Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku:

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Harsono,Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:Jambatan

Kasim, Azhar. 1993. Pengukuran Efektivitas Organisasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Lubis, Hari. S.B. dan Martini Husaini.1987. Teori Organisasi (Suatu Pendekatan

Makro). Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas

Indonesia

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian sosial. Yogyakarta: UGM Press Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Refika Aditama

Santoso, Urip. 2007. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Siagian, S.P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: LP3ES Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Surjadi. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: Refika Aditama

Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika

Sutedi, Adrian. 2008. Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana

Waluyo. 2007. Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya dalam

Pelaksanaan Otonomi Daerah). Bandung: Mandar Maju

Yusriyadi. 2010. Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Milik

Atas Tanah. Yogyakarta: Genta


(2)

B. Undang-Undang

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Undang- Undang No. 23 Tahun2014 Tentang Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2015 tentang Jenis Dan Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/2003 tentang Pelayanan Publik

C. Sumber Internet:

Tunardy, Wibowo. 2013. Pendaftaran Tanah. Diakses melalui http://www.jurnalhukum.com/pendaftaran-tanah, diakses tanggal 21 Januari 2016 pada pukul 21:00 WIB

http://www.bpn.go.id, diakses tanggal 24 Januari 2016 pada pukul 14:17 WIB Prasetya S, Deddy. 2014. Efektivitas Pelayanan Dalam penerbitan Sertifikat

tanah Di Kantor Pertanahan Kabupaten Karo. Diakses melalui

diakses


(3)

Ihsanuddin. 2014. Kualitas Pelayanan Publik Pada Badan Perizinan Penanaman Modal Dan Promosi Daerah (BP2MPD) Kabupaten Indragiri Hilir. Diakses

melalui


(4)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

3.1.1. Sejarah Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan lagi di Semarang pada tahun 1964. Yang di Yogyakarta dengan jurusan Agraria, tetapi disemarang dengan jurusan Pendaftara Tanah. Pada tahun 1966, diterbitkan status Akademi Agraria. Sampai akhirnya pada tahun 1971, dibuka jurusan Tata Guna Tanah pada Akademi Agraria di Yogyakarta.

1. Berdirinya BPN dan Masa Sesudahnya, 1988-1993

Tahun 1988 merupakan tonggak bersejarah karena saat itu terbit Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional yang menjadi tema sentral proyek ekonomi – politik Orde Baru, kebutuhan akan tanah juga makin meningkat. Persoalan yang dihadapi Direktorat Jenderal Agraria bertambah berat dan rumit.Untuk mengatasi hal tersebut, status Direktorat Jenderal Agraria ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan namaBadan Pertanahan Nasional. Dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tersebut, Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab langsung kepada Presiden.


(5)

2. Periode Tahun 1993 samapi 1998

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993, tugas Kepala Badan Pertanahan Nasional kini dirangkap oleh Menteri Negara Agraria.Kedua lembaga tersebut dipimpin oleh satu orang sebagai Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kantor Menteri Negara Agraria berkonsentrasi merumuskan kebijakan yang bersifat koordinasi, sedangkan Badan Pertanahan Nasional lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang bersifat operasional.

Pada Tahun 1994, Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1994, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Staf Kantor Menteri Negara Agraria.

3. Periode Tahun 1999 sampai 2000

Pada 1999 terbit Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988. Kepala Badan Pertanahan Nasional dirangkap oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan pertanahan sehari-harinya dilaksanakan Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional.

4. Periode Tahun 2000 sampai 2006

Pada periode ini Badan Pertanahan Nasional beberapa kali mengalami perubahan struktur organisasi. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 2000 tentang Badan Pertanahan Nasional mengubah struktur organisasi eselon satu di Badan Pertanahan Nasional. Namun yang lebih mendasar adalah


(6)

Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah Dibidang Pertanahan. Disusul kemudian terbit Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan memposisikan BPN sebagai lembaga yang menangani kebijakan nasional di bidang pertanahan.

5. Periode Tahun 2006 sampai 2013

Pada 11 April 2006 terbit Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional yang menguatkan kelembagaan Badan Pertanahan Nasional, di mana tugas yang diemban BPN RI juga menjadi semakin luas. BPN RI bertanggung jawab langsung kepada Presiden, dan melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, dengan fungsi:

a. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;

b. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;

d. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

e. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaandi bidang pertanahan;

f. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum;

g. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus;


(7)

h. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;

i. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;

6. Periode Tahun 2013 sampai 2015

Pada 2 Oktober 2013 terbit Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional yang mengatur fungsi Badan Pertanahan Nasional sebagai berikut:

a. Penyusunan dan penetapan kebijakan nasional di bidang pertanahan; b. Pelaksanaan koordinasi kebijakan, rencana, program, kegiatan dan kerja

sama di bidang pertanahan;

c. Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN RI;

d. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;

e. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;

f. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;

g. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan penetapan hak tanah instansi; h. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengkajian dan


(8)

i. Pengawasan dan pembinaan fungsional atas pelaksanaan tugas di bidang pertanahan;

j. Pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;

k. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; l. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

m. Pelaksanaan pembinaan, pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; dan

n. Penyelenggaraan dan pelaksanaan fungsi lain di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Periode Tahun 2015- Sekarang

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berubah menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional

berdasarkan

Kementerian Agraria yang berfungsi Tata Ruang da ditetapkan pada 21 Januari 2015.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai Fungsi:

a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan dibidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah;


(9)

b. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

e. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang di daerah; dan

f. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Badan Pertanahan Nasional mempunyai Fungsi:

a. Penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;

b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;

c. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;

d. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;

e. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;

f. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;


(10)

h. Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;

i. Pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;

j. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan k. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.

3.1.2. Logo Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Sumber: Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai (2016) Gambar 3.1. Logo Perusahaan

Lambang Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah bentuk suatu kesatuan gambar dan tulisan terdiri dari:

a. Gambar 4 (empat) butir padi melambangkan Kemakmuran dan kesejahteraan. Memaknai atau melambangkan 4 (empat) tujuan Penataan Pertanahan yang akan dan telah dilakukan BPN RI yaitu kemakmuran, keadilan, kesejahteraan sosial dan keberlanjutan.

b. Gambar lingkaran bumi melambangkan sumber penghidupan manusia. Melambangkan wadah atau area untuk berkarya bagi BPN RI yang berhubungan


(11)

langsung dengan unsur-unsur yang ada didalam bumi yang meliputi tanah, air dan udara.

c. Gambar sumbu melambangkan poros keseimbangan. 3 (tiga) Garis Lintang dan 3 (tiga) Garis Bujur Memaknai atau melambangkan pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang mandasari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960.

d. Gambar 11(sebelas) bidang grafis bumi memaknai atau melambangkan 11 (Sebelas) agenda pertanahan yang akan dan telah dilakukan BPN RI. Bidang pada sisi sebelah kiri melambangkan bidang bumi yang berada diluar jangkauan wilayah kerja BPN RI.

e. Warna Coklat melambangkan bumi, alam raya dan cerminan dapat dipercaya dan teguh.

f. Warna Kuning Emas melambangkan kehangatan, pencerahan, intelektual dan kemakmuran.

g. Warna Abu-abu melambangkan kebijaksanaan, kedewasaan serta keseimbangan.

3.2. Visi dan Misi Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai Visi:

”Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.”


(12)

Misi:

Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk: 1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru

kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan.

2. peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T).

3. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari.

4. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaa dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.

3.3.Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai

Struktur organisasi adalah sistem saling pengaruh-mempengaruhi antara orang dalam kelompok kerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang sama. Tujuan organisasi secara keseluruhan tidak mungkin dijalankan oleh seorang tertentu saja. Salah satu aspek pengorganisasian adalah penetapan seksi-seksi sesuai dengan tugasnya.


(13)

Struktur organisasi menunjukkan bagaimana seksi-seksi di dalamnya dikoordinasikan bersama-sama disuatu jalur wewenang dan tanggung jawab. Struktur organisasi adalah penggambaran secara grafik yang menggambarkan struktur kerja dari suatu struktur organisasi. Struktur organisasi hanya dapat mewujudkan hubungan wewenang yang formal saja dan tidak dapat menggambarkan seberapa besar wewenang, tanggung jawab dan deskripsi pekerjaan yang terinci. Adapun struktur organisasi yang ada di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) KotaTanjung Baai dapat dilihat pada gambar 3.2

Sumber: Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai Gambar 3.2. Struktur Organisasi


(14)

A. Bidang-bidang Kerja di Kantor Badan Pertanahan Nasional Dibawah ini adalah uraian tugas dan wewenang dari gambar struktur organisasi Badan Pertnahan Nasionl (BPN) Kota Tanjung Balai, sebagai berikut:

a) Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Tanjung Balai

Kepala Kantor Badan pertanahan Nasional Kota Tanjung Balai memiliki tanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasuinal Provinsi Sumatera Utara.

b) Sub Bagian Tata Usaha

Tugasnya: Memberikan pelayanan administrative kepada seluruh satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program dan peraturan perundang-undangan.

Fungsinya:

a. Pengolahan data dan informasi.

b. Penyusunan rencana program, dan anggaran serta laporan akuntabilitas kinerja pemerintah.

c. Pelaksanaan urusan kepegawaian.

d. Pelaksanaan urusan keuangan dan kepegawaian.

e. Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, sarana dan perasarana. f. Penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program.


(15)

Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari:

1) Urusan Perencanaan dan Keuangan

Tugasnya: Menyiapkan penyusunan rencana, program, dan anggaran laporan akuntanbilitas kerja pemerintah serta urusan keuangan dan pelaksanaan anggaran.

2) Urusan Umum Dan Kepegawaian

Tugasnya: Melakukan urusan kepegawaian dan Pengembangan sumberdaya manusia pertanahan.

c). Sub Bagian Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

Tugasnya: Menyiapkan abhan dan melakukan penetapan hak dalam rangka pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan penertipan bekas tanah hak; pendaftaran, peralihan, pembebanan hah atas tanah serta pembinaan pejabat pembuat akte tanah (PPAT).

Fungsinya:

a. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah.

b. Penyiapan rekomendasi pelepasan, penaksiran harga tukar-menukar, saran dan pertimabangan serta ,melakukan kegiatan perijinan, saran dan pertimbangan usulan penetapan hak pengolahan.

c. Penyiapan telaahan dan pelaksanaan pemberian rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak.

d. Mengatministrasikan atas tanah yang dikuasai dan atau milik Negara, daerah bekerjasama dengan pemerintah, termasuk tanah badan hukum pertanahan.


(16)

e. Pendataan dan penertiban tanah bekas hak.

f. Pelaksanaan pendaftaran hak dan koputerisasi pelayanan pertanahan. g. Pelaksanana penegasan dan pengakuan hak.

h. Pelaksanaan, pembebanan hak atas tanah dan pembinaan PPAT. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari:

1) Subseksi Penetapan Hak Tanah

Tugasnya: Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai, perpanjang jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; penetapan dan atau rekomendasi perpanjang jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan pendaftaran hak tanah perorangan.

2) Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah

Tugasnya: Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai, dan hak pengolahan bagi instansi pemerintahan, badan hukum pemerintahan, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijianan, peralihan hak atas tanah;rekomendasi pelepasan dan tukar-menukar tanh pemerintah

3) Subseksi Pendaftaran Hak

Tugasnya: Menyiapkan pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah;pengakuan dan penegasan konversi hak-hak lain, hak milik atas satuan rumah susun, tanah hak pengelola,tanah wakaf, data


(17)

lainnya,data fisik bidang tanah, data komputerisasi pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah serta daftar lainnya di bidang pendaftaran tanah.

4) Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Tugasnya: Menyiapkan pelaksanaan pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas tanah, pembebanan hak tanggungan, dan bimbingan PPAT serta sarana daftar isian dibidang pendaftaran tanah.

d). Seksi Pengaturan dan Penataan Tanah

Tugasnya: Menyiapkan bahan dan melakukan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil perbatasan dan wilayah tertentu lainnya.

Fungsinya:

a. Penyusunan daerah bekas konflik, peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan tanah, neraca penatagunaan tanah kabupaten/kota.

b. Pemelihara basis data penatagunaan tanah kabupaten/kota.

c. Pengusulan penetapan/penegasan tanah menjadi objek landreform. d. Penyediaan tanah untuk pembangunan.

e. Pengolahan sumbangan tanah untuk pembangunan.


(18)

Seksi Pengaturan dan Penataan tanah terdiri dari:

1) Subbagian Penatagunaan tanah dan kawasan tertentu

Tugasnya: Menyiapkan bahan penyusunan rencana persediaan, peruntukan, pemeliharaan, dan penggunaan tanah rencana penataan, kawasan, pelaksaanaan koordinasi, monitoring dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan penertiban penimbangan teknis, penangguhan tanah,penerbitan ijin perubahan penggunaan penetapan penggunaan dan pemanfaatan tanah, penyesuain penggunaan dan pemanfaatan tanah serta melaksakan pengumpulan dan pengolahan dan pemeliharaan data tekstual. 2) Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah

Tugasnya: Menyiapkan bahan usul penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform,penguasaan tanah obyek landreform, pemberian ijin peralihan atas tanah dan ijin redistribusi tanah luasan tertentu, usulan penerbitan surat keputusan restribusi tanah dan pengeluaran tanah dari landreform,monitoring dan evaluasi restribusi tanah, ganti kerugi, pemanfaatan tanah bersama dan penertiban administrasi landreform serta fasilitas bantuan keuangan/permodalan, teknis dan pemasaran,usulan penegasan obyek penataan tanah bersama untuk peremajaan permukiman kumuh,daerah bencana dan daerah bekas konflikserta permukiman kembali;penyediaan tanah dan pengelola sumbangan tanah untuk


(19)

pembangaunan teknik dan metode, promosi dan sosialisasi, pengorganisasian dan pembimbingan masyarakat, kerja sama dan fasilitas, pengolahan basis data dan informasi monitoring dan evaluasi serta koordinasi dan pelaksanaan konsolidasi tanah.

e). Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan

Tugasnya: Menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan, pengolahan tanah Negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.

Fungsinya:

a. Penyiapan saran tindak dan langkah-langkah penanganan serta usulan rekomendasi, pembinaan, peringatan, harmonisasi, program pertanahan dan sector dalam pengolahan tanah negara, penanganan tanah terlantar dan kritis. b. Peningkatan partisipasi masyarakat marjinal, asistensi dan pembentukan

kelompok masyarakat, fasilitas dan peningkatan akses ke sumberproduktif. c. Pemanfaatan tanah terlantar dan tanah kritis untuk pembangunan.

d. Pengolahan basis data dan hak atas tanah, tanah Negara, tanah, terlantar, dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.

e. Penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan hukum atas tanah terlantar.

Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari: 1) Subseksi Pengendalian Pertanahan

Tugasnya: Menyiapkan pengolahan basis data, melakukan inventarisasi dan identifikasi, penyusunan saran tindak dan langkah


(20)

menanganan serta menyiapkan bahan koordinasi usulan penertiban dan pendayagunaan dalam rangka penegakan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah, pemantauan, evaluasi, harmonosasi dan program pertanahan dan sector dalam pengolahan tanah Negara, penanganan tanah terlantar dan tanah kritis.

2) Subseksi pemberdayaan Masyarakat

Tugasnya: Menyiapkan bahan inventarisasi, asistensi, fasilitas dalam rangka penguatan penguasaan, dan pelaksanaan pembinaan partisipasi masyarakat, lembaga masyarakat, mitra kerja teknis dalam penolahan pertanahan, serta melakukan kerjasama pemberdayaan dengan pemerintah kabupaten/kota, lembaga keuangan dan dunia usaha, serta bimbingan dan pelaksanaan kerjasama pemberdayaan.

f). Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara

Tugasnya: Menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan

Fungsinya:

a. Pengkajian masalah, sengketa dan konflik pertanahan.

b. Penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan serta hukum dan non hukum, penanganan dan penyelesaian perkara, pelaksanaan alternatif, penyelesaian melalui mediasi, fasilitas dan sebagainya usulan dan rekomendasi pelaksanaan putusan lembaga


(21)

peradilan serta usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antar orang dan badan hukum dengan tanah.

c. Pengkordinasian penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan. d. Pelaporan penganan dan penyelesaian konflik, sengketa dan perkara

pertanahan.

Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara terdiri dari: 1) Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan

Tugasnya: Menyiapkan pengkajian hukum,sosoal, budaya, ekonomi dan polotik terhadap sengketa dan konflik pertanahan, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan badan hukum dengan tanah, pelaksanaan alternatif penyelesaian semgketa melalui mediasi, fasilitas, koordinasi penanganan sengketa dan konflik.

2) Subseksi Perkara Pertanahan

Tugasnya: Menyiapkan penanganan dan penyelesaian perkara,koordinasi penanganan perkara, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian antar orang dan badan hukum dengan tanah sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan.

g). Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan

Tugasnya: Mengkoordinasikan dan melaksanakan survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah dan pengukuran batas wilayah, pemetaan tematik dan survey potensi tanah, pembinaan surveyor berlisensi.


(22)

Fungsinya:

a. Pelaksanana kegiatan teknis survey, pengukuran dan pemetaan sebidang tanah. Pengukuran batas wilayah, dan survey potensi tanah, pembinaan surveyor berlisensi.

b. Pelaksanaan dan pengukuran batas wilayah/kawasan.

c. Pelasanaan pengukuran, pemetaan dan pembukuan bidang tanah.

d. Pelaksanaan, pengolahan, pemeliharaan, pengembangan peralatan teknik dan komputerisasi.

e. Pelaksanaan bimbingan teknik, surveyor berlisensi dan pejabat penilaian tanah

Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari: 1) Subseksi Pengukuran dan Pemetaan

Tugasnya: Menyiapkan perapatan kerangka dasar orde 4, pemetaan batas bidang tanah dan pengukuran bidang tanah batas kawasan/wilayah, kerjasama teknis, surveyor berlisensi, pembinaan surveyor berlisensi dan memelihara peta pendaftaran, daftar tanah, peta bidang tanah, surat ukur, dan daftar lainnya dibidang pengukuran.

2) Subseksi Tematik dan Potensi Tanah

Tugasnya: Menyiapkan survey, pemetaan, pemeliharaan, pengembangan pemetaan tematik, survey potensi tanah, pemeliharaan peralatan teknis komputerisasi dan penbinaan pejabat penilai tanah.


(23)

BAB IV PENYAJIAN DATA

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data seperti berikut ini dengan menggunakan metode wawancara secara terbuka dan mendalam kepada pihak yang berhubungan dengan judul penelitian ini, yakni Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagai key informan. Sebab Kepala Desa Kepala Sub Bagian Tata Usaha lebih mengetahui tentang apa saja yang berhubungan dengan efektivitas pelayanan.

4.1.Karekterisrik Informan

Informan dalam penelitian yang di lakukan di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai antara lain :

1. Kepala Sub Bagian Tata usaha : H. Zukarnain, S.H.

2. Kepala Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan : Dian Syaputra Saragih,S.ST. 3. Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah: Zuhelmi, S.H.

4. Masyarakat : - Garbok

- Bainar

- Rizal

4.2.Hasil Wawancara

4.2.1.Persyaratan Pelayanan

Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk menanyakan hal mendasar yang sesuai dengan judul yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk pertanyaan


(24)

pertama, peneliti mengajukan pertanyaan, apa saja persyaratan administrasi dalam mengurus sertifikat hak milik atas tanah?

Jawaban Bapak Zulkarnaian, S.H. :

“harus memenuhi persyaratan yang pertama: atas hak, identitas, BPHTB, dan KK, tanah tidak dalam sengketa, serta tidak ada hak diatasnya.

Jawaban Bapak zulhelmi, S.H.:

KTP, KK, PBB, dan surat-surat yang berhubungan dengan tanah tersebut.

Dari hasil wawancara kedua peneliti mendapatkan jawaban yang sama dari dua informan yaitu Dalam Perkaban No. 1 Tahun 2010, diatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan sertifikat tanah. Adapun persyaratannya, yaitu :

1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai

2. Surat Kuasa apabila dikuasakan.

3. Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket

4. Asli Bukti perolehan tanah/Alas Hak

5. Asli Surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah (Rumah Gol III) atau rumah yang dibeli dari pemerintah

6. Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak)

7. Melampirkan bukti SSP/PPh Sesuai dengan ketentuan Waktu:


(25)

1. 38 (tiga puluh delapan) hari untuk:

a) Tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha

b) Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 2. 57 (lima puluh tujuh) hari untuk:

a) Tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha

b) Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 m2 s.d. 5.000 m2

3. 97 (sembilan puluh tujuh) hari untuk:

a) Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5.000 m2 Keterangan Formulir permohonan memuat:

1. Identitas diri

2. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon 3. Pernyataan tanah tidak sengketa

4. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik Catatan:

1. Tidak termasuk tenggang waktu pemenuhan kewajiban pembayaran sesuai SK

2. Jangka waktu tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk pengiriman berkas/dokumen dari Kantah ke Kanwil dan BPN RI maupun sebaliknya.

4.2.2.Prosedur Pelayanan

Pertanyaan selanjutnya yang diajukan oleh peneliti adalah bagaimana prosedur penerbitan sertifikat hak milik atas tanah?


(26)

Jawaban Bapak Zulkarnaian, S.H. :

“Masuk ke loket pelayanan dengan menbayar uang kewajiban yang sesuai

dengan PP No 128 Tahun 2015”.

Jawaban Bapak zulhelmi, S.H.:

“perlengkapan yang berhubungan dengan tanah tersebut harus ada SK camat kemudian baru masuk ke loket kemudian oeh orang BPN kelengkapan suratnya di teiti apabia lengkap maka permohonannya bisa dilanjutkan, setelah itu diukur oleh petugas pengukuran kemudian dibentuk Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah “A” yang terdiri dari lima orang. Setelah panitia dibentuk dan bekerja ditetapkanlah Sknya yang ditandatangani oleh Kepala Kantor yang Cuma berlaku tiga bulan harus didaftar untuk mendapatkan sertifikat, setelah itu barulah diterbitkan sertifikat hak milik atas tanah”.

Dalam wawancara pertama, peneliti mendapatkan jawaban yang berbeda dari dua informan yaitu dari informan kunci dan informan utama, yaitu semua surat harus lengkap dan sesuai prosedur. Informan tambahan menjelaskan secara detail bagaimana prosedur dari awal hingga selesai sedangkan informan kunci mengikuti PP No 128 Tahun 2015.

4.2.3.Waktu Pelayanan

Pada pertanyaan selanjutnya, peneliti menanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah?

Jawaban Bapak Zulkarnain,S.H.:

“45 hari kerja sesuai SOP”.

Jawaban Bapak Zulhelmi, S.H.:

“45 hari untuk hak apabila berkas sudah lengkap”.

Jawaban Bapak Dian Syaputra Saragih, S.ST:

“ 45 hari apabila tidak ada kendala atau hambatan seperti dalam waktu pengukuran”.


(27)

Jawaban Bapak Garbok:

”3 bulan itu karena banyak kali masalah batas patok”.

Dari hasil wawancara peneliti mendapatkan jawaban yang berbeda dari empat informan ialah , informan kunci, dua informan utama mempunyai jawaban yang sama yaitu 45 hari, dan informan tambahan yaitu tergantung banyaknya hambatan.

Kemudian peneliti menanyakan apakah waktu yang dibutuhkan sudah sesuai dengan peraturan yang beraku?

Jawaban Bapak Zukarnain, S.H.: “Sudah jelaslah harus sesuai”. Jawaban Bapak Zulhelmi, S.H.:

“terkadang tidak sesuai karena adanya hal-hal diluar dugaan seperti diwaktu pengukuran terjadi masalah patokan”.

Jawaban Bapak Dian Syaputra Saragih, S.ST:

“tidak juga seperti dalam batas patok terkadang tetangga dari pemohon tersebut tidak menyetujui batas patok itu”.

Jawaban Bapak Rizal:

“ waktu saya mengurus kemaren lebih dari 45 hari karena saya tidak tahu syarat-syarat mengurus sertifikat hak milik atas tanah”.

Jawaban Bapak Garbok:

“lebihlah dari 45 hari saya sekitar 3 bulanan karena para pihak sepadan susah untuk berkumpulnya’.

Dari wawancara di atas peneiti mendapatkan jawaban berbeda dari lima informan yaitu waktu yang dibutuhkan terkadang tidak sesuai dengan peraturan tergantung ada atau tidaknya kendala dalam pengukuran.


(28)

4.2.4.Biaya

Pertanyaan kelima yaitu berapakah biaya yang dikenakan daam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah?

Jawaban Bapak Zulkarnain, Bapak Zulhelmi, dan Bapak Dian Syaputra Saragih: “Sesuai dengan PP No 28 Tahun 2015”.

Jawaban Ibu Bainar:

“Sesuai kok tidak ada dikenakan biaya tambahan lagi. Mereka pun kalau dikasih uang diluar biaya mereka tidak mau”.

Jawaban Bapak Garbok: ` “Sesuai”.

4.2.5.Hambatan

Dua pertanyaan terakhir mengenai hambatan yang terjadi, untuk pertanyaan pertama peneliti menanyakan apa saja hambatan yang pernah dijumpai dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai?

Jawaban Bapak Zulkarnain, S.H.:

“pemohon tidak ada ditempat”.

Jawaban Bapak Zulhelmi, S.H.:

“pertama; waktu mengukur sepadan batas pihak pembatas sering tidak ada ditempat.

Kedua; sering tidak adanya waktu yang cocok untuk para pembatas. Ketiga; surat-surat tidak lengkap yang dibuat oleh Kepala Desa atau Lurah bahkan Camat yang beum ditanda tanganin oeh sepadan batas.


(29)

Jawaban Bapak Dian Syaputra Saragih, S.ST::

“pemohon tidak memasang batas patok dan terkadang tanahnya semak belukar”.

Jawaban Bapak Rizal:

“kurangnya sosilisasi bahkan dari kelurahanpun tidak ada mengenai cara-cara mengurus sertifikat hak milik atas tanh dan pesyaratannya”.

Dari wawancara tersebut bahwa masalah yang terdapat di sebabkan oleh pemohon yaitu masalah sepadan batas yang terkadang tidak adanya waktu yang cocok untuk para sepadan hadir menyaksikan pengukuran, dan kurangnya sosialisasi dari pegawai Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.

Pertanyaan kedua yaitu ketika terjadi hambatan , bagaiman penyeesaian yang dilakukan?

Jawaban Bapak Zulkarnain, S.H.: “Harus ditungguorangnya”. Jawaban Bapak Zulhelmi, S.H.:

“harus dimusyawarahkan terlebih dahulu mengenai batas sepadan kepada pihak-pihak pembatas”.

Jawaban Bapak Dian Syaputra Saragih,S.ST:

“pemohon memasang tanda batas patok yang diukur oeh kepala lingkungan sebelum dilakukannya pengukuran oelh BPN, dan sebeum dilakukannya pengukuran tanahnya harus dibersihkan terlebih dahulu”.

Dari jawaban informan tersebut dapat disimpulkan bahwa, pegawai BPN menangani hambatan dengan melakukan musyawarah dan mencari waktu yang cocok untuk para sepadan batas supaya bisa hadir semuanya.


(30)

BAB V ANALISIS DATA 5.1Hasil Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode deskriptif, yaitu setiap data-data dan fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian di lapangan dideskriptifkan atau digambarkan sebagaimana adanya yang diiringi dengan penafsiran dan analisis yang rasional. Untuk itu analisa data dalam penelitian ini adalah menggambarkan dan menjelaskan variabel-variabel yang berkaitan dengan efektivitas pelayanan dalam penerbitan sertifikat hak milik natas tanah.

Melalui penyajian data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai, baik dengan melakukan wawancara dengan kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagai informan kunci, Kepala Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan dan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah sebagai informan utama dan masyarakat sebagai informan tambahan serta studi kepustakaan. Maka akan dilakukan analisa terhadap setiap data dan fakta-fakta yang telah didapat melalui interpretasi dan penguraian masalah-masalah yang terjadi.

Selanjutnya dalam analisa data ini akan menjabarkan masalah-masalah yang ditemukan dilapangan, untuk dilakukan analisa terhadap setiap data yang


(31)

ada dan fakta yang di didapat melalui interpretasi data dan penguraian-penguraian masalah sebagai berikut:

5.1.1 Persyaratan Pelayanan 1. Kejelasan Persyaratan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai persyaratan dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah diatur dalam Perkaban No.1 Tahun 2010, yakni mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah. Adapun persyaratannya, yaitu;

a. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai

b. Surat Kuasa apabila dikuasakan

c. Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket

d. Asli Bukti perolehan tanah/Alas Hak

e. Asli Surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah (Rumah Gol III) atau rumah yang dibeli dari pemerintah f. Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan

dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak)


(32)

g. Melampirkan bukti SSP/PPh

5.1.2 Prosedur Pelayanan

Prosedur adalah suatu urutan tugas atau pekerjaan yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan. Prosedur pelayanan dalam hal ini menyangkut kemudahan tahapan pelayanan pendaftaran yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari kesederhanaan alur pelayanan.

1. Kesederhanaan Alur Pelayanan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai prosedur penerbitan sertifikat hak milik atas tanah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2015 tentang Standar Peleyanan dan Pengaturan Pertanahan. Adapun proses layanan dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah:

2. Pemohon menyerahkan dokumen permohonan dan akan dilakukan pemeriksaan di loket pelayanan.

3. Kemudian pemohon membayar biaya pengukuran dan pemeriksaan tanah. Proses selanjutnya adalah pengukuran dan pemeriksaan tanah yang harus dihadiri oleh pemohon. 4. Setelah itu diterbitkan Surat Keputusan Kantor Pertanahan,

Surat Keputusan Kantor Wilayah, Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang diakhiri dengan pembukusn hak dan penerbitan sertifikat.


(33)

5.1.3 Waktu Pelayanan

Efesiensi merupakan salah satu dimensi yang perlu dideteksi dalam pengukuran pelayanan publik karena efesiensi itu berkaitan ketepatan waktu dan penggunaan biaya.

Ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah tertuang dalam perkaban No.1 Tahun 2010, yakni:

5. 38 (tiga puluh delapan) hari untuk:

a. Tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha

b. Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2

6. 57 (lima puluh tujuh) hari untuk:

a. Tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha

b. Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 m2 s.d. 5.000 m2

7. 97 (sembilan puluh tujuh) hari untuk:

a. Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5.000 m2 Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang menjadi pemohon penerbitan sertifikat hak milik atas tanah waktu yang mereka butuhkan lebih dari yang diatas. Hal ini disebabkan dokumen-dokumen


(34)

yang dimiliki masyarakat tidak lengkap dan sering terjadinya masalah sepadan dengan para sepadan batas.

Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa waktu dalam pengurusan sertifikat tanah sudah sesuai prosedur yang berlaku hanya saja waktu pengurusan masyarakat sering bertambah karena dokumennya tidak lengkap.

5.1.4. Biaya

Yaitu bahwa pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Pertanian

Tarif persertifikatan = Luas Tanah (m2) x Rp.120,- + Rp 500.000,- Terdiri dari:

a. Tarif pengukuran = Luas Tanah (m2) x Rp 100,- + Rp 100.000,- b. Tarif Pemeriksaan = Luas Tanah (m2) x Rp 20,- + Rp 350.000,- c. Tarif Pendaftaran = Rp 50.000,-

Contoh perhitungan persertifikatan: Luas Tanah = 300 m2

Biaya/tarif = 300m2 x Rp 120,- + Rp 500.000,- = Rp 36.000 + Rp 500.000,-

= Rp 536.000,- 2. Non Pertanian

Tarif persertifikatan = Luas Tanah (m2) x Rp. 240,- + Rp 500.000,- Terdiri dari:


(35)

d. Tarif pengukuran = Luas Tanah (m2) x Rp 200,- + Rp 100.000,- e. Tarif Pemeriksaan = Luas Tanah (m2) x Rp 40,- + Rp 350.000,- f. Tarif Pendaftaran = Rp 50.000,-

Contoh perhitungan persertifikatan: Luas Tanah = 300 m2

Biaya/tarif = 300m2 x Rp 240,- + Rp 500.000,- = Rp 72.000 + Rp 500.000,-

= Rp 572.000,-

Berdasarkan hasil wawancara jumlah biaya sesuai dengan peraturan.

5.1.5. Hambatan

Di dalam setiap lembaga pelayanan publik selalu mendapat hambatan-hambatan yang dapat mengganggu proses pelayanan publik itu sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap pegawai Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai hambatan yang sering dijumpai dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah yaitu sering terjadinya sengketa sepadan dan batas patok.

Sedangkan menurut masyarakat yang mengurus sertifikat hak milik atas tanah adalah kurangnya sosialiasai terhadap masyarakat tentang syarat-syarat dalam pengurusan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah.


(36)

BAB VI KESIMPULAN 6.1.Kesimpulan

1. Sertifikat hak milik atas tanah adalah surat bukti hak sebagiamana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah. Dari hasil penelitian yang menggunakan indikator-indikator efektivitas yang belum terlaksana dengan baik terutama mengenai kepastian waktu serta prosedur pelayanan.

2. Pelayanan penerbitan sertifikat dapat dilihat dari indikator-indikator berikut:

a. Persyaratan

Persyaratan adalah syarat (dokumen) yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. Di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai kurangnya sosialisasi mengenai persyaratan administrasi.

b. Prosedur

Posedur adalah suatu urutan tugas yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan dan juga prosedur juga memuat semua persyaratan-persyaratan untuk mencapai tujuan. Di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai prosedurnya sudah maksimal.


(37)

c. Waktu

waktu dalam pengurusan sertifikat tanah sudah sesuai prosedur yang berlaku hanya saja waktu pengurusan masyarakat sering bertambah karena dokumennya tidak lengkap.

d. Biaya

Baiya pemgurusan sertifikat hak miik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai sudah sesuai dan tidak ada biaya tambahan dilihat dari segi pelayanan terhadap masyarakat selaku pemohon.

e. Hamabatan

Hambatan yang sering dijumpai dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai yaitu sering terjadinya sengketa sepadan dan batas patok, dan kurangnya sosialiasai terhadap masyarakat tentang syarat-syarat dalam pengurusan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah.

6.2 Saran

1. Kepada Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai agar dapat memberikan sosialisasi kepada masyarat tentang syarat- syarat mengurus sertifikat hak milik atas tanah sehingga penerbitan sertifikatnya bisa selesaitepat wakyu.


(38)

2. Kepada masyarakat sebelum hendak mengurus sertifikat hak milik atas tanah hendaknya batas patok dan sepadan batas diperjelas terlebih dahulu oleh kepala desa atau lurah.


(39)

BAB II

METODE PENELITIAN 2.1. Bentuk Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bungin (2007:68), penelitian sosial menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. Dengan demikian, penelitian ini akan menjelaskan gambaran realitas dari masalah yang akan dideskripsikan oleh peneliti dengan menggunakan data-data yang ada.

2.2.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman No 12 Tanjung Balai, Sumatera Utara.

2.3.Informan Penelitian

Dalam penelitian kulitatif subjek penelitian yng telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian inilah yang menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang akan diperlukan (Suyanto,2005). Adapun informan penelitian yang menjadi objek penelitian ini yakni:


(40)

1. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang di teliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.

2. Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah Kepala subseksi pengukuran dan pemetaan, kasi hak dan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.

3. Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. Informan tambahan dalam penelitinan ini adalah masyarakat yang mengurus sertifikat hak milik atas tanah.

3.4.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah:

1. Teknik pengumpulan data primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu:

a. Wawancara mendalam, yaitu proses pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan pihak yang terkait untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cara melekukan tanya jawab.


(41)

b. Observasi, yaitu kegiatan mengamati secara langsung terhadap fenomena-fenomena atau gejala-gejala yang ada dilapangan yang berkaitan dengan penelitian.

2. Teknik pengumpulan data sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menelah sejumlah buku, kaarya ilmiah, dan dokumentasi/arsip yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan instrumen sebaagai berikut:

a. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada di lokasi penelitiaan atau sumber-sumber lain yaang terkait dengan objek penelitian.

b. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, jurnal, karya ilmiah, internet, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian.

2.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data kualitatif cenderung menggunakan pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan umum (Bungin, 2007: 143). Strategi analisa kualitatif, menurut Bungin, umumnya digunakan untuk menganalisis proses sosial yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak di permukaan itu.


(42)

Dengan demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses dan fakta bukan sekedar menjelaskan fakta tersebut.

Model tahapan analisis induktif adalah sebagai berikut (Bungin,2007:144):

1. Melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial, melakukan identifikasi, revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data yang ada.

2. Melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh. 3. Menelusuri dan menjelaskan kategorisasi.

4. Menjelaskan hubungan-hubungan kategorisasi. 5. Menarik kesimpulan-kesimpulan umum. 6. Membangun atau menjelaskan teori.


(43)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Begitu juga halnya dalam kehidupan bernegara, secara jelas tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dimana terkandung makna bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya atas barang dan jasa. Pemenuhan hak dasar dan kebutuhan masyarakat oleh pemerintah, juga termuat dalam sila-sila yang terkandung dalam pancasila terutama sila ke-2, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi dan ideologi tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah sebagai upaya mendukung pelayanan publik yang prima dalam sistem pemerintahan.

Secara umum saat ini penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia dapat dikategorikan “buruk”. Hal ini didasarkan oleh banyaknya keluhan dan pengaduan masyarakat terkait pelayanan, yang sering kita dengar dan baca diberbagai media cetak maupun media elektronik. Pelayanan yang terkesan berbelit-belit, lambat, mahal, melelahkan, rawan akan korupsi, kolusi, dan


(44)

nepotisme (KKN) serta kemampuan aparatur yang minim merupakan deretan keluhan yang menggambarkan pelayanan publik yang kian memprihatinkan (Ihsanuddin, 2014:2).

Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

Jenis- jenis pelayanan yang dimaksud dalam UU No. 25 Tahun 2009 yaitu pelayanan administratif, pelayanan barang, dan pelayanan jasa. Di dalam pelayanan administratif terdapat pelayanan penerbitan sertifikat tanah untuk menjamin hak milik atas tanah masyarakat.

Hak atas tanah dalam UUPA yang disebutkan dalam Pasal 16 dibedakan menjadi:

a. Hak milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak pakai

e. Hak sewa


(45)

g. Hak memungut hasil hutan

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Salah satu macam hak atas tanah yang dapat diberikan di atas tanah negara adalah Hak Milik atas tanah. Hak milik atas tanah dapat dipergunakan dalam berbagai bidang, baik tempat tinggal atau pemukiman, pertanian, perkebunan, perdagangan, industri, dan penambangan dan pada saat ini juga sering dipergunakan masyarakat sebagai investasi ataupun jaminan pinjaman baik kepada pihak bank negara maupun swasta.

Untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak miik atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia dan menekan konflik-konflik pertanahan yang mungkin terjadi maka pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Karena ketika terjadi sengketa tanah, maka penyelesaian secara formal mengharuskan setiap pemegang hak atas tanah bisa membuktikan dengan bukti-bukti tertulis (sertifikat tanah). Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Namun, kondisi birokrasi yang terkesan lamban dan rumit dalam pembuatan sertifikat tanah mengakibatkan sebagian besar masyarakat menjadi malas untuk mengurus sertifikat tanah. Apalagi ditambah dengan


(46)

pemikiran-pemikiran masyarakat yang merasa sertifikat hak tanah tidak terlalu penting. Masyarakat merasa hanya dengan memiliki saksi-saksi, akta jual beli, dan surat keputusan pemberian hak itu sudah menjadi bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa itu adalah tanah mereka. Terkecuali jika mereka akan melakukan pinjaman ke bank maka masyarakat mulai mengurus sertifikat tanahnya agar dapat dijadikan jaminan kepada pihak bank. Dan banyak masyarakat yang tidak mengurus sendiri sertifikat tanahnya karena masyarakat merasa jika mereka yang mengurus akan berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga masyarakat mengurus dengan menggunakan jasa Notaris agar sertifikat tanah mereka cepat selesai, padahal jika mengurus sendiri biayanya akan lebih murah karena tidak dikenakan biaya jasa Notaris (Dedy Prasetya S, 2014:3).

Kesalahan batas ukur tanah yang salah juga terjadi, baik terjadi karena salah pengukuran batas tanah yang dilakukan oleh juru ukur Kantor Pertanaha ataupun pihak pemilik tanah yang sengaja memberikan batas tanah yang salah sehingga dia mendapatkan keuntungan pribadi. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan permasalahan di kemudian hari, terjadinya sengketa antara pemilik tanah yang data tanahnya timpang tindih serta data tanah yang ada di Indonesia menjadi tumpang tindih.

Sebagai salah satu faktor penting bagi terlaksananya program pembuatan sertifikat tanah, maka tingkat kesadaran masyarakat perlu diperhatikan terutama terhadap individu yang memiliki tanah sekaligus yang berkepentingan terhadap pengelolaan tanah tersebut.Untuk itulah masyarakat perlu didekati agar timbul keinginan atau kesadaran untuk melakukan sertifikasi tanah. Oleh karenanya


(47)

menjadi tugas dari Kantor Pertanahan sebagai institusi yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang pertanahan untuk selalu berupaya melakukan sosialisasi terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah di bidang pertanahan kepada masyarakat termasuk berapa lama waktu yang dibutuhkan dan tata cara pengurusan sertifikat.

Hal ini menandakan bahwa kualitas dari pelayanan publik belum tercapai secara maksimal, seperti ketepatan waktu, biaya, transparansi, keprofesionalan, dan partisipatif yang tergambar dari permasalahan-permasalahan tersebut. Hal yang paling utama dari penyelenggaraan pelayanan publik adalah aparat, yang harus menyadari bahwa dirinya adalah sebagai pelayan bagi masyarakat dan masyarakatlah yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya. Sehingga berbagai faktor dan indikator dalam menentukan kualitas pelayanan publik dapat terpenuhi, yang pada akhirnya akan berdampak pada semakin meningkatnya kualitas pelayanan publik.

Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai merupakan unsur pelaksana Pemerintahan Kota Tanjung Balai dalam bidang Pertanahan yang dipimpin oleh seorang kepala kantor yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah yang melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang pertanahan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.


(48)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: "Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai".

1.2.Fokus Penelitian

Dalam penalitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus atau pokok permasalahan yang diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan mempertajam pembahasan. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan mendeskripsikan keefektivitasan pelayanan dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.

1.3.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas

Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai?"

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektivitas pelayanan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam kegiatan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.


(49)

1.5.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Universitas, dapat memberikan masukan bagi bidang studi Ilmu Administrasi Negara mengenai kajian kualitas pelayanan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah.

2. Bagi Instansi, untuk dapat memberikan masukan kepada Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai dalam memberikan pelayanan yang sesuai untuk diterapkan dalam kegiatan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah.

3. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam berpikir dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan yang dihadapi di lapangan.

1.6.Kerangka Teori

Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih (Nawawi; 1993:40).

1.6.1. Efektivitas

1.6.1.1. Pengertian Efektivitas

Dalam suatu organisasi dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan mengamati efektif tidaknya organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya. Menurut Stoner dalam Tjajuk Siswandoko (2011 : 196), efektivitas adalah konsep


(50)

yang luas mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi.

James L. Gibsondkk (Pasolong 2007:3), efektivitas adalah pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian bersama menunjukkan derajat efektivitas. Sondang P. Siagian (2002:171), efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk berbagai kegiatan.

Dari pengertian-pengertian efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas berarti tercapainya sasaran, target, tujuan dengan menggunakan waktu yang sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan diatas, maka ada beberapa unsur-unsur penting dalam efektivitas, yaitu:

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, adanya kesesuaian waktu pelaksanaan program hingga berakhirnya program sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Manfaat, adanya manfaat yang dirasakan oleh penerima program.

4. Hasil, adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai dengan harapan masyarakat.


(51)

1.6.1.2. Pendekatan Efektivitas

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antar rencana atau target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai, maka usaha atau hasil pekerjaan tersebut ialah yang dikatakan efektif. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Terdapat sejumlah jenis pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli dalam membahas efektivitas organisasi. Menurut Lubis dan Husaini, terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi, yaitu:

1. Pendekatan sasaran (goal approach)

Pendekatan ini memusatkan perhatiannya dalam mengukur efektivitas pada aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan. Beberapa sasaran yang dianggap penting dalam kinerja suatu organisasi adalah efektivitas, efisiensi, produktivitas, keuntungan, pengembangan, stabilitas dan kepemimpinan.

2. Pendekatan sumber (system resource approach)

Pendekatan ini mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Indikator yang dipergunakan dalam pendekatan ini adalah kemampuan


(52)

memanfaatkan lingkungan, menginterpretasikan lingkungan, kemampuan memelihara kegiatan organisasi dan dan kemampuan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan.

3. Pendekatan proses (process approach)

Pendekatan ini menekankan pada aspek internal organisasi publik, yaitu dengan mengukur efektivitas layanan publik melalui berbagai indikator internal organisasi, seperti efisiensi dan iklim organisasi. Indikator yang digunakan adalah komunikasi, perhatian, kerjasama, loyalitas, desentralisasi, pengambilan keputusan, dan sebagainya.

4. Pendekatan integratif (integrative approach)

Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan diatas, yang muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan dari masing-masing pendekatan. Termasuk dalam pendekatan ini antara lain adalah pendekatan konstituensi, yakni pendekatan bidang sasaran dan kerangka ketergantungan. Pendekatan konstituensi memusatkan perhatiannya pada konstituensi organisasi, yaitu berbagai kelompok di dalam dan di luar organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi, seperti karyawan, pemilik, konsumen, dan sebagainya.

Sondang P Siagian mengemukakan bahwa efektivitas suatu organisasi dapat diukur dari berbagai hal, yaitu kejelasan tujuan, kejelasan strategi, pencapaian tujuan, proses analisa, dan perumusan kebijakan yang mantap, tersedianya sarana dan prasarana yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.


(53)

Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan, antara lain :

1. Faktor waktu.

Ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari satu orang ke orang lain.

2. Faktor kecermatan.

Faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada pelanggan. Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak terlalu tinggi kepada pemberi layanan apabila terjadi banyak kesalahan dalam proses pelayanan meskipun diberikan dalam waktu singkat.

3. Faktor gaya pemberian layanan.

Faktor ini melihat cara dan kebiasaan pemberi layanan dalam memberikan jasa kepada pelanggan.

1.6.2. Pelayanan Publik

1.6.2.1. Pengertian Pelayanan

Pada dasarnya, pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok orang dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut Davidow (Waluyo, 2007:127), pelayanan adalah hal-hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk akan meningkatkan daya atau nilai


(54)

terhadap pelanggan. Menurut Kotler dalam Sinambela (2006 : 4), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Monir (Pasolong, 2007:128), pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas birokrat terhadap masyarakat (Sinambela, 2008 : 6).

1.6.2.2. Pengertian Pelayanan Publik

Sinambela (Pasolong, 2007:128) mendefinisikan pelayanan publik sebagai setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah terhadap sejunmlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan publik menurut Kurniawan (Pasolong, 2007:128) adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima


(55)

kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat.

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yaitu pelayanan harus memperhatikan spesifikasi jenis pelayanan ini penting untuk menghindari kesalahan dalam penentuan persyaratan, waktu, prosedur, maupun biaya.

a. Persyaratan

Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. Persyaratan pelayanan merupakan suatu tuntuan yang harus dipenuhi, dalam proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Persyaratan pelayanan dapat berupa dokumen atau barang/hal lain, tergantung kebutuhan masing-masing jenis pelayanan.

b. Prosedur

Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi penerima pelayanan. Prosedur pelayanan merupakan proses yang harus dilalui seorang pelanggan untuk mendapatkan pelayanan yang diperlukan.

Disamping itu, penyelenggara pelayanan wajib memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP).

c. Waktu

Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan. Kemudian waktu-waktu yang diperlukan dalam setiap proses


(56)

pelayanan(dari tahap awal amapai akhir) dijumlahkan untuk mengetahui keseluruhan waktu yang dibutuhkan.

d. Biaya

Biaya adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus/memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat. 1.6.2.3. Asas dan Tujuan Pelayanan Publik

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2009 (pasal 4), yaitu:

1. Kepentingan umum. Artinya, pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.

2. Kepastian hukum. Artinya, jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Kesamaan hak. Artinya, pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban. Artinya, pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

5. Keprofesionalan. Artinya, pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.


(57)

6. Partisipatif. Artinya, peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif. Artinya, setiap warga negara memperoleh pelayanan yang adil.

8. Keterbukaan. Artinya, setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

9. Akuntabilitas. Artinya, proses penyelengaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Artinya, pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

11. Ketepatan waktu. Artinya, penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

12. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Artinya, setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasaan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:


(58)

1. Transparansi. Yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas. Yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Kondisional. Yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif. Yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak. Yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban. Yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

1.6.2.4. Kriteria Pelayanan Publik

Menurut Zethaml & Haywood Farmer (Pasolong, 2007 : 133), ada tiga karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu:

1. Intangibility

Pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman dan bukan objeknya.Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung,


(59)

diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.

2. Heterogeinity

Pemakai jasa atau klien atau pelanggan memilk kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke waktu.

3. Inseparability

Produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsekuensinya didalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa kedalam produksi disektor pabrik kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interkasi antara klien/pelanggan dengan penyedia jasa.

Menurut Keputusan MenPAN Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan, sebagaimana tertera pada lampirannya diatur mengenai kriteria pelayanan masyarakat yang baik, yaitu sebagai berikut (Santosa, 2008:63):

1. Kesederhanaan. Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.


(60)

2. Kejelasan dan Kepastian. Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

a) Prosedur atau tatacara pelayanan. b) Persyaratan pelayanan.

c) Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan.

d) Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya.

e) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

3. Keamanan. Kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

4. Keterbukaan. Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi layanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif, serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan pada masyarakat agar mudah diketahui.

5. Efisien. Kriteria ini mengandung arti:

a) Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.


(61)

b) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan peryaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintahan lain yang terkait.

6. Ekonomis. Kriteria ini mengandung arti bahwa biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:

a) Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran.

b) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar. c) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Keadilan Merata. Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

8. Ketepatan Waktu. Kriteria ini mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu telah ditentukan.

1.6.2.5. Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan administratif.

Pelayanan yang diberikan olah unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang


(62)

secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, rekomendasi, keterangan, dan lain-lain. Contoh pelayanan ini, antara lain : Sertifikat tanah, IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, akte kematian), dan lain sebagainya.

2. Pelayanan barang.

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi termasuk penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit/individu) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini, antara lain: listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon, dan lain sebagainya.

3. Pelayanan jasa.

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara, pelayanan kesehatan, perbankan, pos, dan lain sebagainya.


(63)

Ketiga jenis pelayanan tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau masyarakat (publik). Artinya, kinerja pelayanan publik instansi pemerintah harus berorientasikan publik sehingga dapat mengubah paradigma aparatur dari “dilayani” menjadi “melayani”.

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kinerja pelayanan publik senantiasa menyangkut tiga unsur pokok, yaitu : unsur kelembagaan penyelenggara pelayanan, proses pelayanan serta sumber daya manusia pemberi layanan. Dalam hubungan ini maka upaya peningkatan kinerja pelayanan publik senantiasa berkenaan dengan pengembang tiga unsur tersebut (Surjadi, 2009 : 9).

1.6.3. Sertifikat Tanah

1.6.3.1. Pengertian Sertifikat Tanah

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dijelaskan bahwa untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah maka perlu dilakukan kegiatan pendaftaran oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur.

Salah satu kegiatan pendaftaran tanah adalah pemberian tanda bukti hak. Tanda yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah adalah sertifikat. Menurut PP No. 10 Tahun 1960 disebutkan bahwa sertifikat tanah adalah salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan kertas sampul yang bentuknya ditentukan oleh Menteri Agraria. Sedangkan dalam PP


(64)

No.24 Tahun 1997, sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah , hak atas pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian di atas ,dapat disimpulkan bahwa sertifikat tanah terdiri atas buku tanah dan surat ukur yang asli dijahit menjadi sampul. Buku tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.

Sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Data fisik (pemetaan) meliputi letak tanah, batas-batas tanah , luas tanah dan bangunan/tanaman yang ada diatasnya. Sedangkan data yuridis berupa status tanah (jenis haknya), subjeknya, hak-hak pihak ketiga yang membebaninya dan jika terjadi peristiwa hukum atau perbuatan hukum, wajib didaftarkan. Selanjutnya, sertifikat tanah hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah sebagai pemegang hak atau kepada pihak yang diberikan kuasa oleh pemegang hak.

1.6.3.2. Fungsi Sertifikat Tanah


(65)

1. Sertifikat tanah sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA. Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas namanya tercantum dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang tercantum dalam sertifikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikan sebaliknya.

2. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya. Dengan demikian, apabila pemegang hak atas tanah itu seorang pengusaha akan memudahkan baginya mengembangkan usahanya karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.

3. Bagi pemerintah, dengan adanya sertifikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada kantor agraria. Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki administrasi pertanahan di Indonesia.

1.6.4. Hak Milik Atas Tanah

1.6.4.1. Pengertian Hak Milik Atas Tanah

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan,


(66)

peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (Urip Santoso,2007:10).


(1)

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan, semangat dan ketekunan kepada penulis selama masa penyelesaian skripsi yang berjudul “Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai”. Adapun penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, semangat dan dorongan, baik itu secara moral maupun secara materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih sedalam-dalamnya kepada pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pengerjaan skripsi ini. Skripsi ini saya dedikasikan untuk semua pihak yang telah banyak membantu, yaitu :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Rasuddyn Ginting, M.Si.


(3)

3. Kepada Ibu Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

4. Kepada Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah memberikan banyak ilmu selama perkuliahan.

6. Staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, khusus untuk Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.

7. Untuk Bapak H. Zulkarnain , SH selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Bapak Zulhelmi, SH selaku Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, Bapak Dian Syaputra Saragih, S.ST selaku Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan, serta seluruh Pegawai di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai yang telah bersedia meluangkan waktu dan banyak memberikan informasi kepada penulis untuk keperluan penyusunan skripsi ini.

8. Untuk kedua orang tua saya Bapak Awardi Chaniago dan Ibu Nurgaya Lubis, terima kasih sedalam-dalamnya untuk semua doa, nasehat dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang kalian berikan untuk ku, Terima kasih untuk pengorbanan kalian yang tiada habis nya. Doa kalian yang mengantar ku ke jalan kesuksesan. Semoga selalu diberikan kesehatan dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa.


(4)

9. Untuk Ardhiansyah “pacarku” makasih banyak telah meluangkan waktu untuk menemani saya penelitian, mengantarkan kemana aja, kapan aja, dan jam berapa aja, kamu adalah sosok orang yang tidak pernah capek mendengar keluh kesah saya dan selalau menyamangati saya. Terima kasih sayang.

10. Untuk teman saya Misnah Sinaga, Irma Susanti Pardosi, dan Supiana Eka Sari,terima kasih sedalam-dalamnya untuk semua bantuan, dukungan, dan pengorbanan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga selalu diberikan kesehatan, rezeki, dan perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 11. Untuk teman-teman saya ; Aisah, Melda, Riana, Hapsoh, Sri, Tri, Emi, dan Rida. Terima kasih untuk semua bantuan, dukungan, saran dan masukan, selama masa perkuliahan ini, dan yang gak pernah absen merayakan ultah teman-teman.

12. Kepada seluruh teman-teman AN 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya . Sukses buat stambuk 2012 “AN Satu AN Jaya”.

Medan, Juli 2016

Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Abstrak ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 6

1.3. Rumusan Masalah ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.6. Kerangka Teori... 7

1.6.1. Efektivitas 1.6.1.1.Pengertian Efektivitas ... 7

1.6.1.2.Pendekatan Efektivitas ... 9

1.6.2. Pelayanan Publik 1.6.2.1.Pengertian Pelayanan ... 11

1.6.2.2.Pengertian Pelayanan Publik ... 12

1.6.2.3.Asas dan Tujuan Pelayanan Publik ... 14

1.6.2.4. Kriteria Pelayanan Publik ... 16

1.6.2.5.Jenis-Jenis Pelayanan Publik ... 19

1.6.3. Sertifikat Tanah 1.6.3.1.Pengertian Sertifikat Tanah ... 21

1.6.3.2.Fungsi Sertifikat Tanah ... 23

1.6.4. Hak Milik Atas Tanah 1.6.4.1.Pengertian Hak Milik Atas Tanah ... 24

1.6.4.2.Kewenangan dan Kewajiban Pemegang Hak Milik Atas Tanah ... 32

1.6.4.3.Asas Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah ... 35

1.7. Definisi Konsep ... 37

1.8. Sistematika Penulisan ... 38

BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Bentuk Penelitian ... 40

2.2. Lokasi Penelitian ... 40

2.3.Informan Penelitian ... 40

2.4.Teknik Pengumpulan Data ... 41

2.5.Teknik Analisa Data ... 42

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENEITIAN 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

3.1.1. Sejarah Badan Pertanahan Nasional (BPN) ... 44

3.1.2. Logo Badan Pertanahan Nasional (BPN) ... 50


(6)

3.3 Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai ... 52

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Karekteristik Informan ... 63

4.2 Hasil Wawancara ... 63

4.2.1. Persyaratan Pelayanan ... 63

4.2.2. Prosedur Pelayanan ... 65

4.2.3. Waktu Pelayanan ... 66

4.2.4. Biaya Pelayanan ... 68

4.2.5. Hambatan ... 68

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Hasil Analisis Data ... 70

5.1.1. Persyaratan Pelayanan ... 71

5.2.2. Prosedur Pelayanan ... 72

5.2.3. Waktu Pelayanan ... 73

5.2.4. Biaya Pelayanan ... 74

5.2.5. Hambatan ... 75

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 77