SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA ANTARA SO

TABRANI. ZA
www.tabraniza.com

About Education Zone
Philosophical Thought on Education Zone oriented not only to formal education, but
education is oriented to all aspects of education through which human life from birth until
the end. Education is an attempt to empower, develop and humanize, education oriented
to the formation of character, faith, and faith. Oriented education to the process of
changing attitudes, capabilities and process development as well as the potential increase
in the quality of human life, thereby producing learners who have the intellectual and
noble spirit. We believe in constantly learning and taking bold actions that create lasting,
systemic change within public education. We value all dimensions of diversity and seek to
model the fairness and justice that we want to see in the world.

Title

SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA-ANTARA SOLUSI DAN
ILUSI

Author


Tabrani. ZA

Categories

Pendidikan

Configuration Article
Publish Date

January 06, 2017

Source

http://www.tabraniza.com/2017/01/sistem-pendidikan-diindonesia-antara.html

www.tabraniza.com

SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA: ANTARA SOLUSI DAN ILUSI
TABRANI. ZA
Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Indonesia

Peneliti pada SCAD Independent

Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan
kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun
pendidikan sekolah.
Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualitas
SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena
pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Indonesia sekarang
menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ketika dunia pendidikan kembali dituding telah gagal membentuk watak mulia pada
anak didik. Maka seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau
muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah
mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, mungkin banyak dari kalangan pemerhati
dan pelaku pendidikan, mempersoalkan hal yang lebih mendasar. Yakni tentang sistem
pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang
adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan

nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekuler-materialistik inilah
yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transendental pada semua
proses pendidikan.
Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang
sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan
teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan
yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan
pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama dan
pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah
dasar, sekolah menengah dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional.
Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat
mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar
kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah
dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental
dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan.
Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.
Pendidikan Sekuler bagian dari Kehidupan Sekuler
Education Zone (www.tabraniza.com)


Page 1

Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah
merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga
sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak
pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.
Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan
individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekularistik tadi lahirlah
berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang
kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang
egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan
yang materialistik.
Ilusi Dunia Pendidikan
Untuk menerapkan sistem pendidikan yang baik dan mencerahkan bagi siswa, para
guru, orang tua dan masyarakat, tak perlu jauh-jauh berguru pada Paolo Friere dengan sistem
pendidikan pembebasannya atau Rabindranat Tagore dengan Santiniketannya, apalagi dengan
meliberalkan sistem pendidikan, cukup dengan menghilang perangkap “ilusi-nya” bahwa
pemerintah, orang tua dan guru yang lebih tahu apa yang terbaik bagi siswa. Nilai-nilai apa
yang pantas dan benar ditanamkan di benak para siswa yang kita pandang hanya kelincikelinci percobaan, atau tanah liat yang bisa kita bentuk seenanknya dan semaunya dengan
tanpa melihat pada kekhususan-kekhususan dan anaeka potensi, kreativitas, serta kemampuan

yang berbeda dari tiap-tiap siswa.
Dewasa ini banyak orang yang menghabiskan waktunya secara spartan di lembagalembaga pendidikan lalu merasa tidak mendapat apa-apa dan menjadi apa-apa, Kendati telah
meraih serenceng gelar yang berderet di belakang namanya. Faktanya memang banyak orangorang pintar jebolan sekolahan yang merasa frustasi, tersesat dan akhirnya jadi koruptor.
Belum lagi bicara yang putus sekolah atau DO dari kampus lalu kemudian mengisi daftar
panjang para penganggur dan pemakai obat-obatan, serta peserta tawuran antar kampus atau
sekolah.
Walau banyak juga para alumni yang sukses dan telah berada di jalan yang benar, tapi
secara umum, pendidikan sekarang perlu dijiwai dengan semangat baru, mungkin itulah
sebabnya pemerintah bersikeras mengimplementasikan kurikulum baru 2013, dengan visi dan
misi yang lebih menekankan pada pendidikan karakter siswa, meski masih kontroversi.
Kebanyakan para siswa telah melewatkan waktunya di sekolah bertahun-tahun untuk
tidak mendapat arti dan nilai hidup manusia dengan pertolongan orang lain yang telah
mengungkapkan pengalaman mereka lewat pelajaran-pelajaran dan tulisan-tulisan mereka,
tetapi kebanyakan mereka hanya sibuk berusaha mengumpulkan kredit, naik kelas, lalu
mendapat ijazah dan dengan demikian mengorbankan perkembangan diri pribadi mereka
sendiri.
Dalam suasana seperti itu, tidak mengherankan bahwa orang menjadi semakin enggan
untuk belajar karena perkembangan mental dan emosional yang sesungguhnya telah
dihalang-halangi oleh situasi pendidikan, di mana murid menganggap guru lebih sebagai tuan


Education Zone (www.tabraniza.com)

Page 2

yang selalu menuntut, bukan sebagai pembimbing yang menemani mereka dalam mencari
pengetahuan dan pengertian.
Salah satu dari persoalan-persoalan yang paling besar dalam pendidikan ialah
diberikannya pemecahan masalah, sedangkan masalah itu sendiri sebetulnya tidak ada.
Agaknya sumber pendidikan dan pemberian informasi yang paling sedikit digunakan ialah
pengalaman murid sendiri. Kadang-kadang guru berbicara mengenai kasih dan benci, takut
dan kegembiraan, harapan dan keputusasaan sementara murid mencatat atau melihat keluar
jendela karena bosan. Juga tak paham, karena sejatinya apa yang didengarkan bukan
pengalaman merek sendiri tentang hal-hal tersebut di atas. Dengan sendirinya persoalanpersoalan yang muncul di sana takkan pernah dapat tertangani apalagi tersolusikan kelak.
Mereka biasanya terima saja karena tak ingin tampak ringkih dan bodoh. Tak ada
yang berani mengingatkan pada teman-teman dan guru bahwa masih ada beberapa soal yang
sangat penting dalam kehidupan yang belum disentuh. Mereka merasa lebih aman dengan
diam saja tanpa protes pada yang membuat mereka mengantuk, demi menghindar dari cap
murid yang tak patuh dan santun.
Maka mengajar, pertama-tama menuntut diciptakannya suatu ruang di mana murid
atau guru dapat masuk dalam suatu relasi yang tidak diwarnai rasa takut dan menjadikan

pengalaman hidup mereka masing-masing sebagai sumber utama dan paling bernilai bagi
perkembangan dan pendewasaan pribadi. Untuk itu dituntut rasa “saling percaya” Di sana
mereka yang mengajar dan mereka yang ingin belajar dapat saling hadir satu bagi yang lain,
tidak sebagai pihak-pihak yang saling berlawanan, tetapi sebagai pribadi-pribadi yang
berjuang bersama dan mencari kebenaran yang sama pula.
Jadi pendidikan mengimplemantasikan bukan sekedar pengajaran atau penyampaian
pengetahuan (ta’lim), tetapi pelatih, pembangkit seluruh potensi diri siswa (tarbiyah). Jadi
guru bukan sekedar seorang mu’alim atau penyampai pengetahuan, tetapi juga sekaligus
murabbi, pelatih jiwa dan kepribadian sekaligus pendamping atau teman seperjalanan siswa.
Solusi Fundamental
Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekularistik yang terbukti
telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang Abidu
al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang
keliru di mana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan juga
sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekularistik, yakni
sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik.
Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni (1)
kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta
tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan
sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan (3) keadaan

masyarakat yang tidak kondusif .
Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari
peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu
Education Zone (www.tabraniza.com)

Page 3

pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadian
guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani.
Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orang tua
dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperparah terjadinya disfungsi
rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan. Sementara itu, masyarakat yang
semestinya menjadi media pendidikan yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari
berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik
di bidang ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada
norma agama; berita-berita pada media masa yang cenderung mempropagandakan hal-hal
negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta langkanya keteladanan pada masyarakat.
Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak
menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian

adalah sinergi pengaruh negatif kepada pribadi anak didik.
Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan
pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diujudkan dengan Oleh karena itu, penyelesaian
problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya
dapat diujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari
perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran
derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi
fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.
Solusi pada Tataran Paradigmatik
Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas aqidah Islam yang
bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan
standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi
guru/dosen serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya
tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus
mengacu pada asas di atas.
Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah
optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah) dan
penguasaan tsaqafah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian
sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi, epistemologi dan aksiologi keilmuan
yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan ketiganya).

Solusi pada Tataran Strategi Fungsional
Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga,
sekolah/kampus dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat
kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat.
Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah
berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum.
Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah
kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
Education Zone (www.tabraniza.com)

Page 4

Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus
memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian sehingga arah dan tujuan
pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama, Kondisi tidak ideal seperti diuraikan
di atas harus diatasi.
Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem
pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan
fungsional, yakni: Pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan di mana semua
komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru/dosen

yang profesional, amanah dan kafa’ah, (3) proses belajar mengajar secara Islami, dan (4)
lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan
secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya
meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan
pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak
didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.
Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar
keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh
positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus – keluarga – masyarakat inilah yang akan
membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam.
Berangkat dari paparan di atas, maka untuk mewujudkan lembaga pendidikan
unggulan yang dimaksud setidaknya terdapat empat komponen yang harus dipersiapkan guna
menunjang tindak solusi sebagaimana yang digagas, yakni penyiapan kurikulum
paradigmatik, sistem pengajaran, sarana prasarana dan sumber daya guru/dosen.{Ђ}
Reference
Altanchimeg, Z., Battuya, D., & Tungalag, J. (2016). The Current Circumstances and
Challenges of Migrant Labor Force of Mongolia in North Eastern Asia. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 4(1), 27-38.
Amna, Z., & Lin, H. C. (2016). The Effects of Psychoeducational Methods On College
Students’attitudes Toward PTSD. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 183-194.
Bakar, A., & Anwar, A. (2015). Learning Materials in Character Education. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(3), 405-416.
Beer, C. (2015). Democracy and Gender Equality. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(2), 323-342.
Bhebhe, G., & Mugurani, M. (2016). Challenge Learning for Teachers in Rural Gweru
Zimbabwe. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(3), 295-308.
Buseri, K. (2015). Epistemologi Islam dan Reformasi Wawasan Pendidikan. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(1), 77-102.
Gooby, P. T. (2015). UK Policy Community Viewing Ethnic Diversity Policy: From Stronger
To Weaker Multi-Culturalism?. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(2), 217-234.
Hadi, A. (2014). Dinamika Sistem Institusi Pendidikan di Aceh. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(3),
179-194.
Haynes, J. (2015). Religion in Global Politics: Explaining Deprivatization. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(2), 199-216.

Education Zone (www.tabraniza.com)

Page 5

Huwaida, H. (2015). Change and Development in the Acehnese Dayah Salafi (A Case
Study). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(2), 279-294.
Idris, S., & Tabrani, Z. A. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam Konteks
Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 3(1), 96-113.
Isri, S. (2014). Konsep Pendidikan Jerman dan Australia. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 261286.
Karibi, R. A. I. N. (2015). Religion, Human Rights and the Challenges of Freedom. Jurnal
Ilmiah Peuradeun, 3(1), 39-54.
Kaylene, P., & Rosone, T. L. (2016). Multicultural Perspective on the Motivation of Students
in Teaching Physical Education. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(1), 115-126.
Lewis, M. (2016). Character Education as the Primary Purpose of Schooling for the
Future. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 137-146.
Madung, O. G. (2014). Paradigma Holisme Hegelian dan Kritik Atas Liberalisme. Jurnal
Ilmiah Peuradeun, 2(2), 45-60.
Maimunah, M. (2014). Relevansi Metode dan Pendekatan Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 2(2), 287-300.
Marzuki, M. (2016). Diniyyah in Public Schools: A Model of Islamic Curriculum
Implementation in Multi Religious Society in Banda Aceh-Indonesia. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 4(1), 15-26.
Mizal, B. (2014). Pendidikan dalam Keluarga. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(3), 155-178.
Morgan, J. H. (2014). Americanizing Islam as the Price of Assimilation. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 2(2), 1-16.
Musradinur & Tabrani. ZA. (2015). Paradigma Pendidikan Islam Pluralis Sebagai Solusi
Integrasi Bangsa (Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia). Proceedings
1st Annual International Seminar on Education 2015. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press,
77-86
Nufiar, N., & Idris, S. (2016). Teacher Competence Test of Islamic Primary Teachers
Education in State Islamic Primary Schools (MIN) of Pidie Regency. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 4(3), 309-320.
Nurhasanah, N., & Nida, Q. (2016). Character Building of Students by Guidance and
Counseling Teachers Through Guidance and Counseling Services. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 4(1), 65-76.
Ogwu, E. (2016). The Native Cultures on Student Discipline in School, Nigeria. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 4(2), 195-204.
Pomalingo, S. (2014). Perguruan Tinggi dan Transformasi Nilai-Nilai Islam dalam Konteks
Sosial-Budaya Masyarakat Indonesia. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(3), 119-134.
Rajab, T. (2015). An Applied Model of Teaching Materials to Improve Students’ Speaking
Skill. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(1), 103-118.
Rosyidi, A. W. (2014). Peningkatan Kualitas Pengajar Bahasa Arab Sebagai Upaya
Meningkatkan Standar Mutu Pembelajaran Bahasa Arab. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 2(3), 195-210.
Salami, S. (2015). Implementing Neuro Linguistic Programming (NLP) in Changing
Students’ Behavior: Research Done at Islamic Universities in Aceh. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(2), 235-256.

Education Zone (www.tabraniza.com)

Page 6

Saminan, S. (2015). Internalisasi Budaya Sekolah Islami di Aceh. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(1),
147-164.
Sariakin, S. (2016). Model-Based Development of English Language Learning Characters in
Improving Students Achievement of SMA. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 173-182.
Steinbach, M., & Afroozeh, S. (2016). Comparative Education in the Educational Systems
and Problems in Likenesses and Differences between Regions of the World. Jurnal
Ilmiah Peuradeun, 4(3), 333-346.
Sulaiman, S. (2015). Classroom Management and the Implications to Quality of
Learning. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(3), 431-440.
Suzanne, R., & Nathalie, L. (2016). Multiculturalism as an Alternative A Cultural Orientation
to Education in the Aspect of Culture as the Axiological Focus. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 4(3), 383-394.
Syahminan, S. (2014). Modernisasi Sistem Pendidikan Islam di Indonesia pada Abad
21. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 235-260.
Tabrani, Z. A. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian
Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 127-144.
Tabrani, Z. A. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 2(2), 211-234.
Tabrani, Z. A., & Masbur, M. (2016). Islamic Perspectives on the Existence of Soul And ITS
Influence in Human Learning (A Philosophical Analysis of the Classical and Modern
Learning Theories). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2), 99-112.
Tabrani. ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (Antara Tradisional dan Modern). Selangor: Al-

Jenderami Press
Tabrani. ZA. (2011). Dynamics of Political System of Education Indonesia. International

Journal of Democracy, 17(2), 99-113
Tabrani. ZA. (2011). Nalar Agama dan Negara dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Suatu
Telaah Sosio-Politik Pendidikan Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama, 10(2), 395-

410
Tabrani. ZA. (2011). Pendidikan Sepanjang Abad (Membangun Sistem Pendidikan Islam di

Indonesia Yang Bermartabat). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional 1 Abad
KH. Wahid Hasyim. Yogyakarta: MSI UII, April 2011.
Tabrani. ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of

Democracy, 18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2013). Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan
Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(2), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Modernisasi Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi Pendidikan),
Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Urgensi Pendidikan Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal

Sintesa, 13(1), 91-106
Tabrani. ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13(2), 250-270

Education Zone (www.tabraniza.com)

Page 7

Tabrani. ZA. (2014). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Tafsir
Maudhu`i. Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 2(1), 19-34
Tabrani. ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat (Studi Analisis atas
QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani. ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi
Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2016). Aliran Pragmatisme dan Rasionalisasinya dalam Pengembangan Kurikulum 2013,
dalam Saifullah Idris (ed.), Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam
Kurikulum 2013, Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press 2016
Tabrani. ZA. (2016). Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis Geo-Kultur Islam dan
Politik Pada Kerajaan Turki Usmani). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2),
130-146.
Tabrani. ZA. (2016). Transpormasi Teologis Politik Demokrasi Indonesia (Telaah Singkat Tentang
Masyarakat Madani dalam Wacana Pluralisme Agama di Indonesia). Al-Ijtima`iInternational Journal of Government and Social Science, 2(1), 41-60
Tan, C. (2015). Educative Tradition and Islamic School in Indonesia. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(3), 417-430.
Usman, M. (2015). Teaching Model of Learning English Writing at University. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(3), 441-450.
Usman, N., Murniati, A. R., & Marzuki, M. (2016). The Influence of Leadership in Improving
Personnel Performance At Traditional Islamic Boarding School (Dayah). Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 4(2), 205-216.
Walidin, W. (2016). Informal Education as A Projected Improvement of the Professional
Skills of Employees of Organizations. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(3), 281-294.
Walidin, W., Idris, S & Tabrani. ZA. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Grounded
Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press
Vitoria, L., & Monawati, M. (2016). Improving Students’ Problem Solving Skill in
Mathematics Through Writing. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 231-238.
Yusoff, M. Z. M., & Hamzah, A. (2015). Direction of Moral Education Teacher To Enrich
Character Education. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(1), 119-132.

Education Zone (www.tabraniza.com)

Page 8