TATA LAKSANA GIZI PASIEN OPERASI TRAUMA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diet pascabedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam
pembedahan dan jenis penyakit penyerta. Pengaruh operasi terhadap metabolism pascaoperasi tergantung berat ringannya operasi, keadaan gizi pasien pasca-operasi, dan
pengaruh operasi terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorpsi zat-zat
gizi.
Setelah operasi sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan natrium yang dapat
berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca-operasi. Peningkatan ekskresi kalsium
terjadi setelah operasi besar, trauma kerangka tubuh, atau setelah lama tidak bergerak
(imobilisasi). Demam meningkatkan kebutuhan energi, sedangkan luka dan perdarahan
meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C. Cairan yang hilang perlu
diganti.

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas
melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan
yang mengancam kehidupan. Pasien yang menderita luka bakar biasanya harus
memperhatikan kandungan makanan yang di konsumsinya, karena pada pasien
luka bakar biasanya terdapat berbagai makanan yang tidak boleh dikonsumsi yang

tujuannya untruk mempercepat penyembuhan luka.
Salah satu contoh trauma yang seringterjadi adalah fraktur atau patah tuang. Menurut
Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya. Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur
adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur
adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga
fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 :
363). Selain penanganan tersebut pemenuhan nutrisipada asien fraktur juga sangat
diperhatikan karena biasanya orang yang mengalami fraktur memerlukan berbagai zat
gizi yang penting, salah satu contohnya adalah kalsium.

1

B. RUMUSAN MASALAH
1. Defenisi Operasi, Trauma dan Luka Bakar
2. Patofisiologi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar
3. Pengobatan dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar
4. Tata Laksana Gizi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar
5. Perencanaan Makanan pada pasien Operasi, Trauma dan Luka Bakar

C. TUJUAN
1. Mengetahui defenisi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar
2. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar
3. Mengetahui pengobatan yang tepat untuk Operasi, Trauma dan Luka Bakar
4. Mengetahui bagaimana tata laksana gizi untuk Operasi, Trauma dan Luka Bakar
5. Mengetahui dan memahami cara membuat perencanaan makanan untuk Operasi,
Trauma dan Luka Bakar

2

BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFENISI
1.1.

Operasi

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
(R.Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Operasi merupakan tindakan pembedahan pada

suatu bagian tubuh (Smeltzer and Bare, 2002). Operasi adalah tindakan pembedahan pada
suatu bagian tubuh (Hancock, 1999). Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya
merupakan peristiwa kompleks yang menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Jadi,
operasi merupakan suatu tindakan kompleks yang berupa pembedahan terhadap organ
tubuh suatu individu.
Menurut Smeltzer, Suzanne, C., 2001, Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang
kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal Sedangkan menurut Mansjoer, 2000, Appendisitis adalah peradangan dari
appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.
Menurut Pierce dan Neil, 2007, Apendisitis adalah peradangan pada apendix
vermiformis. Hampir 7% orang barat mengalami apendisitis dan sekitar 200.000
apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Insidens semakin menurun pada
25 tahun terakhir, namun di negara berkembang justru semakin meningkat, kemungkinan
disebabkan perubahan ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006). Menurut beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Apendisitis adalah peradangan
akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks vermiformis) yang dapat
mengakibatkan pernanahan dan merupakan penyebab abdomen akut. Menurut Smeltzer
Suzanne, C., 2001, Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Menurut Barbara C. Long (1996:228) appendisitis adalah suatu peradangan pada
appendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katup ileosecal dan peradangan
mungkin disebabkan oleh obstruksi dari fekalit (suatu massa seperti batu yang berbentk
dari feaces) atau infeksi bakterial. Menurut Kapita Selekta Kedokteran, Arief Mansoer (at
all 2000:307) bahwa appendisitis adalah peradangan dari appendisitis vermiformis dan
menyebabkan abdomen akut yang paling sering. Menurut Brunner and Suddarth
(2002:1099) bahwa appendectomy adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat
appendik yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
1.2.

Trauma

Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk
menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog
menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian
yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam
istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder.

3


Trauma adalah semua jenis kekerasan yang menimpa tubuh sehingga terjadi
kerusakan atau gangguan pada struktur dan fungsi jaringan atau organ tubuh yang
terkena, bahkan secara sistemik dapat berdampak pada aspek fisiologis, kejiwaan dan
kondisi sosial individu yang berkaitan. Pengertian medis menyatakan trauma atau
perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal
trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seseorang. Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Secara singkatnya trauma
ditandai dengan adanya kerusakan, perdarahan dan rasa nyeri.
Dalam perkembangannya, berdasarkan dampak yang ditimbulkan dikategorikan dua,
yaitu trauma fisik dan psikologis. Trauma fisik adalah trauma yang diakibatkan oleh suatu
kejadian yang melukai secara fisik, misalnya kecelakaan, kerap mendapatkan pukulan dan
sebagainya. Sedangkan trauma psikologis diakibatkan kejadian yang melukai secara
batin, misalnya dibandingkan dengan saudara atau teman, sering dicaci maki dan dilabeli
anak bodoh, pemalas, perceraian, kekerasan seksual dan sebagainya.
Fraktur adalah putusnya hubungan kesinambungan / diskontinuitas permukaan tulang
atau tulang rawan atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau trauma. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer dan Bare, 2002).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umunya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000:347). Fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang (Marylin E. Doengoes, 2000).
1.3.

Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna
Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). Menurut Moenajat (2001) luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar adalah luka yang
disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor yaitu fisik seperti api, air
panas, listrik seprti kabel listrik yang mengelupas, petir atau bahan kimia seperti asam
atau basa kuat (Triana, 2007).

2. PATOFISIOLOGI
2.1.

Operasi


Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen Apeendiks oleh hyperplasia , folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striptur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obtruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapidisis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah akan
terjadi apendik akut fokal yang ditandai oleh nyeri epdestrium. Bila sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edem bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
4

bawah. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi invak dinding appendik yang
diikuti dengan ganggren (Arif Mansjoer, 2000).
2.2.

Trauma

Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu

karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000:629).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati Carpenito (2000:50).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk

menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges,
2000:629).
2.3.

Luka Bakar

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan
terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi sel. Kulit dan mukosa saluran
nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Nekrosis dan kegagalan organ dapat
terjadi. Dalamnya luka bakar tergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak agen tersebut.


5

3. PENGOBATAN
3.1.

Operasi

Pengobatan yang paling baik untuk appendisitis adalah operasi pengangkatan usus
buntu yang bengkak (appendectomy). Operasi pengangkatan usus buntu (appendectomy)
biasanya sederhana dan tidak berbahaya, untuk kasus yang berat djharuskan dirawat di
rumah sakit selama 2 sampai 3 hari. Bila usus buntu pecah, dokter melakukan
pengangktan dan kemungkinan membersihkan perut dengan cairan, memberi antibiotik
untuk beberapa hari dan memantau kemungkinan kompikasi, seperti infeksi dan masalah
pada organ perut. Sekitar 10 -20% kasus ahli bedah menemukan usus buntu yang normal
ketika melakukan appendectomy (Anonymous, 2009).
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendectomy
dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak bedah sambil
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan absess atau perforasi. Appendectomy bisa
dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara laporoskopi pada appendesitis tanpa

komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada appendesitis
gangrenosa atau appendesitis perforata (Syamsuhidajat, 1997)
3.2.

Trauma

Segera setelah cedera perlu untuk me- imobilisasi bagian yang cedera apabila klien akan
dipindhkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh yang mengalami cedera tersebut untuk
mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.

a. Prinsip penanganan fraktur meliputi :
Reduksi : Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung
ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kaawat, sekrup, plat, paku. Iimobilisasi Imobilisasi dapat
dilakukan dengan metode eksterna dan interna Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan.
Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur
adalah krg lbh 3 bln.

b. Pengobatan dan Terapi Medis
 Pemberian anti obat antiinflamasi.
 Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
 Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
 Bedrest, Fisioterapi
c. Konservatif
Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi dapat
berlangsung lebih cepat. Pembedahan yang sering dilakukan seperti disektomi dengan
peleburan yang digunakan untuk menyatukan prosessus spinosus vertebra; tujuan
peleburan spinal adalah untuk menjembatani discus detektif, menstabilkan tulang
belakang dan mengurangi angka kekambuhan. Laminectomy mengangkat lamina
untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis, menghilangkan kompresi
medulla dan radiks. Microdiskectomy atau percutaeneus diskectomy untuk

6

menggambarkan penggunaan operasi dengan mikroskop, melihat potongan yang
mengganggu dan menekan akar syaraf (Carpenito 2000:50)
3.3.

Luka Bakar

Luka bakar bisa sangat menyakitkan dan terdapat berbagai pilihan yang bisa
digunakan untuk mengatasi rasa sakit. Pilihannya meliputi analgesik sederhana
(seperti ibuprofendan asetaminofen) dan opioid seperti morfin. Benzodiazepin bisa
digunakan sebagai tambahan untuk analgesik guna membantu menurunkan kecemasan.
Selama proses penyembuhan, antihistamin, pijat, atau stimulasi saraf transkutaneus bisa
digunakan untuk membantu mengatasi rasa gatal. Namun, antihistamin hanya efektif
untuk tujuan ini pada 20% orang. Terdapat bukti sementara yang mendukung
penggunaan gabapentin dan penggunaan obat tersebut beralasan pada pasien yang tidak
mengalami perbaikan dengan antihistamin.
Antibiotik intravena dianjurkan sebelum pembedahan pada pasien yang mengalami
luka bakar luas (>60% LPB). Templat: Hingga, panduan yang ada tidak menganjurkan
penggunaan antibiotik secara umum karena adanya kekhawatiran mengenai resistensi
antibiotik dan meningkatnya risiko infeksi jamur. Namun bukti sementara menunjukkan
bahwa penggunaan antibiotik intravena bisa memperbaiki tingkat kelangsungan hidup
pada pasien yang mengalami luka bakar luas dan berat. Eritropoietin belum ditemukan
efektif untuk mencegah atau mengobati anemia pada orang yang mengalami luka bakar.
Pada
luka
bakar
yang
disebabkan
oleh
asam
hidrofluorat, kalsium
glukonat merupakanantidot khusus dan bisa digunakan secara intravena dan/atau
dioleskan.
4. TATA LAKSANA GIZI
4.1.
Operasi
a. Tujuan Diet
Tujuan diet pasca bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera
kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya
tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut :
 Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
 Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
 Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
b. Tujuan Pemberian Makanan Pasca Bedah
Mengusahakan agar keadaan pasien segera kembali seperti normal. Prinsip pemberian
makanan, makanan diberikan secara bertahap, dimulaidari cair, saring, lunak dan
biasa. Perpindahan makanan dari tahap ke tahap tergantung dari macam operasi dan
keadaan pasien. Untuk pasca bedah kecil (pasca bedah ekstirpasi, tonsil, apendiks,
hemoroid, hernia, struma, reduksi terbuka, ekstremitas distal dan sebagainya),
makanan secepat mungkin kembali seperti biasa. Pada pascabedah besar (pascabedah
saluran pencernaan dan diluar saluran pencernaan, seperti jantung, ginjal, ortopedi
dan sebagainya), makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan
kemampuan pasien untuk menerimanya.
c. Diet Yang Disarankan
 Mengandung cukup energi, protein, lemak dan zat-zat gizi
 Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan penderita
7

 Menghindari makanan yang merangsang (pedas, asam dll)
 Suhu makanan lebih baik bersuhu dingin
 Pembagian porsi makan sehari diberikan sesuai dengan kemampuan dan
kebiasaan makan penderita
 Syarat diet pasca bedah adalah memberikan makanan secara bertahap mulai dari
bentuk cair, saring, lunak dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap
tergantung pada macam pembedahan dan keaadan pasien seperti :
Pasca Bedah Kecil : makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa
atau normal
Pasca bedah besar : makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan
kemampuan pasien untuk menerimanya.
d. Jenis diet dan indikasi pemberian
 Makanan pasca bedah I (MPBI)
1. Diet ini diberian kepada semua pasien pasca bedah
2. Pasca bedah kecil : setelah sadar atau rasa mual hilang
3. Pasca bedah besar : setelah rasa sadar atau mual hilang serta ada tanda-tanda
usus mulai bekerja.
4. Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan berupa air putih,
teh manis, air kacang, hijau, sirup, air jeruk manis dan air kaldu jernih.
Makanan ini diberikan dalam waktu yang sesingkat mungkin, karena kurang
dari semua zat gizi. Makanan diberikan secara bertahap sesuai kemampuan
dan kondisi pasien, mulai dari 30 ml/jam.
 Makanan pasca bedah II (MPB II)
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan
dari diet pasca bedah I. Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa sari
buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien tidak tidur.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi pasien. Diet ini
diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya kurang.
 Makanan pasca bedah III (MPB III)
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan
dari diet pasca bedah II. Makanan yang diberikan berupa makanan saring
ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2.000 ml sehari.
 Makanan pasca bedah IV (MPB IV)
Diberikan pada :
1. Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasca bedah I
2. Pasien pasca bedah besar, setelah diet pasca bedah II
3. Makanana diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan
lengkap dan 1 kali makanan selingan.
4.2.
Trauma
a. Tujuan Pemberian Nutrisi Fraktur
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien fraktur adalah untuk memenuhi kebutuhan
energy untuk proses metabolism, perbaikan jaringan, memberikan makanan berenergi
dan zat gizi yang cukup, agar status gizi pasien segera kembali normal untuk
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien.
b. Kebutuhan Nutrisi Fraktur
Kebutuhan nutrisi yang baik untuk pasien fraktur adalah dengan melakukan diet
TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein).
c. Pengertian Diet TKTP
8

d.

e.

f.

g.

Diet TKTP adalah pengaturan jumlah protein dan kalori serta jenis zat makanan yang
dimakan disetiap hari agar tubuh tetap sehat.
Tujuan Diet TKTP
Diet TKTP bertujuan untuk:
 Memberikan makanan secukupnya atau lebih dari pada biasa untuk memenuhi
kebutuhan protein dan kalori. Maksudnya, jumlah makanan khusus kebutuhan
protein dan kalori dibutuhkan dalam jumlah lebihdari pada kebutuhan biasa.
 Menambah berat badan hingga menjadi normal
Penambahan berat badan hingga mencapai normal menunjukkan kecukupan
energy. Untuk mengetahui berat badan yang normal, seseorang dapat
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), untuk anak balita, anak sekolah,
remaja, ibu hamil, dan kelompok usia lanjut. Bagi orang dewasa digunakan Indek
Masa Tubuh (IMT).
 Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
Artinya, dengan terpenuhinya kebutuhan energy/ kalori dan protein di dalam
tubuh, sehingga menjaditerbentuknya sel-sel baru di dalam jaringan tubuh.
Syarat Diet TKTP
 Tinggi energy
 Tingi protein
 Cukup mineral dan vitamin
 Mudah dicerna
 Diberikan secara bertahap bila penyakit dalam keadaan darurat
 Makanan yang dapat mengurangi nafsu makan dihindari
Indikasi Pemberian Diet TKTP
 Malnutrisi, defesiensi kalori, protein, anemia, kwashiorkor
 Sebelum dan sesudah operasi
 Baru sembuh dari penyakitdengan panas tinggimatau penyakit berlangsung lama.
 Trauma perdarahan.
 Infeksi saluran pernafasan.
Macam-macam Diet TKTP
 TKTP I Kalori : 2600kal/kgBB
Protein : 100g (2g/kgBB)
 TKTP II kalori : 3000kal/kgBB
Protein : 125 g (2½g/kgBB)

4.3.
Luka Bakar
a. Tujuan Diet Luka Bakar
Tujuan diet luka bakar adalah untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terjadinya gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal
selama proses penyembuhan, dengan cara :
 Mengusahakan dan mempecepat penyembuhan jaringan yang rusak
 Mencegah terjadinya keseimbangan nitrogen yang negatif
 Memperkecil terjadinya hiperglikemia dan hipergliseridemia
 Mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi mikro
b. Syarat
 Memberikan makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau Nutrisi Enteral Dini
(NED).

9

 Kebutuhan energi dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan luas luka bakar
yaitu:
a) Menurut Curreri : 25 kkal/kg BB aktual + 40 kkal x % luka bakar
b) Menurut Asosiasi Dietetik Australia berdasarkan % luka bakar. (Tabel 3.1)
Tabel 3.1
Kebutuhan energi sehari berdasarkan persen luka bakar
Luka Bakar (%)
Kebutuhan Energi (kkal)
50
2,0 x AMB
Sumber: Handbook No. 6 Principles of Nutritional Management of Disorders.
JADA, 1990.
 Protein tinggi, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total
 Lemak sedang, yaitu 15-20 % dari kebutuhan energi total. Pemberian lemak yang
tinggi menyebabkan penundaan respon kekebalan sehingga pasien lebih mudah
terkena infeksi
 Karbohidrat sedang yaitu 50-60 % dari kebutuhan energi total. Bila pasien
mengalami trauma jalan napas (trauma inhalasi), karbohidrat diberikan 45-55 %
dari kebutuhan energi total.
 Vitamin diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, untuk
membantu mempercepat penyembuhan. Vitamin umumnya ditambahkan dalam
bentuk suplemen. Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah sebagai berikut:
a) Vitamin A minimal 2 kali AKG
b) Vitamin B minimal 2 kali AKG
c) Vitamin C minimal 2 kali AKG
d) Vitamin E 200 SI
 Mineral tinggi, terutama zat besi, seng ,natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan
magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk suplemen.
 Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan elektrolit secara
intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian cairan ditujukan untuk mengganti cairan
yang hilang agar tidak terjadi shock.
c. Prinsip
 Kebutuhan kalori dapat dihitung dengan menggunakan rumus Ireton-Jones,
sementara kebutuhan proteinnya dapat diperkirakan berdasarkan rasio kalori
terhadap nitrogen atau jumlah protein yang dibutuhkan pada masing-masing
keadaan.
 Terapi imunonutrisi dapat dilakukan dengan memberikan suplemen preparat
enteral yang mengandung glutamin, arginin, dan asam lemak omega 3. Glutamin
dan arginin merupakan asam-asam amino yang dalam keadaan sehat tergolong
non-esensial tetapi pada keadaan stres berat akan menjadi asam-asam amino
esensial. Kadar glutamin dan arginin yang memadai akan mengendalikan respon
inflamasi dan mempercepat proses penyembuhan.
 Pemberian cairan dilakukan berdasarkan jumlah darah yang hilang dengan
ditambah jumlah keluar urine serta feses dan insensible waterloss.
 Pemberian suplemen vitamin dan mineral diperlukan pada trauma, luka bakar dan
pembedahan. Vitamin C dengan takaran 500-1000 mg/hari diperlukan untuk
pembentukan kolagen bagi proses kesembuhan luka yang optimal.
10

d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian pada Luka Bakar
 Diet Luka Bakar I
Diet Luka Bakar I diberikan pada pasien luka bakar berupa cairan Air Gula Garam
Soda (AGGS) dan Makanan Cair Penuh dengan pengaturan sebagai berikut :
a) 0-8 jam pertama sampai residu lambung kosong diberi AGGS dan Makanan
Cair Penuh ½ kkal/ml, dengan cara drip (tetes) dengan kecepatan 50 ml/jam.
b) 8-16 jam kemudian, jumlah energi per ml ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml
dengan kecepatan yang sama.
c) 16-24 jam kemudian, apabila tidak kembung dan muntah, energi ditingkatkan
menjadi 1 kkal/ml dengan kecepatan 50-75 ml/menit. Diatas 24 jam bila tidak
ada keluhan kecepatan pemberian makanan dinaikkan sampai dengan 100 ml/
menit.
d) Apabila ada keluhan kembung dan mual, AAGS dan Makanan Cair Penuh
diberikan dalam keadaan dingin. Apabila muntah, pemberian makanan
dihentikan selama 2 jam.
 Diet Luka Bakar II
Diet Luka Bakar II merupakan perpindahan dari Diet Luka Bakar I, yaitu
diberikan segera setelah pasien mampu menerima cairan AGGS dan Makanan
Cair Penuh dengan nilai energi 1 kkal/ml, serta sirkulasi cairan tubuh normal.
Cara pemberiannya sebagai berikut :
a) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dapat berbentuk
cair, saring, lumat, lunak, atau biasa.
b) Cairan AGGS, tidak terbatas.
c) Bila diberikan dalam bentuk cair, frekuensi pemberian 8 kali sehari. Volume
setiap kali pemberian disesuaikan dengan kemampuan pasien, maksimal 300
ml.
d) Bila diberikan dalam bentuk saring, frekuensi pemberian 3-4 kali sehari dan
dapat dikombinasikan dengan Makanan Cair Penuh untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
e) Bila diberikan dalam bentuk lunak atau biasa, frekuensi pemberian
disesuaikan dengan kemampuan pasien sehingga asupan zat gizi
terpenuhi.
e. Preskripsi Diet (Penetapan Diet)
 Pemberian makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan aliran darah ke
saluran cerna kembali normal. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan
diserap seperti larutan hidrat arang (maltodextrin)
 Pilih bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti :
a) Ikan sebagai sumber protein hewani,
b) Tahu atau tempe sebagai sumber protein nabati
c) Sayur dan buah yang mudah dilumatkan seperti : wortel, labu siam, lobak,
pepaya,dll
 Pemberian susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat dianjurkan untuk
memberikan glutamin dan arginin yang banyak terdapat di dalam produk kacangkacangan, khususnya kacang merah. Minyak ikan yang kaya akan vitamin A dan
asam lemak omega 3 dapat pula diberikan sementara minyak zaitun yang
merupakan sumber asam lemak omega 9 dapat pula dimakan mentah sebagai
campuran susu atau formula enteralnya.
 Gunakan susu skim untuk menambah kandungan protein dalam sereal, sup, dll.
Jangan gunakan santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan karena
santan terutama yang kental kaya akan asam lemak jenuh
11

 Minum banyak air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air mineral setiap
2 hingga 3 jam sekali dan minum setiap kali terbangun untuk buang air kecil pada
malam hari
 Untuk menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka bakar atau
pembedahan, kepada pasien dapat dianjurkan agar makan sedikit-sedikit tetapi
sering.
5. RENCANA PEMBERIAN MAKANAN
5.1.

Operasi

Diet pasca bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam
pembedahan dan jenis penyakit penyerta (Almatsier, 2005). Menurut Dudrick, Operasi
bedah digestif menimbulkan berbagai tingkat stres yang tergantung dari berbagai faktor,
termasuk jenis penyakit yang diderita, lamanya, status gizi sebelum operasi dan penyakitpenyakit penyertanya; stres akan meningkatkan katabolisme tubuh dengan cara
glikogenolisis dan glukoneogenesis, sedangkan lipolisis ditekan, sehingga sebagian besar
menggunakan sumber protein tubuh untuk energi. Pemberian protein secara dini pada
tindakan bedah akan mengurangi katabolisme protein tubuh yang dapat dipantau secara
sederhana melalui berkurangnya penurunan berat badan, berkurangnya ekskresi urea
dalam urin, dan cepat tercapainya keseimbangan nitrogen positif. Pada stres hebat seperti
pada luka bakar telah dilaporkan keberhasilan pemberian dini makanan yang mengandung
tinggi protein, sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas (Djalinz, 1992).
Contoh menu:
Pagi
Jam 10
Siang
Jam 16.00
Malam
Jam 21.00-22.00
5.2.

Trauma

Pagi
Pukul 10.00
Siang
Pukul 16.00
Malam
Pukul 21.00
5.3.

: Bubur ayam, telur rebus tidak terlalu matang dan jus tomat
: Bubur kacang hijau
: Nasi tim, pepes tengiri, tumis tempe, bening bayam dan pepaya
: Puding susu
: Nasi tim, bistik daging, perkedel, tahu kukus, buncis dan pisang
: Susu

: nasi, telur dadar, daging semur, ketimun dengan tomat, iris, susu
: bubur kacang hijau, susu
: nasi, ikan goreng, ayam goreng, tempe bacem, sayur asam, papaya
: susu
: nasi daging empal, telur balado, sup sayuran, pisang.
: roti panggang, teh

Luka Bakar

Pemberian dini zat gizi yang cukup kalori dan tinggi protein sesuai dengan toleransi
penerimaan pasien akan mencegah penghancuran protein tubuh yang berlebihan akibat
stres luka bakar sendiri, mengurangi penurunan berat badan yang berlebihan dan
merupakan manajemen yang rasional sebelum pasien jatuh dalam sepsis, yang sampai
saat ini tingkat kematiannya sangat tinggi (Djalinz, 1992).
a. Bahan Makanan Sehari serta Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
12

 Bahan Makanan Sehari
 Bentuk Cair
Diberikan dalam bentuk Makanan Cair Penuh, yaitu Formula Rumah Sakit (FRS)
dan Formula Komersial (FK)
 Bentuk Saring
Diberikan dalam bentuk Makanan Saring, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Makanan Sehari (Makanan Cair)
Bahan Makanan
Berat (gr)
URT
Tepung Beras
90
15 sdm
Maizena
15
3 sdm
Telur Ayam
50
1 btr
Daging sapi
100
2 ptg sdg
Tahu
100
1 bh bsr
Kacang Hijau
25
2 ½ sdm
Pepaya
300
3 ptg sdg
Margarin
10
1 sdm
Santan
100
½ gls
Gula Pasir
60
6 sdm
Gula Merah
50
5 sdm
Susu
500
2 ½ gls
Sumber : Penuntun Diet, ed. baru. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2006
Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:
 Pukul 10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Bentuk Lunak
Diberikan dalam bentuk Makanan Lunak, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Makanan Sehari (Makanan Lunak)
Bahan Makanan
Berat (gr)
URT
Beras
250
5 gls nasi tim
Daging
100
2 ptg sdg
Telur Ayam
50
1 btr
Tempe
100
4 ptg sdg
Kacang Hijau
25
2 ½ sdm
Sayuran
200
2 gls
Buah Pepaya
200
2 ptg sdg
Gula Pasir
50
5 sdm
Minyak
25
2 ½ sdm
Susu
200
1 gls
Sumber : Penuntun Diet, ed. baru. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2006
13

Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:
 Pukul 10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Bentuk Biasa
Diberikan dalam bentuk Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (Diet ETPT), yang
dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Makanan yang Ditambahkan pada Makanan Biasa (Diet ETPT)
Bahan Makanan

ETPT I
ETPT II
Berat (gr) URT
Berat (gr)
URT
Susu
200
1 gls
400
2 gls
Telur Ayam
50
1 btr
100
2 btr
Daging
50
1 ptg sdg
100
2 ptg sdg
Formula Komersial 200
1 gls
200
1 gls
Gula Pasir
30
3 sdm
30
3 sdm
Sumber : Penuntun Diet, ed. baru. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2006
Bila pasien tidak dapat menghabiskan porsi makanan biasa, maka frekuensi
makan dapat ditambah menjadi 4 kali makanan utama. Jadwal makanan adalah
sebagai berikut:
 Pukul 08.00
: Makan Pagi
 Pukul 10.00
: Selingan
 Pukul 13.00
: Makan Siang
 Pukul 16.00
: Selingan
 Pukul 18.00
: Makan Malam I
 Pukul 21.00
: Makan Malam II
 Pukul 05.00
: Selingan
b. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
 Bahan makanan yang dianjurkan merupakan semua bahan makanan sumber
energidan protein seperi susu, telur, daging, ayam, dan keju, serta gula pasir, dan
sirup.
 Bahan makanan yang tidak dianjurkan yaitu bahan makanan hiperalergik seperti
udang.

14

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pasien yang telah menjalani operasi, mengalami trauma tulang dan luka bakar harus
memperhatikan nutrisi yang akan dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk mempercepat
proses penyembuhan serta mencegah terjadinya komplikasi karena alergi terhadap suatu
zat yang terdapat didallam makanan. Karena pasien yang mengalami operasi memerlukan
nutrisi yang berbeda dengan pasien trauma dan luka bakar

15

Dokumen yang terkait

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL (Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

13 158 25

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

APLIKASI BIOTEKNOLOGI BAKTERI FOTOSINTETIK DALAM MENINGKATKAN MUTU GIZI BIJI KEDELAI

4 68 14

ERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS DAN TABEL SITEPU PADA PASIEN USIA 8-10 TAHUN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS JEMBER

2 124 18

INTERVENSI OBAT NEUROPROTEKTIF DITINJAU DARI PERBAIKAN GCS DAN CER TERHADAP PASIEN CVA Hemorrhagic DI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

1 82 18

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54