Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Atopi dan Penyakit Alergi pada Anak

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit alergi seperti asma, rinitis alergik (RA), dermatitis atopik (DA),
konjungtivitis alergik (KA) dan alergi makanan adalah reaksi hipersensitivitas
yang diperantarai oleh mekanisme imunologi spesifik.1 Penyakit alergi
berkembang mengikuti allergic march dan berkaitan erat dengan atopi.2 Atopi
adalah kecenderungan seseorang dan atau keluarga untuk tersensitisasi dan
menghasilkan imunoglobulin E (IgE) sebagai respons terhadap paparan
alergen.1 Penderita atopi dapat mempunyai atau tidak mempunyai gejala
alergi. Paradigma saat ini adalah penyakit alergi terjadi karena adanya
gangguan keseimbangan sitokin yang disekresikan oleh sel T helper 1 (Th1)
dan T helper 2 (Th2) yang menyebabkan ekspresi sitokin cenderung ke arah
Th2. Sitokin ini mampu menginduksi produksi IgE.2,3
Selama beberapa dekade terakhir prevalensi penyakit alergi di negara
berkembang maupun negara maju menunjukkan peningkatan. Penelitian The
international Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun
2002 menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi asma, RA dan DA
terutama pada kelompok anak usia 6 sampai 7 tahun.4 Di Amerika Serikat,
prevalensi reaktivitas uji kulit untuk 6 alergen umum meningkat dua sampai

lima kali lipat pada periode 1988 sampai 1994 dibandingkan periode 1976
sampai 1980.5

Universitas Sumatera Utara

Saat ini prevalensi obesitas dan overweight juga

mengalami

peningkatan.6 Hal ini menyebabkan banyak penelitian tentang hubungan
indeks massa tubuh (IMT) dengan asma dan penyakit alergi lain, namun
penelitian ini pada anak masih terbatas dan memberikan hasil yang
bervariasi. Beberapa penelitian menunjukkan obesitas dan overweight
berhubungan erat dengan wheezing atau yang terdiagnosis asma dan
penyakit alergi lain serta kadar IgE serum tinggi.7-10 Penelitian lain
menunjukkan IMT tidak berhubungan dengan asma maupun atopi.11,12
Penelitian di Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan adanya hubungan
obesitas dan riwayat keluarga atopi dengan penyakit atopik13, namun belum
ada penelitian mengenai hubungan IMT yang membandingkan prevalensi
atopi dan penyakit alergi pada obesitas, overweight dengan normoweight di

Indonesia.
Mekanisme yang menjelaskan patofisiologi hubungan obesitas dengan
sensitisasi ini masih terbatas. Salah satu mekanisme yang diajukan untuk
menjelaskannya

adalah

gangguan

toleransi

imun

berkaitan

efek

imunomodulasi Th1 dan Th2 oleh sitokin proinflamasi dan adipokin, seperti
leptin, yang meningkat pada obesitas.14


Universitas Sumatera Utara

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan:
1. Apakah terdapat hubungan antara IMT dengan atopi pada anak?
2. Apakah terdapat hubungan antara IMT dengan penyakit alergi pada
anak?

1.3. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara IMT dengan atopi pada anak.
2. Terdapat hubungan antara IMT dengan penyakit alergi pada anak.

1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya hubungan antara IMT dengan atopi dan penyakit
alergi pada anak.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Menilai hubungan antara IMT dengan asma bronkial pada
anak.

2. Menilai hubungan antara IMT dengan RA pada anak.
3. Menilai hubungan antara IMT dengan DA pada anak.

Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teori
Studi ini meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang hubungan
IMT dengan atopi, asma dan penyakit alergi lain sehingga membantu
dokter dalam penatalaksanaan anak penderita alergi.
2. Manfaat bagi masyarakat
Studi ini membantu perencanaan strategi pencegahan terhadap asma dan
penyakit alergi lain pada anak dengan IMT yang tinggi sehingga dapat
mengurangi

komplikasi

akibatnya

dan


bermanfaat

dalam

usaha

memperbaiki status gizi penderita alergi.
3. Manfaat bagi pengembangan ilmu dan penelitian
Memberikan data awal terhadap bidang alergi imunologi tentang
hubungan antara IMT dengan atopi, asma dan penyakit alergi lain pada
anak.

Universitas Sumatera Utara