seperti tampaknya kepatuhan secara khusus adalah pergaulan suami istri

yang didorong oleh rasa kagum dan hormat termasuk hal-hal yang berkaitan dengan peme- kepada seseorang, lantaran jiwa tidak menyimpan nuhan kebutuhan seksual. Bentuk pergaulan

sisi negatif dari pasangannya, sehingga istri bisa yang diungkapkan dalam ayat itu diistilahkan

diperlakukan secara baik dalam rumah tangga. dengan ma rûf yang mengandung arti secara

Di samping itu suami istri harus bekerja sama baik sedangkan bentuk yang ma rûf itu dijelaskan membangun suasana rahmah, yang dititkberatkan

secara detail oleh Allah. Dalam hal ini diserahkan pada usaha untuk saling memberdayakan potensi kepada pertimbangan standar kepatutan

dan menutupi kekurangan masing-masing. menurut pandangan adat dan lingkungan

Rahmah yang menghiasi jiwa seseorang dapat sosial setempat. 40 membendung keinginan yang berpotensi

Ayat ini mengisyaratkan bahwa kebaikan menyakiti pasangannya, sehingga dia rela ber- pergaulan suami dengan isteri bukan sekedar

korban demi cinta kepada pasangannya. 43 Sebab tidak menyakiti perasaan istri, tetapi juga

itu suami yang memiliki rahmah tak akan tega menahan diri dari semua sikap isteri yang tidak

berpoligami, meski dia mendambakan anak, disenangi suami. Dalam hal ini ada ulama yang

sebab dia tahu istrinya akan tersakiti. memahami ungkapan ayat  dalam

Istri juga berhak dibimbing oleh suaminya arti perintah untuk berbuat baik kepada isteri,

dalam menghindari segala sesuatu yang baik yang dicintai maupun tidak dicintai lagi. Kata mengantarkannya kepada perbuatan dosa atau

ma rûf dipahami mencakup sikap tidak meng- maksiat, kesulitan atau bahaya, sebagaimana ganggu, tidak memaksa, dan juga lebih dari itu

diisyaratkan dalam QS: qû anfusakum wa ahlikum yakni berbuat ihsân dan berbaik-baik kepadanya. 41

nâra (peliharalah dirimu dan keluargamu dari Relasi suami kepada istri bukanlah ibarat

neraka). Dalam ayat ini mengandung perintah pepatah habis manis sepak dibuang, melainkan untuk menjaga kehidupan beragama istrinya,

relasi yang saling mendukung dan memberdaya- dan ketaatan melaksanakan ajaran agama serta kan dalam mewujudkan kebahagiaan perkawinan. menjauhkan istri dari segala perbuatan yang

Karena itu relasi suami istri harus dibangun dapat mengakibatkan kemurkaan Allah. Dalam di atas landasan sakinah, yang dihiasi mawaddah kaitan itu istri berhak mendapatkan pendidikan dan rahmah. Sakinah bukan sekedar ketenangan agama dan pendidikan lain yang berguna bagi lahiriah, yang tercermin pada kecerahan wajah,

istri dalam kedudukannya sebagai istri. sebab hal itu bisa muncul akibat keluguan atau

Berdasarkan uraian di atas, istri berhak ketidaktahuan. Tetapi sakinah terlihat pada ke- mendapatkan hak non material, berupa per-

cerahan air muka yang disertai dengan kelapangan lakuan yang manusiawi dari suaminya. Hak ini dada, budi bahasa yang halus, yang dilahirkan

lebih dititikberatkan pada rasa aman dan oleh ketenangan batin yang dihasilkan menyatu- tenteram, bebas dari ancaman dan intimidasi nya pemahaman dan kesucian hati. 42

dalam lingkup rumah tangga. Dalam rangka mewujudkan rasa aman terhadap istri, hukum

Islam telah mengatur beberapa advokasi untuk

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, 160-161.

menjaga rasa aman bagi istri.

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur an, cet. ke 2, II (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 382.

42 Lihat M.Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur an, cet. ke 5 (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 80-81.

43 Lihat ibid. 89-92.

La Jamaa: Advokasi Hak-hak Istri dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam

hanya bagi istri yang nusyûz, sebagaimana bunyi Istri memiliki perasaan yang halus yang 45 ayat sesudahnya.

Fun CD E onal E D a D E Pe F G n H u F I Da JG E K LM k M m N

terkadang mengakibatkan kesalahpahaman Kata nusyûz pada umumnya diartikan sebagai dengan suaminya. Kondisi tersebut pada tataran kemaksiatan, pembangkangan istri terhadap tertentu terkadang direspon oleh suami sebagai 46 perintah suaminya, namun demikian pembang- suatu sikap pembangkangan istri yang biasa

kangan pada hakekatnya ditujukan kepada dikenal dengan nusyûz. Dalam kaitan itu, hukum Tuhan. Pandangan yang mengkhususkan istri Islam memberikan rambu-rambu agar suami

sebagai pihak yang nusyûz bersifat distorsi, sebab tidak melanggar hak asasi istri, khususnya rasa

suami juga berpotensi melakukan pembangkang- aman dari kesewenang-wenangan suaminya,

an seperti diisyaratkan dalam firman Allah Q.S. seperti dijelaskan dalam firman Allah Q.S. al- al-Nisa [4]:128; Nisa [4]: 34;

 Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan

nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian

Artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung bagi yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan- nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya)

kerjakan.

tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada

Ayat di atas menunjukkan, bahwa suami mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah juga berpotensi melakukan nusyûz. Sebab itu ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi suami harus takut kepada Allah, begitu juga istri

jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu harus takut kepada Allah, dan bukan takut mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sungguh kepada suami. Refleksi rasa takut kepada Allah

Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. akan mendorong perbuatan baik terhadap

pasangannya, baik suami kepad istri maupun Awal ayat ini menjelaskan kedudukan suami

istri kepada suaminya, 47 dalam membangun sebagai qawwâmûna ala al-nisâ . Kata qawwâmûn,

harmoni kehidupan rumah tangga. Al- diberi makna beragam oleh beberapa mufasir.

Tabathaba i mengartikan nusyûz itu dengan Shakir mengartikannya dengan maintainers

fahisyah mubayyanah (zina yang telah terbukti). 48 (pengatur), Yusuf Ali memaknainya dengan

Jadi, istri yang nusyûz adalah istri yang terbukti pretector (pelindung), Pichthall mengartikannya

44 telah melakukan zina. Namun nusyûz dikaitkan dengan in change of (penanggung jawab).

Dalam kaitan ini menurut Muhammad Abduh, suami mengemban tanggungjawab sebagai 45 Lihat Muhammad Rasyid Rida, Tafsîr al-Manâr, V

pelindung dan pembimbing (fungsi qiwâmah) (Beirut: Dâr al-Ma rîfah, 1973), 71-72. 46

Jalâluddîn al-Sayûtî dan Jalaluddin al-Mahallî, Tafsîr Jalâlayn, I (Bandung: PT Alma arif, t.t.), 86. 47 Lihat Rahma Pramudya Nawang Sari, Nusyuz- 44 Lihat Mu ammar Zayn Qadafy, Visibilitas

Marital Rape (KDRT) Perspektif Hukum Perkawinan Hubungan Kemitraan pada Pola Interaksi Suami-Istri

Islam, dalam Jurnal Ahwal, Vol.3, No.1 (2012), 175. dalam Pandangan Asy-Syafi i, dalam Jurnal Gender dan

48 Lihat Sayyid Muhammad Husayn al-Tabamaba i, al- Islam Musawa, Vol. 14, No.1 (2015), 102.

Mizân fî al-Tafsîr, IV (Libanon: al- Alami, t.t.), 255.

Musãwa, Vol. 15, No. 1 Januari 2016

dengan pembangkangan terhadap semua perintah syariat.

Terlepas dari perbedaan pemaknaan nusyûz tersebut, namun posisi suami sebagai pelindung itu memiliki konsekuensi logis dalam merespon sikap istrinya yang membangkang (nusyûz) secara bijak dan dilakukan secara bertahap sebagaimana diisyaratkan dalam ayat 34 surat al-Nisa di atas. Jelasnya, suami dapat menyadarkan istrinya yang dianggap membangkang itu secara ber- tahap, yakni langkah pertama dinasehati dengan kata-kata yang baik, nasehat-nasehat yang mengesankan dan bimbingan yang bijaksana. Kalau cara ini tidak berhasil, maka pindah ke cara kedua, suami menjauhinya dari tempat tidur, sebagai usaha untuk membangkitkan naluri kewanitaannya. Mudah-mudahan istri sadar dan kejernihan pikiran akan kembali. Jika langkah ini gagal, maka terpaksa menempuh langkah ketiga, diberi penyadaran dengan pukulan yang mendidik, tanpa menyakiti apalagi menyebabkan cedera. 49

Jelasnya, meskipun suami diberi izin menyadarkan istrinya yang nusyûz dengan pukulan, namun pukulan itu hanyalah alternatif terakhir sebagai pukulan mendidik, dan bukan untuk menyakiti istri. Karena pada ujung ayat nusyûz itu terdapat ancaman terhadap orang-orang yang berbuat melampaui batas terhadap istrinya. Sebab itulah dibutuhkan keterlibatan pihak ketiga sebagai juru damai, yakni seorang dari pihak istri dan seorang dari pihak suami, yang biasa dikenal dengan hakamayn, sesuai ketentuan Q.S. al-Nisa [4]: 35;

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada perseng- ketaan antara keduanya maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud meng-adakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Hakamayn pada hakekatnya bertugas men- cari solusi, sehingga suami istri dapat hidup rukun dan damai lagi. Dengan demikian hakamayn berfungsi untuk mengatasi konflik suami istri. 50 Hal itu berarti, hakamayn harus berupaya

terwujudnya perdamaian suami istri. 51 Sehingga hak istri untuk mendapatkan rasa aman senantiasa terjaga. Sebab itu menurut Quraish Shihab, fungsi utama hakam, adalah mendamai-

kan, 52 dan bukan untuk menceraikan. Di samping itu hakamayn dapat melindungi istri dari kesewenang-wenangan suaminya pada saat

terjadi pertikaian mereka. Menurut Yusuf Qardawi, bahwa Islam melarang suami menghina istrinya 53

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemuka- kan, bahwa tujuan utama pensyariatan hakamayn adalah untuk melindungi istri dari kesewenang- wenangan suaminya. Dalam pelaksanaan ketiga langkah yang dilakukan suami untuk menyadar- kan istri yang nusyûz pun bisa dilibatkan hakamayn untuk mengawasi tindakan suami sehingga istri tetap mendapatkan rasa aman sebagai hak asasinya dalam rumah tangga. Tugas hakamayn, dalam hal ini adalah membantu suami istri menyelesaikan konflik rumah tangga secara aman dan nyaman sehingga suasana konflik suami istri bisa kondusif kembali. Dalam tahap pemberian nasehat kepada istri, hakamayn dapat membantu suami menasehati istri sebagai tindakan preventif secara bijaksana, dengan penuh kasih sayang, kecintaan, rahmat, dan rasa kebersamaan. 54

49 Yusuf Qardawi, al-Halâl wa al-Harâm fi al-Islâm, terj. Abu Sa id al-Falahi dan Aunu Rafiq Shaleh Tamhid, Halal

dan Haram, cet. ke 4 (Jakarta: Robbani Press, 2004), 233.

50 Ismail Haqqi al-Buruswî, Tafsîr Rûh al-Bayân, terj. Syihabuddin, Terjemah Tafsir Ruhul Bayan, cet. ke 1, V

(Bandung: CV Diponegoro, 1996), 75.

51 Muwafiq al-DÉn ibn Qudamah al-MaqdisÉ, al-KâfÉ fÉ al-Fiqh Ala Maýhab Imâm al-Mubajjil Ahmad bin Hanbal,

(Kairo: Dâr Ihyâ al-Kutub al- Arabiyyah, 1998), III: 95.

52 Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur an, cet. ke 4, II (Jakarta: Lentera

Hati, 2011), 522.

53 Lihat Yusuf Qardawi, Hady al-Islâm Fatawi Mu aºirah, terj. As ad Yasin, Fatwa-Fatwa Kontemporer, cet. ke 1, II

(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 500.

54 alih bin Ganim al- adani, Nusyûz Dawabiþuhu, Halatuhu Asbabuh, terj. Muhammad Abdul Ghofar E.M.,

Nusyuz Konflik Suami Istri dan Penanganannya, cet. ke 1 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), 50.