Laporan Praktikum Kimia Dasar 2

DISUSUN OLEH: KELOMPOK VI

  Cita Tri Murni Andayanti

  1407035013

  Jeffrey Yosua Sitinjak

  1407035056

  Reka Oktaviani

  1407035008

  Rike Dominta Aprianti Manik

  1407035021

LABORATORIUM KIMIA DASAR FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2015

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Asidi-Alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam basa. Secara sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH di atas7, sedangkan basa merupakan larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua larutan tersebut memiliki kekuatan yang sama, maka bila dicampurkan dengan volume yang sama, akan didapatkan larutan yang memiliki pH netral.

  Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari lautan standar sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara pembakuan. Yang dibantu dengan larutan standar sekunder atau larutan yang konsentrasinya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan, yang ditambahkan indikator pH sebagai penentu tingkat keasaman suatu larutan.

  Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam-basa (melalui asisi-alkalimetri)

  diantaranya adalah HCl, H 2 SO 4 , NaOH, KOH dan sebagainya. Asam dan basa tersebut

  memiliki sifat-sifat yang menyebabkan konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung dari proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan ini disebut larutan standar sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan dengan suatu standar primer.

  Percobaan ini dilakukan agar dapat mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan asidimetri, mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan alkalimetri dan mengetahui volume titran yang didapatkan ketika cuka dagang dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

   Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada

  percobaan asidimetri.  Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada

  percobaan alkalimetri.  Mengetahui volume titran yang didapatkan ketika cuka dagang dititrasi dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  Makna pH telah cukup luas dibahas, meliputi cara perhitungan dan cara pengaturannya, tetapi belum diulas cara pengukurannnya dalam percobaan. Suatu cara sederhana melibatkan penggunaan indikator. Indikator asam-basa adalah asam lemah, yang asam tak terion-nya (HIn) mempunyai warna yang berbeda. Jika sedikit indikator dimasukkan dalam larutan, larutan akan berubah warna tergantung pada apakah kesetimbangan bergeser kea rah bentuk asam atau anion. Arah kesetimbangan reaksi tergantung pada pH (Petrucci, 1987).

  Dua indikator asam-basa yang khas adalah jingga metil dan fenolftalein. Jingga metil berwarna merah dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. Dalam larutan dengan pH diatas 4,4 zat ini brwarna kuning. Sebaliknya, fenolftalein tak berwarna. Pada pH = 10 zat ini berwarna merah. Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna (Fessenden, 1986).

  Indikator berubah warna karena sistem kromotornya diubah oleh reaksi asam-basa. Dalam larutan asam jingga metil terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu struktur azo terprotonkan; hibrida resonansi berwarna merah. Nitrogen azo tidak bersifat basa kuat, dan gugus azo terprotonkan melepas ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. Kehilangan proton ini mengubah struktur elektronik senyawa itu, yang mengakibatkan perubahan warnam dari merah ke kuning (Fessenden, 1986).

  Nilai komersial fenolftalein adalah sebagai komponen aktif dalam obat urus-urus atau pencuci perut (laxative) berbentuk permen. Namun, fenolftalein juga merupakan salah satu indikator titrasi yang paling terkenal. Dalam larutan asam, fenolftalein berbentuk suatu lakton yang tak berearna. Dalam lakton, karbon pusat berada dalam

  keadaan hibrida –sp 3 , oleh karena itu ketigs cincin benzena terpencil, tidak berkonjugasi (Fessenden, 1986).

  Pada pH lebih dari 8,3 (larutan basa), suatu hidrogen fenol disebut dari dalam fenolftalein, cincin lakton terbuka, dna karbon pusat mwnjadi terhibridisasi –sp 2 . Dalam

  bentuk ini, cincin-cincin benzena berada dalam konjugasi, dan sistem pi yang ekstensif itu menimbulkan warna merah, yang tampak dalam larutan asa lembuttidak sangat kuat (Fessenden, 1986).

  Dalam larutan basa kuat, karbon pusat fenolftalein terhidroksikan dan berubah keadaan sp 3 . Reaksi ini memencilkan ketiga sistem pi lagi. Pada harga pH tinggi,

  fenolftalein tak berwarna (Fesseden, 1986).

  Salah satu teknik yang paling penting dlam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambaha secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang mengandunga zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mgnakibatkanreaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi, yaitu pada akhir, ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut dengan indikator, yang megnubah warna pada titik akhir. Pada titik akhir jumlah zat A yang telah ditambahkan secara unik berkaitan dengan bahan B yang tidak diketahui yang semula ada, berdasarkan persamaan reaksi titrasi. Titrasi memungkinkan kimiawan menentukan jumlah zat yang ada dalam sample. Dua penetapan titrasi yang paling lazim melibatkan reaksi netralisasi asam-basa dan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) (Oxtoby, 2001).

  Dalam reaksi oksidasi-reduksi (redoks), elektron berpindah diantara spesi-spesi yang bereaksi sewaktu mereka bekombinasi membentuk produk. Pertukaran ini sebagai perubahan bilangan oksidasi reaktan. Bilangan oksidasi spesi yang memberitakan elektron meningkat, sdangkan spesi yang menerima elektron menurun. Titrasi redoks memiliki keuntungan khusus karena tajamnya spesi berwarna apda titik akhir titrasi. Misalnya

  MnO 4-

  4 berwarna ungu tua, sedangkan Mn tidak berwarna. Jadi, bila MnO ditambahkan pada Fe 2+ dengan sedikit berlebih maka, warna larutan berubah menjadi ungu secar

  permanen (Oxtoby, 2001).

  Titrasi dimulai dengan membuka cerat buret dan membiarkan sedikit volume larutan permanganate mengalir ke dalam labu ukur yang mengandung Fe 2+ . Timbulah secercah

  warna ungu larutan yang cepat memudar sewaktu ion permanganate bereaksi dengan ion

  Fe 2+ menghasilkan produk hampir tak berwarna Mn dan Fe . Volume larutan permanganat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai Fe 2+ hampir semua terkonversi

  menjadi Fe 3+ . Pda tahap ini penambahan setetes saja KMnO 4 akan memberikan warna

  ungu pucat pada campuran reaksi dan menandakan selesainya reaksi. Volume titran

  larutan KMnO 4 dihitung dari selisih pembacaan awal pada meniskus larutan dalam buret

  dengan pembacaan volume akhir (Oxtoby, 2001).

  Banyak prosedur analitis yang tidak langsung dan meibatkan reaksi awal tambahan, sebelum titrasi sample dilarutkan. Misalnya, garam kalium yang larut tidak kaam mengambil bagian dalam reaksi redoks dengan kalium permanganat. Akan teapi,

  penambahan ammonium oksalat pada larutan yang mengandung Ca 2+ akan menyrbabkan pengendapan kalsium oksalat secara kuantitatif (Oxtoby, 2001).

  Asam dan basa terlah diketahui dan diuraikan sejak jaman dahulu. Deskripsi kimia dan penjelasannya setaperilaku kimianya telah dikembangkan melalui beberapa langkah yang canggih dan umum. Swedia Svante Arrhenius, yang mendefinisikan asam dan basa dari segi perilakunya ketika dilarutkan dalam air. Dalam air murni terdapat ion hidrogen

  (H - ) dan ion hidroksida (OH ) yang jumlahnya sama. Hal tersebut timbul dari hasil ionisasi parsial dari air (Oxtoby, 2001).

  Dalam kebanyakan reaksi asam-basa, tidak ada perubahan warna yang tajam paa titik akhirnya. Dalam hal ini perlu ditambahkan sedikit indikator, yaitu zat warna yang berubah warna bila reaksi selesai. Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari asam ke basa. Konsentrasi asam asetat di dalam larutan berair dapat ditentukan dengan larutan natrium hidroksida yang konsentrasinya diketahui secara cermat (Oxtoby, 2001).

  Titrasi asam kuat oleh basa kuat. Untuk titrasi 25,00 mL 0,1 M HCl ( asam kuat) oleh 0,1 NaOH (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan pada bermacam-macam titik selama berlangsungnya titrasi. Dari data ini dapat dipetakan dalam sedikit hubungan pH dengan volume basa yang ditambahnkan; berikut ini dinamakan kurva titrasi ( titration curve). Dalam kurva ini, kita dapat menentukan pH pada titik setara, dan dengan demikian indikator yang cocok untuk titrasi dapat dipilih (Petrucci, 1987).

  Titrasi asam lemah oleh basa kuat. Penetralan asam lemah oleh basa kuat agar berbeda dengan penetralan asam kuat oleh basa kuat. Mula-mula sebagian besa r asama

  lemah dalam larutan berbentuk molekul tak mengion, HA, bukan sebagai H - 3 O dan A .

  Dengan adanya basa kuatl proton dialihkan langsung dari molekul HA yang tak mengion

  H + (Petrucci, 1987).

  Sifat penting yang perlu diingat dalam kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat yang diilustrasikan adalah:

  1. pH awal kebih tinggi dalam kurva titrasi asam kuat oleh bas akut ( karena asam lemah hanya mengion sebagian).

  2. Terdapat peningkatan pH yang agak tajam pada awal titrasi [ ion asetat yang dihasilkan dalam reaksi penetralan bertindak sebagai ion senama dan menekan pengionan asam asetat].

  3. Sebelum titik setara tercapai, perubahan pH terjadi secara bertahap 9larutan yang

  digambarkan dalam bagian kurva ini mengandung HC 2 H 3 O 2 dan C 2 H 3 O 2 yang cukup

  banyak. Larutan nin adalah larutan penahan).

  4. pH pada titik dimana asam lemah setengah dinetralkan ialah pH pKa.

  5. pH pada titik setar lebih besar dari 7.

  6. Setelah titik setara, kurva titrasi utntuk asam lemah oelh basa kuat identic dengan pada kurva titrasi asam kuat oleh bsa kuat.

  7. Bagian terjal dari kirva titrasi pada titik akhir setara terjadi dalam selang pH yang sempit.

  8. Pemilihan indikator yang cocok untuk titrasi asam lemah oleh basa kuat lebih terbatas dibandingkan indikator untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat (Petrucci, 1987).

  Salah satu golongan utama empat penggolongan analitis titrimetric adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri dna alkalimetri ini melibatkan titrasi dari asam lebah ( basa bebas) dengan suatu asam standar ( asidimetri). Dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu standar (alkalimetri). Bersenyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut) (Basset, 1994).

  Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut lrutan standar, sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsenntrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primet harus memenuhi syarat seperti dibawah ini :  Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, mudah dikeringkan ( sebaiknya suhu 110 -

  120 ℃ ).  Zat harus mempunyai ekuivalen ya g tinggi sehingga sesatan penimbangan dapat

  diabaikan.  Zat harus mudah larut dari kondisi-kondisi dalam ia gunakan.  Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji

  lainnya yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak

   Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap, sesatan

  titrasi harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.

   Zat harus diubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini

  megnisyaratkan bahwa zat telah boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara ataudipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisiny tidak berubah selama penyimpanan (Basset, 1994).

  Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer (Basset, 1994).

  Proses penambahan larutan standar sampai reaksi ini tapat lengkap disebut titrasi. Titik saat dimana reaksi itu tepat bereaksi lengkap disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan yang tak dapat disalah lihat oleh mata yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri atau lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, 1994).

  Analisis kimia yang diketahui terhdap sample yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetrik dilakukan dengan menitrasi suatu sample tertentu denan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi akan pasti perhitungan didasarkan pada volume titran yang yang diperlukan hingga mencapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetrk yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara sample dengan suatu larutan standar disebut analisis-alkalimetri. Apabila suatu larutan bersifat asam maka suatu analisis yang dilakukan adalah atau biasa disebut analisis asidimetri. Sebaliknya jika pada larutan digunakan suatu larutan basa sebagi larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis-alkalimetri (Keenan, 1984).

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

  3.1.1 Alat  Pipet tetes  Corong kaca  Buret  Gelas kimia  Klem  Gelas ukur  Erlenmeyer  Botol semprot  Labu ukur  Tiang statif  Botol reagen  Sikat tabung

  3.1.2 Bahan  Larutan NaOH 0,1 N

   Larutan H 2 C 2 O 4 0,1 N

   Aquades  Cuka perdagangan  Indikator pp  Sabun cair  Tissue  Kertas label

   Larutan CH 3 COOH

3.2 Prosedur Percobaan

  3.2.1 Asidimetri  Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke dalam Erlenmeyer  Ditambahkan 3 tetes indikator pp

   Dititrasi  Dilakukan secara duplo  Dicatat volume rata-rata titrat

  3.2.2 Alkalimetri

   Dimasukkan 10 mL larutan H 2 C 2 O 4 ke dalam Erlenmeyer

   Ditambahkan 3 tetes indikator pp  Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam burwt  Dititrasi  Dilakukan secara duplo  Dicatat volume rata-rata titran

  3.2.3 Penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan  Dimasukkan 1 mL larutan cuka ke dalam labu ukur 100 mL  Diencerkan 1 cuka perdagangan  Diambil 10 mL cuka dagang yang telah diencerkan  Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer  Ditambahkan 3 tetes indikator PP  Dititrasi dengan NaOH 0,1 N  Diamati TAT sampai menjadi merah lembayung  Dicatat V titrasi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

  No.

  Prosedur Percobaan

  Hasil Pengamatan

  1. Asidimetri  Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke  NaOH berwarna bening

  dalam erlenmeyer  Ditambahkan 3 tetes indikator pp

   Indikator pp berwarna bening  Setelah diteteskan ke dalam

  NaOH, indikator pp menjadi merah lembayung

   Dimasukkan larutan H 2 C 2 O 4 0,1 N ke  H 2 C 2 O 4 berwarna bening

  dalam buret

   Dititrasi

   Setelah dititrasi, larutan berubah

   Diamati

  warna dari merah lembayung menjadi kuning

   Dilakukan secara duplo

   Volume simplo = 4,750 mL  C  Volume duplo = 5,000 mL

   C  Dicatat V rata-rata titran

   Volume rata-rata = 4,875 mL

  2. Alkalimetri

   Dimasukkan 10 mL larutan H 2 C 2 O 4  H 2 C 2 O 4 berwarna bening

  ke dalam erlenmeyer

   Ditambahkan 3 tetes indikator pp

   Indikator pp berwarna bening  Setelah ditambahkan 3 tetes

  indikator pp, H 2 C 2 O 4 berwarna

   Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke

  dalam buret

   NaOH berwarna bening

   Dititrasi  Diamati

   Setelah dititrasi, larutan berubah

  warna dari bening menjadi merah lembayung

   Warna larutan duplo setelah

  dititrasi lebih pekat dibanding

   Dilakukan secara duplo

  simplo  C  Volume simplo = 20,950 mL  C  Volume duplo = 21,200 mL

   Dicatat V rata-rata titran

   Volume rata-rata = 21,075 mL

  3. Penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan

   Dimasukkan mL larutan cuka

   Cuka perdagangan berwarna

  perdagangan kedalam labu ukur 100

  bening

  mL

   Diencerkan 1 cuka perdagangan

   Cuka tetap bening

   Diambil 10 mL cuka perdagangan

  yang telah diencerkan

   Diencerkan kembali kedalam labu

  ukur 100 mL

   Diambil 10 mL cuka dagang yang

   Cuka tetap bening

  telah diencerkan

   Dimasukkan kedalam erlenmeyer

   Setelah diberi 3 tetes indikator pp,

   Ditambahkan 3 tetes indikato pp

  tetap berwarna bening  Setelah dititrasi, larutan berubah

   Dititrasi dengan NaOH 0,1 N

  warna dari bening menjadi merah lembayung

   Diamati TAT sampai menjadi merah

  lembayung

   Volume titrasi 1,20 mL

   Dicatat V titrasi

4.2 Reaksi

  4.2.1 Indikator PP + NaOH

  OH

  ONa

  C + 2NaOH

  4.2.2 Indikator PP + H 2 C 2 O 4

  OH

  C + H 2 C 2 O 4

  O

  4.2.3 Indikator PP + CH 3 COOH

  OH

  C + CH + 3 COOH H 2 C 2 O 4

  O

  4.2.4 NaOH dan H 2 C 2 O 4

  2 NaOH + H 2 C 2 O 4  Na 2 C 2 O 4 + 2H 2 O

  4.2.5 NaOH dan CH 3 COOH

  NaOH + CH 3 COOH  CH 3 COONa + H 2 O

4.3 Perhitungan

  4.3.1 Asidimetri

  V 1 (V H 2 C 2 O 4 ) = 4,857 mL

  V 2 (V NaOH)

  = 10 mL N 1 (N H 2 C 2 O 4 ) = 0,1 N

  N 2 (N NaOH)

  V 1 x N 1 = V 2 x N 2

  4,875 x 0,1 = 10 x N 2

  0,4875 = 10 x N 2

  2 N = 0,0487 N

  4.3.2 Alkalimetri

  V 1 (V NaoH)

  = 21,075 mL

  V 2 (V H 2 C 2 O 4 ) = 10 mL

  1 N (N NaOH)

  = 0,1 N

  2 N (N H 2 C 2 O 4 ) =?

  V 1 x N 1 = V 2 x N 2

  2,1075 = 10 x N 2

  N 2 = 0,2107 N

  4.3.3 Penetapan Kadar CH 3 COOH dalam Cuka Perdagangan

  V NaOH

  = 1,20 mL

  N NaOH

  = 0,1 N

  V CH 3 COOH

  BE 60 =

  BM

  Valensi = 1 = 60

  V NaOH x N NaOH x BE CH 3 Kadar CH COOH x FP

  3 COOH =

  x 100

  V CH 3 COOH x 1000

  1,20 x 0,1 x 60 x 10 = x 100

  Pada praktikum ini, dilaksanakan praktikum tentang Asidi-Alkalimetri. Asidimetri adalah metode pengukuran konsentrasi larutan dalam titrasi dengan mengukur berapa mL larutan asam bertitar tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya belum diketahui. Sedangkan alkalimetri adalah metode pengukuran konsentrasi larutan dalam titrasi dengan mengukur berapa mL larutan basa berkepekatan tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan asam yang kadar atau titernya belum diketahui. Reaksi penetralan, atau asidi dan alkalimetri melibatkan titrasi vasa bebas, atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam yang standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untukmembentuk air. Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetap disosiasi asam lebih

  besar dari 10 4 .

  Prinsip percobaan ini adalah menentukan kadar atau konsentrasi suatu larutan dengan menggunakan larutan yang konsentrasinya diketahui dengan cara titrasi Asidi dan Alkalimetri yang melibatkan asam dan basa dengan reaksi penetralan.

  Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan di laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Titrasi merupakan cara analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu (Penitertitranlarutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh yang sedang ditetapkan kadarnya. Larutan peniter diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan contoh sampai tercapai titik akhir. Dalam titrasi, dikenal istilah titrasn dan titrat. Titran adalah reagensia atau larutan yang pada titrasi konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Titran biasanya dimasukkan ke dalam buret dan diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam titrat. Titrat adalah bahan atau larutan yang akan dititrasi atau ditentukan kadarnya menggunakan titran. Dalam menentukan titik dimana titrasi harus dihentikan dikenal 2 titik, yaitu titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik (saat) pada mana reaksi itu tepat lengkap. Artinya, titik kesetaraan yang merupakan suatu akhir reaksi secara teoritis dimana reaksi berjalan secara stoikiometri. Dalam titik ekuivalen terjadi suatu kondisi dimana terjadi kesetaraan mol antara mol titran dan juga mol titrat. Penentuan titik ekuivalen biasanya sukar untuk ditentukan oleh mata untuk larutan yang tidak berwarna, padahal kesempurnaan reaksi harus dapat diamati dan dideteksi setiap perubahannya. Untuk menentukan perubahan ini maka kita dapat menggunakan bantuan penolong yang dapat membantu untuk mengamati perubahan tersebut. Bahan yang membantu pengamatan ini disebut sebagai indikator. Indikator dapat mengalami perubahan warna saat tercapainya titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah suatu titik dimana terjadi perubahan visual yang jelas dalam cairan yang sedang dititrasi karena terjadinya kelebihan 1 tetes titran. Titik akhir titrasi terjadi setelah terjadinya titik ekuivalen. Kondisi kelebihan titran akan menyebabkan terjadinya lonjakan perubahan pH sehingga merubah warna indikator (biasanya karena indikator terkonjugasi karena kelebihan titran, karna indikator merupakan senyawa organik yang memiliki struktur yang bisa terjadi delokalisasi elektronresonansi).

  Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini disebabkan larutan ini telhah diketahui konsentrasinya secara pasti. Terdapat dua macam larutan standar, yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini disebabkan larutan ini telhah diketahui konsentrasinya secara pasti. Terdapat dua macam larutan standar, yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar

   Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan dan mudah

  dipertahankan dalam keadaan murni.  Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi ini mengisyaratkan

  bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dapat dipengaruhi oleh karbon dioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.

   Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji –uji kualitatif atau uji-uji

  lain yang kepekaannya diketahui.  Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat

  diabaikan.  Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi pada mana ia digunakan.  Reaksi larutan standar ini harus stoikiometrik dan praktis lengkap. Sesatan harus

  dapat diabaikan atu mudah ditetapkan dengan cermat secara eksperimen. Contoh-contoh larutan baku :

   Bahan baku asam

  : KHC 8 H 4 O 8 ,C 6 H 8 COOH, NH 2 SO 3 2 H, H C 2 O 4

   Bahan baku basa

  : Na 2 C 2 O 3 , Na 2 B 4 O 7 .10H 2 O

   Bahan baku pengoksidasi

  :K 2 Cr 2 O 7  Bahan baku pereduksi : Na 2 C 2 O 4 , As 2 O 3 , Fe

   Bahan baku lainnya : CaCO 3 , NaCl

  Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan dengan larutan baku primer. Syarat-syarat larutan baku sekunder adalah :

   Derajat kemurnian lebih rendah daripada baku primer  Berat ekuivalennya tinggi  Larutan ralatif stabil dalam penyimpanan

  Contoh larutan baku sekunder diantaranya : NaOH, HCl, KMnO 4 , Na 2 S 2 O 3 , AgNO 3 ,

I 2 , KSCN, EDTA, NH 4 OH, KOH.

  Fenolftalein adalah asam ringan yang biasa digunakan untuk tujuan medis dan ilmiah. Di dalam laboratorium, fenolftalein biasanya digunakan untuk menguji keasaman zat lainnya. Fnolftalein adalah bubuk kristal berwarna putih, tapi kadang memiliki semburat

  PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan berwarna merah jambu dalam bentuk In -

  (basa).

  Perhatikan reaksi berikut :

  Jika suatu asam ditambahkan, maka nilai [H + ] akan bertambah, menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri. Ketika kesetimbangan bergeser ke kiri maka HIn - pun meningkat. Hal ini menyebabkan indikator PP tidak berubah warna. Ketika [OH - ] meningkat, maka nilai kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan In - meningkat. Hal ini menyebabkan warna larutan berubah merah lembayung. Trayek pH pada indikator PP adalah antara 8,2 – 10.

  Pada praktikum ”Asidi-Alkalimetri” dilakukan 3 percbaan. Percobaan pertama adalah Asidimetri. Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kenormalan NaOH dengan

  menggunakan larutan H 2 C 2 O 4 0,1 N. H 2 C 2 O 4 adalah sebagai titran dala percobaan ini dan

  NaOH adalah sebagai titrat yang akan ditetapkan kadarnya. Pada awal percobaan, larutan NaOH dimasukkan sebanyak 10 mL ke dala m Erlenmeyer. Erlenmeyer berfungsi sebagai wadah titrat yang akan dititrasi. Setelah itu, ditambahkan dengan indikator PP. Penambahan indikator pp bertujuan untuk memberi indikator yang dapat mendeteksi perubahan warna saat titik akhir titrasi. Indikator PP merupakan indikator asam-basa yang menjadi berwarna merah lembayung saat suasana larutan bsa dan tak berwarna saat suasana larutan asam. Saat dibubuhi indikator PP, larutan NaOH menjadi merah lembayung. Hal ii terjadi karena NaOH merupakan basa yang dapat mengubah warna

  indikator PP. setelah itu, buret diisi dengan larutan H 2 C 2 O 4 0,1 N. pada saat akan mengisi buret, buret terlebih dahulu dibilas bagian dalamnya dengan larutan H 2 C 2 O 4 yang akan

  digunakan. Ini bertujuan untuk membersihkan bagian dalam buret dan untuk membuat kondisi di dalam buret homogen dan tidak terkontaminasi zat lain. Pada saat pengisian buret harus diperiksa dan dipastikan tidak ada gelembung udara dalam buret, sebab gelembung udara akan mempengaruhi volume larutan. Karena, ruang yang seharusnya

  berisi larutan H 2 C 2 O 4 justru berisi gelembung udara sehingga volume larutan tersebut

  berkurang. Saat buret telah siap, maka titrasi dimulai. Peniteran harus dilakukan setetes demi stetes. Sebab dalam titrasi asam-basa saat mendekati titik akhir titrasi warna larutan akan berubah dengan tajam saat penambahan tetes terakhir larutan peniter. Oleh sebab itu, peniteran harus dilakukan setetes demi setetes agar TAT terdeteksi dengan tepat. Saat berkurang. Saat buret telah siap, maka titrasi dimulai. Peniteran harus dilakukan setetes demi stetes. Sebab dalam titrasi asam-basa saat mendekati titik akhir titrasi warna larutan akan berubah dengan tajam saat penambahan tetes terakhir larutan peniter. Oleh sebab itu, peniteran harus dilakukan setetes demi setetes agar TAT terdeteksi dengan tepat. Saat

  menggunakan rumus titrasi V 1 x N 1 = V 2 x N 2 . Setelah setiap data dimasukkan dan

  dihitung, diperoleh normalitas larutan NaOH sebesar 0,0487 N.

  Pada percobaan kedua, dilakukan titrasi alkalimetri. Pada percobaan ini, dilakukan

  penetapan kenormalan H 2 C 2 O 4 dengan larutan baku NaOH 0,1 N. Perlakuan pada

  percobaan ini sama dengan pada percobaan asidimetri. Hanya saja terdapat perbedaan yaitu larutan standar dalam prcobaan ini adalah NaOH. Berarti, NaOH adalah sebagai

  titran untuk menetapkan kenormalan H 2 C 2 O 4 yang merupakan titrat. 10 mL H 2 C 2 O 4 dalam

  Erlenmeyer yang kemudian dtambahkan dengan 3 tetes indikator pp tetap berwarna bening. Hal ini berbeda dengan saat percobaan asidimetri dimana NaOH menjadi merah lembayung saat dibubuhi indikator pp. Hal ini terjadi Karena saat indikator pp diteteskan

  ke dalam larutan asam maka terjadi penambahan [H - ] dan [OH ] berkurang. Ini menyebabkan kesetimbangan bergeser kearah kiri, perubahan ini menjadi HIn sehingga

  larutan tidak berwarna. Berbeda dengan saat NaOH dibubuhi indikator pp, maka [OH - ] bertambah dan [H + ] berkurang sehingga kesetimbangan bergeser ke kanan kearah In yang

  menyebabkan perubahan warna. Saat menuju TAT, maka kesetimbangan bergerak kembali dan menuju arah berlawanan yang menghasilkan peribahan warna.

  HIn + H 2 O ↔ H 2 O - + In -

  Larutan dalam Erlenmeyer kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna, yaitu munculnya warna merah lembayung yang tipis. Semakin warna larutan pudar dan hampir Larutan dalam Erlenmeyer kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna, yaitu munculnya warna merah lembayung yang tipis. Semakin warna larutan pudar dan hampir

  diperoleh adalah sebesar nilai 21,075 mL. dari hasil tersebt diperoleh kenormalan H 2 C 2 O 4

  sebesar 0,2107 N.

  Pada percobaan ketiga dilakukan penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan. Pada awalnya, dilakukan pengenceran cuka perdagangan menjadi 1, lalu diencerkan dengan mengambil 10 mL larutan yang telah diencerkan, kemudian diencerkan lagi menjadi 100 mL. pengenceran dilakukan sebanyak 2 kali. Pengenceren bertujuan untuk mengurangi kepekatan larutan sample, agar saat titrasi volume titran yang digunakan tidak terlalu banyak dan TAT dapat lebih cepat tercapai. Cuka perdagangan yang telah diencerkan diambil sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer berfungsi sebagai wadah titrat saat dilakukan titrasi. Ke dalam Erlenmeyer berisi cuka perdagangan ditambahkan 3 tetes indikator PP. tidak terjadi perubahan warna, sebab cuka merupakan asam dan indikato PP tidak berubah warna dalam suasana asam. Lalu dilakukan peniteran dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga TAT berupa perubahan warna larutan menjadi merah lembayung terlihat. TAT tercapai pada volume 1,20 mL. volume NaOH yang dibutuhkan sedikit sebab kepekatan dari sample juga tidak telalu pekat. Hal ini menyebabkan TAT lebih cepat dicapai. Setelah dilakukan perhitungan,

  diperoleh kadar CH 3 COOH dalam cuka perdagangan memang rendah. Pada saat titrasi

  dilakukan, di bagian bawah permukaan dari tiang statif diletakkan kertas putih. Hal ini dilakukan agar wana dan dan perubahan warna pada larutan menjadi lebih jelas terlihat. Dalam perhitungan konsentrasi dan juga penetapan konsentrasi, digunakan Normalitas dalam titrasi. Hal ini digunakan sebab dengan penggunaan satuan konsentrasi normalitas

  maka perhitungannya tidak mengabaikan jumlah elektron, H - , OH , dan juga bst (bobot setara) suatu larutan. Berbeda dengan molaritas yang tidak memperhitungkan jumlah

  elektron, H - dan OH yang ikut bereaksi. Sehingga, hasil titrasi dengan penggunaan satuan

  Normalitas mejadi lebih akurat. Ketika menghitung kadar CH 3 COOH dalam cuka

  perdgangan digunakan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dalam hal ini ikut diperhitungkan, sebab dari larutan sample yang telah dibuat hanya beberapa mL yang perdgangan digunakan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dalam hal ini ikut diperhitungkan, sebab dari larutan sample yang telah dibuat hanya beberapa mL yang

  

  menetapkan kadar CH 3 COOH digunakan lebih sedikit. Selain itu, hal ini menyebabkan

  TAT lebih cepat tercapai dan proses titrasi lebih cepat.

  Dari percobaan ini, ada beberapa hal yang dipahami oleh praktikan. Salah satunya adalah bahwa pada proses titrasi adalah proses penentuan kadar atau konsentrasi larutan dengan meneteskan larutan yang sudah diketahui konsetrasinya hingga dicapai titik dimana nilai mol zat setara. Salah satu jenis dari titrasi tersebut adalah titrasi penetralan (asidi-alkalimetri). Asidimetri adalah titrasi dimana konsentrasi suatu basa ditetapkan dengan menggunakan asam yang telah diketahui konsentrasinya. Sebaliknya, alkalimetri menetapkan konsentrasi asam dengan larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya. Ada istilah-istilah yang dikenal dalam titrasi. Titran adalah larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan digunakan untuk menentukan konsentrasi zat lain. Titrat adalah larutan yang akan dicari konsentrasinya melalui titrasi. Titik Ekuivalen (TE) adalah titik dimana jumlah mol titrat dan titran adalah setara, titik ini juga dikenal sebagai titik akhir stoikiometri. Lalu ada pula Titik Akhir Titrasi (TAT) dimana terjadi saat TE kelebihan 1 tetes titran sehingga indikator mengalami perubahan visual. Dalam praktikum ini ada beberapa hal yang dapat dipahami. Pada praktikum asidimetri, dilakukan penetapan

  NaOH oleh standar H 2 C 2 O 4 . Indikator PP yang digunakan mengubah warna larutan NaOH

  yang akan ditetapkan kadarnya menjadi merah lembayung. Ini terjadi sebab indikator PP yang bertemu larutan basa akan mengubah warna larutan menjadi merah lembayung. Saat dititrasi, TAT tercapai ketika warna larutan menjadi bening kembali sebab suasana larutan di Erlenmeyer menjadi kelebihan asam dan membuat warna indikator bening. Pada

  percobaan alkalimetri, dilakukan penetapan kadar H 2 C 2 O 4 dengan standar NaOH.

  Indikator PP tidak mengubah warna titrat saat diteteskan, sebab dalam suasana asam indikator PP tidak mengubah warna larutan. Saat dititrasi dan TAT tercapai, warna larutan menjadi merah lembayung sebab larutan dalam erlenmeyer menjadi kelebihan basa dan perubahan warna dari indikator menjadi merah lembayung. Pada penetapan kadar

  CH 3 COOH dalam cuka perdagangan dilakukan metode alkalimetri dimana digunakan larutan standar bas untuk menetapkan kadar asam yang belum diketahui kadarnya. Dalam titrasi ada beberapa hal yang dipahami. Sebelum melakukan titrasi, buret harus dibilas

  kontaminasi dari zat lain. Saat mengisi buret, harus dipastikan tidak ada gelembung udara yang dapat mengurangi volume larutan titran. Saat melakukan titrasi, sebaiknya ditaruh alas dibawah erlenmeyer, yang berwarna putih sehingga perubahan warna saat titrasi menjadi jelas terlihat. Saat titrasi berlangsung, erlenmeyer harus digoyang secara konstan dan searah, agar reaksi antara titran dan titrat merata dan sempurna. Penetesan titrn haruslah setetes demi setetes, sebab dalam titrasi warna dan perubahan warna dari indikator dapat berubah secara tajam di sekitaran TAT, dan perubahan tersebut dapat terjadi dengan 1 tetes titran. Dalam pengambilan data tirasi, sebaiknya dilakukan secara duplo untuk meyakinkan kebenaran hasil titrasi. Dan perbedaan antara simplo dan duplo hendaknya tidak lebih dari 0,05 mL agar data dapat diyakini kebenarannya. Saat menetapkan kadar suatu zat, dimana zat tersebut diencerkan sebelum ditirasi maka saat perhitungan kadar harus dilibatkan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dilibatkan agar dapat diketahui kadar asli zat sebelum diencerkan. Sehingga hanya membutuhkan sedikit larutan titran untuk mencapai TAT. Dan juga saat menghitung dan menetapkan konsentrasi suatu zat sebaiknya digunakan satuan normalitas, sebab normalitas lebih

  akurat. Dimana nilai valensi, bobot setara, dan juga H - dan OH yang ikut terlibat dalam reaksi turut diperhitungkan.

  Sifat fisik dari NaOH :  Berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran, ataupun

  larutan jenuh 50  Bersifat lembab air  Sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan  Titik leleh 318 ℃  Titik didih 1390 ℃  Senyawa ini densitasnya 2,1 gmol

  Sifat kimia NaOH :  Larutannya merupakan basa kuat saat terlarut sempurna dalam air  Bisa didapat dengan larutan HCl akan dinetralkan dimana terbentuk garam dan air

  dengan reaksi :

   Senyawa ini sangat mudah membentuk ion Natrium dan Hidroksida

  Sifat fisik dari H 2 C 2 O 4 :

   Melting point : 101,5 ℃

   Densitas1,653 gcm 3

   ∆ Hf (18℃) : -1422 Kjmol  pH (0,1 M) : 1,3

  Sifat kimia H 2 C 2 O 4 :

   Didapatkan dari reaksi pemanasan gula (sukrosa) dengan oksigen  Memiliki afinitas yang besar terhadap air  Dapat menggantikan hidrogen dalam reaksinya dengan logam aktif, dan

  membentuk garam sulfat  Dapat digunakan sebagai pembersih logam

  Sifat fisis CH 3 COOH :

   Berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau tajam  pH (20 ℃) adalah 2,5  2 kekentalan dinamik (20 ℃) 1,22 mm s  kekentalan kinematic (20 ℃) 1,77  Titik didih 116-118 ℃  Titik lebut 17 ℃

  Sifat kimia CH 3 COOH :

   Bereaksi dengan alcohol menghasilkan ester  Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol  Struktur Kristal asetat menunjukkan molekul-molekul asam asetat berpasangan

  membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen Dari praktikum Asidi-Alkalimetri terdapat beberapa faktor kesalahan, diantaranya :

   Pada saat titrasi, pengocokan tidak dilakukan secara konstan sehingga reaksi dalam

  erlenmeyer tidak merata  Pada saat titrasi, banyak larutan titran yang menempel di dinding bagian dalam

  erlenmeyer dan tidak ikut bereaksi dengan titrat. Hal ini menyebabkan kesalahan mendeteksi TAT. Sebab, dalam titrasi 1 tetes dapat mengidentifikasi perubahan warna yang tajam

   Kelebihan saat meneteskan titran, sehingga TAT yang terdeteksi tidak sesuai

  dengan TAT yang sebenarnya

   Perbedaan yang jauh antara nilai simplo dan duplo. hal ini terjadi karena penetesan

  titran yang berlebihan sehingga tidak mendeteksi TAT secara benar

   Pada penetapan kadar CH 3 COOH dalam cuka perdagangan, hanya dilakukan

  secara simplo. Hal ini menyebabkan tidak ada data pembanding untuk memastikan kebenaran dari hasil titrasi

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

   Pada percobaan asidimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi

  secara duplo sebesar 4,875 mL  Pada percobaan alkalimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi

  secara duplo sebesar 21,075 mL  Volume titran yang dihasilkan setelah cuka dagang diencerkan sebanyak 2 kali dan

  dititrasi dengan NaOH 0,1 N adalah sebesar 1,20 N

5.2 Saran

  Sebaiknya, untuk praktikum selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan asam atau basa yang lain, misalnya HCL dan KOH.

DAFTAR PUSTAKA

  Basset, J.,dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Keenan, dkk. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

  Oxtoby, David W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga. Petrucci, Ralph. 1987. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pentingnya reaksi oksidasi reduksi dikenal sejak awal kimia. Reaksi oksidasi reduksilah reaksi kimia yang disertai dengan perubahan bilangan oksidasi, reaksi redoks ada yang berlangsung spontan dan tidak spontan. Reaksi redoks yang berlangsung spontan digunakan sebagai sumber arus, yaitu dalam sel volta seperti aki dan baterai. Reaksi redoks yang berlangsung non spontan dapat berlangsung dengan menggunakan arus listrik, yaitu dalam elektrolisis.

  Di dalam tanah proses pembentukan-pembentukan oksidasi dan reduksi sangat berhubungan erat. Oksidasi tanpa oksigen maka proses oksidasi tidak dapat berlangsung. Hal ini dikarenakan pada proses oksidasi dan reduksi, oksigen berperan sebagai unsur yang menjalankan reaksi pada proses oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi dan reduksi dalam tanah biasanya digunakandalam kompleks pada pembentukan lapisan tanah. Reaksi ini bertindak sebagai sumber ion-ion penyusun unsur dalam lapisan oksidasi dan reduksi dalam tanah.

  Reaksi ini digunakan untuk membedakan antara reaksi pembentukan lapisan oksidasi atau lapisan reduksi yang terjadi pada tanah. Keadaan pada proses pembentukan lapisan reduksi ditandai oleh terbentuknya lapisan perak pada wadah atau tabung reaksi. Reaksi ini pula digunakan dalam proses pembentukan perak. Demikian pula dengan kondensasi lapisan oksidasi tanah yang reaksinya membentuk senyawa karboksilat sehingga adisi terhadap ikatan rangkap karbon oksigen melibatkan serangan suatu nukleofil pada karbonil, sehingga pH meningkat diatas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri pengoksidasi terhambat. Dalam oksidasi reduksi suatu densitas di ambil dari dua zat yang bereaksi. Perkembangan sel elektrolit juga sangat penting. Sel dan elektrolisis adalah dua contoh penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia. Reaksi oksidasi yaitu suatu proses menerima atau memperoleh satu elektron atau lebih.

  Oleh karena tiu, melalui percobaan ini dilakukan untuk mengetahui dan dapat memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi, reaksi-reaksi yang tergolong reaksi reduksi maupun oksidasi. Percobaan ini dilakukan juga untuk dapat mamahami konsep reaksi Oleh karena tiu, melalui percobaan ini dilakukan untuk mengetahui dan dapat memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi, reaksi-reaksi yang tergolong reaksi reduksi maupun oksidasi. Percobaan ini dilakukan juga untuk dapat mamahami konsep reaksi

  KmnO 4 dan ditambahkan dengan I 2 dan juga mengetahui volume penitrasi pada percobaan

  analisa kuantitatif standarisasi KmnO 4 . Sehingga dapat mengaplikasikannya di dalam

  kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

   Mengetahui hasil reaksi antara Vitamin C ditetesi KMnO 4 dan I 2.

   Mengetahui perbandingan larutan You C 1000 mg dengan larutan buavita setelah

  ditambahkan KMnO 4.

   Mengetahui volume penitrasi pada percobaan analisa kuantitatif standarisasi KMnO 4 .

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  Reaksi setengah sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi oksidasi. Istilah “Oksidasi” pada awalnya berarti kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah itu sekarang memiliki arti yang lebih luas. Reaksi setengah sel yang melibatkan penengkapan elektron disebut reaksi reduksi. Dalam contoh diatas, kalsium bertindak sebagai zat pereduksi karena memberikan elektron pada oksigen dan menyebabkan oksigen tereduksi. Oksigen tereduksi bertindak sebagai zat pengoksida Karena menerima elektron dari kalsium dan menyebabkan kalsium teroksidasi. Dalam persamaan reaksi redoks tingkat oksidasi harus sama dengan tingkat reduksi yaitu jumlah elektron yang hilang oleh zat pereduksi harus sama dengan jumlah elektron yang diterima oleh suatu zat pengoksida (Chang, 2005).

  Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pembakaran bahan bakar minyak bumi, dan digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsure logam dan nonlogam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi. Contohnya dalam reaksi pembentukan kalsium oksida (Cao) dari kalsium dan oksigen.

  2Ca(s) + O 2(g)  2CaO (s)

  Kalsium oksida (CaO) adalah senyawa ionik yang tersusun atas ion Ca 2- dan O . Dalam reaksi pertama, dua atom Ca memberikan atau memindahkan empat electron pada dua

  atom O (dalam O 2 ). Agar lebih mudah dipahami, proses ini dibuat sebagai dua tahap

  terpisah, tahap yang satu melibatkan hilangnya empat electron dari dua atom Ca dan tahap

  lain melibatkan penangkapan empat electron oleh molekul O 2 ,  2Ca 2Ca 2+ + 4e -

  2  2O 4ē + O 2-

  Setiap tahap diatas dapat disebut sebagai reaksi setengah sel ( half-reaction), yang secara eksplisit menunjukkan banyaknya electron yant terlibat dalam reaksi (Chang, 2005).

  Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa. Senyawa lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi. Reduktor melepaskan elektronnya kee senyawa lain sehinggga ia sendiri teroksidasi. Oleh Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa. Senyawa lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi. Reduktor melepaskan elektronnya kee senyawa lain sehinggga ia sendiri teroksidasi. Oleh

  hibrida, misalnya NaBH 4 dan lainnya, reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia

  organik, terutama dalam reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alcohol. Metode reduksi lainnya yang juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladium, platinum, atau riak reduksi katalitik ini utamanya di gunakan pada reduksi ikatan rangkap dua atau tiga karbon-karbon cara yang mudah unutk melihat proses redoks adalah redactor mentransfer elektronya ke teroksidasisehingga dalam reaksi, reduktor melepaskan elektrondan teroksidasi dan oksidator mendapatkan electron dan tereduksi. Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi di sebut sebagai pasangan redoks (Petrucci, 1987).

  Definisi tentang oksidasi dan reduksi dapat juga dikembangkan menjadi pengertian yang lebih luas dan jelas Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu electron atau lebih dari dalam zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu unsur dioksida, keadaan oksidasinya berubah ke harga lebih positif. Suatu zat pengoksidasi diartikan sebagai zat yang memperoleh electron, dan dalam proses itu zat itu direduksi. Reduksi, sebaliknya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu electron atau lebih dari suatu zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu unsure direduksi, keadaaan oksidasi berubah menjadi lebih negative ( kurang positif ). Jadi zat pereduksi merupakan zat yag kehilangan electron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi reduksi juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan, maupun gas. Sejumlah besar reaksi oksidasi dan reduksi akan dicantumkan diantara reaksi yang digunakan untuk identifikasi ion. Beberapa contoh zat pengoksidasi kuat adalah KMnO4 .

  1. Kalium permanganat (KMnO 4 ), merupakan zat padat cokelat tua yang merupakan

  pengoksidasi kuat, yang bekerja berlainan menurut pH dari medium. Dalam suasana asam, ion pemanganat direduksi menurut proses 5 elektron, Mn berubah dari +7 ke +2,

  dalam suasana netral atau setengah basa permanangat direduksi jadi mangan dioksida.

  2. Logam seperti zink, besi, dan aluminium, seringkali logam ini digunakan sebagai bahan pereduksi. Kerja logam ini disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu ada dalam keadaan oksidasi terendah, Contohnya :

  Fe 2+  Fe + 2ē  3+ AI AI + 3ē ( G. Svehla, 1990 ).

  Suatu unsur dapat bergabung dengan unsure lain membentuk senyawa dengan valensi tertentu. Istilah valensi dikemukakan oleh Wichelhaus yang artinya jumlah ikatan suatu unsur terhadap yang lainnya. Dalam menentukan valensi unsur, kita harus menuliskan struktur molekul senyawa terlebih dahulu. Oleh karena itu, cara ini kurang praktis dan sebagai gantinya ditemukan cara bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi suatu unsur adalah muatan suatu atom dalam senyawa, seandainya semua elektron yang dipakai

  bersama menjadi milik atom yang lebih elektronegatif. Contohnya molekul H 2 O, karena

  O 2 lebih elektronegatif maka ia kelebihan dua electron dari dua hydrogen. Akibatnya bilangan oksidasi oksigen = -2 dan hydrogen = +1. Bilangan oksidasi dapat positif atau negative. Nilai itu bukan merupakan hasil percobaan melainkan merupakan perjanjian. Perjanjian atau atau aturan dalam menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut :

  1. Setiap unsur bebas mempunyai bilangan oksidasi = 0, Contohnya H 2, Fe, He, S8, dan P 4.

  2. Hidrogen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1, Contohnya HCI,

  H 2 SO 4 dan HCIO 4 .

  3. Oksigen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -2 Contohnya H 2 O, HIVO 3 dan

  NOH.

  4. Unsur-unsur golongan alkali ( IA ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1,

  Contohnya NaCI, KOH, dan Li 2 SO 4 .

  5. Unsur-unsur golongan dikali tanah ( II A ) dalam senyawa mempunyai bilangan

  oksidasi +2 contohnya CaO, BaCO, dan SrSO 4 .

  6. Ion Fluar ( F ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -1, Contohnya HF, LIF,

  dan CaF 2 .

  7. Sebuah ion mempunyai bilangan oksidasi sama dengan muatannya Contohnya C1 - = -1,

  8. Senyawa netral mempunyai bilangan oksidasi 0 contohnya HCI = 0, KBr = 0, dan

  Na 2 SO 4 = 0. Dari aturan diatas dapat ditentukan bilangan oksidasi suatu unsur dalam senyawa tanpa menuliskan struktur molekulnya. Bilangan oksidasi berguna dalam menuliskan rumus senyawa antara ion positif dan ion negatif. Rumus harus sedemikian rupa sehingga bilangan oksidasi senyawa adalah 0 atau jumlah muatan negatif dan positifnya sama

  Dalam reaksi redoks, ada beberapa perbedaan dalam bidang oksidasi atau keadaan oksidasi atau keadaan oksidasi ( istilah ini digunakan untuk memperlihatkan sesuatu yang saling mengubah ) dari dua atau lebih suatu unsur. Perhatikan suatu reaksi yang melibatkan magnesium dan oksigen.

  2Mg + O 2  2MgO

  0 0 +2 -2