PROSES PEMBELAJARAN MUSISI OTODIDAK DI S

PROSES PEMBELAJARAN MUSISI OTODIDAK DI SULAWESI UTARA
DAN EKSISTENSINYA DIANTARA MUSISI PENDIDIKAN FORMAL

(Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Kajian Interdisiplin)

Dosen Pengampu
Nama Mahasiswa
NIM
Kelas

:
:
:
:

Prof. Dr. M. Jazuli, H.Hum
Isabella Christy Ruata
0204513044
Reguler


FAKULTAS PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN SENI S2
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2013

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latarbelakang Masalah
Kata Otodidak berasal dari bahasa Yunani yaitu autodidaktos yang artinya belajar
sendiri. Dengan kata lain otodidak adalah istilah bagi orang-orang yang belajar sendiri atau
orang-orang yang tidak membutuhkan figur seorang pembimbing untuk mempelajari satu
hal. Biasanya, seseorang yang disebut sebagai otodidak adalah orang-orang yang bergelut
bergelut dalam bidang tertentu, seperti seni, sastra, arsitektur, kerajinan tangan dan bidang
lain-lain yang berhubungan dengan praktek menciptakan suatu karya seni.
Apabila kita mengamati sekilas di sekitar kita banyak kita jumpai orang dapat bermain
musik dengan cara belajar sendiri, atau otodidak. Musisi populer atau hiburan kebanyakan
bisa bermain musik dengan cara belajar sendiri. Hal itu dikarenakan para musisi hiburan
kebanyakan tidak berpendidikan musik secara formal, tetapi mereka belajar sendiri secara
otodidak atau belajar dari lingkungannya. Proses belajar musik yang mereka lakukan menarik
untuk diamati, karena diperkirakan mempunyai hal-hal khusus yang berkaitan dengan

penguasaan materi-materi belajar musik tersebut.
Proses belajar musik secara umum meliputi penguasaan materi-materi teknik bermain
instrumen musik, pengembangan musikalitas, dan penguasaan repertoar. Penguasaan materimateri tersebut juga berlaku pada pembelajaran musik populer atau hiburan.
Dalam dunia pendidikan musik formal banyak dikenal metode-metode belajar, antara lain
metode Suzuki untuk biola, metode Yamaha untuk keyboard, gitar, bass gitar, drum, dan
lain-lain. Metode-metode itu telah dikenal luas karena sistematis dan materinya terstruktur
dari tingkat pengenalan awal hingga tingkat mahir. Proses pembelajaran musik semua diatur
dalam tingkat-tingkat keterampilan (grade) yang menunjukkan tingkat-tingkat kesulitan yang
harus ditempuh sehingga skill atau tingkat keterampilannya dapat terukur dengan jelas.
Dulu orang otodidak itu dipandang sebelah mata, karena mereka dianggap sebagai orangorang yang tidak mengerti dasar keilmuwan, dan mereka dicap sebagai orang yang
seenaknya mengeskplorasi ilmu pengetahuan atau seni. Tapi belakangan ini eksistensi orang
otodidak justru disegani. Mereka dianggap orang-orang yang memiliki kecerdasan di atas

rata-rata dengan orang yang menekuni bidang yang sama dengannya, melalui bimbingan
dalam pendidikan formal.
Di jaman modern seperti sekarang ini, proses pembelajaran pendidikan formal atau
dengan bimbingan merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar
masyarakat, karena proses pembelajaran tersebut sudah sangat jelas tertera pada masingmasing satuan pendidikan. Akan tetapi, jika berbicara mengenai proses pembelajaran
otodidak atau belajar sendiri, masih sangat sedikit teori yang mendeskripsikan hal itu. Hal
inilah yang menjadi alasan mengapa penulis mengambil topik ini untuk dikaji lebih

mendalam.
Mengapa hal ini perlu diangkat karena tidak dapat dipungkiri sejak jaman dulu sampai
saat ini, sesungguhnya ilmu pengetahuan yang kita dapatkan khususnya ilmu pengetahuan
tentang musik itu sendiri tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal, tapi juga dari hasil
belajar sendiri atau secara otodidak. Oleh sebab itu, hal ini memang sangat perlu diangkat
karena pada dasarnya semua musisi otodidakpun tidak terkecuali yang ada di Sulawesi Utara
pasti memerlukan referensi atau setidaknya pedoman sebelum melangkah menjadi musisi
yang memiliki pengetahuan dengan belajar sendiri. Untuk itulah penulis mengangkat topik
tentang pembelajaran musisi autodidak di Sulawesi Utara ini berikut tentang eksistensi
mereka diantara para musisi pendidikan formal dengan maksud dan tujuan untuk menambah
referensi atau sumber pengetahuan tertulis bagi para musisi otodidak di Sulawesi Utara, dan
juga penulisan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan terhadap masyarakat awam di
Sulawesi Utara dan juga bagi masyarakat di Indonesia yang tentunya belum tahu tentang
bagaimana proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara begitu juga dengan
eksistensi mereka, karena kurangnya referensi, sumber, penelitian, penulisan atau bahkan
buku yang membahas tentang proses pembelajaran musisi otodidak secara umum.
Berdasarkan latarbelakang diatas, penulis mengambil 2 fokus masalah, yaitu :
1) Bagaimana proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara ?
2) Bagaimana eksistensi musisi otodidak di Sulawesi Utara diantara musisi dengan
pendidikan formal ?


2. Perspektif dan Pendekatan Teoretik
Berdasarkan fokus masalah diatas, penulis mengambil 2 kata kunci yaitu pembelajaran
dan eksistensi. Oleh karena itu

penulis menggunakan beberapa perspektif ilmu dan

pendekatan teoretik sebagai landasan yaitu, perspektif ilmu pendidikan dan perspektif ilmu
sosial, serta menggunakan pendekatan teori pendidikan (teori belajar) dan teori psikologi
(teori psikologi humanistik).
3. Sistematika Penulisan
Bab I.

Pendahuluan
Dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, fokus masalah, perspektif dan
pendekatan teori yang digunakan, serta sistematika penulisan.

Bab II. Pembahasan
Bab III. Penutup
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dari hasil pembahasan.


BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum membahas tentang topik penulisan tentang pembelajaran musisik otodidak di Sulawesi Utara dan
eksistensi mereka diantara musisi dengan pendidikan formal seperti judual diatas, maka penulis akan menguraikan
terlebih dahulu tentang pendekatan teori-teori yang menjadi landasan dalam penulisan ini, yaitu :
A. Pendekatan Teori
1. Teori Pendidikan (Teori Belajar)
Pengertian belajar yang seragam dan berlaku umum tidak mudah
untuk

di

ketengahkan.

Sepanjang

sejarah

perkembangannya,


pengertian belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan
dan pisikologi ternyata bermacam ragam. Keragaman ini disebabkan
oleh latar belakang dan pandangan mereka masing-masing. Seperti
halnya pengertian belajar yang di kemukakan oleh Cagne bahwa
belajar itu adalah “perubahan disposisi atau kemampuan seseorang
yang di capai dengan usaha orang itu, dan perubahan itu bukan
diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara
langsung“ (Gagne, 1979: 3).
Dikatakan sebagai usaha di dalam perubahan tingkah laku, karena
belajar itu sendiri merupakan bagian dari tingkah laku manusia. Hal ini
mencerminkan adanya sikap dan perbuatan untuk belajar pada diri
seseorang.
Belajar dikatan sebagai usaha untuk perubahan tingkah laku,
karena pada dasarnya kegiatan belajar adalah untuk meningkatkan
disposisi dan kemampuan orang tersebut. Kemampuan yang dimaksud
adalah seperti dalam pembahasan dalam penulisan ini yaitu proses
pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara untuk memperoleh
pengetahuan dan kemampuan atau keterampilan bermusik dengan
usaha mereka sendiri atau pribadi masing-masing tanpa perlu fgur

seorang guru atau pembimbing.

2. Teori Psikologi (Teori Psikologi Humanistik)
Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam
psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali
terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting
didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan

positif untuk

tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini,
dkk. 1993).
Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni
kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah (makan, minum, tidur dan sex), kebutuhan
keamanan (kesehatan dan terhindar dari bahaya dan bencana), kebutuhan untuk memiliki
dan cinta kasih (dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga), kebutuhan harga diri
(dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain) dan kebutuhan aktualisasi diri yaitu
untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara
aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang (Abraham Maslow, 1992).

Seperti penjelasan diatas tentang Teori Psikologi Humanistik, Maslow menjelaskan
tentang kebutuhan manusia yang sangat hirarki, yang didalamnya termasuk kebutuhan
aktualisasi diri atau kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan
kecenderungan tertentu. Kebutuhan ini sudah dipastikan sangat berhubungan dengan para
musisi otodidak di Sulawesi Utara maupun yang ada di Indonesia, yaitu keinginan untuk
mengembangkan potensi atau bakat mereka khususnya dalam bidang musik, karena pada
dasarnya musisi otodidak adalah orang-orang yang cenderung berjuang sendiri, sehingga
merekapun membutuhkan suatu proses pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan tentang musik itu sendiri melalui diri mereka sendiri juga.
Inilah kedua teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk membahas penulisan
dengan topik proses pembelajaran musisi otodidak di sulawesi utara dan eksistensinya
diantara musisi pendidikan formal.

B. Bahasan Objek Penulisan

1. Definisi Otodidak
Otodidak adalah proses bagi orang yang belajar dengan menggunakan cara-caranya
sendiri. Oto (auto) berarti sendiri, didak (didaktik) berarti belajar. Istilah lain dari
otodidak adalah self-taught atau mengajar diri sendiri. Dengan demikian makna otodidak
adalah belajar sendiri tanpa bimbingan guru, atau dengan kata lain otodidak adalah orang

yang selalu berproses untuk membangun potensi dalam diri dan orang yang mendapat
keahlian dengan belajar sendiri (http://en.wikipedia.org).
Dalam perspektif belajar sendiri, bisa dipastikan segala daya upaya digunakan untuk
dapat mengetahui hal yang ingin dipelajari. Dengan segala daya upaya inilah orang akan
menggali atau mengeksplorasi segala kemungkinan dan potensi diri dalam rangka
memecahkan persoalan atau masalah-masalah yang dihadapinya.
Kata Otodidak sering berkonotasi negatif, karena sering di nibatkan pada orang yang
tak terdidik dan pendidikan tradisional, Namun itu bukanlah perbandingan yang benar.
karena orang dapat dengan mudah memenuhi syarat untuk keahlian dalm bidang tertentu.
Walaupun begitu kata otodidak dapat disalahgunakan.
Sesorang yang disebut otodidak karena bergelut dibidang tertentu, seperti seni, karya,
arsitektur ataupun kerajinan tangan. Disamping itu, beberapa bidang bisa jadi sangat
sempit sehingga pendidikan yang sesusngguhnya tidak ada, dimana sesorang
mendiskusikan apakah pendidikan itu merupakan kemungkinan realistik.
Ilmu Pengetahuan dapat dipelajari melalui berbagai cara atau metode. Inti dari
mempelajari ilmu pengetahuan adalah untuk mengetahui sesuatu yang belum jelas
menjadi jelas. Inti dari belajar adalah mempelajari hal-hal yang buruk menjadi baik.
Melatih yang belum dapat dikerjakan menjadi terampil. Sedangkan jalan yang paling
banyak ditempuh untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan adalah melalui
pendidikan formal.

Dunia pendidikan formal telah mempunyai sistem pembelajaran yang terstruktur. Hal
itu berarti bahwa untuk mempelajari ilmu pengetahuan seseorang diarahkan melalui suatu
sistem pendidikan yang telah ditentukan. Pendidikan formal dibagi dalam beberapa
jenjang ke-pendidikan atara lain pendidikan dasar, menengah, dan tingkat sarjana.
Selain secara formal, ilmu pengetahuan dan keterampilan dapat juga dipelajari secara
non-formal. Salah satu cara mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam

pendidikan non formal adalah belajar sendiri atau sering disebut otodidak, seperti kutipan
dalam artikel berikut ini :
Autodidacticism (also autodidactism) is self-education or self-directed
learning. An autodidact is a mostly self-taught person (also known as
an automath), or someone who has an enthusiasm for self-education,
and usually has a high degree of self-motivation. Occasionally,
individuals have sought to excel in subjects from outside the
mainstream of conventional education…
… Autodidacticism, it must be stressed, is a highly unusual pedagogic
phenomenon whereby a subject will develop a skill without external
stimulae… (http://oxfourdjournals.org).
Pernyataan di atas mempunyai makna bahwa otodidakisme atau faham otodidak adalah
pendidikan bagi dirinya sendiri, atau belajar sendiri. Seorang otodidak adalah orang yang

mempunyai antusiasme untuk belajar sendiri dan biasanya mempunyai motivasi yang
tinggi, kadang-kadang harus mencari pokok persoalan melebihi subjek utamanya dalam
pendidikan konvensional. Otodidak menekankan perwujudan pendidikan yang sangat
tidak biasa, karena pembelajar harus mengembangkan ketrampilan tanpa dorongan dari
luar.
Belajar secara otodidak berarti tanpa dorongan atau bimbingan dari luar, sehingga
penguasaan dari hal-hal yang dipelajari harus dilakukan sendiri. Usaha penguasaan
terhadap lagu baru misalnya akan dilakukan dengan mengerahkan segala daya upayanya
untuk dapat menguasai lagu tersebut Belajar dari pengalaman merupakan salah satu
kenyataan yang ada dalam proses belajar. Ketika manusia melakukan pekerjaan yang
diulang-ulang dia akan mengalami pertumbuhan yang terus-menerus, berkembang lalu
menjadi suatu kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaannya manusia akan mendapatkan hal
baru yang disebut pengalaman.
Ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman buruk dan pengalaman
baik. Disengaja atau tidak manusia pada prinsipnya akan selalu memperbaiki pengalaman
buruknya agar menjadi baik pada waktu yang akan datang.
2. Belajar Musik Secara Otodidak

Keterampilan bermain musik sering disebut skill, bagi musisi termasuk juga musisi
yang belajar secara otodidak merupakan satu hal yang harus selalu dijaga dan terus
ditingkatkan kualitasnya. H.C. Whitherington berpendapat bahwa keterampilan harus
dibedakan dari kebiasaan, karena sekalipun keduanya kelihatan hampir sama tetapi
mempunyai makna yang sangat berbeda. Whitherington secara lengkap berpendapat
bahwa :
keterampilan menghendaki tingkat kesadaran serta perhatian yang lebih
tinggi daripada kebiasaan. Kalaupun dalam melakukan suatu kebiasaan
kita tidak memberikan perhatian kita sama sekali, kebiasaan itupun
akan dapat terus berlangsung. Pada ketrampilan hal ini tidak dapat
terjadi, ketrampilan terus menerus menghendaki adanya tingkat
perhatian yang tinggi…
Untuk dapat mempertahankan tingkat keterampilan yang tinggi
dibutuhkan latihan terus menerus, misalnya pada ketrampilan bermain
piano atau biola; tetapi untuk mempertahankan kebiasaan kelihatannya
tidak dibutuhkan usaha yang harus dilakukan dengan sadar
(Whitherington 1999: 143-144).
Faktor utama yang menentukan keberhasilan seseorang dalam mempelajari ilmu
pengetahuan dan ketrampilan adalah bakat. Bakat juga merupakan faktor utama bagi
orang yang akan mempelajari mu-sik termasuk musisi hiburan. Tetapi bakat harus diikuti
oleh faktor-faktor lain yang ditentukan oleh keadaan lingkungan seseorang, ke-sempatan,
sarana dan pra sarana, dukungan dan dorongan orang tua, tempat tinggal dan sebagainya.
Sebagian besar faktor tersebut diten-tukan oleh diri seseorang itu sendiri, seperti minat,
keinginan berpres-tasi, dan keuletan dalam menghadapi rintangan yang mungkin timbul
dalam berlatih dan sebagainya. Berikut ini adalah pernyataan S.C. Utami Munandar
tentang bakat :
“Bakat” (aptitude) pada umumnya diartikan sebagai kemampuan
bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih
agar dapat terwujud. Berbeda dengan bakat, “kemampuan” merupakan
daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan
dan latihan. Kemampuan menunjukkan bahwa suatu tindakan
(performance) dapat dilakukan sekarang, sedangkan bakat memerlukan

latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan di masa
yang akan datang. Bakat dan kemampuan menentukan “prestasi”
seseorang (Munandar, 1999: 17-18).
Pernyataan di atas menerangkan bahwa bakat adalah potensi yang sangat penting, tetapi
bukan satu-satunya faktor yang dapat diandalkan seseorang untuk berprestasi dalam
mempelajari sesuatu. Pernyataan tersebut juga berlaku dalam bidang seni, termasuk
musik. Proses belajar musik menuntut minat yang tinggi dan perhatian khusus untuk
menghadapi proses pembelajaran seperti latihan-latihan kepekaan terhadap unsur-unsur
musik, penguasaan teknik bermain instrumen musik, dan penguasaan repertoar musik.
Agar dapat belajar dan menguasai musik dengan baik seseorang harus mempunyai minat
yang tinggi dan perhatian khusus terhadap musik.
Teori tentang minat dibahas oleh Whitherington dalam Psikologi Pendidikan yang
menegaskan bahwa objek atau seseorang, suatu soal atau situasi tertentu yang
mempunyai sangkut paut dengan dirinya, harus dipandang sebagai sambutan yang sadar,
sebab jika tidak, tidak akan mempunyai arti sama sekali. Pernyataan Whitherington
tersebut adalah sebagai berikut:
Minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang, suatu
soal atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. Ruparupanya minat harus dipandang sebagai suatu sambutan yang sadar;
kalau tidak demikian minat itu tidak mempunyai arti sama sekali. Oleh
sebab itu pengetahuan atau informasi tentang seseorang atau suatu
objek pasti harus ada terlebih dahulu daripada minat terhadap objek
tadi… (Whitherington, 1999: 135).
Demikian jika dikaitkan dengan setiap orang yang sedang belajar musik, memiliki minat
terhadap musik itu sendiri merupakan suatu keharusan agar proses pembelajaran berjalan
dengan baik.
Orang yang belajar otodidak harus memahami bahwa proses pembelajarannya
kemungkian berhadapan dengan rintangan dan masalah pada tahap awal; apa manfaat
belajar, diejek orang lain karena belajar, ketidakpahaman pada apa yang dibaca, dan
kesulitan memahami sesuatu.
Begitu juga dengan para musisi otodidak yang memiliki beberapa kendala dalam
proses pembelajaran seperti, kebanyakan mereka tidak paham tentang notasi musik,

terutama notasi balok. Beberapa kasus ada yang mampu membaca notasi angka, tetapi
ada pula yang mampu menuliskan atau mencatat simbol-simbol akor tanpa bisa
menuliskan melodinya. Kedua, oleh karena mereka hanya bisa menghafal lagu-lagu yang
dimainkan, maka mereka tidak mampu mempelajari lagu secara cepat dibandingkan
dengan musisi dengan pendidikan formal. Namun hal ini bukanlah menjadi sebuah
penghalang bagi para musisi otodidak di Suawesi Utara untuk belajara karena pada
dasarnya untuk mencapai suatu keberhasilan tergantung seberapa keras kemauan untuk
belajar dari masing-masing individu, baik yang belajar secara otodidak maupun secara
formal untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam bidang musik.
3. Proses pembelajaran Musisi Otodidak di Sulawesi Utara
Otodidak menurut wikipedia bahasa Inggris adalah “self-education or self-directed
learning. An autodidact is a mostly self-taught person, as opposed to learning in a school
setting or from a tutor.” Jadi otodidak bukan berarti tiba-tiba bisa sendiri tanpa belajar,
melainkan belajar sendiri dan menentukan jalur pelajaran itu sendiri tanpa bantuan tutor
dalam jangka waktu tertentu. Seorang musisi otodidak akan menghabiskan waktu berjamjam membaca buku, menonton video tutorial, berlatih, dan berdiskusi dengan musisi lain
untuk mendapat masukan dan inspirasi (http://en.wikipedia.org).
Pada umumnya musisi otodidak di Sulawesi Utara belajar dengan cara
mendengarkan, mengingat-ingat atau menghafal, kemudian menirukan atau memainkan.
Secara umum proses pembelajaran musik yang mereka lakukan adalah :
1) Mendengarkan dan memperhatikan
Proses pembelajaran ini adalah proses awal pembelajaran. Proses mendengarkan
adalah dimana para musisi otodidak ini mendengarkan lagu-lagu dari kaset atau CD
secara berulang-ulang dengan tujuan untuk memahami genre atau jenis-jenis aliran
lagu, mencari timbre atau jenis suara dan teknik menyanyi yang baik dan benar.
Sedangkan

proses

memperhatikan

adalah

proses

dimana

musisi

otodidak

memperhatikan keterampilan bermain alat musik melalui orang lain, bahkan ada juga
yang membuat rekaman agar dapat dipelajari sendiri, dengan tujuan untuk
memperoleh keterampilan dalam bermusik secara perlahan-lahan.

2) Memorizing (menghafal)
Pada umumnya para musisi otodidak ini mempunyai musikalitas yang tinggi melalui
kemampuan mendengarkan dan mengandalkan memorizing atau menghafal, sehingga
mereka dapat menghafal dengan cepat apa yang telah mereka pejari, diluar
pengalaman yang mereka miliki.
3) Mempraktekkan/latihan
Proses mempraktekkan merupakan proses inti dimana para musisi otodidak ini akan
mulai latihan mencoba semua yang telah mereka pelajari melalui dengan sabar dan
perlahan-lahan sampai mereka mengerti, mampu dan mulai bisa melakukannya
sendiri.
Pada intinya proses mereka belajar adalah :

Mendengarkan

Memorizing
(menghafal)

Mempraktekkan/
latihan

Pada dasarnya, proses pembelajaran musisi ototidak juga merupakan bagian dari
proses pembelajaran yang ada pada musisi dengan pendidikan formal, akan tetapi yang
membedakan hanyalah pada proses dan langkah-langkah pembelajarannya saja. Jika pada
musisi pendidikan formal

terdapat proses pembelajarannya lebih terstruktur karena

adanya bimbingan dan langkah-langkah proses pembelajarannya juga terdiri dari
beberapa bagian, maka pada proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara,
mereka dapat mengatur sendiri proses pembelajaran mereka dan hanya melakukan tiga
proses pembelajaran saja yaitu mendengarkan dan memperhatikan, memorizing
(menghafal) dan kemudian mempraktekkan atau melakukan latihan sendiri, akan tetapi
proses pembelajaran mereka memang cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama
karena mereka hanya belajar sendiri dengan waktu yang diatur sendiri juga.
4. Eksistensi Musisi Otodidak di Sulawesi Utara

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang
mengandung unsur bertahan, sedangkan menurut Abidin Zainal (2007:16) eksistensi
adalah suatu proses yang dinamis, suatu ‘menjadi’ atau ‘mengada’. Ini sesuai dengan
asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, ‘melampaui’ atau
‘mengatas’. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal
dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada
kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Dalam penelitian ini, kata
eksistensi merujuk pada keberadaan para musisi otodidak yang ada di Sulawesi Utara.
Eksistensi ini juga berkaitan dengan strategi dan cara para musisi otodidak dalam
mempertahankan keberadaannya dalam dunia musik di Sulawesi Utara, diantara para
musisi lain yang memiliki pengetahuan dan keterampilan musik melalui pendidikan
formal.
Berdasarkan hasil penelitian, kebanyakan para musisi di Sulawesi Utara adalah
musisi otodidak. Mereka belajar sendiri tanpa bimbingan dari orang lain seperti halnya
musisi dengan pendidikan formal. Banyak hal yang membuat para musisi otodidak ini
ingin mencari tahu sendiri bagaimana agar bisa memiliki pengetahuan dan keterampilan
musik secara alami tanpa mengikuti pendidikan formal yang terstruktur. Akan tetapi
seiring berjalannya waktu, dengan adanya pendidikan seni formal, juga dibarengi dengan
kemajuan teknologi yang semakin canggih, satu per satu para musisi otodidak ini, dari
yang masih muda hingga yang sudah berumur diatas 40 tahun pun mulai mengikuti
pendidikan seni formal tersebut dengan maksud untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan dalam bermusik dan agar ilmu musik yang telah mereka dapatkan secara
otodidak dapat dibenahi menjadi lebih baik lagi, sehingga sampai saat ini jumlah musisi
dengan pendidikan formal di Sulawesi Utara sudah lebih dominan daripada musisi
otodidak yang ada. Beberapa ada yang mengikuti pendidikan Seni ataupun Seni Murni
hingga jenjang S2.
Dengan adanya situasi ini, tidak serentak membuat para musisi otodidak di Sulawesi
Utara yang masih bertahan dengan ilmu otodidaknya ini minder atau berhenti
menghasilkan karya seni musik. Hal ini malah membuat mereka semakin semangat dan
merasa tertantang untuk bersaing sehat dengan para musisi otodidak yang menambah
pengetahuan dan keterampilan musik dengan mengikuti pendidikan formal, demi

mempertahankan eksistensi atau keberadaan mereka dalam dunia musik di Sulawesi
Utara.
Kreatifitas adalah tiang dari musisi otodidak, dimana rasa ingin tahu adalah atapnya.
Musisi otodidak tidak terpengaruh sama ilmu pasti dan bimbingan. Mereka juga tidak
pernah mengenal istilah pakem dalam satu bidang ilmu. Kemampuannya dalam
mengeksplorasi dan mengkombinasikan berbagai macam ilmu dalam satu bidang
membuatnya terus bertahan menjadi orang otodidak di bidang ilmunya. Dengan salah
satu ciri khas musisi otodidak yaitu keterbukaan terhadap segala segala sesuatu yang
baru, inilah yang menjadi faktor utama para musisi otodidak di Sulawesi Utara dalam
menghasilkan sebuah karya seni musik yang setara dan bahkan tidak sedikit yang
melebihi karya dari musisi yang berpendidikan formal.
Hal inilah yang menjadi fondasi utama para musisi otodidak di Sulawesi Utara dalam
mempertahankan eksistensi dan status sosial mereka di tengah pendidikan seni formal
yang semakin berkembang.
Keterbukaan menerima suatu hal yang baru sehingga memunculkan suatu ide atau
kreatifitas yang luar biasa inilah yang membuat musisi otodidak tersebut tetap
eksis/bertahan di Sulawesi Utara hingga saat ini dan juga demi mengangkat kesenian
Sulawesi Utara ke jenjang nasional bahkan internasional melalui karya mereka.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulannya adalah :
1) Pada umumnya proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara adalah
mendengarkan

dan

memperhatikan,

memorizing

(menghafal)

dan

kemudian

mempraktekkan atau melakukan latihan sendiri.
2) Eksistensi musisi otodidak di Sulawesi Utara masih sangat diakui oleh masyarakatnya
hingga saat ini walaupun mereka berdampingan dengan banyak musisi yang memiliki
pendidikan formal. Salah satu cara atau strategi mereka dalam menjaga dan mempertahan
eksistensi mereka adalah dengan terus menambah pengetahuan tentang musik dari
pengalaman pribadi masing-masing sehingga mereka selalu memiliki kreatifitas dalam
menciptakan suatu karya seni musik yang setara dengan musisi berpendidikan formal.

Daftar Pustaka
Gagne, R, M. (1997). The Condition of Learning and Theory of Instruction. Rinehart and
Winston, New York.
Maslow, Abraham. (1992). Psikologi Humanistik: The Third Force, The Psikology Of Abraham
Maslow. Kanisius, Yogyakarta.
Munandar, S, C. Utami. (1999), Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah,
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Rumini, S. dkk. (1993). Psikologi Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, Yogyakarta.
Whitherington, H.C. (1999), Psikologi Pendidikan, terjemahan M. Buchori. (1999), Rineka
Cipta, Bandung.
Zainal, Abidin. (2007). Analisis Eksistensial. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Referensi website :
http://en.wikipedia.org
http://oxfourdjournals.org