TEMUAN ARKEOLOGIS DI DAERAH SUKADANA PRO (1)

TEMUAN ARKEOLOGIS DI DAERAH SUKADANA
PROVINSI LAMPUNG SEBAGAI REALISASI PEMUKIMAN KUNO
PADA MASA KERAJAAN SRIWIJAYA
Ida Fitriana
Luluk Nura Yusfita
Rica Filasari
Yuan Erinda Santi
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
ABSTRACT
Firstly the Lampung society described by Tome Pires as
two main place that is Sekampung and Tulangbawang. Some of
archeological remains in that place, especially in Sukadana
because this place passed by these location. Sukadana reflected the
clasic society. This invention as a ancient settlement. According to
archeological review, there is a ancient settlement in Sukadana
period of Sriwijaya Kingdom.
Keyword: archeological remains, Sukadana, Lampung, ancient
settlement, Sriwijaya Kingdom.
Perkembangan sejarah dan budaya masyarakat Lampung telah melalui
banyak babakan mulai dari prasejarah, klasik hingga Islam. Pada masa klasik di
Lampung hampir tidak ditemukan suatu kerajaan yang identik dengan pusat

peradaban. Munculnya istilah Lampung memang masih baru terdengar oleh
umum. Karena jarangnya sumber dari masa klasik yang menyinggung keberadaan
Lampung, meskipun juga ada beberapa kitab yang sedikit menyinggung mengenai
adanya Lampung yaitu Nagarakrtagama dan Amanat Galunggung (Muljana,
1979:146).
Gambaran masyarakat Lampung pada abad ke-16 juga diceritakan oleh
berita asing dari Portugis. Perjalanan Tome Pires dari Laut Merah ke Jepang pada
tahun 1512 hingga 1515 memberikan gambaran tentang keadaan dua lokasi di
Lampung yaitu Tulangbawang dan Sekampung. Selain sumber tertulis, budaya
masa klasik di Lampung juga ditunjukkan oleh adanya beberapa tinggalan
arkeologis. Prasasti Palas Pasemah yang ditemukan pada tahun 1958 di tepi Way
Pisang, Kalianda, Lampung Selatan dan Prasasti Bungkuk yang ditemukan pada
tahun 1985 di Desa Bungkuk, Lampung Timur menunjukkan bahwa Lampung
pada masa klasik merupakan wilayah kekuasaan Sriwijaya (Hardiati, dkk,
2010:98). Berdasarkan sumber sejarah dan data arkeologis berupa prasasti,

2

kawasan sepanjang Way Sekampung merupakan kawasan yang cukup ramai pada
masa klasik khususnya ketika Sriwijaya menguasai Lampung.

Pada kajian kali ini dibahas tentang pemukiman kuno yang terdapat di
daerah Sukadana, Provinsi Lampung. Menurut tinjauan arkeologis, daerah
Sukadana merupakan salah satu tempat yang banyak ditemukan benda-benda
arkeologis, dibandingkan dengan daerah lainnya di Lampung. Daerah Sukadana
merupakan salah satu daerah yang dilalui oleh beberapa sungai seperti Way
Sekampung dan Way Tulangbawang. Sehingga tidak heran jika di daerah ini
banyak ditemukan benda-benda arkeologis yang menunjukan suatu permukiman
pada zaman klasik masa Kerajaan Sriwijaya. Karena pada masa zaman prasejarah
hingga klasik banyak manusia yang memilih hidup di dekat sungai karena
mengantungkan hidupnya pada alam.
TUJUAN
Tulisan ini bertujuan untuk menelaah tentang temuan arkeologis di daerah
Sukadana Provinsi Lampung sebagai realisasi pemukiman kuno pada masa
Kerajaan Sriwijaya. Yang pertama dijabarkan tentang objek penelitian arkologis
di daerah Sukadana Provinsi Lampung. Selain itu, dibahas pula tentang temuan
yang dihasilkan pada objek penelitian tersebut dan yang terakhir tentang realisasi
temuan arkeologis tersebut sebagai pemukiman kuno pada masa Kerajaan
Sriwijaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Objek Penelitian Arkeologis di Daerah Sukadana Provinsi Lampung

Dalam catatan Tome Pires mengenai kawasan Lampung terdapat dua nama
yaitu Sekampung dan Tulangbawang. Dua nama ini disebutnya sebagai suatu
negeri dalam arti bukan kerajaan (Cortesao, 1967:136 dalam Saptono, 2000:117).
Sekampung dapat diidentifikasikan sebagai kawasan di sekitar Way Sekampung
sekarang. Meskipun Sekampung dikatakan bukan kerajaan, tetapi diberitakan oleh
Tome Pires sebagai negeri yang berlimpah ruah. Lokasinya berada dekat Tana
Malaio dan Tulangbawang. Sekampung sudah menjalin perdagangan dagang
dengan Sunda dan Jawa dan komoditas yang diperjual belikan antara lain kapas,
emas, madu, lilin, rotan, lada beras, dan hasil bumi lainnya (Cortesao, 1967:158
dalam Saptono, 2000:117). Sedangkan aliran sungai Way Sekampung dan Way
Tulanbawang sendiri mengalir di daerah Sukadana, Provinsi Lampung.
Wilayah Kecamatan Sukadana terdiri dari beberapa desa yang antara satu
desa dengan desa lainnya relatif jauh. Secara umum dapat dikatakan merupakan
daerah yang berpenduduk jarang. Pemukiman penduduk hanya terkonsentrasi di
sepanjang jalan desa. Bentang daerah merupakan atau berupa pedataran rendah.
Pada beberapa wilayah atau lokasi terdapat rawa-rawa. Secara umum ketinggian
berkisar antara 10 hingga 140 m di atas permukaan laut. Puncak tertinggi adalah
Gunung Tiga (147 m) dan Gunung Salupa (147 m). Lahannya selain dimanfaatkan

3


untuk pemukiman kebanyakan berupa ladang dan sawah. Sungai yang mengalir di
daerah ini antara lain Way Raman, Way Batanghari, dan Way Sukadana yang
merupakan anak Way Seputih, serta Way Sekampung dengan beberapa anak
sungainya (Saptono, 2000:108). Penelitian di Daerah Sukadana dilaksanakan
terhadap beberapa objek arkeologi di Desa Bumijawa, Negeritua, dan
Godongwani.
1) Desa Bumijawa
Desa Bumijaya berada di sebelah barat Sukadana. Data etnohistoris yang
berkaitan dengan Bumijawa menyebutkan bahwa di daerah Lampung terdapat
empat kanegerian yaitu ratu dipuncak yang berkedudukan di Bukit Pesagi daerah
Kenali, Ratu Balau (di Tulangbawang), Ratu Pogung (di Krui), dan Ratu
Pemanggilan (di Tegineneng). Empat kanegerian ini berasal dari satu induk yang
berkedudukan di daerah Martapura (Sumatra Selatan). Ratu Dipuncak mempunyai
anak sembilan yang disebut “Jurai Siwa” (sembilan saudara). Salah satu anggota
Jurai Siwa tersebut adalah Nuban yang kemudian menurunkan masyarakat
Bumijawa.
2) Desa Negeritua
Desa Negeritua terletek di sebelah selatan Sukadana. Menurut cerita rakyat
setempat, leluhur masyarakat Negeritua berasal dari Pagarruyung (Sumatra Barat).

Permukiman Negeritua pertama kali terletak di daerah Karyamukti, tepi Way
Sekampung (Saptono, 2000:110).
3) Desa Gedongwani
Desa Gedongwani terletak di sebelah selatan Sukadana. Desa ini berada
pada daerah aliran Way Sekampung. Objek arkeologis yang ada di daerah ini
terbagi dalam tiga klaster (cluster). Klaster pertama (Gedongwani l) berada di
dekat pertemuan antara Way Gerem dan Way Sekampung. Pada lokasi ini
terdapat makam Baituhit. Klaster kedua (Gedongwani ll) berada di sebelah timur
laut Gedongwani l berjarak sekitar 500 m. di lokasi ini terdapat komplek makam
Raden Candradinata. Klaster ketiga (Gedongwani lll) terletak di sebelah timur laut
Gedongwani ll berjarak sekitar 500 m.
(a) Gedongwani l
Klaster Gedongwani l sekarang berupa kebun yang ditanami singkong.
Lahan ini berada di sebelah barat laut pertemuan Way Sekampung dengan Way
Gerem. Pada salah satu lahan disebutkan merupakan bekas rumah pesirah marga.
Pengamatan di sekitar lahan ini ditemukan fragmen keramik, gerabah, kerak besi,
dan besi tua. Pada tepi jalan raya di dekat makam Baituhit terdapat lahan bekas
tempat tinggal Pesirah Marga (Saptono, 2000:111).
(b) Gedongwani ll
Klaster Gedongwani ll merupakan ujung perkampungan sebelah tenggara.

Makam Raden Cakradinata terdapat di sebelah barat permukiman pada kebun di
tepi sebelah utara Way Sekampung.
(c) Gedongwani lll

4

Lahan klaster Gedongwani lll berupa kebun kelapa dan pada pengamatan
pada perkarangan penduduk di sekitar makam ini banyak ditemukan fragmen
keramik (Saptono, 2000:112).

Temuan Arkeologis di Daerah Sukadana Provinsi Lampung
Di obyek penelitian di daerah Sukadana Provinsi Lampung, banyak
ditemukan keramik. Keramik yang ditemukan pada suatu situs menunjukkan
adanya sistem pertukaran dengan daerah lain. Pertukaran ini bisa berupa
perdagangan. Dengan ditemukannya mata uang, semakin memperkuat adanya
kegiatan perdagangan. Aktifitas sehari-hari dapat dilihat dari tipologi gerabah dan
keramik. Gerabah yang ditemukan di situs Gedongdalem yang terletak di
Bumijawa yang menceminkan adanya bekas pemukiman kuno kampung
Bumijawa, lihat gambar 1. Situs ini berada di sebelah utara Way Batanghari dan
luasnya sekitar 200 x 100 m. Pada sisi timur dan barat situs terdapat parit yang

menjadi batas pemukiman. Pada lahan ini terdapat sebaran keramik dan gerabah
dalam jumlah yang banyak. Menurut keterangan penggarapan lahan, di lokasi ini
sering ditemukan mata uang (Saptono, 2013:126).

Gambar 1. Temuan gerabah
(https://www.google.com/search?q=temuan+gerabah+pada+daerah+sukadana)
Gerabah yang ditemukan di situs Gedongdalem berjumlah tiga buah yang
merupakan bagian bibir, badan dan dasar. Secara tipologis gerabah tersebut
berasal dari bentuk tempayan. Frgamen keramik yang ditemukan di beberapa situs
juga merupakan bagian bibir, badan dan dasar. Analisis tipologis keramik
menunjukkan berasal dari bentuk mangkuk (MK), piring (PR), cangkir (CK)
sendok (SD), tutup (TTP), botol (BTL), vas dan ada yang tidak diketahui
bentuknya.
Tabel 1. Tipologi Keramik Sukadana
Situs
MK PR CK SD TTP BTL VAS
?
Jumlah
Gedongdalem
48

37
2
1
3
1
1
93
Bumijawa
1
3
1
5

5

Gedongwangi I
4
4
Gedongwangi II
7

19
1
1
28
Gedongwangi III
7
1
8
Jumlah 67
59
2
3
1
4
1
1
138
Hasil analisis keramik secara tipologis menunjukkan bahwa bentuk
mangkuk paling banyak ditemukan, kemudian berturut-turut bentuk piring, botol,
sendok, cangkir, tutup, dan vas. Satu-satunya tutup yang ditemukan di situs

Gedongwani II berupa tutup botol (mungkin botol minuman) yang bertuliskan
“TAN TJIN TJIANG & Co Telok Betong”. Berdasarkan tipologis temuan keramik
dapat menggambarkan bahwa artefak tersebut merupakan benda keperluan seharihari.
Keramik asing mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat menunjukkan asal
daerah dan pertanggalannya. Hasil analisis pertanggalan. Hasil analisis
pertanggalan terlihat sebagaimana matriks berikut:
Tabel 2. Asal dan Pertanggalan Keramik Sukadana
Cina
Situs
Annam Eropa Jumlah
Song
Yuan
Ming
Qing
Gedongdale
1
4
31
25
3

29
93
m
Bumijawa
2
3
5
Gedongwani
2
2
4
l
Gedongwani
4
2
1
21
28
ll
Gedongwani
1
1
5
1
8
lll
Jumlah
1
4
38
30
11
54
138
Keramik dari Cina paling banyak ditemukan, kemudian dari Eropa, dan
Annam. Pertanggalan keramik Cina yang ditemukan berasal dari zaman dinasti
Song (960-1279, atau abad X –XIII), Yuan (1280-1368, atau abad XVII-XX).
Keramik Annam berasal dari abd XIV-XVI, sedangkan keramik Eropa dari abad
XVIII-XX (Saptono, 2000:119-120).
Selain ditemukan fragmen-fragmen gerabah, ditemukan juga prasastiprasasti yang mendukung adanya suatu kehidupan perkampungan kuno, yakni:
1) Prasasti Palas Pasembah

6

Gambar 2. Prasasti Palas Pasembah
(https://www.google.com/search?q=Prasasti+Palas+Pasembah)
Situs Palas Pasembah berada di Desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas,
Kabupaten Lampung Selatan. Lokasi situs berada di tepi Way Pisang sebelah
utara. Di sebelah utara merupakan kawasan permukiman sedangkan di sebelah
selatan lahan perkebunan. Lahan situs merupakan taman purbakala yang luasnya
sekitar 15 x 15 m (Utomo, 2007:10).
2) Prasati Bungkuk

Gambar 3. Prasasti Bungkuk
(https://www.google.com/search?q=prasasti+bungkuk)
Prasasti Bungkuk ditemukan di tepi Way Sekampung. Pada saat ini sudah
tidak berada di tempat asalnya tetapi tersimpan di Rumah Informasi Taman
Purbakala Pugung Raharjo (Utomo, 2007:9).
3) Prasasti Batu Bedil

7

Gambar 4. Prasasti Batu Bedil
(https://www.google.com/search?q=prasasti+batu+bedil)
Situs Batu Bedil secara administratif berada di Desa Gunung Meraksa,
Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus. Secara geografis lokasi ini
berada di wilayah hulu Way Sekampung (Saptono, 2013:128).

Temuan Arkeologis di Daerah Sukadana Provinsi Lampung Sebagai
Realisasi Pemukiman Kuno Pada Masa Kerajaan Sriwijaya
Pemukiman sebagai suatu tempat manusia menetap dan melakukan
aktifitas kehidupan telah muncul sejak zaman prasejarah dan berkembang hingga
kini. Pada zaman prasejarah ketika sistem bercocok tanam mulai dikenal,
merupakan awal manusia mulai bertempat tinggal secara menetap. Pada masa ini
mulai ada tanda-tanda cara hidup menetap di suatu pekampungan yang terdiri atas
tempat-tempat tinggal sederhana yang dialami secara berkelompok oleh beberapa
keluarga. Kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang terutama
ditujukan untuk mencukupi kebutuhan bersama, mulai diatur dan dibagi antar
anggota masyarakat (Soejono, 1992:167-168).
Asal mula arkeologi pemukiman dimulai ketika para ahli arkeologi di
Amerika yang memperoleh inspirasi dari beberapa kajian tentang pemukiman
yang dilakukan oleh para ahli antropologi budaya. Mereka kemudian mencari arah
baru bagi penelitian arkeologi. Pola pemukiman kuno dapat dipelajarinya dengan
menggunakan konsep “pola pemukiman”, ada tiga macam variasi dalam studi
arkeologi tentang pola pemukiman, yakni:
1) Studi yang memusatkan perhatian pada struktur individual suatu pemukiman
seperti rumah atau bangunan tertentu.
2) Studi yang memberi perhatian pada pemukiman lokal, seperti misalnya suatu
desa.
3) Studi yang mengarahkan pada pola-pola pemukiman di sebuah kawasan,
seperti misalnya sebuah lembah.

8

Masing-masing kajian ini memiliki daya tariknya sendiri-sendiri. Selain itu
kerangka teori serta metode yang digunsksn biasanya juga teori-teori yang
berbeda-beda (Putra, 1997:24).
Provinsi Lampung berbatasan dengan Selat Sunda di sebelah selatan, Laut
Jawa di timur, Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu di utara dan Samudera
Hindia di sebelah barat. Keadaan alam Lampung di sebelah barat dan selatan, di
sepanjang pantai, merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari
jalur pegunungan Bukit Barisan; di tengah-tengah merupakan dataran rendah;
sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang ke dekat pantai di
sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan daerah rawarawa perairan yang luas. Di Lampung terdapat beberapa sistem aliran sungai
diantaranya, Way Sekampung (panjang 265 km), Way Semangka (panjang 90
km), Way Jepara (panjang 50 km), Way Tulangbawang (panjang 136 km), dan
Way Mesuji (panjang 220 km) (Saptono, 2013:127-128).
Way Tulangbawang pada abad XVII merupakan jalur perdagangan antara
daerah pedalaman dengan kawasan pantai yang selanjutnya diantarpulaukan.
Aktifitas perdagangan pada masa ini berkaitan erat dengan kekuasaan Palembang
di utara dan Banten di selatan. Di daerah hulu Tulangbawang banyak dijumpai
situs-situs dari masa prasejarah yang menunjukkan adanya suatu komunitas.
Kawasan Tulangbawang berada di pantai timur bagian utara Propinsi Lampung.
Kajian tentang permukiman di sepanjang Way Tulangbawang mengambil sampel
pada beberapa permukiman kuno yang terdapat di sepanjang Way Tulangbawang
(Saringendyanti, 2000:145-146).
Dari artefak yang ditemukan dalam penelitian di Tulangbawang berupa
fragmen keramik dan fragmen gerabah. Selain itu juga ditemukan beberapa
artefak logam yang merupakan benda koleksi penduduk setempat. Mengingat
tinggalan tersebut bersifat movable maka validitasnya sangat rendah. Data
tersebut akan dipakai sebagai pelengkap atau penunjang. Artefak yang dianalisis
meliputi fragmen keramik dan gerabah yang ditemukan secara in situ
(Saringendyanti, 2000:156). Temuan-temuan itu diperkirakan dari masa Kerajaan
Sriwijaya.
Pola pemukiman memanjang sejajar dengan aliran sungai, berdasarkan
tipologi artefak yang ditemukan menunjukkan aktifitas berupa kegiatan rumah
tangga sehari-hari banyak dijumpai pada situs-situs pemukiman sepanjang Way
Sekampung. Situs-situs tersebut kebanyakan berada pada kelokan sungai. Benteng
tanah tersebut sengaja dibuat sebagai tempat perlindungan atau pagar/batas dari
pemukiman. Objek yang berada disekitar benteng pada umumnya terdiri dari
unsur bangunan tradisi megalitik seperti punden, lumpung batu dan menhir
(Saringendyanti, 2000: 60).
Di daerah Sukadana terdapat tiga golongan masyarakat yang terdiri dari
dua gelombang migrasi. Masyarakat Negeritua yang berasal dari Pagarruyung dan
masyarakat Bumijaya dan Gedongwani dari gelombang Sekalaberak. Kelompok

9

masyarakat ini mempunyai pola pemukiman yang berpindah-pindah dari tempat
yang satu ke tempat yang lain. Perpindahan ini dikarenakan kualitas lahan yang
sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan lagi. Hal yang menarik adalah bahwa
setiap ada perpindahan lokasi nama kampung tidak mengalami perubahan.
Kelompok masyarakat yang bermukim di daerah Sukadana dapat ditelaah melalui
data-data arkeologis. Namun, masyarakat Negeritua sedikit sukar untuk ditelaah
hal ini dikarenakan situs-situs peninggalan masyarakat Negeritua ini banyak yang
telah terganggu (Djajadiningrat, 1983:130-137, Graaf & Pigeud 1985:151).
Keterangan etnohistoris menyebutkan bahwa masyarakat Bumijawa
berasal dari Bukit Pesagi yang sebelumnya tinggal di daerah Martapura sekarang.
Kawasan ini dalam tradisi disebut sebagai Sekalaberk yang cakupan wilayahnya
di sekitar Danau Ranau. Pada masa klasik memang kawasan ini merupakan
kawasan yang potensial (Soekmono, 1985:48). Dari pembahasan ini dapat
disimpulkan bahwa hasil-hasil temuan arkeologis di daerah Sukadana Provinsi
Lampung merupakan suatu realisasi dari pemukiman kuno pada masa Kerajaan
Sriwijaya. Dengan bukti-bukti peninggalan yang telah ditemukan, dapat
dinyatakan bahwa sekitar-sekitar temuan arkeologis yang ada di daerah Sukadana
Provonsi Lampung merupakan wujud dari pemukiman kuno pada masa Kerajan
Sriwijaya.

KESIMPULAN
Daerah Sukadana yang berada di Provinsi Lampung terdiri dari beberapa
desa yang antara satu desa dengan desa lainnya relatif jauh. Secara umum dapat
dikatakan merupakan daerah yang berpenduduk jarang. Pemukiman penduduk
hanya terkonsentrasi di sepanjang jalan desa. Bentang daerah merupakan atau
berupa pedataran rendah. Pada beberapa wilayah atau lokasi terdapat rawa-rawa.
Lahannya selain dimanfaatkan untuk pemukiman kebanyakan berupa ladang dan
sawah. Penelitian di Daerah Sukadana dilaksanakan terhadap beberapa objek
arkeologi di Desa Bumijawa, Negeritua, dan Godongwani.
Dari obyek penelitian di daerah Sukadana Provinsi Lampung, banyak
ditemukan keramik. Keramik yang ditemukan pada suatu situs menunjukkan
adanya sistem pertukaran dengan daerah lain yang bisa berupa perdagangan.
Aktifitas sehari-hari dapat dilihat dari tipologi gerabah dan keramik. Gerabah
yang ditemukan di situs Gedongdalem yang terletak di Bumijawa yang
menceminkan adanya bekas pemukiman kuno kampung Bumijawa. Selain
ditemukan fragmen-fragmen gerabah, ditemukan juga prasasti-prasasti yang
mendukung adanya suatu kehidupan perkampungan kuno, yakni Prasasti Palas
Pasembah, Prasati Bungkuk, dan Prasasti Batu Bedil.
Dari artefak yang ditemukan dalam penelitian di Tulangbawang berupa
fragmen keramik dan fragmen gerabah serta artefak logam yang merupakan benda
koleksi penduduk setempat. Data tersebut dapat dipakai sebagai pelengkap atau

10

penunjang bukti bahwa adanya suatu pemukiman pada masa itu. Kelompok
masyarakat yang bermukim di daerah Sukadana dapat ditelaah melalui data-data
arkeologis tersebut. Pada masa klasik diperkirakan kawasan ini sangat potensial
ditemukan hasil-hasil temuan arkeologis di daerah Sukadana Provinsi Lampung
merupakan suatu realisasi dari pemukiman kuno pada masa Kerajaan Sriwijaya.
Dengan bukti-bukti peninggalan yang telah ditemukan, dapat dinyatakan bahwa
sekitar-sekitar temuan arkeologis yang ada di daerah Sukadana Provonsi
Lampung merupakan wujud dari pemukiman kuno pada masa Kerajan Sriwijaya.
DAFTAR RUJUKAN
Djajadiningrat, H. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Babten. Jakarta:
KITLV.
Graaf, H.J & Pigeaud, Th.G.Th. 1985. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Jakarta:
Grafitipers.
Hardiati, E.S., Djafar, H., Soeroso, Ferdinandus, P.E.J., & Nastiti, T.S. 2010.
Zaman Kuno. Dalam R.P. Seojono & R.Z. Leirissa Sejarah Nasional
Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
Muljana, S. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Karya Aksara.
Putra, A. 1997. Arkeologi Pemukiman: Asal Mula dan Perkembangannya. Jurnal
Humaniora, (Online), 1 (5): 16-25, (htttp://www.googleschoolar.com),
diakses 22 Februari 2017.
Saptono, N. 2000. Pemukiman Kuna di Daerah Sukadana, Provinsi Lampung.
Dalam Edy Sunadi & Agus Aris Munandar (Eds.), Rona Arkeologi:
Penampakan Hasil Penelitian dan Pengembangan Arkeologi di Wilayah
Jawa Barat, Lampung dan Kalimantan Barat (hlm. 107-122). Bandung:
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.
Saptono, N. 2013. Permukiman Kuna di Kawasan Way Sekampung, Lampung,
Pada Masa Sriwijaya. AMERTA Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi, (Online), 31 (2): 125-140, (htttp://www.googleschoolar.com),
diakses 22 Februari 2017
Soejono, R.P. 1992. Jaman Prasejarah di Indonesia. Dalam Sejarah Nasional
Indonesia I. Jakarta: P.N. Balai Pustaka.
Soekmono, R. 1985. Kisah Perjalanan ke Sumatra Selatan dan Jambi. Dalam
Satyawati Suleiman Amerta 3. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional.

11

Sringendyanti, E. 2000. Kronik Arkeologi: Perspektif Hasil Penelitian Arkeologi
di Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Lampung. Jakarta: Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional.
Utomo, B.B. 2007. Prasasti-prasasti Sumatera. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional.