PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA (6)

Nama: Vanessa gleni
NIM: 02011181621034
HUKUM KONSTITUSI “A”

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA
1. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.1
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI
1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu
kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada satu
pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi.
Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara
implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi masalah
besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya
ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna
membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan.” ini adalah prinsipnya.2
2. Teori dan Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah merupakan institusi pokok pemerintahanperwakilan yang demokratis,

karena dalam suatu negara demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan
dari mereka yang diperintah. Mekanisme utama untuk mengimplementasikan persetujuan
tersebut menjadi wewenang pemerintah adalah melalui pelaksanaan pemilihan umum yang
bebas, jujur dan adil, khususnya untuk memilih presiden / kepala daerah. Bahkan dinegara yang

1 Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, hal 35.
2 Soehino, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia,
( Yogyakarta: UGM 2010),hlm.72

tidak menjunjung tinggi demokrasi sekalipun, pemilihan umum diadakan untuk memberi corak
legitimasi kekuasaan (otoritas)3
sesuai arti yang terkandung didalamnya sudah menjamin terselenggaranya pemilihan umum yang
demokratis, akan tetapi yang diperlukan adalah meningkatkan kualitas pemilihan umum dari
pemilihan umum ke pemilihan umum, sehingga pemilihan umum yang diadakan semakin lama
semakin baik. Dengan demikian, pemilihan umum yang demokratis haruslah diselenggarakan
dalam suasana keterbukaan, adanya kebebasan berpendapat dan berserikat, atau dengan
perkataan lain pemilihan umum yang demokratis harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1.Sebagai aktualiasi dari prinsip keterwakilan politik.
2.Aturan permainan yang fair.
3.Dihargainya nilai-nilai kebebasan.

4.Diselenggarakan oleh lembaga yang netral atau mencerminkan berbagai kekuatan
politik secara proporsional.
5.Tiadanya intimidasi.
6.Adanya kesadaran rakyat tentang hak politiknya dalam pemilihan umum.
7.Mekanisme pelaporan hasilnya dapat dipertanggungkawabkan secara moral dan hukum.
Dalam hubungan yang demikian, maka pemilihan umum sangat erat kaitannya dengan
sistem pemilihan umum (electoral system). Akan tetapi,
berkaitan dengan electoral systemtersebut harus dibedakan antara electoral laws dengan electoral
process. Didalam ilmu kepemiluan yang disebut dengan electoral laws adalah proses
pembentukan pemerintahan melalui pilihan sistem pemilihan umum yang diartikulasikan
kedalam suara, dan kemudian suara tersebut diterjemahkan kedalam pembagian kewenangan
pemerintahan diantara partai politik yang bersaing.
Pemilihan umum sebagai salah satu dalam mewujudkan pemerintahan
yang demokratis, tentunya dengan sendirinya akan membawa konsekuensi adanya berbagai
sistem pemilihan umum yang berbeda satu sama lain berdasarkan sudut pandang terhadap rakyat,
sehingga pemilihan umum
3 Soehino, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia,
( Yogyakarta: UGM 2010),hlm.72

dibedakan atas 2 (dua) macam:

1. Sistem Pemilihan Mekanis.
Sistem pemilihan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa
individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak
pilih aktif dan memandang rakyat (korps) pemilih sebagai suatu massa individu-individu
yang masing-masing mengeluarkan satu suara (suara
dirinya sendiri) dalam setiap pemilihan. Menurut sistem pemilihan umum
mekanis, partai-partai yang mengorganisir pemilih-pemilih dan memimpin pemilih
berdasarkan sistem be party, multy party, atau uny party, sehingga partai politik merupakan
bahagian yang tak terpisahkan dari sistem ini.Sejalan dengan pandangan tersebut, Jean
Blondel mengemukakan dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan
umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada 2 (dua) prinsip
pokok, yaitu: Pertama, single member constituency(satu daerah pemilihan memilih satu
wakil, biasanya disebut sistem distrik). Kedua, multy member constituency (satu daerah
pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau
sistem proporsional).4
2. Sistem distrik (single member constituency).
Sistem ini merupakan system pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan
geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah
yang tercakup) mempunyai satu wakil dalam parlemen. Didalam sistem ini, satu wilayah
kecil (yaitu distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal (single member constituency) atas

dasar pluralitas. Kondisi pluralitas terjadi. Kondisi pluralitas dapat terjadi apabila sejumlah
partai atau calon mampu memperoleh suara yang lebih banyak atau besar dibandingkan
dengan saingannya yang terkuat, sekalipun tidak berarti bahwa partai atau calon tersebut
memperoleh suara paling banyak dibandingkan dengan kombinasi suara lawan-lawannya.
Secara umum, sistem distrik memiliki prosedur pemilihan yangmemaksimalkan perwujudan
kedaulatan rakyat. Pemilihan anggota
badan perwakilan lebih banyak ditentukan oleh pemilih, bukan partai yang menentukan
calonnya, melainkan rakyat. Partai politik yang menjadi cantolan seorang calon anggota badan
4 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indinesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila (Jakarta PT Gramedia
Pustaka Utama, 1994 hlm.244. )

perwakilan lebih banyak berperan sebagai fasilitator daripada penentu kebijakan, sehingga asfek
representasinya lebih kuat.5

3. Sistem pemilihan umum di Indonesia
Semua pemilihan umum tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum melainkan
berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum itu sendiri. dari
pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui upaya untuk mencari sistem
pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
Di tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional. Jumlah anggota DPR

ditetapkan berdasarkan imbangan jumlah penduduk. Tiap 300.000 penduduk diwakili oleh 1
anggota DPR. Menggunakan stelsel daftar mengikat dan stelsel daftar bebas. Pemilih dapat
memberikan suaranya kepada calon yang ada di dalam daftar (ini merupakan ciri dari sistem
distrik) dan bisa juga diberikan kepada partai. Suara yang diberikan calon akan diperhitungkan
sebagai perolehan suara calon yang bersangkutan, sedangkan yang diberikan kepada partai, oleh
partai akan diberikan kepada calon sesuai nomor urut. Seseorang secara perorangan, tanpa
melalui partai juga dapat menjadi pesrta pemilihan umum.Calon yang terpilih adalah yang
memperoleh suara sesuai BPPD (Bilangan Pembagi Pemilih Daftar). Apabila tidak ada calon
yang memperoleh suara sesuai BPPD, suara yang diberikan kepada partai akan menentukan.
Calon dengan nomor urut teratas akan diberi oleh suara partai, namun prioritas akan diberkan
kepada calon yang memperoleh suara melampaui setengah BPPD.Kursi yang tidak habis dalam
pembagian di daerah pemilihan akan dibagi di tingkat pusat dengan menjumlahkan sisa-sisa
suara dari daerah-daerah pemilihan yang tidak terkonversi menjadi kursi.6
Di tahun pemilihan umum 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999 Indonesia
menggunakan sistem proporsional dengan stelsel daftar tertutup. Pemilih memberikan suara
hanya kepada partai , dan partai akan memberikan suaranya kepada calon dengan nomor urut
teratas. Suara akan diberikan kepada urutan berikutnya bila calon dengan nomor urut teratas
sudah kebagian suara cukup untuk kuota 1 kursi. Untuk pemilihan umum anggota DPR Daerah,
pemilihannya adalah untuk wilayah Provinsi; sedangkan untuk DPRD 1 daerah pemilihannya
adalah satu provinsi yang bersangkutan; dan untuk DPRD II daerah pemilihannya wilayah Dati

5 Abdul Bari Azed, op.cit, hlm. 132.
6 Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal. 486

II yang bersangkutan. Namun ada sedikit warna sistem Distrik didalamnya, karena setiap
kabupaten diberi satu kursi anggota DPR untuk mewakili daeraah tersebut. Pada prmilihan
tahun-tahun ini setiap anggota DPR mewakili 400.000 penduduk.7
Di tahun 2004 ada satu lembaga baru didalam lembaga lagislatif yaitu DPD (Dewan
Perwakilan Daerah). Untuk pemilihan umum anggota DPD dugunakan sistem Distrik tetapi
dengan wakil banyak (4 kursi untuk setiap provinsi). Daerah pemilihannya adalah wilayah
provinsi pesertanya adalah individu. Karena setiap provinsi atau daerah pemilihan mempunyai 4
jatah kursi, dan suara dari kontestan yang kalah tidak bisa dipindahkan atau dialihkan (non
transverable vote) maka sistem yang digunakan disini dapat disebut sistem Distrik dengan wakil
banyak (block vote). Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan sistem proporsional
dengan stelsel daftar terbuka sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung
kepada calon yang dipilih dalam hal ini pemilih memberikan suaranya kepada partai , calon yang
berada pada urutan teratas mempunyai peluang besar untuk terpilih Karenna suara pemilih yang
diberikan kepada partai menjadi hak calon yang berada di urutan teratas. Jadi ada kemiripan
sistem yang digunakan pada pemilihan umum 2004 dengan pemilihan umum 1995. Bedanya,
pada pemilihan umum 1995 ada prioritas untuk memberikan suara partai kepada calon yang
memperoleh suara lebih dari setengah BPPD.8

Ada warna sistem distrik dalam penghitungan perolehan kursi DPR dan DPRD pada
pemilihan umum 2004, yaitu perolehan suatu partai disebuah daerah pemilihan yang tidak cukup
untuk satu BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) tidak bisa ditambahkan keperolehan partai di daerah
pemilihan lain misalnya untuk ditambahkan agar cukup untuk satu kursi, ini adalah ciri sistem
distrik. Dari sudut pandang gender, pemilihan umum 2004 secara tegas memberi peluang lebih
besar secara afirmatif bagi peran perempuan. Pasal 65 UU No 12/2003 menyatakan bahwa setiap
partai politik dapat mengajukan calon anggota DPR dan DPRD dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % untuk setiap daerah pemilihan. Ini adalah
kemajuan yang lain lagi yang ada pada pemilihn umum 2004.
Juga ada upaya untuk kembali menyederhanakan atau mengurangi jumlah partai melalui
cara yang bukan paksaan. Hal ini tampak pada prosedur seleksi parta-partai yang akan menjadi
peserta pemilihan umum. Ada sejumlah syarat baik administrative maupun subtansial yang harus
dipenuhi oleh setiap partai untuk bisa menjadi peserta pemilihan umum, antara lain

7 Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal 467
8 Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal 467

ditentukannya electoral threshold dengan memperoleh sekurang9-kurangnya 3% jumlah kursi
anggota legislative pusat, memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi di DPRD kabupaten
/ kota yang tersebar disetenag jumlah kabupaten / kota Indonesia. Untuk pemilihan presiden dan

wakil presiden, memperoleh sekurang-kurangnya 3% jumlah kursi dalam badan yang
bersangkutan atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional.10

9 Ibid. Hal. 488
10 Ibid. Hal. 488

KESIMPULAN
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Sistem pemilihan umum ada dua macam yaitu sistem pemilihan mekanis dan sistem
pemilihan organic. Sistem pemilihan mekanis dilaksanakan dengan dua cara yaitu dengan sistem
distrik dan dengan sistim proporsional. Dan selama ini Indonesia menggunakan sistem
proporsional dipadukan dengan warna sistem distrik.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-pemilihan-umumpemilu.html
https://muhammadazzikra15.blogspot.co.id/2016/03/teori-pemilu.html
http://abiwinata.blogspot.co.id/2011/05/sistem-pemilihan-umum.html
https://ridahelfridapasaribu.wordpress.com/2015/05/27/sistem-pemilu-diindonesia/