PENGARUH OPENNESS DAN INVESTASI ASING TE (1)

PENGARUH OPENNESS DAN INVESTASI ASING TERHADAP KETAHANAN KEUANGAN NASIONAL DI INDONESIA

Henida Widyatama

  Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung

  henida.widyatamabps.go.id

Joko Ade Nursiyono

  Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara

  joko.adebps.go.id

Abstract

  Lenin is said that the best way to destroy a country is to destroy its currency. Indonesia has experienced a worse economic crisis, but not to replace its currency. At that time, the rupiah plummeted to Rp17,000USD in 1998. Banking is one of the major sectors affected by the crisis. During the 2000-2013 period the exchange rate against the dollar tends to be unstable (volatile). Volatility of the rupiah exchange rate could affect the stability of the banking sector in carrying out its role and function. Resilience of the rupiah exchange rate, especially the USD, is one indicator of national security in terms of banking (finance). National financial resilience reflected the strength of the exchange rate against the USD. The stability of the national economy can be predicted based on the stability of the exchange rate. This study aims to determine a general overview of some of the foreign exchange regime been implemented in Indonesia; determine the effect of openness and the size of the foreign investment in Indonesia on the stability of the rupiah against the USD in 2000-2013; determine the effect of short-term openness and foreign investment to the financial stability in Indonesia towards long-term stability; and determine the time required by a policy to be implemented in the field of trade and foreign investment to support financial stability in Indonesia. This study uses regression analysis of time series by using Error Correction Model (ECM). The results showed that free floating exchange regime more relevant implemented in Indonesia. Simultaneously, the level of openness and foreign investment significant effect on the stability of the exchange rate. Partially, openness positive effect on the exchange rate, while the negative effect of foreign investment. Short-term equilibrium rate policy influence in the field of trade and foreign investment to the financial stability in Indonesia towards the long-term financial stabilization is equal to 1.058 years.

  Keywords: exchange rate, banks, financial stability.

  JEL Classification: C22, G21

I. Latar Belakang

  Lenin mengatakan bahwa cara terbaik untuk menghancurkan suatu negara adalah dengan menghancurkan mata uangnya (Keynes dalam Mankiw, 2005, hal.79). Kekuatan mata uang suatu negara dapat diukur dengan nilai tukar mata uangnya terhadap dolar karena devisa sebagian besar negara di dunia menggunakan dolar Amerika Serikat (AS). Zimbabwe merupakan negara yang pernah hancur karena mata uangnya. Pada tahun 2009, dolar Zimbabwe hancur karena inflasi yang sangat tinggi. Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Zimbabwe untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengganti mata uang negaranya dengan mata uang negara luar, yakni dolar AS dan rand Afrika Selatan.

  Indonesia juga pernah mengalami krisis ekonomi terpuruk, tetapi tidak sampai mengganti mata uangnya. Saat itu, rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850dolar AS pada tahun 1997 terjun bebas ke level Rp 17.000dolar AS pada 22 Januari 1998 atau terdepresiasi sekitar 80 persen. Perbankan merupakan salah satu sektor yang terkena dampak besar akibat krisis tersebut. Naiknya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 70,8 persen dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) menjadi 60 persen pada Juli 1998 menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak. Perbankan mengalami negative spread karena suku bunga kredit lebih tinggi dari pada suku bunga simpanan nasabah. Perbankan juga tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil. Hal ini menyebabkan Bank Sentral Indonesia, yaitu Bank Indonesia (BI), harus menanggung semua beban yang ada di perbankan.

  Pada tahun 2000, perekonomian Indonesia mulai membaik dan kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar menguat di level sekitar Rp 8.000dolar AS. Namun, selama periode 2000- 2013 kurs rupiah terhadap dolar cenderung tidak stabil (fluktuatif). Ketidakstabilan nilai rupiah tersebut dapat mempengaruhi kestabilan sektor perbankan dalam menjalankan peran dan fungsinya.

  Secara langsung, kurs dipengaruhi oleh neraca pembayaran. Permintaan yang meningkat dari debitur asing dalam neraca pembayaran aktif membuat rupiah menguat. Ketika saldo pembayaran pasif, terjadi kecenderungan penurunan nilai rupiah karena debitur dalam negeri menggunakan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternalnya. Ukuran dampak neraca pembayaran pada kurs ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi (openness).

  Investasi di suatu negara dapat mempengaruhi nilai tukar negara tersebut. Selama periode 2000-2013, investasi di Indonesia didominasi oleh luar negeri atau Penanaman Modal Asing (PMA). Rupiah akan terapresiasi ketika investasi meningkat. Hal ini disebabkan banyaknya investor yang membutuhkan mata uang rupiah untuk berinvestasi di Indonesia sehingga permintaan rupiah meningkat.

  Rupiah merupakan simbol negara. Selain itu, mata uang Rupiah juga menunjukkan kedaulatan bangsa Indonesia. Ketahanan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, terutama dolar AS, merupakan salah satu indikator ketahanan nasional dari segi perbankan (keuangan). Ketahanan keuangan nasional tercermin dari kekuatan kurs (exchange rate) rupiah terhadap dolar AS. Kestabilan kurs yang dapat diprediksi dapat berpengaruh terhadap kestabilan perekonomian nasional. Untuk dapat mempertahankan keuangan nasional, perlu diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan keuangan nasional. Oleh sebab itu, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Bagaimana gambaran umum mengenai beberapa rezim kurs yang pernah

  diimplementasikan di Indonesia?

  2. Apakah tingkat keterbukaan ekonomi (openness) dan besarnya investasi asing (PMA) di

  Indonesia memiliki pengaruh terhadap stabilitas kurs rupiah terhadap dolar AS tahun 2000-2013, baik secara simultan maupun secara parsial?

  3. Bagaimana pengaruh jangka pendek dari keterbukaan ekonomi (openness) dan PMA

  terhadap stabilitas keuangan di Indonesia untuk menuju kestabilan jangka panjang?

  4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh suatu kebijakan untuk diimplementasikan

  dalam bidang perdagangan dan PMA untuk mendukung stabilitas keuangan di Indonesia?

II. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Mengetahui gambaran umum mengenai beberapa rezim kurs yang pernah

  diimplementasikan di Indonesia.

  2. Mengetahui pengaruh tingkat keterbukaan ekonomi (openness) dan besarnya investasi

  asing (PMA) di Indonesia terhadap stabilitas kurs rupiah terhadap dolar AS tahun 2000- 2013, baik secara simultan maupun secara parsial.

  3. Mengetahui pengaruh jangka pendek dari keterbukaan ekonomi (openness) dan PMA

  terhadap stabilitas keuangan di Indonesia untuk menuju kestabilan jangka panjang.

  4. Mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh suatu kebijakan untuk diimplementasikan dalam

  bidang perdagangan dan PMA untuk mendukung stabilitas keuangan di Indonesia.

III. Landasan Teoritis

  III.1. Kajian Teori

  Uang merupakan persediaan aset yang dapat segera digunakan untuk melakukan transaksi atau sebagai media tukar-menukar yang diterima oleh masyarakat yang dapat juga berfungsi sebagai penyimpanan nilai (kekayaan) dan satuan hitung. Dalam menjaga stabilitas nilai uang maka dibuat perbandingan antara uang dengan barang aatau jasa yang akan dibeli dengan uang tersebut.

  Dalam era globalisasi seperti saat ini dimana semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi, barrier antara negara-negara sudah tidak tampak jelas. Ekonomi digerakkan oleh mekanisme pasar global, sudah di luar jangkauan pemerintah. Globalisasi sangat dirasakan dalam perdagangan internasional, investasi dan produksi serta pasar saham. Kegiatan ekonomi yang memasukkan unsur kegiatan ekonomi dengan negara lain (internasional) disebut dengan perekonomian terbuka.

  III.1.1. Openness

  Tingkat keterbukaan ekonomi suatu negara menimbulkan adanya perdagangan internasional. Teori keunggulan absolut menjelaskan bahwa perdagangan internasional akan menguntungkan bagi kedua negara jika salah satu negara tersebut tidak memproduksi atau memiliki suatu produk, sementara yang lain memiliki produk tersebut secara berlebih. Sementara itu, teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi karena perbedaan efisiensi dalam memproduksi.

  Terbukanya ekonomi suatu negara yang menciptakan perdagangan internasional akan menyebabkan terjadinya perputaran uang di antara kedua negara tersebut. Semakin besar ekspor yang dilakukan oleh suatu negara maka nilai tukar domestik akan semakin menguat.

  III.1.2. Investasi

  Investasi atau disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal atau perusahaan dalam membeli Investasi atau disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal atau perusahaan dalam membeli

  Investasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Menurut UU RI No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang dimaksud dengan PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara RI yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Sedangkan penanaman modal pada PMA dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang hanya sebagian, bersamaan dengan penanam modal dalam negeri.

  Investasi berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar. Masuknya modal asing akan berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran kurs domestik terhadap asing. Semakin tinggi investasi yang dilakukan maka nilai mata uang domestik akan semakin tinggi (terapresiasi).

  III.1.3.Kurs

  Kurs (exchange rate) merupakan harga sebuah mata uang dari suatu negara yang dinyatakan atau diukur dalam mata uang negara lain. Dengan kata lain, nilai tukar (kurs) valuta asing (valas) adalah perbandingan banyaknya uang domestik (currency) yang diperlukan untuk satu satuan mata uang asing.

  Ketahanan keuangan nasional dapat dilihat dari ketahanan atau daya saing nilai tukar mata uang suatu negara terhadap negara lain. Seperti yang diungkapkan oleh Lenin, jika ingin menghancurkan sebuah negara, tanpa perang berdarah, maka hancurkan mata uangnya (Mankiw, 2005). Nilai tukar mata uang suatu negara yang sedang dalam kondisi terpuruk merupakan indikator bahwa negara tersebut sedang mengalami krisis ekonomi.

  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kurs, antara lain hutang luar negeri, investasi internasional, dan perdagangan internasional. Jika ekspor suatu negara semakin menguat maka nilai mata uangnya akan semakin menguat.

  Rezim kurs terbagi menjadi dua, yaitu kurs mengambang dan kurs tetap. Kurs mengambang (floating exchange rate) yaitu kurs ditentukan oleh pasar dan dibiarkan berfluktuasi dengan bebas menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Sedangkan kurs tetap (fixed exchanged rate) yaitu kurs ditentukan oleh Bank Sentral, Bank Indonesia (BI), dan tidak dibiarkan berfluktuasi dengan bebas sehingga BI siap membeli atau menjual mata uang domestik untuk mempertahankan kurs sesuai dengan tingkat yang diumumkan oleh BI. Tabel berikut menunjukkan perbedaan antara kurs tetap dan kurs mengambang.

  Tabel 1. Perbedaan antara Kurs Tetap dan Kurs Mengambang

  Kurs Tetap

  Kurs Mengambang

  1. Untuk mendisiplinkan otoritas moneter Memungkinkan

  kebijakan

  negara dan mencegah tingginya moneter digunakan untuk pertumbuhan jumlah uang beredar.

  tujuan

  lain, seperti

  Keunggulan

  2. Jumlah uang yang beredar dapat menstabilkan kesempatan kerja disesuaikan secara otomatis sehingga atau harga. lebih mudah diterapkan.

  Dalam pendapatan dan kesempatan kerja Dapat

  menyulitkan

  dapat terjadi volatilitas yang lebih besar.

  karena peluang terjadinya spekulasi dan volatilitas besar.

  III.2. Penelitian Terkait

  Penelitian dengan judul Pengaruh Inflasi dan Investasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia yang dilakukan oleh Istiqomah (2011) bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi dan investasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. Hasil penelitian terebut menunjukkan bahwa inflasi, penanaman modal asing, dan dummy krisis berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. Sedangkan, penanaman modal dalam negeri berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia.

  Hasil penelitian Agung Praditya (2012) yang berjudul Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap Nilai Tukar Rupiah menunjukkan bahwa variabel capital inflow, inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness signifikan mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah pada jangka panjang. Penelitian tersebut menggunakan metode analisis Vector Auto Regression (VAR) yang dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM).

IV. Metodologi dan Data

  IV.1. Pendekatan Penelitian

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2007), penelitian kuantitatif diartikan sebagai penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme dengan meneliti populasi atau sampel tertentu secara acak dan menggunakan instrument penelitian, serta analisis data yang bersifat statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Dengan melihat besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat akan diketahui tingkat signifikansinya secara statistik. Selain itu, pendekatan ini juga menggunakan variabel eror yang mengoreksi hubungan jangka pendek keterkaitan antara variabel terikat dan variabel bebas untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Dalam pemodelannya, penelitian ini menggunakan paket software Eviews dan Zaitun Time Series untuk menghimpun data dan melakukan analisis.

  IV.2. Jenis dan Sumber Data

  Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yang bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang menjadi ukuran stabilitas keuangan nasional adalah data kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang bersumber dari Bank Indonesia, sedangkan data ekspor-impor dan nilai investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) diperoleh dari BPS.

  Periode data yang digunakan dalam penelitian adalah tahunan untuk melihat adanya pengaruh secara implisit kebijakan moneter yang berlaku di Indonesia. Ketersediaan data untuk melihat kondisi hingga tahun 2015 merupakan kendala dalam penelitian ini sehingga dalam penelitian ini hanya terbatas menggunakan data tahun 2000-2013.

  IV.3. Definisi Operasional

  Penelitian ini akan melihat ketahanan keuangan nasional melalui mekanisme eror yang mengoreksi keseimbangan jangka pendek stabilitas keuangan yang dilihat dari fluktuasi kurs rupiah terhadap mata uang asing (terhadap dolar Amerika Serikat). Mekanisme pasar dalam mempengaruhi stabilitas keuangan sangat terkait erat dengan permintaan dan penawaran uang sehingga mata uang yang lebih dominan berperan sebagai penentu nilai mata uang yang Penelitian ini akan melihat ketahanan keuangan nasional melalui mekanisme eror yang mengoreksi keseimbangan jangka pendek stabilitas keuangan yang dilihat dari fluktuasi kurs rupiah terhadap mata uang asing (terhadap dolar Amerika Serikat). Mekanisme pasar dalam mempengaruhi stabilitas keuangan sangat terkait erat dengan permintaan dan penawaran uang sehingga mata uang yang lebih dominan berperan sebagai penentu nilai mata uang yang

  Dalam penelitian ini, penjelasan mengenai pengaruh internal dalam menganalisis ketahanan keuangan nasional dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu dengan melakukan kajian terhadap penerapan beberapa rezim kurs yang pernah berlaku di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji dampak makro atas penerapan kebijakan tersebut terhadap situasi perekonomian dengan berlandaskan pada peran dan fungsi Bank Indonesia. Sementara itu, pengaruh faktor eksternal dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan dua variabel makro yang secara langsung bersinggungan dan memberikan dampak teoritis dan realistis terhadap stabilitas keuangan di Indonesia, yaitu tingkat keterbukaan (openness) dan investasi asing atau PMA. Sedangkan variabel yang memperlihatkan stabilitas keuangan diukur dengan menggunakan kurs (rupiah terhadap dolar AS).

  IV.3.1. Kurs Dalam penelitain ini, kurs dinilai dengan mengambil rata-rata aritmatik dari kurs jual dan kurs beli terhadap mata uang dolar AS yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Data yang dikumpulkan merupakan nilai rata-rata kurs tahunan terhadap dolar AS dengan rumus sebagai berikut.

  KURS t : kurs rupiah terhadap dolar tahun ke-t KURS t,jual : nilai kurs jual rupiah terhadap dolar pada tahun ke-t KURS t,beli : nilai kurs beli rupiah terhadap dolar pada tahun ke-t

  IV.3.2. Keterbukaan Ekonomi (Openness) Keterbukaan ekonomi merupakan persentase perbandingan arus perdagangan yang diukur dengan jumlah ekspor dan impor suatu negara terhadap besarnya Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam penelitian ini, derajat keterbukaan ekonomi didasarkan pada arus perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat (AS) dan China sebab, volume perdagangan Indonesia–AS maupun Indonesia–China semakin besar setiap tahunnya. Secara matematis, keterbukaan ekonomi (openness) dirumuskan sebagai berikut.

  Keterangan: Opp

  : keterbukaan ekonomi (openness) tahun ke-t

  X t, Ina-Cn : nilai ekspor Indonesia – China tahun ke-t M t, Ina-Cn : nilai impor Indonesia – China tahun ke-t

  X t, Ina-AS : nilai ekspor Indonesia – AS tahun ke-t M t, Ina-AS : nilai impor Indonesia – AS tahun ke-t

  PDB

  : Produk Domestik Bruto Indonesia tahun ke-t

  IV.3.3. Investasi Asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) Investasi asing atau Penanaman Modal Asing merupakan nilai realisasi Penanaman Modal Luar Negeri. Investasi asing atau PMA dalam hal ini tidak termasuk sektor perbankan IV.3.3. Investasi Asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) Investasi asing atau Penanaman Modal Asing merupakan nilai realisasi Penanaman Modal Luar Negeri. Investasi asing atau PMA dalam hal ini tidak termasuk sektor perbankan

  IV.4. Metode Analisis

  Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi time series dengan menggunakan Error Correction Model (ECM). Sebelum dapat menggunakan model ini, terlebih dahulu harus melewati beberapa serangkaian uji untuk mendapatkan model terbaik. Berikut penjelasan serangkaian uji yang digunakan dalam penelitian ini.

  IV.4.1. Uji Stasioneritas Suatu data dikatakan telah stasioner apabila memiliki rata-rata, varians dan kovarians yang konstan untuk setiap periode (runtun waktu) data yang diamati. Data yang tidak stasioner ditengarai dapat mengakibatkan terbentuknya model yang spurious (regresi lancung atau palsu). Artinya, meskipun modelnya terlihat baik dan signifikan, tetapi terdapat gangguan, baik secara teoritis maupun bukan, yang tidak menunjukkan adanya pengaruh yang sebenarnya. Suatu data yang tidak stasioner juga menunjukkan bahwa data tersebut mengalami gangguan asumsi non-autokorelasi dan homoskedastisitas sehingga, dalam praktiknya, pengujian asumsi sisaan (galat) model regresi dapat dilakukan dengan menggunakan uji stasioneritas. Gujarati (2004) merekomendasikan penggunaan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk mendeteksi adanya ketidakstasioneritasan suatu data, terutama dikarenakan adanya korelasi serial dari sisaan (galat) model runtun waktu (time series). Secara matematis, uji ADF dirumuskan sebagai berikut.

  ∆ = 1 + 2 + −1 +∑ ∆ − +

  Keterangan: 2 bersifat white noise atau mengikuti sebaran (0, )

  Dengan menggunakan hipotesis nol tidak stasioner, keputusan telah cukup bukti untuk menolak hipotesis nol atau data bersifat stasioner jika nilai nilai p-value < 0,05.

  IV.4.2. Uji Kointegrasi Kointegrasi terjadi apabila variabel yang diamati tidak stasioner pada tahap level, tetapi mempunyai sisaan yang bersifat stasioner pada level. Gujarati (2004) menyebutkan bahwa cara awal untuk mendeteksi adanya kointegrasi antara variabel dalam analisis data runtun waktu (time series) salah satunya melakukan uji stasioneritas terhadap sisaan (galat) model dengan uji ADF. Apabila nilai p-value < 0,05, dengan kata lain sisaan telah stasioner pada level, sedangkan variabel amatan tidak stasioner pada level, maka dapat dikatakan variabel penelitian mengalami kointegrasi. Dalam pembahasan selanjutnya, syarat mutlak penggunaan ECM adalah adanya kointegrasi antar variabel. Sebaliknya, jika tidak terjadi kointegrasi, maka ECM tidak dapat digunakan.

  IV.4.3. Error Correction Model (ECM) Error Correction Model (ECM) merupakan model yang biasa dipakai dalam analisis data runtun waktu (time series) yang banyak digunakan untuk mengamati pengaruh sisaan jangka panjang terhadap tingkat kecepatan menuju keseimbangan jangka pendek. Menurut

  Firmansyah (2015), Error Correction Model (ECM) bertujuan untuk mencari keseimbangan jangka pendek atau mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang. Untuk mencapai kondisi steady state, seringkali terjadi ketidakseimbangan antara fenomena perekonomian dan ketahanan keuangan nasional. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh kondisi fenomena masa lalu yang masih berpengaruh besar terhadap kondisi yang akan datang. Grant dan Lebo (2015) menggunakan ECM untuk melakukan analisis hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang dari berbagai variabel perekonomian untuk menangkap efek dari fenomena perekonomian jangka panjang.

  Dalam tahapan pemodelannya, ECM berbeda dengan model analisis runtun waktu lainnya. Untuk melihat adanya signifikansi pengaruh fenomena masa lalu, dalam hal ini stabilitas keuangan nasional, dalam ECM umumnya memasukkan unsur Error Correction Term (ECT). ECT berfungsi sebagai faktor koreksi analisis jangka pendek agar mampu digunakan sebagai instrumen analisis jangka panjang. Nilai dari ECT nantinya akan menjadi ukuran persentase kecepatan hubungan keseimbangan antara variabel bebas terhadap variabel terikat jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang dan disebut speed of adjustment. Nilai ECT diharapkan singifikan dan negatif agar model keseimbangan jangka pendek dapat digunakan sebagai instrumen analisis jangka panjang serta sebagai faktor koreksi yang menjadi penentu pengurangan ketimpangan hubungan (unequilibrium) antara kurs rupiah terhadap dolar, keterbukaan ekonomi (openness) dan PMA.

  Setelah dilakukan pemodelan dengan mempertimbangkan validitas dan reliabilitas model, maka ditetapkanlah satu persamaan statistik ECM yang tentatif sebagai instrumen penelitian sebagai berikut.

  Persamaan jangka panjang

  Keterangan:

  lnKurs t : kurs rupiah terhadap dolar tahun ke-t (transformasi logaritma natural) Opp t : keterbukaan ekonomi (openness) tahun ke-t lnPMA t : Penanaman Modal Asing tahun ke-t (transformasi logaritma natural)

  1 , 2 : koefisien regresi jangka panjang

  : sisaan (galat) model jangka panjang ~ (0, 2 )

  Persamaan jangka pendek (ECM)

  ( ) : diferensi pertama kurs rupiah terhadap dolar tahun ke-t ( 2 ) : diferensi pertama keterbukaan ekonomi Indonesia terhadap China dan AS

  tahun ke-t ( 2 ) : diferensi pertama Penanaman Modal Asing tahun ke-t

  −1 : Error Correction Term tahun sebelumnya (t – 1)

  ′ : sisaan (galat) model jangka pendek ~ (0, 2 )

  ′ , ′

  ′

  1 2 dan 3 : koefisien regresi jangka pendek.

  IV.4.4. Uji Asumsi Error Correction Model (ECM) pada dasarnya merupakan model regresi berganda sehingga dalam penerapannya harus memenuhi uji asumsi klasik yang menjadi dasar validitas dan reliabilitas instrumen yang akan dihasilkan. Dalam penelitian ini, uji asumsi klasik yang dipakai terdiri atas uji kenormalan (normalitas), uji non-autokorelasi, uji homoskedastisitas dan uji non-multikolinearitas.

  a. Uji Kenormalan

  Dalam pengujian kenormalan sisaan (galat), uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera adalah uji standar (default) yang digunakan dalam paket program pengolah data runtun waktu (time series) Eviews. Menurut Gujarati (2004), uji Jarque-Bera (JB) merupakan uji kesimetrisan (asimtotis) yang berdasarkan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) sisaan (galat) suatu model. Dalam penerapannya, uji ini menggunakan informasi data berupa kemencengan (skewness) dan keruncingan (kurtosis) sebaran data sisaan dengan pendekatan OLS yang dirumuskan sebagai berikut.

  Keterangan: n

  : jumlah data s 2 : koefisien kemencengan (skewness) sebaran data

  k

  : koefisien keruncingan (kurtosis) sebaran data

  Dengan hipotesis nol bahwa sebaran sisaan model mengikuti sebaran normal, maka kriteria bahwa sebaran data sisaan model tidak mengikuti sebaran normal apabila nilai p-value > 0,05 (α yang digunakan dalam penelitian).

  b. Uji Non-autokorelasi

  Analisis data runtun waktu (time series) seringkali ditemui adanya gangguan autokorelasi atau hubungan antar waktu dalam suatu variabel. Menurut Gujarati (2004), autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi diantara anggota suatu nilai observasi dari aspek waktu (korelasi serial). Dalam konteks regresi, diasumsikan tidak ada autokorelasi dalam variabel non-deterministik, dalam hal ini sisaan atau galat model yang dirumuskan sebagai berikut.

  ( , )=0; ≠

  Untuk menguji gangguan autokorelasi, maka Gujarati merekomendasikan penggunaan uji Durbin-Watson (DW) yang merupakan uji terandal dalam mendeteksi adanya korelasi serial dari sisaan model statistik. Secara matematis, uji DW dirumuskan sebagai berikut.

  Dengan menggunakan penyederhaan, menurut Gujarati dirumuskan sebagai berikut.

  ≈ 2(1 − ̂)

  Oleh karena itu, jika nilai ̂ = 0, maka nilai DW akan sama dengan 2. Artinya, Gujarati menyimpulkan bahwa apabila nilai DW hasil pengujian asumsi statistik sisaan (galat) model bernilai mendekati 2, maka model yang didapatkan tidak mengandung gangguan autokorelasi (korelasi serial). Selain itu, untuk memastikan uji DW, untuk melihat keberadaan gangguan Oleh karena itu, jika nilai ̂ = 0, maka nilai DW akan sama dengan 2. Artinya, Gujarati menyimpulkan bahwa apabila nilai DW hasil pengujian asumsi statistik sisaan (galat) model bernilai mendekati 2, maka model yang didapatkan tidak mengandung gangguan autokorelasi (korelasi serial). Selain itu, untuk memastikan uji DW, untuk melihat keberadaan gangguan

  c. Uji Homoskedastisitas

  Uji homoskedastisitas adalah suatu uji asumsi yang digunakan untuk mendeteksi adanya

  gangguan varians model statistik yang tidak konstan atau 2 . Gujarati (2004)

  merekomendasikan penggunaan uji Breusch-Pagan-Godfrey (BPG) untuk mendeteksi adanya gangguan varians sisaan (galat) model yang tidak konstan dengan rumus sebagai berikut.

  1 + 2 2 + 3 3 +⋯+ )

  Tahapan uji BPG dilakukan dengan mendapatkan sisaan dari model statistik, yaitu

  kemudian menghitung nilai ̂ dengan rumus ̂ = kemudian membentuk

  ̂ 2

  suatu variabel baru, yaitu dengan rumus = ̂ 2 . Lalu, dilakukan peregresian dan

  didapatkan model berikut.

  = 1 + 2 2 + 3 3 +⋯+ + ′′

  Dari model tersebut dihasilkan nilai jumlah kuadrat dari sisaan (galat) atau sum square of error (sse) dan dibagi setengah sehingga daidapatkan suatu nilai yang disimbolkan dengan yang mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas (m – 1) dengan rumus matematis

  Dengan demikian, asumsi homoskedastisitas akan terpenuhi bilai nilai 2 >

  ( ,1) atau nilai p-

  value > 0,05. Dalam hasil pengolahan, nilai p-value dapat dilihat dari nilai ObsR-squared lebih dari 0,05.

  d. Uji Non-multikolinearitas

  Multikolinearitas merupakan gangguan yang biasa terjadi akibat adanya kesalahan dalam penentuan variabel secara teknis. Meskipun multikolinearitas dapat mengurangi adanya bias koefisien regresi, tetapi multikolinearitas yang tinggi mengakibatkan standard error (se) juga tinggi sehingga instrument model menjadi kurang valid sebagai alat analisis. Multikolinearitas dapat didefinisikan sebagai hubungan linier sempurna antara dua atau lebih variabel bebas (deterministik) dalam model. Gujarati (2004) merekomendasikan penggunaan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dalam mendeteksi adanya gangguan multikolinearitas dalam model statistik dengan rumus sebagai berikut.

  , adalah nilai R hasil peregresian variabel bebas i terhadap variabel bebas j. Sebagai cut of point adanya gangguan multikolinearitas, Gujarati menyatakan bahwa beberapa ahli statistika menggunakan VIF sebagai indikator multikolinearitas. Semakin tinggi nilai VIF, maka terdapat gangguan atau hubungan linier sempurna antar variabel bebas yang masuk dalam model. Oleh karena itu, jika nilai ≤ 10, dinyatakan bahwa tidak terdapat gangguan multikolinearitas dalam model statistik.

  IV.4.5. Kriteria Pemilihan Model Terbaik Dalam proses pemilihan model terbaik (tentatif), kriteria model yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mempertimbangkan hasil signifikansi uji simultan (uji F) dan

  signifikansi uji parsial (uji t). Selain itu, juga memperhatikan nilai 2 yang paling

  besar serta mempunyai sisaaan (galat) yang memenuhi uji regresi klasik.

  a. Uji Parsial (Uji t)

  Uji parsial adalah uji statistik yang mengukur tingkat signifikansi besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian secara individual. Suatu variabel secara parsial atau individu dikatakan berpengaruh signifikan secara statistik apabila nilai p- value < 0,05.

  b. Uji Simultan (Uji F)

  Uji simultan merupakan uji statistik yang mengukur tingkat signifikansi pengaruh secara bersama-sama (keseluruhan) variabel bebas yang masuk dalam model statistik terhadap variabel terikat. Uji simultan dikatakan telah signifikan apabila nilai p-value uji F < 0,05.

  c. Nilai 2

  Besarnya nilai 2 dalam penelitian ini merupakan kriteria pembanding umum yang

  biasa diterapkan dalam analisis regresi. Dalam pengertiannya, 2 merupakan besarnya

  proporsi keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang masuk dalam model

  terhadap variabel terikatnya. Umumnya, pemodelan regresi masih menggunakan ukuran 2

  sebagai kriteria pemilihan model terbaik, padahal Gujarati (2004) merekomendasikan

  penggunaan 2 . Hal tersebut disebabkan nilai 2 akan terus bertambah seiring dengan penambahan variabel bebas dalam model. Sedangkan nilai 2 dapat berkurang seiring

  penambahan variabel bebas dalam model sebab kemungkinan suatu variabel bebas yang masuk ke dalam model belum mampu menjelaskan proporsi keragaman variabel terikat.

  Dengan demikian, nilai 2 juga dapat bernilai negatif sebab seluruh variabel yang masuk

  dalam model sama sekali tidak mampu menjelaskan proporsi keragaman variabel terikat

  model. Secara matematis, 2 dirumuskan sebagai berikut. ∑ ̂ 2

  Keterangan: k

  : jumlah parameter dalam model termasuk parameter intersep

  n

  : jumlah amatan.

V. Analisis

  Aktivitas perekonomian Indonesia mulai tahun 2000 hingga 2013 terus mengalami peningkatan. Meskipun, dalam perjalannya gejolak perekonomian dalam negeri maupun luar negeri memberikan dampak yang tidak menentu, terutama dari sisi stabilitas keuangan. Stabilitas keuangan Indonesia mengalami pasang-surut dengan adanya regulasi dan kebijakan pada sektor non-moneter yang secara langsung mempengaruhi nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing.

  Pada Gambar 1, terlihat bahwa nilai tukar rupiah sebagai instrumen transaksi domestik mengalami fluktuasi seiring dengan bergulirnya beberapa rezim yang pernah memerintah di Indonesia. Sistem kurs di Indonesia selama ini dikontrol secara penuh oleh Bank Indonesia (BI) beserta pemerintah untuk mengawasi tanda-tanda adanya gejolak perekonomian. Krisis moneter yang berujung pada krisis ekonomi multidimensi tahun 1997 hingga 1998 merupakan pembelajaran berharga mengenai pentingnya penetapan sistem kurs untuk menekan gejolak perekonomian Indonesia. Sebelum tahun 2000, BI masih menggunakan rezim kurs tetap (fixed exchange rate) dan mengambang terkendali (manage floating exhange), sedikit berbeda pada Pada Gambar 1, terlihat bahwa nilai tukar rupiah sebagai instrumen transaksi domestik mengalami fluktuasi seiring dengan bergulirnya beberapa rezim yang pernah memerintah di Indonesia. Sistem kurs di Indonesia selama ini dikontrol secara penuh oleh Bank Indonesia (BI) beserta pemerintah untuk mengawasi tanda-tanda adanya gejolak perekonomian. Krisis moneter yang berujung pada krisis ekonomi multidimensi tahun 1997 hingga 1998 merupakan pembelajaran berharga mengenai pentingnya penetapan sistem kurs untuk menekan gejolak perekonomian Indonesia. Sebelum tahun 2000, BI masih menggunakan rezim kurs tetap (fixed exchange rate) dan mengambang terkendali (manage floating exhange), sedikit berbeda pada

  Gambar 1. Posisi Kurs Rupiah Terhadap Dolar Tahun 2000 – 2013

  erh t 6.000,00

  p

  (R

  Kurs (Rp terhadap

  Sumber: Bank Indonesia

  Fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar AS tersebut yang menjadi konsekuensi logis adanya pengambilan kebijakan internal BI. Untuk tetap menjaga stabilitas, BI sebagai bank sentral yang mengatur kebijakan di bidang moneter memiliki peranan penting agar kurs rupiah terhadap dolar tetap dalam range yang telah diprediksi. Kekuatan kurs rupiah juga terlihat dari ketahanan bank konvensional Indonesia di tahun 2000-an. Meski di Indonesia dinyatakan telah terjadi krisis keuangan, tetapi kondisi sektor perbankan dan lembaga keuangan terlihat masih kuat sehingga volatilitas naik-turunnya harga (inflasi) masih berada pada ambang yang dapat ditolerir. Kondisi tersebut tidak lepas dari keputusan Indonesia untuk mengubah haluan dari rezim fixed exchangemanage exchange ke rezim free floating exchange. Meskipun, dalam kenyataannya perubahan rezim tersebut membawa dampak negatif terhadap iklim investasi, sebab dalam implementasi free float exchange, kebijakan intervensi bank sentral (BI) sangat terbatas karena kekuatan rupiah terhadap dolar AS lebih ditentukan oleh mekanisme pasar. Keterbatasan kontrol itulah yang menyebabkan volatilitas meningkat secara drastis dan sulit untuk diestimasi oleh para investor yang berujung pada tingkat risiko investasi yang juga tinggi. Dalam penerapan fixed exchange, Indonesia yang notabene merupakan negara yang memiliki kemitraan dagang regional dan internasional kurang mampu mengamati ketersediaan dan kekuatan rupiah sebagai instrumen transaksi perdagangan. Sangat berbeda dengan penerapan rezim free float exchange, pengaplikasian rezim ini lebih memberikan ruang penuh terhadap penawaran dan permintaan rupiah di pasar uang sehingga dalam kaitannya dengan aspek perdagangan nasional dan internasional, rezim Fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar AS tersebut yang menjadi konsekuensi logis adanya pengambilan kebijakan internal BI. Untuk tetap menjaga stabilitas, BI sebagai bank sentral yang mengatur kebijakan di bidang moneter memiliki peranan penting agar kurs rupiah terhadap dolar tetap dalam range yang telah diprediksi. Kekuatan kurs rupiah juga terlihat dari ketahanan bank konvensional Indonesia di tahun 2000-an. Meski di Indonesia dinyatakan telah terjadi krisis keuangan, tetapi kondisi sektor perbankan dan lembaga keuangan terlihat masih kuat sehingga volatilitas naik-turunnya harga (inflasi) masih berada pada ambang yang dapat ditolerir. Kondisi tersebut tidak lepas dari keputusan Indonesia untuk mengubah haluan dari rezim fixed exchangemanage exchange ke rezim free floating exchange. Meskipun, dalam kenyataannya perubahan rezim tersebut membawa dampak negatif terhadap iklim investasi, sebab dalam implementasi free float exchange, kebijakan intervensi bank sentral (BI) sangat terbatas karena kekuatan rupiah terhadap dolar AS lebih ditentukan oleh mekanisme pasar. Keterbatasan kontrol itulah yang menyebabkan volatilitas meningkat secara drastis dan sulit untuk diestimasi oleh para investor yang berujung pada tingkat risiko investasi yang juga tinggi. Dalam penerapan fixed exchange, Indonesia yang notabene merupakan negara yang memiliki kemitraan dagang regional dan internasional kurang mampu mengamati ketersediaan dan kekuatan rupiah sebagai instrumen transaksi perdagangan. Sangat berbeda dengan penerapan rezim free float exchange, pengaplikasian rezim ini lebih memberikan ruang penuh terhadap penawaran dan permintaan rupiah di pasar uang sehingga dalam kaitannya dengan aspek perdagangan nasional dan internasional, rezim

  Berbeda dengan pemberlakukan rezim flexible exchange sekitar tahun 1999 yang masih menyediakan ruang bagi bank sentral (BI) untuk melakukan intervensi moneter, free floating exchange ternyata menghapuskan kebebasan kontrol bank sentral (BI) sehingga penerapan rezim tersebut secara langsung dapat menjaga stabilitas cadangan devisa negara. Sebenarnya, sistem free floating exchange lebih relevan diterapkan pada negara maju. Meskipun demikian, dengan pemberlakuan free floating exchange yang didukung dengan penguatan regulasi moneter serta sektor-sektor riil, kecenderungan pengaruh inflasi dan kontrol ketat terhadap arus perdagangan regional dan internasional akan dapat dibendung.

  Dalam sektor riil, baik volume barang dan jasa Indonesia yang diekspor ke luar negeri maupun volume barang dan jasa yang diimpor ke dalam negeri setiap tahunnya memperlihatkan ketimpangan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan neraca perdagangan yang selalu mengalami penurunan surplus setiap tahunnya. Namun, setiap tahunnya, perdagangan Indonesia dengan China dan Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren yang meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat keterbukaan ekonomi Indonesia yang terus membuka diri terhadap perdagangan bebas, baik di Asia maupun di dunia.

  Gambar 2. Keterbukaan Ekonomi (Openness) Indonesia-China-AS

  i

  m o 0,70

  u rb 0,40 e

  Keterbukaan Ekonomi

  Ket 0,30

  Ina-Cn-AS (Openness)

  Gambar 2 menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi Indonesia terhadap dua negara yang dinilai mendominasi arus transaksi perdagangan (ekspor-impor) di Indonesia semakin meningkat meskipun menunjukkan dampak berupa penurunan sekitar tahun 2008 akibat adanya krisis Eropa dan AS. Namun, setelah itu terlihat adanya kebangkitan aktivitas perdagangan kembali, bahkan semakin meningkat tajam hingga tahun 2013. Awal 2000-an, perekonomian Indonesia masih dalam tahap rehabilitasi akibat krisis multidimensi serta pasca pergantian sistem kekuasan sehingga tampak adanya sentimen-sentimen keraguan para pelaku usaha, investor dan perdagangan luar negeri. Pada tahun 2003 hingga 2011, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus hingga 26,06 triliun rupiah. Meski kemudian tampak adanya defisit yang tajam sekitar tahun 2012 akibat adanya penurunan surplus perdagangan. Ketidakseimbangan penawaran dan permintaan barang dan jasa luar negeri, Gambar 2 menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi Indonesia terhadap dua negara yang dinilai mendominasi arus transaksi perdagangan (ekspor-impor) di Indonesia semakin meningkat meskipun menunjukkan dampak berupa penurunan sekitar tahun 2008 akibat adanya krisis Eropa dan AS. Namun, setelah itu terlihat adanya kebangkitan aktivitas perdagangan kembali, bahkan semakin meningkat tajam hingga tahun 2013. Awal 2000-an, perekonomian Indonesia masih dalam tahap rehabilitasi akibat krisis multidimensi serta pasca pergantian sistem kekuasan sehingga tampak adanya sentimen-sentimen keraguan para pelaku usaha, investor dan perdagangan luar negeri. Pada tahun 2003 hingga 2011, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus hingga 26,06 triliun rupiah. Meski kemudian tampak adanya defisit yang tajam sekitar tahun 2012 akibat adanya penurunan surplus perdagangan. Ketidakseimbangan penawaran dan permintaan barang dan jasa luar negeri,

  Pada tahun 2010, kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) juga semakin berdampak pada volume barang China yang dipasarkan di Indonesia. Dengan demikian, tahun 2010 merupakan momentum bagi China memperbesar dan memperluas pangsa pasar barangnya di Indonesia. Di sisi lain, jenis barang perdagangan antara Indonesia dan AS juga terlihat sangat memengaruhi tarikan antara penawaran dan permintaan rupiah terhadap dolar (kurs). Peningkatan intensitas perdagangan antara Indonesia dan AS terjadi sejak krisis sekitar 2008. Dengan adanya komitmen kejasama bilateral di bidang ekonomi yang semakin kuat, pada tahun 2010 Indonesia secara resmi melakukan kerjasama dengan AS untuk mendukung kemajuan perekonomian jangka panjang dengan agenda The US-Indonesia Compherehensif Partnership Agreement (UICPA). Komitmen tersebut terlihat menambah tingkat keterbukaan ekonomi antara Indonesia dan AS.

  Gambar 3. Realisasi Penanaman Modal Asing (Juta Dolar)

  Realisasi PMA (juta dolar)

  Stabilitas keuangan juga ditentukan oleh perkembangan iklim investasi asing di Indonesia dengan ukuran realisasi Penanaman Modal Asing (PMA). Berdasarkan Gambar 3, terlihat fluktuasi realisasi PMA di Indonesia sepanjang tahun 2000-2013 mengalami naik- turun, terutama dalam rentang tahun 2009-2013. Sementara itu, sebelum tahun 2009, fluktuasi realisasi PMA terlihat relatif stabil sekitar 500 juta dolar AS. Realisasi PMA tersebut secara langsung menunjukkan kondisi iklim perekonomian Indonesia yang belum stabil. Fluktuasi investasi terutama tahun 2009-2013 yang cukup tajam menunjukkan adanya ketidakpastian investor dalam melakukan investasi di sektor-sektor riil di Indonesia. Hal ini tidak hanya menunjukkan tingkat risiko investasi yang besar, misalnya akibat terganggunya stabilitas poilitik dan keamanan Indonesia, juga dari sisi lain, lembaga penunjang keuangan dan perbankan kurang mampu menjamin risiko investasi. Tidak hanya itu, adanya sentimen negatif terhadap pangsa pasar dan tarik-menarik penawaran dan permintaan uang di Indonesia masih belum seutuhnya memberikan return investasi dalam jangka panjang.

  Tabel 2 menunjukkan perilaku data yang digunakan dalam model, hasil uji stasioneritas lnKurs, Opp dan lnPMA menunjukkan bahwa data belum stasioner pada tahap level. Hal ini menunjukkan tanda-tanda awal adanya ketidakseimbangan jangka pendek ketiga variabel tersebut untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Terlihat juga bahwa nilai p-value uji ADF secara parsial lebih dari 0,05 (tidak stasioner).

  Tabel 2. Uji Stasioneritas lnKurs, Opp dan lnPMA

  Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process) Series: LNKURS, OPP, LNPMA Date: 091615 Time: 14:18 Sample: 2000 2013 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic lag length selection based on SIC: 0 to 2 Total number of observations: 36 Cross-sections included: 3

  ADF - Fisher Chi-square

  ADF - Choi Z-stat

  Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi

  -square distribution. All other tests assume asymptotic normality. Intermediate ADF test results UNTITLED

  Secara teoritis, baik kurs rupiah terhadap dolar maupun tingkat keterbukaan dan PMA, mengalami ketidakpastian akibat penerapan sistem keuangan nasional yang kurang terkontrol dengan baik. Intensitas perdagangan yang dibiarkan bebas mengikuti perdagangan bebas (free trade) menunjukkan fluktuasi yang mengancam stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar. Demikian pula iklim investasi yang terlihat rentan dengan sentimen negatif akibat kebijakan ekonomi dan kondisi sosial serta politik Indonesia yang tidak kondusif.

  Tabel 3. Uji Stasioneritas Diferensi Pertama lnKurs, Opp dan lnPMA

  Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process) Series: LNKURS, OPP, LNPMA Date: 091615 Time: 14:21 Sample: 2000 2013 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic lag length selection based on SIC: 0 to 1 Total number of observations: 35 Cross-sections included: 3

  ADF - Fisher Chi-square

  ADF - Choi Z-stat

  Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi

  -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

  Intermediate ADF test results D(UNTITLED)

  D(LNKURS)

  D(OPP)

  D(LNPMA)

  Setelah dilakukan proses diferensi pertama, didapatkan output seperti pada Tabel 3. Dari hasil proses pendiferensian tahap pertama, ketiga variabel yang masuk dalam pemodelan ECM terlihat memiliki p-value kurang dari 0,05. Artinya, ketiga variabel tersebut telah stasioner pada diferensi pertama. Kondisi tersebut menunjukkan adanya identifikasi awal adanya potensi hubungan jangka pendek antara ketiga variabel dalam model. Dan untuk melihat adanya kointegrasi antara variabel dalam model, selanjutnya dibentuk pemodelan regresi jangka panjang dengan ouput sebagai berikut.

  Tabel 4. Estimasi Persamaan Jangka Panjang

  Dependent Variable: LNKURS Method: Least Squares Date: 091615 Time: 14:27 Sample: 2000 2013 Included observations: 14

  Variable

  Coefficient

  Std. Error

  0.389389 Mean dependent var

  Adjusted R-squared

  0.278369 S.D. dependent var

  S.E. of regression

  0.056671 Akaike info criterion

  Sum squared resid

  0.035328 Schwarz criterion

  Log likelihood

  22.00988 Hannan-Quinn criter.

  F-statistic

  3.507369 Durbin-Watson stat

  Prob(F-statistic)

  Setelah model jangka panjang terbentuk, tahap selanjutnya adalah melakukan uji stasioneritas. Uji stasioneritas ADF dilakukan untuk mendeteksi adanya kointegrasi antar variabel dalam model sisa (galat) model jangka panjang. Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa uji ADF dari sisaan (galat) mempunyai nilai p-value kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa telah cukup bukti antar variabel dalam model terdapat kointegrasi.

  Adapun, persamaan jangka panjang dalam penelitian ini dirumuskan seperti pada Tabel

  6. Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen, didapatkan bahwa secara simultan, tingkat keterbukaan ekonomi dan PMA berpengaruh signifikan negatif secara statistik. Secara parsial, kedua variabel juga berpengaruh signifikan secara statistik.

  Tabel 5. Stasioneritas Sisaan (Galat) Persamaan Jangka Panjang

  Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=2)

  t-Statistic

  Prob.

  Augmented Dickey-Fuller test statistic

  Test critical values:

  MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations

  and may not be accurate for a sample size of 12

  Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ECT) Method: Least Squares Date: 091615 Time: 14:29 Sample (adjusted): 2002 2013 Included observations: 12 after adjustments

  Variable

  Coefficient

  Std. Error

  t-Statistic

  Prob.

  ECT(-1)

  D(ECT(-1))

  C -0.007167

  0.710488 Mean dependent var

  Adjusted R-squared

  0.646152 S.D. dependent var

  S.E. of regression

  0.038951 Akaike info criterion

  Sum squared resid

  0.013655 Schwarz criterion

  Log likelihood

  23.64415 Hannan-Quinn criter.

  F-statistic

  11.04338 Durbin-Watson stat

  Prob(F-statistic)