Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia. Begitu juga halnya dalam kehidupan bernegara, secara jelas
tertuang dalam

pembukaan

Undang-Undang

Dasar (UUD) 1945

yang

mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan dengan
tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dimana terkandung makna bahwa negara berkewajiban melayani setiap
warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya atas barang dan jasa.
Pemenuhan hak dasar dan kebutuhan masyarakat oleh pemerintah, juga termuat

dalam sila-sila yang terkandung dalam pancasila terutama sila ke-2, yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi dan ideologi tersebut menjadi pedoman bagi
pemerintah sebagai upaya mendukung pelayanan publik yang prima dalam sistem
pemerintahan.
Secara umum saat ini penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia
dapat dikategorikan “buruk”. Hal ini didasarkan oleh banyaknya keluhan dan
pengaduan masyarakat terkait pelayanan, yang sering kita dengar dan baca
diberbagai media cetak maupun media elektronik. Pelayanan yang terkesan
berbelit-belit, lambat, mahal, melelahkan, rawan akan korupsi, kolusi, dan

Universitas Sumatera Utara

nepotisme (KKN) serta kemampuan aparatur yang minim merupakan deretan
keluhan yang menggambarkan pelayanan publik yang kian memprihatinkan
(Ihsanuddin, 2014:2).
Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan
bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan
asas dan tujuan pelayanan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan

pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan.
Jenis- jenis pelayanan yang dimaksud dalam UU No. 25 Tahun 2009 yaitu
pelayanan administratif, pelayanan barang, dan pelayanan jasa. Di dalam
pelayanan administratif terdapat pelayanan penerbitan sertifikat tanah untuk
menjamin hak milik atas tanah masyarakat.
Hak atas tanah dalam UUPA yang disebutkan dalam Pasal 16 dibedakan
menjadi:
a. Hak milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka hutan

Universitas Sumatera Utara

g. Hak memungut hasil hutan
h.


Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas
yang akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Salah satu macam hak atas tanah yang dapat diberikan di atas tanah negara
adalah Hak Milik atas tanah. Hak milik atas tanah dapat dipergunakan dalam
berbagai bidang, baik tempat tinggal atau pemukiman, pertanian, perkebunan,
perdagangan, industri, dan penambangan dan pada saat ini juga sering
dipergunakan masyarakat sebagai investasi ataupun jaminan pinjaman baik
kepada pihak bank negara maupun swasta.
Untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak miik atas tanah bagi
seluruh rakyat Indonesia dan menekan konflik-konflik pertanahan yang mungkin
terjadi maka pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Karena ketika terjadi sengketa tanah, maka
penyelesaian secara formal mengharuskan setiap pemegang hak atas tanah bisa
membuktikan dengan bukti-bukti tertulis (sertifikat tanah). Sertifikat hak-hak atas
tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
19 ayat 2 huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997.

Namun, kondisi birokrasi yang terkesan lamban dan rumit dalam
pembuatan sertifikat tanah mengakibatkan sebagian besar masyarakat menjadi
malas untuk mengurus sertifikat tanah. Apalagi ditambah dengan pemikiran-

Universitas Sumatera Utara

pemikiran masyarakat yang merasa sertifikat hak tanah tidak terlalu penting.
Masyarakat merasa hanya dengan memiliki saksi-saksi, akta jual beli, dan surat
keputusan pemberian hak itu sudah menjadi bukti yang kuat untuk membuktikan
bahwa itu adalah tanah mereka. Terkecuali jika mereka akan melakukan pinjaman
ke bank maka masyarakat mulai mengurus sertifikat tanahnya agar dapat
dijadikan jaminan kepada pihak bank. Dan banyak masyarakat yang tidak
mengurus sendiri sertifikat tanahnya karena masyarakat merasa jika mereka yang
mengurus akan berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga
masyarakat mengurus dengan menggunakan jasa Notaris agar sertifikat tanah
mereka cepat selesai, padahal jika mengurus sendiri biayanya akan lebih murah
karena tidak dikenakan biaya jasa Notaris (Dedy Prasetya S, 2014:3).
Kesalahan batas ukur tanah yang salah juga terjadi, baik terjadi karena
salah pengukuran batas tanah yang dilakukan oleh juru ukur Kantor Pertanaha
ataupun pihak pemilik tanah yang sengaja memberikan batas tanah yang salah

sehingga dia mendapatkan keuntungan pribadi. Tentu saja hal ini akan
mengakibatkan permasalahan di kemudian hari, terjadinya sengketa antara
pemilik tanah yang data tanahnya timpang tindih serta data tanah yang ada di
Indonesia menjadi tumpang tindih.
Sebagai salah satu faktor penting bagi terlaksananya program pembuatan
sertifikat tanah, maka tingkat kesadaran masyarakat perlu diperhatikan terutama
terhadap individu yang memiliki tanah sekaligus yang berkepentingan terhadap
pengelolaan tanah tersebut.Untuk itulah masyarakat perlu didekati agar timbul
keinginan atau kesadaran untuk melakukan sertifikasi tanah. Oleh karenanya

Universitas Sumatera Utara

menjadi tugas dari Kantor Pertanahan sebagai institusi yang bertugas dan
bertanggung jawab di bidang pertanahan untuk selalu berupaya melakukan
sosialisasi terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah di bidang pertanahan kepada
masyarakat termasuk berapa lama waktu yang dibutuhkan dan tata cara
pengurusan sertifikat.
Hal ini menandakan bahwa kualitas dari pelayanan publik belum tercapai
secara maksimal, seperti ketepatan waktu, biaya, transparansi, keprofesionalan,
dan partisipatif yang tergambar dari permasalahan-permasalahan tersebut. Hal

yang paling utama dari penyelenggaraan pelayanan publik adalah aparat, yang
harus menyadari bahwa dirinya adalah sebagai pelayan bagi masyarakat dan
masyarakatlah yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya. Sehingga berbagai
faktor dan indikator dalam menentukan kualitas pelayanan publik dapat terpenuhi,
yang pada akhirnya akan berdampak pada semakin meningkatnya kualitas
pelayanan publik.
Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai merupakan unsur pelaksana
Pemerintahan Kota Tanjung Balai dalam bidang Pertanahan yang dipimpin oleh
seorang kepala kantor yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah yang melaksanakan sebagian urusan
rumah tangga daerah dalam bidang pertanahan dan melaksanakan tugas
pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan latar belakang diatas maka

penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul: "Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan

Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai".
1.2.Fokus Penelitian
Dalam penalitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus
atau pokok permasalahan yang diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan
mempertajam pembahasan. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan keefektivitasan pelayanan dalam penerbitan sertifikat hak milik
atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.
1.3.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan
diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas
Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai?"
1.4.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui efektivitas pelayanan penerbitan sertifikat hak milik
atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.
2.

Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam kegiatan
penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota

Tanjung Balai.

Universitas Sumatera Utara

1.5.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Universitas, dapat memberikan masukan bagi bidang studi Ilmu
Administrasi Negara mengenai kajian kualitas pelayanan penerbitan
sertifikat hak milik atas tanah.
2.

Bagi Instansi, untuk dapat memberikan masukan kepada Kantor
Pertanahan Kota Tanjung Balai dalam memberikan pelayanan yang
sesuai untuk diterapkan dalam kegiatan penerbitan sertifikat hak milik
atas tanah.

3. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam berpikir
dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan yang dihadapi di
lapangan.
1.6.Kerangka Teori

Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu
kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu
menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari
sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih (Nawawi; 1993:40).
1.6.1. Efektivitas
1.6.1.1. Pengertian Efektivitas
Dalam suatu organisasi dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan
mengamati efektif tidaknya organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Stoner dalam Tjajuk Siswandoko (2011 : 196), efektivitas adalah konsep

Universitas Sumatera Utara

yang luas mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar organisasi, yang
berhubungan dengan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai
tujuan atau sasaran organisasi.
James L. Gibsondkk (Pasolong 2007:3), efektivitas adalah pencapaian
sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian bersama menunjukkan derajat
efektivitas. Sondang P. Siagian (2002:171), efektivitas adalah tercapainya
berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan
menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk berbagai

kegiatan.
Dari pengertian-pengertian efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas berarti tercapainya sasaran, target, tujuan dengan menggunakan waktu
yang sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan diatas, maka ada
beberapa unsur-unsur penting dalam efektivitas, yaitu:
1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai
tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Ketepatan waktu, adanya kesesuaian waktu pelaksanaan program hingga
berakhirnya program sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
3. Manfaat, adanya manfaat yang dirasakan oleh penerima program.
4. Hasil, adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai dengan harapan
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

1.6.1.2. Pendekatan Efektivitas
Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antar rencana
atau target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai, maka usaha atau hasil

pekerjaan tersebut ialah yang dikatakan efektif. Namun, jika usaha atau hasil
pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan
maka hal itu dikatakan tidak efektif.
Terdapat sejumlah jenis pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli
dalam membahas efektivitas organisasi. Menurut Lubis dan Husaini, terdapat
empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi,
yaitu:
1. Pendekatan sasaran (goal approach)
Pendekatan ini memusatkan perhatiannya dalam mengukur efektivitas
pada aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik
dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan. Beberapa sasaran
yang dianggap penting dalam kinerja suatu organisasi adalah efektivitas,
efisiensi, produktivitas, keuntungan, pengembangan, stabilitas dan
kepemimpinan.
2. Pendekatan sumber (system resource approach)
Pendekatan ini mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan
mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mendapatkan sumbersumber yang dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Indikator
yang

dipergunakan

dalam

pendekatan

ini

adalah

kemampuan

Universitas Sumatera Utara

memanfaatkan lingkungan, menginterpretasikan lingkungan, kemampuan
memelihara kegiatan organisasi dan dan kemampuan untuk bereaksi serta
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3. Pendekatan proses (process approach)
Pendekatan ini menekankan pada aspek internal organisasi publik, yaitu
dengan mengukur efektivitas layanan publik melalui berbagai indikator
internal organisasi, seperti efisiensi dan iklim organisasi. Indikator yang
digunakan

adalah

komunikasi,

perhatian,

kerjasama,

loyalitas,

desentralisasi, pengambilan keputusan, dan sebagainya.
4. Pendekatan integratif (integrative approach)
Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan diatas, yang
muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan dari masingmasing pendekatan. Termasuk dalam pendekatan ini antara lain adalah
pendekatan konstituensi, yakni pendekatan bidang sasaran dan kerangka
ketergantungan. Pendekatan konstituensi memusatkan perhatiannya pada
konstituensi organisasi, yaitu berbagai kelompok di dalam dan di luar
organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi,
seperti karyawan, pemilik, konsumen, dan sebagainya.
Sondang P Siagian mengemukakan bahwa efektivitas suatu organisasi
dapat diukur dari berbagai hal, yaitu kejelasan tujuan, kejelasan strategi,
pencapaian tujuan, proses analisa, dan perumusan kebijakan yang mantap,
tersedianya sarana dan prasarana yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan
pengendalian yang bersifat mendidik.

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan, antara lain :
1.

Faktor waktu.
Ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi layanan. Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat
tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari
satu orang ke orang lain.

2. Faktor kecermatan.
Faktor ketelitian dari

pemberi pelayanan kepada pelanggan.

Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak terlalu tinggi
kepada pemberi layanan apabila terjadi banyak kesalahan dalam proses
pelayanan meskipun diberikan dalam waktu singkat.
3.

Faktor gaya pemberian layanan.
Faktor ini melihat cara dan kebiasaan pemberi layanan dalam
memberikan jasa kepada pelanggan.

1.6.2. Pelayanan Publik
1.6.2.1. Pengertian Pelayanan
Pada dasarnya, pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang,
sekelompok orang dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung
untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut Davidow (Waluyo, 2007:127), pelayanan adalah hal-hal yang
jika diterapkan terhadap sesuatu produk akan meningkatkan daya atau nilai

Universitas Sumatera Utara

terhadap pelanggan. Menurut Kotler dalam Sinambela (2006 : 4), pelayanan
adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan
dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk
secara fisik. Monir (Pasolong, 2007:128), pelayanan adalah proses pemenuhan
kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.
Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas
birokrat terhadap masyarakat (Sinambela, 2008 : 6).
1.6.2.2. Pengertian Pelayanan Publik
Sinambela (Pasolong, 2007:128) mendefinisikan pelayanan publik
sebagai setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah terhadap sejunmlah manusia
yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau
kesatuan dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu
produk secara fisik. Pelayanan publik menurut Kurniawan (Pasolong, 2007:128)
adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat
yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tatacara yang telah ditetapkan.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundangundangan. Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima

Universitas Sumatera Utara

kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara
sebagai abdi masyarakat.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
yaitu pelayanan harus memperhatikan spesifikasi jenis pelayanan ini penting
untuk menghindari kesalahan dalam penentuan persyaratan, waktu, prosedur,
maupun biaya.
a. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu
jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. Persyaratan
pelayanan merupakan suatu tuntuan yang harus dipenuhi, dalam proses
penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Persyaratan pelayanan dapat berupa dokumen atau barang/hal lain,
tergantung kebutuhan masing-masing jenis pelayanan.
b. Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi penerima
pelayanan. Prosedur pelayanan merupakan proses yang harus dilalui
seorang pelanggan untuk mendapatkan pelayanan yang diperlukan.
Disamping itu, penyelenggara pelayanan wajib memiliki Standar
Operasional Prosedur (SOP).
c. Waktu
Waktu

pelayanan

adalah

jangka

waktu

yang

diperlukan

untuk

menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
Kemudian

waktu-waktu

yang

diperlukan

dalam

setiap

proses

Universitas Sumatera Utara

pelayanan(dari tahap awal amapai akhir) dijumlahkan untuk mengetahui
keseluruhan waktu yang dibutuhkan.
d. Biaya
Biaya adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam
mengurus/memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
1.6.2.3. Asas dan Tujuan Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan berdasarkan
Undang-Undang No. 25 tahun 2009 (pasal 4), yaitu:
1.

Kepentingan umum. Artinya, pemberian pelayanan tidak boleh
mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.

2.

Kepastian hukum. Artinya, jaminan terwujudnya hak dan kewajiban
dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Kesamaan hak. Artinya, pemberian pelayanan tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
4. Keseimbangan hak dan kewajiban. Artinya, pemenuhan hak harus
sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh
pemberi maupun penerima pelayanan.
5.

Keprofesionalan. Artinya, pelaksana pelayanan harus memiliki
kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

Universitas Sumatera Utara

6. Partisipatif. Artinya, peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan

pelayanan

dengan

memperhatikan

aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat.
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif. Artinya, setiap warga negara
memperoleh pelayanan yang adil.
8.

Keterbukaan. Artinya, setiap penerima pelayanan dapat dengan
mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan
yang diinginkan.

9. Akuntabilitas. Artinya, proses penyelengaraan pelayanan harus dapat
dipertanggungjawabkan

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundangundangan.
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Artinya,
pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta
keadilan dalam pelayanan.
11. Ketepatan waktu. Artinya, penyelesaian setiap jenis pelayanan
dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.
12. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Artinya, setiap jenis
pelayanan dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau.
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasaan itu dituntut kualitas pelayanan prima
yang tercermin dari:

Universitas Sumatera Utara

1. Transparansi. Yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas. Yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
3.

Kondisional. Yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang
pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif. Yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta
masyarakat

dalam

penyelenggaraan

pelayanan

publik

dengan

memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak. Yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi
dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status
sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan

hak

dan

kewajiban.

Yaitu

pelayanan

yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.
1.6.2.4. Kriteria Pelayanan Publik
Menurut Zethaml & Haywood Farmer (Pasolong, 2007 : 133), ada tiga
karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu:
1.

Intangibility
Pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman
dan bukan objeknya.Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung,

Universitas Sumatera Utara

diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin
kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik
yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.
2.

Heterogeinity
Pemakai jasa atau klien atau pelanggan memilk kebutuhan yang sangat
heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin
mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering
bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu
ke waktu.

3.

Inseparability
Produksi

dan

konsumsi

suatu

pelayanan

tidak

terpisahkan.

Konsekuensinya didalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa
kedalam produksi disektor pabrik kemudian disampaikan kepada
pelanggan. Kualitas terjadi selama interkasi antara klien/pelanggan
dengan penyedia jasa.
Menurut Keputusan MenPAN Nomor 06/1995 tentang Pedoman
Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan
Percontohan, sebagaimana tertera pada lampirannya diatur mengenai kriteria
pelayanan masyarakat yang baik, yaitu sebagai berikut (Santosa, 2008:63):
1. Kesederhanaan. Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata
cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat,
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh
masyarakat yang meminta pelayanan.

Universitas Sumatera Utara

2. Kejelasan dan Kepastian. Kriteria ini mengandung arti adanya
kejelasan dan kepastian mengenai:
a) Prosedur atau tatacara pelayanan.
b) Persyaratan pelayanan.
c) Unit

kerja

dan

atau

pejabat

yang

berwenang

dan

bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan.
d) Rincian

biaya

atau

tarif

pelayanan

dan

tatacara

pembayarannya.
e) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
3. Keamanan. Kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil
pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
4. Keterbukaan. Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tatacara,
persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi layanan,
waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif, serta hal-hal yang berkaitan
dengan proses pelayanan wajib diinformasikan pada masyarakat agar
mudah diketahui.
5. Efisien. Kriteria ini mengandung arti:
a) Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan
dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan
dengan produk pelayanan yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara

b) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan peryaratan dalam hal
proses

pelayanan

masyarakat

yang

bersangkutan

mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi pemerintahan lain yang terkait.
6.

Ekonomis. Kriteria ini mengandung arti bahwa biaya pelayanan harus
ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:
a) Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak
menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran.
b) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar.
c) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Keadilan

Merata.

Kriteria

ini

mengandung

arti

bahwa

cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin
dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi
seluruh lapisan masyarakat.
8. Ketepatan Waktu. Kriteria ini mengandung arti bahwa pelaksanaan
pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu telah
ditentukan.
1.6.2.5. Jenis-Jenis Pelayanan Publik
Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan
dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu:
1.

Pelayanan administratif.
Pelayanan yang diberikan olah unit pelayanan berupa pencatatan,
penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang

Universitas Sumatera Utara

secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen,
misalnya sertifikat, rekomendasi, keterangan, dan lain-lain. Contoh
pelayanan ini, antara lain : Sertifikat tanah, IMB, pelayanan
administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, akte kematian),
dan lain sebagainya.
2. Pelayanan barang.
Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan
penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk
distribusi termasuk penyampaiannya kepada konsumen langsung
(sebagai unit/individu) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan
kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda atau
yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara
langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini, antara lain:
listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon, dan lain
sebagainya.
3. Pelayanan jasa.
Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan
prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu
sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa
jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara
langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh
pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara,
pelayanan kesehatan, perbankan, pos, dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Ketiga jenis pelayanan tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau
masyarakat (publik). Artinya, kinerja pelayanan publik instansi pemerintah harus
berorientasikan publik sehingga dapat mengubah paradigma aparatur dari
“dilayani” menjadi “melayani”.
Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai
abdi masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kinerja pelayanan publik
senantiasa menyangkut tiga unsur pokok, yaitu : unsur kelembagaan
penyelenggara pelayanan, proses pelayanan serta sumber daya manusia pemberi
layanan. Dalam hubungan ini maka upaya peningkatan kinerja pelayanan publik
senantiasa berkenaan dengan pengembang tiga unsur tersebut (Surjadi, 2009 : 9).
1.6.3. Sertifikat Tanah
1.6.3.1. Pengertian Sertifikat Tanah
Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dijelaskan bahwa untuk
mewujudkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah maka perlu
dilakukan kegiatan pendaftaran oleh pemerintah sesuai dengan ketentuanketentuan yang telah diatur.
Salah satu kegiatan pendaftaran tanah adalah pemberian tanda bukti hak.
Tanda yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah adalah sertifikat. Menurut
PP No. 10 Tahun 1960 disebutkan bahwa sertifikat tanah adalah salinan buku
tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan kertas
sampul yang bentuknya ditentukan oleh Menteri Agraria. Sedangkan dalam PP

Universitas Sumatera Utara

No.24 Tahun 1997, sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah , hak atas
pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan
yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian di atas ,dapat disimpulkan bahwa sertifikat tanah
terdiri atas buku tanah dan surat ukur yang asli dijahit menjadi sampul. Buku
tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik
suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur
adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta
dan uraian.
Sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku
tanah. Data fisik (pemetaan) meliputi letak tanah, batas-batas tanah , luas tanah
dan bangunan/tanaman yang ada diatasnya. Sedangkan data yuridis berupa status
tanah (jenis haknya), subjeknya, hak-hak pihak ketiga yang membebaninya dan
jika terjadi peristiwa hukum atau perbuatan hukum, wajib didaftarkan.
Selanjutnya, sertifikat tanah hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya
tercantum dalam buku tanah sebagai pemegang hak atau kepada pihak yang
diberikan kuasa oleh pemegang hak.
1.6.3.2. Fungsi Sertifikat Tanah
Menurut Adrian Sutedi (2012 :57), fungsi sertifikat tanah yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Sertifikat tanah sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana
disebutkan dalam pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA. Seseorang atau
badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang
hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas namanya tercantum
dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang tercantum dalam sertifikat
itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan
yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikan
sebaliknya.
2. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak
bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.
Dengan demikian, apabila pemegang hak atas tanah itu seorang
pengusaha akan memudahkan baginya mengembangkan usahanya
karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.
3. Bagi

pemerintah,

dengan

adanya

sertifikat

hak

atas

tanah

membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada
kantor agraria. Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki
administrasi pertanahan di Indonesia.
1.6.4. Hak Milik Atas Tanah
1.6.4.1.

Pengertian Hak Milik Atas Tanah

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi
manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan
(pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan,

Universitas Sumatera Utara

peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk
bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.
Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari
ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun
pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam
berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan
Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang
disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah
dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu
tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi
disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari
negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum (Urip Santoso,2007:10).

Universitas Sumatera Utara

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional
membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk (Supriadi, 2007: 64):
1. hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang
dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan
hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada
orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha
(HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

2.

hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang
bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak
menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.

Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satusatunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan
hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA
yang berbunyi:

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”

Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus
selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak
miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai
subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah
dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya
hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila
dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas
tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan
hak atas tanah yang lain (Urip Santoso,2007: 90-91).
Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan
berharganya menguasai hak atas tanah dengan title “Hak Milik” yang secara
hukum memiliki kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga pemilik hak dapat
mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti
bahwa sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini
sebagai hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena
dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan
yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA antara lain terdapat dalam pasalpasal sebagai berikut:

a. Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang
tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak
miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya,
apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena
sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika
kepentingan umum menghendakinya.

Universitas Sumatera Utara

b. Pasal 7: Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan
dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

c. Pasal 17 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk
mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas
maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan
sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan
hukum.

d. Pasal 18 : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa
dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan
menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

e.

Pasal 21 ayat (1) : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai
hak milik.

Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas,
pertama asas “Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel”, artinya tidak
seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain
melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua, asas “Nemo sibi ipse
causam possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi
dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan objeknya
(Adrian Sutedi, 2008: 8-9).

Universitas Sumatera Utara

Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan
terpenuh hak milik atas tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk
mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya
untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain, dan
segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan
yang dijamin kedua asas tersebut.

Adapun mengenai jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak
milik atas tanah terdapat penegasannya lebih lanjut yaitu melalui suatu
mekanisme yang dinamakan ‘Pendaftaran Tanah” atau “Recht Kadaster.”

Pasal 1 angka (1) Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa Pendaftaran Tanah
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan
dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta
dan daftar mngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya. Berkaitan dengan hal ini terdapat 2 macam asas
hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris (Adrian Sutedi, 2008: 117121).

Universitas Sumatera Utara

a. Asas itikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak

dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah
menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang
beritikad baik.

b. Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak

melebihi hak yang ada padanya. Asas ini bertujuan melindungi
pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang
terdaftar atas nama siapapun.

Dari kedua asas tersebut melahirkan 2 sistem pendaftaran tanah, yaitu:

1. Sistem publikasi positif, yaitu bahwa apa yang sudah terdaftar itu
dijamin kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan
itu pemerintah meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang
diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam
daftar-daftar. Jadi kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah
adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan
bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya
adalah bahwa pendaftaran tersebut tidak lancar dan dapat saja
terjadi pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat
menghapuskan hak orang yang berhak.

2. Sistem publikasi negatif, yaitu bahwa daftar umum tidak
mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya seseorang

Universitas Sumatera Utara

dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut
yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Kelebihan dari system
pendaftaran ini yaitu kelancaran dalam prosesnya dan pemegang
hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang
terdaftar bukan orang yang berhak. Tetapi kekurangannya adalah
bahwa orang yang terdaftarkan akan menanggung akibatnya bila
hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak
sehingga orang menjadi enggan untuk mendaftarkan haknya.

Kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang
diterapkan dalam pasal-pasal UUPA tersebut dalam tatanan teoritis idealis tampak
mencerminkan cita-cita dari pembentukan UUPA itu sendiri yang pada pokoknya
bertujuan untuk:

1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang
akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan
keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur;

2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan
dalam hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyar keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam tatanan praktis, bukan hal mudah untuk mewujudkan cita-cita
pembentukan UUPA tersebut karena konflik kepentingan antara berbagai pihak
senantiasa menjadi duri dalam pencapaian tujuan tersebut sehingga pelaksanaan
kebijakan yang mengatur masalah hak-hak atas tanah tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Perselisihan yang terjadi baik secara horizontal maupun vertikal banyak
mewarnai ranah pertanahan Indonesia, khususnya mengenai hak milik ini
sehingga pada akhirnya banyak melahirkan sengketa hak milik.

Dalam praktek, pencabutan hak atas tanah milik yang tidak dilandasi
amanat Pasal 18 UUPA seringkali terjadi. Masyarakat dituntut untuk melepaskan
haknya dengan alih-alih untuk kepentingan umum dengan diperkuat oleh asas
fungsi sosial hak atas tanah yang termuat dalam pasal 6 UUPA, tetapi ganti
kerugian yang diberikan tidak seimbang dengan nilai hak yang dilepaskan
sehingga banyak masyarakat yang pada akhirnya tidak dapat bermukim kembali
secara layak karena ganti kerugian yang diterima tidak mampu untuk
menggantikan kedudukannya seperti sedia kala. Bagi penduduk yang masih
memiliki lahan luas, mungkin hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan, namun
bagi sebagian besar penduduk yang hanya memiliki sebidang lahan sempit,
kenyataan pahit ini harus diterimanya dengan terpaksa. Ironisnya, kenyataan ini
malah akan semakin menyeret pada proses pemiskinan penduduk yang entah
disadari atau tidak oleh para pembuat kebijakan bahwa proses pemiskinan tersebut
ternyata malah lahir dari para pelaksana kebijakan itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

1.6.4.2.

Kewenangan Dan Kewajiban Pemegang Hak Milik Atas

Tanah

Semua hak atas tanah yang tersebut diatas memberikan kewenangan untuk
menggunakan tanah, tetapi sifat-sifat khusus haknya, tujuan penggunaan tanahnya
dan batas waktu penguasaannya merupakan tolok pembeda antara hak milik atas
tanah yang satu dengan yang lain. Kewenangan yang dimiliki dalam
menggunakan hak milik atas tanah dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dalam hal ini
berkaitan dengan penyalahgunaan hak (misbruik van recht atau abus
de droit) yang pada intinya melarang penggunaan hak seseorang
mengganggu atau menimbulkan kerugian bagi orang lain.

b) Sesuai dengan isi dan sifat hak itu sendiri yaitu kewenangan
penggunaan hak atas tanah tidak boleh melebihi atau berlainan dengan
isi dan sifat hak itu sendiri.

c) Sesuai dengan ketentuan Rencana Tata Ruang atau Tata Guna Tanah,
yaitu kewenangan penggunaan hak atas tanah harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yangada mengenai tata ruang/tat guna tanah,
seperti garis sempadan, beberapa bagiantanah yang boleh dibangun,
batas tinggi bangunan dan lain-lain peratutaran yangditetapkan oleh
Pemerintah daerah

Universitas Sumatera Utara

d) Tidak boleh digunakan untuk praktek-praktek pemerasan,yaitu
mewajibkan pemegang hak atas tanah pertanian untuk mengerjakan
atau mengusahakan sendiri secara aktif dan mencegah cara-cara
pemerasan serta mencegah penggunaan hak untuk menguasai atas
kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampui batas.

e) Tidak boleh menggunakan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah
yang tidak berkaitan langsung dengan penggunaan tanah (permukaan
tanah). (Oloan Sitorus,H.M.Zaki Sierrad, ibid, hal 78-79).

Hak-hak atas tanah tersebut selain memiliki kewenangan-kewenangan
jugaberisikan kewajiban untuk menggunakan dan memelihara potensi tanah yang
bersangkutan. Didalam UUPA kewajiban-kewajiban tersebut bersifat umum,
yang artinya berlaku terhadap setiap hak atas tanah, diatur dalam :

1) Pasal 6, yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Adapun konsekuensi dari fungsi dari hak atas tanah ini
adalah :

a) Penggunaan

tanah

harus

sesuai

dengan

perencanaan,

peruntukan, dan penggunaan tanah sebagaimana dalam pasal
14 UUPA.

Universitas Sumatera Utara

b) Setiap hak atas tanah dapat dicabut demi kepentingan umum,
denagn catatan kepada si empunya tanah yang dicabut haknya
diberikan kompensasi yang layak.

c) Setiap jengkal tanah tidak boleh ditelantarkan, dalam UUPA
ditegaskan bahwa penelantaran tanah merupakan salah satu
cara untuk mengakhiri hak atas tanah.

d) Tanah bukan merupakan komoditi perdagangan.

2) Pasal 15 dihubungkan dengan pasal 52 ayat (1) tentang kewajiban
memelihara tanah yang dihaki;

3) Pasal

10 khusus

bagi pihak

yang

mengenai tanah

pertanian,

mempunyainya

untuk

yaitu kewajiban
mengerjakan

atau mengusahakannya sendiri secara aktif.

Selain apa yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut diatas, dalam
menghadapi suatu kasus-kasus kongkrit, perlu diperhatikan juga kewajibankewajiban secara khusus yang dicantumkan dalam surat keputusan pemberian
haknya atau dalamsurat perjanjiannya serta dalam peraturan-peraturan perundangundangan yang berlaku, baik peraturan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah yang bersangkutan (Boedi Harsono,2008:296).

Universitas Sumatera Utara

1.6.4.3. Asas Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah
Asas ini ditemukan pada pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa semua
hak atastanah mempunyai fungsi sosial. Menurut Penjelasan Umumnya yang
dimaksud dengan fungsi sosial hak atas tanah adalah hak atas tanah apa pun yang
ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan
dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan
pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada
haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dankebahagiaan yang
mempunyai maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam
pada itu, ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan
terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang Undang
Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan
haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok:
kemakmuran, keadilan, dan kebahagian bagi rakyat seluruhnya (pasal 2 ayat 3).
Rasionalitas dari ketentuan tersebut diatas, yaitu adanya suatu pandangan
bahwa semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber
pada Hak Bangsa sebagai kepunyaan bersama dari bangsa Indonesia. Ada
beberapa konsekuensi dari fungsi sosial dari hak atas tanah ini adalah sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara

1) Tidak

dapat

dibenarkan

untuk

menggunakan

atau

tidak

menggunakan tanah hanya untuk kepentingan pribadi pemegang
haknya, apalagi sampai menimbulkan kerugian masyarakat;
2) Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari
haknya, sehingga bermanfaat bagi kesejahteraaan dan kebahagiaan
yang mempunyai maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara;
3) Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus memperhatikan Rencana
Tata Ruang, instrumen penatagunaan tanah lainnya yang ditetapkan
secara sah oleh pihak yang berwenang;
4) Pemegang hak atas tanah wajib memelihara tanah denagn baik,
dalam arti menambah kesuburan dan mencegah kerusakan
tanahnya;
5) Merelakan hak atas tanahnya apabila dicabut demi kepentingan
umum. (Oloan Sitorus, 66-67).
Mengikuti alur berfikir logika yuridis pasal 6 UUPA, terdapat semacam
keharusan, bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Melalui pasal
ini pembuat undang-undang mengalokasikan berbagai fungsi mengenai hak-hak
atas tanah, termasuk hak milik. Fungsi ini dapat bersifat fasilitatif atau kontrol,
bahkan keduanya baik fungsi fasilitatif maupun fungsi kontrol. Fungsi kontrol
misalnya mewajibkan bagi siapapun pemilik tanah (perorangan/badan hukum)
untuk mengetahui dan mematuhi apa ”yang dihukumkan” atau mematuhi
kewajiban yang diidealkan olehnorma positif sehubungan dengan fungsi sosial
pada hak milik atas tanahnya (Yusriyadi, 2010: 23).

Universitas Sumatera Utara

Fungsi sosial hak milik atas tanah dianggap sebagai norma yang
dianggapsebagai norma positif atau norma yang dipositifkan oleh Pasal 6 UUPA.
Dalam halini Sebagai norma tentang hak milik yang diidealkan. Fungsi sosial hak
milik atas tanah seakan menjadi ”doktrin pemilikan tanah”. Didalam kajian-kajian
hukum, doktrin (sering juga disebut konsep) selalu dianggap sebagai kebenaran
yang tak terbantahkan. Idealnya dalam setiap decision making, doktrin/konsep ini
harus menjaditolok untuk menentukan yang salah dan yang benar.( Yusrihadi,
ibid, hal 24).
1.7.Definisi Konsep
Konsep

merupakan

istilah

atau

definisi

yang

digunakan

untuk

menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi
pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Melalui konsep peneliti
diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan
satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya.
Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas. Efektivitas berarti tercapainya sasaran, target, tujuan dengan
menggunakan waktu yang sesuai dengan apa yang direncanakan
sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.
2. Pelayanan Publik. Pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang
dilakukan pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan
menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

Universitas Sumatera Utara

produk secara fisik. Pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah dengan melihat pelayanan Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai
dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah melalui persyaratan,
prosedur, waktu, dan biaya,serta hambatan yang tertuang dalam
Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
3. Sertifikat Tanah. Sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah
dan hak atas pengelolaan.
4. Hak Milik Atas Tanah. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat,
terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 6.
1.8.Sistematika Penulisan
BAB I:

PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, fokus penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian