PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN DENGAN PERT

PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN DENGAN
PERTUMBUHAN EKONOMI
2.1 Infrastruktur Jalan
Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan
transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial
(Tanimart, 2008). Infrastruktur pada dasarnya merupakan asset
pemerintah yang dibangun dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat. Prinsipnya ada dua jenis infrastruktur, yakni infrastruktur
pusat dan daerah. Infrastruktur pusat adalah infrastruktur yang
dibangun pemerintah pusat untuk melayani kebutuhan masyarakat
dalam skala nasional, seperti jalan raya antar propinsi, pelabuhan laut
dan udara, jaringan listrik, jaringan gas, telekomunikasi dan
sebagainya. Infrastruktur daerah adalah infrastruktur yang dibangun
pemerintah daerah, seperti penyediaan air bersih, jalan khas untuk
kepentingan daerah pariwisata dan sebagainya. Ditinjau dari
fungsinya, infrastruktur dibedakan pula menjadi dua, yakni
infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak
menghasilkan pendapatan. Jenis infrastruktur pertama, umumnya
dimanfaatkan sekelompok masyarakat tertentu, dimana dengan
fasilitas yang disediakan, masyarakat penggunanya dikenakan biaya.

Seperti air bersih, listrik, telepon, tanam wisata dan sebagainya. Jenis
infrastruktur kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyarakat
umum, seperti jalan raya, jembatan, saluran air irigasi dan sebagainya
sehingga penggunanya tidak dikenai biaya (Marsuki, 2007).
Pengertian Infrastruktur disini menurut kamus ekonomi diartikan
sebagai akumulasi dari investasi yang dilakukan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah sebelumnya yang meliputi barang yang dapat
dilihat dan diraba misal jalan raya, jembatan, persediaan air dan lainlain, serta barang-barang yang tidak dapat diraba seperti tenaga kerja
yang terlatih/terdidik yang diciptakan oleh infestasi modal sumber
daya manusia.
2.1.1 Katagori Infastruktur
Menurut Grigg (dalam Tanimart, 2008) enam kategori besar
infrastruktur sebagai berikut: 1. Kelompok jalan (jalan, jalan raya,
jembatan) 2. Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel,
pelabuhan, bandar udara) 3. Kelompok air (air bersih, air kotor, semua
sistem air, termasuk jalan air) 4. Kelompok manajemen limbah (sistem
manajemen limbah padat) 5. Kelompok bangunan dan fasilitas
olahraga luar 6. Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan

gas)

2.1.2 Krisis Infrastruktur
1. Penyebab
a. Kegagalan pembuatan (modal, desain, konstruksi/teknologi) b.
Runtuh (ambruk, teknologi) c. Rusak/aus (umur, pemakaian, salah
pakai) d. Bencana alam (banjir, gempa, kebakaran) e. Tidak ada
penambahan/penyesuaian (kapasitas kurang) f. Tidak ada/minim
pemeliharaan g. Usang (tidak sesuai, terlambat dibuat, perkembangan
teknologi)
2. Kenyataan (Kesalahan manajemen):
a. Pemotongan anggaran/investasi kurang b. Kesalahan pemilihan
infrastruktur c. Pemakaian melewati umur/life-cycle tidak
diperhatikan d. Kecenderungan mengabaikan pemeliharaan e.
Mahalnya pemeliharaan (20 – 40% dari konstruksi baru) f. Teknologi
(R&D) kurang berkembang g. Mahalnya teknologi baru
2.2 Pertumbuhan Ekonomi
Firmansyah (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat
diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik
selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga
sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang

diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan Nasional. Adanya
pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi.
2.2.1 Cara Mengukur Pertumbuhan Ekonomi
Cara Mengukur Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu
negara dapat diukur dengan cara membandingkan Gross National
Product (GNP) tahun yang sedang berjalan dengan GNP tahun
sebelumnya Firmansyah (2009)
2.2.2 Tingkatan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Werner Sombart (dalam Firmansyah, 2009) pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi tiga tingkatan:
1. Masa perekonomian tertutup Pada masa ini, semua kegiatan
manusia hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Individu atau masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus
konsumen sehingga tidak terjadi pertukaran barang atau jasa. Masa
pererokoniam ini memiliki ciri-ciri: a. Kegiatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan sendiri b. Setiap individu sebagai produsen
sekaligus sebagai konsumen c. Belum ada pertukaran barang dan jasa
2. Masa kerajinan dan pertukangan Pada masa ini, kebutuhan

manusia semakin meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif akibat perkembangan peradaban. Peningkatan kebutuhan
tersebut tidak dapat dipenuhi sendiri sehingga diperlukan pembagian
kerja yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Pembagian kerja
ini menimbulkan pertukaran barang dan jasa. Pertukaran barang dan
jasa pada masa ini belum didasari oleh tujuan untuk mencari
keuntungan, namun semata-mata untuk saling memenuhi kebutuhan.
Masa kerajinan dan pertukangan memiliki beberapa ciri-ciri sebagai
berikut: a. Meningkatnya kebutuhan manusia b. Adanya pembagian
tugas sesuai dengan keahlian c. Timbulnya pertukaran barang dan
jasa d. Pertukaran belum didasari profit motive
3. Masa kapitalis Pada masa ini muncul kaum pemilik modal
(kapitalis). Dalam menjalankan usahanya kaum kapitalis memerlukan
para pekerja (kaum buruh). Produksi yang dilakukan oleh kaum
kapitalis tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhanya, tetapi
sudah bertujuan mencari laba.
Werner Sombart membagi masa kapitalis menjadi empat masa
sebagai berikut: a. Tingkat prakapitalis Masa ini memiliki beberapa
ciri, yaitu: 1) Kehidupan masyarakat masih statis 2) Bersifat
kekeluargaan 3) Bertumpu pada sektor pertanian 4) Bekerja untuk

memenuhi kebutuhan sendiri 5) Hidup secara berkelompok b. Tingkat
kapitalis Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu: 1) Kehidupan
masyarakat sudah dinamis 2) Bersifat individual 3) Adanya pembagian
pekerjaan 4) Terjadi pertukaran untuk mencari keuntungan c. Tingkat
kapitalisme raya Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu: 1) Usahanya
semata-mata mencari keuntungan 2) Munculnya kaum kapitalis yang
memiliki alat produksi 3) Produksi dilakukan secara masal dengan
alat modern 4) Perdagangan mengarah kepada ke persaingan
monopoli 5) Dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu majikan
dan buruh d. Tingkat kapitalisme akhir Masa ini memiliki beberapa
ciri, yaitu : 1) Munculnya aliran sosialisme 2) Adanya campur tangan
pemerintah dalam ekonomi 3) Mengutamakan kepentingan bersama
2.3 Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi
mempunyai hubungan yang erat dan saling ketergantungan satu sama

lain. perbaikan dan peningkatan infrastruktur pada umumnya akan
dapat meningkatkan mobilitas penduduk, terciptanya penurunan
ongkos pengiriman barang-barang, terdapatnya pengangkutan
barang-barang dengan kecepatan yang lebih tinggi, dan perbaikan

kualitas dari jasa- jasa pengangkutan tersebut. Saat ini masalah
infrastruktur menjadi agenda penting untuk dibenahi pemerintah
daerah, karena infrastruktur merupakan penentu utama
keberlangsungan kegiatan pembangunan, diantaranya untuk
mencapai target pembanguan ekonomi secara kualitatif maupun
kuantitatif. Dalam jangka pendek pembangunan infrastruktur akan
menciptakan lapangan kerja sektor konstruksi dalam jangka
menengah dan panjang akan mendukung peningkatan efisiensi dan
produktifitas sektor-sektor ekonomi terkait. Sehingga pembangunan
infrastruktur dapat dianggap sebagai strategi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, peningkatan
kualitas hidup, peningkatan mobilitas barang dan jasa, serta dapat
mengurangi biaya investor dalam dan luar negeri (Marsuki, 2007).
Hubungan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi adalah
secara langsung infrastruktur memberikan manfaat kepada rumah
tangga (household) dan banyak dinikmati juga oleh perusahaan yang
menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya
memberikan kesejahteraan Prud’homme (dalam Briceno dkk, 2004).
Bagan 2.1 Kontribusi Infrastruktur terhadap Pembangunan
Keterkaitan antara infrastruktur (sektor transportasi) dengan

partumbuhan ekonomi pada konteks pengeluaran pemerintah
(goverment spending) disektor transportasi sesuai dengan Teori
Keyles (dalam Gardner Ackley, 1961) menyatakan bahwa kegiatan
pemerintah merembes ke segala bidang dengan asumsi perekonomian
tertutup, dimana Y adalah pertumbuhan ekonomi, C adalah konsumsi,
G adalah volume pengeluaran pemerintah, dan I adalah investasi.
Secara sistematis memiliki identitas sebagai berikut: Penelitian
tentang efek investasi negara pada infrastruktur (dalam hal ini
transportasi dan komunikasi) terhadap pertumbuhan dilakukan oleh
Easterly dan Rebelo pada tahun 1993. Dengan menggunakan
penilaian variabel sebagai penolong untuk mengindari endogenous
yang menghubungkan dua variabel dan kemungkinan hubungan
timbal balik sebab akibat. Dengan metode pool regresi, ditemukan
bahwa investasi publik dalam bidang infrastruktur memiliki hubungan
yang selalu positif dengan koefisien yang cukup tinggi antara 0,59
sampai 0,66 terhadap pertumbuhan. Dalam mendorong pembangunan
infrastruktur, pemerintah sebagai pemain utama dalam sektor
infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan investasi
pembangunan infrastruktur dan memprioritaskan infrastruktur dalam
rencana pembangunan, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik

secara kuantitas maupun kualitas. Pembangunan infrastruktur
sepatutnya melibatkan pihak swasta dan masyarakat demi

tercapainya pembangunan yang berkesinambungan. Haruslah ada
kombinasi yang tepat antar infrastruktur berskala besar dan kecil
untuk mencapai target pemerataan pendapatan dan penanggulangan
kemiskinan. Untuk itu perlu pendekatan lebih terpadu dalam
pembangunan infrastruktur mulai dari perencanaan sampai
pelayanannya kepada masyarakat, guna menjamin sinergi antar
sektor, daerah maupun wilayah. Secara lebih rinci penyediaan
infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi adalah: (Basri, 2002).
1. Mempercepat dan menyediakan barang-barang yang dibutuhkan. 2.
Tersedianya infrastruktur akan memungkinkan tersedianya barangbarang kebutuhan masyarakat dengan biaya lebih yang lebih murah.
3. Infrastruktur yang baik dapat memperlancar transportasi yang
pada gilirannya merangsang adanya stabilisasi dan mengurangi
disparitas harga antar daerah. 4. Infrastruktur yang memperlancar
jasa transportasi menyebabkan hasil produksi daerah dapat diangkut
dan dijual ke pasar.