Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Interaksi Sosial sebagai Variabel Moderating pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Putri Hijau

melalui pengaruh Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Interaksi
Sosial demi tercapainya tujuan perusahaan.
2.

Bagi Akademis,memberikan kontribusi terhadap pengembangan khasanah
ilmu pengetahuan, artinya dapat memperkuat teori-teori tentang telaah
Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Interaksi Sosial dan Kinerja
Karyawan.

3.

Bagi para Peneliti, sebagai salah satu bahan kajian empiris terutama
menyangkut Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Interaksi Sosial
dan Kinerja Karyawan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

12


Universitas Sumatera Utara

2.1

Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian antara lain
dilakukan oleh Siswoko (2014)dengan judul: " Pengaruh Budaya Organisasi,
Kepuasan Kerja dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan Studi pada
PT. Transmarine Anugrah Expressindo". Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh karyawan yang berjumlah 57 orang responden. Hasil penelitian
menunjukkan secara parsial hanya satu variabel independen yang berpengaruh
signifikan terhadapKinerja Karyawan yaitu Gaya Kepemimpinan, sedangkan
variabel Budaya Organisasi dankepuasan Kerja tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja Karyawan PT. Transmarine Anugrah Expressindo.

Penelitian yang dilakukan oleh Harris et.al(2001), dari ketiga gaya
kepemimpinan yang dianalisis ditemukan gaya kepemimpinan partisipatif
menduduki peringkat pertama dalam hubungan dengan orientasi pasar. Peringkat
kedua adalah gaya kepemimpinan supportif dan peringkat ketiga adalah gaya

kepemimpinan instrumental. Korelasi antara ketiga gaya kepemimpinan dengan
orientasi pasar menunjukkan hubungan yang monoton. Gaya kepemimpinan
partisispatif dan supportif secara positif dan signifikan berhubungan dengan
orientasi pasar.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Aslam.et.al (2013) dengan judul "
Pengaruh Perilaku Kerja, Lingkungan Kerja dan Interaksi Sosial terhadap
Kepuasan Kerja dengan Motivasi sebagai variabel Pemediasi Studi pada
Karyawan RSUD Pandan Arang Boyolali". Hasil penelitian menunjukkan bahwa
13

Universitas Sumatera Utara

perilakukerja, lingkungan kerja dan interaksi sosial karyawan masing-masing
mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap motivasi kerja karyawan di
RSUD Pandan Arang Boyolali. Perilaku kerja, lingkungan kerja dan interaksi
sosial dapatberpengaruh terhadap kepuasan kerja, kepuasan kerja sehingga dapat
meningkatkan target kinerja yang telah ditetapkan.

Hal ini ditegaskan dari penelitian yang dilakukan oleh Nur (2014) dengan

judul penelitian "Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Karyawan pada PT.
Pertamina Retail di Bright Surabaya" dengan jumlah responden sebanyak 41
orang karyawan. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel motivasi kerja dengan variabel kinerja karyawan.

Sitepu (2013) melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Budaya
Organisasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Sumut
(persero) Cabang Medan Iskandar Muda" dengan populasi penelitian ini
berjumlah 48 orang karyawan. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
serempak budaya organisasi dan lingkungan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Bank SUMUT Cabang Medan Iskandar
Muda.

2.2

Landasan Teori

2.2.1 Kinerja Karyawan

14


Universitas Sumatera Utara

Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).
Pengertian kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kualitas perilaku karyawan atau hasil yang dicapainya secara fundamental
ditentukan oleh keahlian dan kemampuan karyawan yang bersangkutan (Alwi,
2001). Disamping itu juga motivasi dan kesempatan (Robbins, 2001). Terdapat
beraneka dimensi kinerja, banyak diantaranya yang tidak berkaitan. Seseorang
mungkin sangat tinggi pada satu dimensi dan rendah pada dimensi lainnya.

Russel et.al(1993), bahwa kinerja sebagai catatan keberhasilan yang
dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu/kegiatan selama periode tertentu.
Menurutnya ada enam kategori untuk mengukur kinerja karyawan yaitu kualitas,
kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas, kemandirian dan komitmen kerja.
Sementara Seymour (1991), kinerja sebagai pelaksanaan tugasyang diukur;

sedangkan Byors et.al (1998), kinerja merupakan derajat penyelesaian tugas yang
menyertai pekerjaan seseorang yang seberapa baik individu memenuhi permintaan
pekerjaan. Kinerja diartikan sebagai tingkatan pekerjaan aktual yang dilaksanakan
oleh para karyawan (Shore et.al 1990).

Dari pengertian-pengertian kinerja diatas, maka kinerja dapat diartikan
sebagai catatan keberhasilan dari suatu pekerjaan/tugas yang telah dicapai

15

Universitas Sumatera Utara

seseorang melalui pengevaluasian/penilaian kinerja karyawan merupakan hasil
yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Seperti dikatakan bahwa kinerja telah menjadi kerangka pikir sentral untuk
dijadikan pemicu pencapaian tujuan organisasi bisnis. Namun hingga saat ini
belum ada satupun yang dapat dianggap sebagai teori umum tentang kinerja
tersebut (Guest, 1997). Teori tentang kinerja tersebut dimaksudkan untuk dapat
menjelaskan memberikan suatu peramalan dan mengendalikan kinerja di masa

yang akan datang. Penjelasan tentang kinerja yang ada saat ini kerapkali dikaitkan
dengan masalah kriteria. Dengan kata lain, kinerja menjadi tolok ukur untuk
dikatakan suatu aktifitas berjalan sesuai rencana atau tidak.

Kinerja karyawan dalam penelitian ini indikatornya terdiri atas:
pencapaian dalam bentuk kuantitas dan kualitas, laporan kerja, pengetahuan
teknis, mengembangkan inisiatif dan kemandirian, berpedoman pada kebijakan,
memberikan informasi, memberikan pelayanan.

2.2.2 Budaya Organisasi

16

Universitas Sumatera Utara

Menurut Barney dalam Mansor (2010), budaya organisasi merupakan satu
set kompleks keyakinan, asumsi, nilai dan simbol-simbol yang digunakan dalam
menentukan jalan dimana organisasi melakukan bisnis. Menurut Soedjono (2005),
budaya organisasi dapat menjadi sebuah instrumen keunggulan yang kompetitif
dan utama, bila budaya organisasi dapat mendukung strategi dari sebuah

organisasi, dan bila budaya organisasi mampu menjawab serta mengatasi
tantangan lingkungan secara tepat dan cepat.

Budaya telah menjadi suatu konsep yang sangat penting dalam memahami
individu atau kelompok manusia dalam waktu yang cukup lama. Budaya pada
hakekatnya merupakan proses integrasi dari suatu perilaku manusia yang
mencakup pikiran, ucapan dan perbuatan dengan proses pembelajaran. Dalam
kehidupannya manusia dipengaruhi oleh budaya dimana manusia berada. Hal
yang sama akan terjadi di suatu organisasi atau perusahaan, bauran dari segala
nilai, keyakinan, perilaku dari setiap anggota organisasi akan membentuk budaya
organisasi.

Berikut ini beberapa definisi budaya organisasi atau perusahaan menurut
pendapat para ahli, sebagai berikut:

Edgar Schein dalam Tika (2006:03) mendefinisikan:
“ Budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang dimiliki bersama
yang didapat oleh suatu kelompok ketika memecahkan masalah penyesuaian
eksternal dan integrasi internal, yang telah berhasil dengan cukup baik untuk
dianggap sah dan karena itu, diinginkan untuk diajarkan kepada anggota baru

sebagai cara yang tepat untuk menerima, berpikir dan merasa berhubungan
dengan masalah tersebut.”
17

Universitas Sumatera Utara

Munurut Moeljono (2005:95),
”Budaya perusahaan adalah peramuan berpola top-middle-bottom,
kemudian disemaikan kesetiap sel organisasi, dan menjadi nilai-nilai kehidupan
bersama, yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal dan informal”.

Amunai dalam Tika (2006) mendefinisikan seperangkat asumsi dasar dan
keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan
dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah
integrasi internal.

Wirawan (2005) menjelaskan: Budaya organisasi merupakan serangkaian
sistem nilai yang dipegang dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi dari
level bawah sampai level atas, yang menjadi satu hal yang berbeda dengan
organisasi lain.


Nawawi (2005:93) mendefinisikan bahwa:
“Budaya organisasi adalah keyakinan dan asumsi dasar yang mengikat
kebersamaan setiap anggota perusahaan sehingga mewarnai sikap dan perilaku
yang bermanifestasi dalam interaksi sosial antara anggota atau perusahaan dalam
bekerja”.
Duncan dalam Kasali (2005)

menjelaskan sebagai berikut: Budaya

organisasi adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan satu hal, pengertian
dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima
oleh anggota baru seutuhnya.

Dari beberapa definisi tersebut dapat dijelaskan budaya organisasi pada
dasarnya akan mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota
18

Universitas Sumatera Utara


organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarki organisasi. Budaya
organisasi merupakan landasan setiap anggota dalam sikap dan perilaku di setiap
aktivitas perusahaan yang menjadikan perekat hubungan diantara anggota
perusahaan.

Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di
dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup
dominan. Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Deal dan
Kennedy dalam Tika (2006) adalah:

1.

Lingkungan Usaha

Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan perusahaan
memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan
lingkungan. Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan
terhadap apa yang harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil.
Lingkungan usaha yang berpengaruh antara lain meliputi produk yang
dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah,

dan lain-lain. Sehubungan dengan itu, perusahaan harus melakukan
tindakan-tindakan untuk mengatasi lingkungan tersebut antara lain seperti
kebijakan penjualan, penemuan baru, atau pengelolaan biaya dalam
mengahadapi realitas pasar yang berbeda dengan lingkungan usahanya.

2.

Nilai-nilai

19

Universitas Sumatera Utara

Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu
organisasi. Nilai-nilai tersebut menitik beratkan kepada suatu keyakinan
untuk mencapai kesuksesan. Nilai-nilai atau keyakinan agar dapat
mendorong karyawan untuk mencapai kinerja yang baik, hendaknya harus
disampaikan secara terbuka oleh para manajer kepada seluruh lapisan
sumber daya manusia (SDM) yang ada, hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadinya

penyimpangan-penyimpangan

dari

standar

yang

telah

ditetapkan oleh perusahaan.

3.

Pahlawan

Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai
budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri
perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang
berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi, mereka bisa menumbuhkan
idealisme, semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan
atau masalah dalam organisasi.

4.

Ritual

Kegiatan upacara di suatu perusahaan pada umumnya bentuk penghargaan
terhadap kinerja sumber daya manusianya atau dapat berupa laporan
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu
tertentu. Dengan seringnya frekuensi kegiatan tersebut di perusahaan
diharapkan akan menciptakan budaya secara tidak sadar.

20

Universitas Sumatera Utara

5.

Jaringan Budaya

Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di
dalam perusahaan, dapat dijadikan sebagai pembawa atau penyebaran
nilai-nilai budaya perusahaan. Elemen ini merupakan hierarki dari
kekuatan yang tersembunyi di dalam organisasi, oleh karena itulah
efektivitas jaringan ini hanya sebagai cara untuk mendapatkan informasi
tentang apa yang terjadi di perusahaan, dapat dikatakan juga bentuk
jaringan kultural adalah informal.

Wirawan (2005) mengemukakan Indikator dari budaya organisasi adalah
sebagai berikut:

1.

Pelaksanaan Norma

Norma adalah peraturan perilaku yang menentukan respon karyawan yang
dianggap tepat dan tidak tepat dalam situasi tertentu. Norma organisasi
dikembangkan oleh waktu yang lama oleh pendiri dan anggota norma
organisasi sangat penting karena mengatur perilaku anggota organisasi,
normalah yang mengikat kehidupan anggota organisasi sehingga perilaku
anggota organisasi dapat diramalkan dan dikontrol.

2.

Pelaksanaan Nilai-Nilai

21

Universitas Sumatera Utara

Nilai-nilai merupakan pedoman dan kepercayaan yang dipergunakan oleh
orang atau organisasi untuk bersiap jika berhadapan dengan situasi yang
harus membuat pilihan. Nilai-nilai berhubungan erat dengan moral dan
kode etik yang menentukan apa yang harus dilakukan. Individu dan
organisasi yang mempunyai nilai kejujuran, Intregritas dan keterbukaan
menganggap mereka harus bertindak jujur dan berintegritas tinggi.

3.

Kepercayaan dan Filsafat

Kepercayaan organisasi berhubungan dengan apa yang menurut organisasi
dianggap benar dan tidak benar. Kepercayaan melukiskan karakteristik
moral organisasi atau kode etik organisasi, misal kepercayaan bahwa
pemberian Upah Minimum sesuai dengan kebutuhan hidup layak akan
meningkatkan motifasi kerja karyawan. Filsafat adalah pendapat
organisasi menganai hakikat atau esensi sesuatu, misalnya Perusahaan
mempunyai pendapat berbeda mengenai esensi Sumber Daya Manusia,
sejumlah perusahaan menganggap SDM merupakan bagian dari alat
produksi oleh karena itu mereka tidak memerlukan tenaga kerja dengan
kualitas tinggi dan tidak mengadakan pelatihan untuk meningkatkan
kompetisi mereka.

4.

Pelaksanaan Kode Etik
22

Universitas Sumatera Utara

Kode etik adalah kumpulan kebiasaan baik suatu masyarakat yang
diwariskan dari suatu generasi ke genarasi lainnya. Fungsi dari kode etik
adalah pedoman perilaku bagi anggota organisasi. Perilaku setiap anggota
organisasi harus etis, yaitu perilaku yang dianggap baik dan benar dalam
kaitan kode etik organisasi, sedangkan perilaku yang tidak etis adalah
perilaku yang salah dan buruk dalam kaitan kode etik organisasi.

5.

Pelaksanaan Seremoni

Seremoni merupakan perayaan budaya organisasi atau tindakan kolektif
pemuja budaya yang meningkatkan dan memperkuat nilai-nilai budaya.

6.

Sejarah Organisasi

Budaya Organisasi dikembangkan pada waktu yang lama, yaitu sepanjang
sejarah organisasi dan merupakan Produk dari sejarah organisasi, budaya
organisasi lahir, berkembang dan berubah sepanjang sejarah organisasi.
Pada organisasi yang sudah mapan, perkembangan organisasi di
formasikan dalam bentuk sejarah organisasi yang diingat dan di
Informasikan kedapa seluruh anggota organisasi dalam bentuk sejarah
organisasi.

Budaya organisasi memiliki fungsi atau peran di dalam perusahaan.
Menurut Robbin (2003) fungsi budaya organisasi dalam menjalankan sejumlah
fungsi di dalam sebuah organisasi atau perusahaan adalah sebagai berikut:

23

Universitas Sumatera Utara

1.

Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

2.

Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

3.

Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri pribadi seseorang.

4.

Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar
yang tepat untuk diterapkan kepada karyawan.

5.

Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Suandy (2003) fungsi dari budaya
organisasi atau perusahaan adalah sebagai berikut:
1.

Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya.

2.

Memudahkan komitmen kolektif.

3.

Mempromosikan

stabilitas

sistem

sosial.

Stabilitas

sistem

sosial

mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan
mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.

Sedangkan menurut Schermerhom dan Hunt dalam Mangkunegara (2005)
bahwa fungsi budaya organisasi adalah dapat membantu mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal. Pemecahan masalah adaptasi eksternal
dilakukan melalui pengembangan pemahaman tentang strategi dan misi
24

Universitas Sumatera Utara

perusahaan. Sedangkan pemecahan masalah yang berhubungan dengan integrasi
internal dapat dilakukan antara lain dengan komunikasi, penentuan kriteria
karyawan, penentuan standar bagi insentif dan sanksi serta melakukan
pengawasan internal organisasi.

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Suandy (2003) terdapat 3 (tiga) tipe
umum budaya organisasi yaitu: konstruktif, pasif-defensif, dan agresif-defensif.
Setiap tipe berhubungan dengan seperangkat keyakinan normatif yang berbeda.
Keyakinan normatif mencerminkan pemikiran dan keyakinan individu mengenai
bagaimana anggota dari sebuah kelompok atau organisasi tertentu diharapkan
menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan orang lain.
1.

Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya
dengan

cara

yang

akan

membantu

mereka

dalam

memuaskan

kebutuhannya,berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri,
penghargaan yang manusiawi, dan persatuan.
2.

Budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa
karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak
mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan
normatif

yang

berhubungan

dengan

persetujuan,

konvensional,

ketergantungan, dan penghindaran.
3.

Perusahaan dengan budaya agresif-defensif mendorong karyawannya
untuk mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan

25

Universitas Sumatera Utara

kerja dan status mereka. Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan
normatif yang mencerminkan oposisi, kekuasaan dan kompetitif.

Secara alami budaya organisasi sukar untuk dipahami, tidak berwujud,
implisit, dan dianggap biasa saja. Setiap perusahaan memiliki tipe budaya
organisasi, sebuah organisasi atau perusahaan mungkin dapat memiliki budaya
organisasi dominan yang sama, namun perusahaan memiliki keyakinan normatif
dan karakteristik budaya organisasi yang lain.

Persepsi-persepsi yang tidak benar mengenai budaya organisasi Silalahi
(2004) yaitu :

1.

Budaya organisasi sebagai obat mujarab.
Sering kali budaya organisasi dianggap sebagai pembangunan budaya
yang

dengancepatdapatmemulihkansuatuperusahaan.

Maka

dari

itu,

perubahan organisasi harus dilakukan secara perlahan-lahan.
2.

Keterkaitan antara budaya dan strategi perusahaan.
Pendapat yang menganggap bahwa perusahaan yang sudah memiliki
budayayangmapansudahtidakmemerlukanstrategilagiatausebaliknya.
Perludiingatbahwa budayaorganisasimembangunkebiasaan kerja yang
mendukung strategi perusahaan. Budaya dan strategi saling menopang satu
terhadap yang lain.

3.

Budaya menolak perubahan.
Perubahan dalam arah strategi perusahaan dan cara kerja sangat perlu
mengalami perubahan, apalagi jika budaya yang lama sudah tidak kondusif
26

Universitas Sumatera Utara

terhadap tuntutan pasar. Budaya yang baik harus memiliki klausule
yang menyatakan bahwa alternatif tindakan perlu bila yang telah
ditetapkan gagal. Dalam keadaan yang serba tidak menentu budaya
perusahaan harus lentur terhadap tuntutan zaman. Namun demikian,
budaya organisasi tidak dapat diatur tanpa perencanaan yang konsepsional
oleh seluruh jajaran didalam perusahaan.
4.

Pimpinan tertinggi perusahaan adalah kunci pembakuan budaya organisasi.
Visi, misi dan tujuan perusahaan memang diatur dari atas. Namun
pelaksanaan kebijakan yang berkembang menjadi budaya organisasi harus
mendapat sambutan dari seluruh jajaran perusahaan.

5.

Relevansi budaya dan Monolitisme.
Budaya organisasi harus relevan dengan tuntutan zaman dan keadaan
perusahaan. Dengan demikian budaya organisasi yang kuat tidak boleh
monolitis. Budaya organisasi yang monolitis tidak akan mampu berjalan
den lancar sesuai dalam rangka penyesuaian dengan tuntutan zaman.

Fungsi dari budaya organisasi menurut Robbins (2003) sebagai berikut:
1.

Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya
budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang
lain.

2.

Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

3.

Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentigan diri pribadi seseorang.

4.

Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
27

Universitas Sumatera Utara

5.

Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dasn kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku perhatian kita.

2.2.3 Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
keberhasilan manajemen organisasi. Kepemimpinan yang efektif akan mampu
mendorong motivasi anggota organisasi sehingga produktifitas, loyalitas dan
kepuasan bawahan atau anggota organisasi meningkat. Pada awalnya banyak yang
berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan, namun dengan berkembangnya
pengetahuan diketahui bahwa terbentuknya kepemimpinan yang efektif dapat
dipelajari.

Kepemimpinan mengalami pergeseran dari waktu ke waktu dan bersifat
kontekstual yang dilatarbelakangi oleh perkembangan sosial, politik dan budaya
yang berlaku pada jamannya. Dalam pendekatan situasional disadari bahwa
tidakada satupun gaya kepemimpinan yang terbaik dan berlaku universal untuk
segala situasi dan lingkungan.

Pengertian tunggal tentang kepemimpinan masih belum ada kesepakatan
diantara para ahli ilmu perilaku. Konsep kepemimpinan masih merupakan sesuatu
yang ambigous (Pfeffer 1977, dalam Payamta, 2002). Sedangkan Luthans (1995),
menyatakan bahwa definisi kepemimpinan masih merupakan “black box” atau
“unexplainable concept”. Meskipun demikian, untuk memberikan sedikit
pengertian tentang kepemimpinan, diantaranya menurut Hersey dan Blanchard
(1985), kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan
28

Universitas Sumatera Utara

seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mencapai suatu tujuan dalam
situasi tertentu. Donnelleyet.al (1991), memberikan pengertian kepemimpinan
(leadership) sebagai suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk
memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain seorang
leader adalah seseorang yang mempunyai daya untuk menarik orang lain dengan
tanpa paksaan agar mereka secara bersama-sama mewujudkan visinya.

Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai
suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk
suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini
sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang
menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan atau diacu oleh bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili
filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik.Selanjutnya Sunita
(1997) dalam Fuad Mas’ud (2004), mengatakan gaya kepemimpinan terdiri
dari 5 (lima) dimensi gaya kepemimpinan yaitu:

1.

Gaya Partisipatif,

yaitu

gaya

pemimpin mengharapkan saran-saran
sebelum
partisipatif

kepemimpinan
dan

ide-ide

mengambil suatu keputusan. Dalam
untuk

pengambilan

keputusan

dari

dimana
bawahan

gaya kepemimpinan

juga

dipengaruhi oleh

partisipasi bawahan.
2.

Gaya Birokratis, yaitu gaya memimpin berdasarkan peraturan. Gaya
kepemimpinan yang birokratis pada umumnya membuat keputusan29

Universitas Sumatera Utara

keputusan berdasarkan aturan yang ada secara kaku tanpa adanya
fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada pimpinan dan sedikit
saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak
boleh lepas dari ketentuan yang ada.
3.

Gaya Pengasuh,

yaitu gaya kepemimpinan

memperhatikan bawahan

dalam

dimana

peningkatan

karier,

pemimpin
memberikan

bimbingan, arahan, bantuan dan bersikap baik serta menghargai
bawahan yang bekerja dengan tepat waktu.
4.

Gaya Berorientasipada Tugas,

yaitu

gaya

kepemimpinan

dimana

seorang pemimpin menuntut bawahan untuk disiplin dalam hal pekerjaan
atau tugas.
5.

Gaya Otoriter, yaitu gaya kepemimpinan yang tidak membutuhkan
pokok-pokok pikirandari bawahan dan mengutamakan kekuasaan serta
prestise sehingga seorang pemimpin mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi dalam pengambilan keputusan.

Dalam penelitian ini dimensi gaya kepemimpinan mengacu pada dimensi
yang dikembangkan Sunita (1997) dalam Mas’ud (2004) yang terdiri dari:
1.

Gaya Partisipatif (Participative Style)

2.

Gaya Birokratis (BureaucraticStyle)

3.

Gaya Pengasuh (Nurturant Style)

4.

Gaya Berorientasi Tugas (Oriented Style)

5.

Gaya Otoriter (Authoritarian Style)

30

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut
hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok
dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada
kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal
balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang
hidupnya didalam masyarakat.

Interaksi

terjadi

apabila

seorang

individu

melakukan

tindakan,

sehinggamenimbulkan reaksi dari individu-individu yang lain, karena itu interaksi
terjadidalam suatu kehidupan sosial. Interaksi pada dasarnya merupakan
siklusperkembangan dari struktur sosial yang merupakan aspek dinamis dalam
kehidupansosial. Perkembangan inilah yang merupakan dinamika yang tumbuh
dari pola-polaperilaku individu yang berbeda menurut situasi dan kepentingannya
masing-masing,yang diwujudkannya dalam proses hubungan sosial. Hubunganhubungan sosial itupada awalnya merupakan proses penyesuaian nilai-nilai sosial
dalam kehidupansosial. Kemudian meningkat menjadi semacam pergaulan yang
tidak hanya sekedarpertemuan secara fisik, melainkan merupakan pergaulan yang
ditandai adanya salingmengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak
yang terjadi dalamhubungan sosial tersebut. Sudah menjadi hukum alam dalam
kehidupan individubahwa keberadaan dirinya adalah sebagai makhluk individu
sekaligus sosial.

31

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan

dasar

individu

untuk

melangsungkan

kehidupannya

membutuhkanmakanan, minuman untuk menjaga kesetabilan suhu tubuhnya dan
keseimbanganorgan tubuh yang lain, (kebutuhan biologi), individu membutuhkan
juga perasaantenang dari ketakutan, keterpencilan, kegelisahan, dan berbagai
kebutuhan kejiwaanlainnya. Kebutuhan individu yang mendasar juga di perlukan
ialah kebutuhan untukberhubungan dengan individu lain, kebutuhan untuk
melanjutkan keturunan,kebutuhan untuk membuat pertahanan diri agar terhindar
dari musuh, kebutuhanuntuk belajar kebudayaan dari lingkungan agar dapat
diterima atau diakuieksistensinya oleh lingkungan sekitar atau masyarakat. Di
dalam kehidupan bermasyarakat,setiap individu terikat dalam struktur-struktur
sosial yang ada dalam masyarakatnya maupun kelompoknya.

Masing-masing struktur sosial mengatur kedudukan masing-masing
individu dalamkaitannya dengan kedudukan-kedudukan dari individu yang lain
yang secarakeseluruhannya memperhatikan corak corak tertentu yang berada dari
struktur sosialyang lain. Adanya kedudukan-kedudukan yang diatur oleh struktur
sosial tersebutmenuntut dan menghasilkan adanya peranan-peranan yang sesuai
dengan kedudukan-kedudukanyang dimiliki masing-masing individu.

Kebutuhan individu akan individu lain mendorong dirinya untuk belajar
pola-pola,rencana-rencana, dan strategi untuk bergaul dengan individu yang lain.
Individupun mulai belajar memainkan peranan sesuai dengan status yang diakui
olehlingkungan sosialnya. Status dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu status
yangdiperoleh dengan sendirinya (ascribed status) dan status yang diperoleh
dengan kerjakeras atau diusahakan (achieved status).
32

Universitas Sumatera Utara

Interaksi sosial mempunyai korelasi atau hubungan dengan status yaitu
bahwa status memberi bentuk atau pola interaksi. Status dikonsepsikan sebagai
posisiindividu atau kelompok individu sehubungan dengan kelompok atau
individu lainnya,status merekomendasikan perbedaan martabat, yang merupakan
pengakuaninterpersonal yang selalu meliputi paling sedikit satu individu, yaitu
siapa yangmenuntut dan individu lainnya yaitu siapa yang menghormati tuntutan
itu. Gejala initerlihat misalnya pada hubungan antara atasan dengan bawahannya
atau padahubungan antara orang tua dengan anak-anak atau yang lebih muda,
antara tuan tanahdengan penggarap, antara orang kaya dengan orang miskin.

Dalam hal ini statusmemberi bentuk atau pola tertentu dalam interksi
sosial. Sebagai mahluk individumanusia dilahirkan sendiri dan memiliki ciri-ciri
yang berbeda antara yang satudengan yang lain.Perbedaan ini merupakan
keunikan dari manusia tersebut. Sebagai mahluksosial manusia membutuhkan
individu lain untuk memenuhi segala kebutuhannya,dari sinilah terbentuk
kelompok-kelompok yaitu suatu kehidupan bersama individudalam suatu ikatan,
di mana dalam suatu ikatan tersebut terdapat interaksi sosial danikatan organisasi
antar masing-masing anggotanya (Soekanto, 2001).

Homans dalam Ali (2004) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian
ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi
ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain
yang menjadi pasangannya.Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini
mengandung pengertian bahwa interaksiadalah suatu tindakan yang dilakukan

33

Universitas Sumatera Utara

oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu
lain yang menjadi pasangannya.

Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran
antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain
dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama
lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial
sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih
hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi
satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk
mempengaruhi individu lain.

Pengertian Interaksi sosial menurut Bonner dalam Ali(2004) merupakan
suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu
mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.

Pengertian

Interaksi

sosial menurut

beberapa

ahli

tersebut

dapat

disimpulkan bahwa, interaksi adalah hubungan timbal balik anatara dua orang
atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran
secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara
pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.

Syarat terjadinya interaksi sosial terdiri atas kontak sosial dan komunikasi
sosial.

Kontak

sosial

tidak

hanya

dengan

bersentuhan

fisik.

Dengan

perkembangan tehnologi manusia dapat berhubungan tanpa bersentuhan, misalnya
melalui telepon, telegrap dan lain-lain. Komunikasi dapat diartikan jika seseorang
34

Universitas Sumatera Utara

dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau perasaan-perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut.Proses interaksi sosial yang terjadi dalam
masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi dan empati.

1.

Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap,
tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.

2.

Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan
seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang
disugestikan tanpa berfikir rasional.

3.

Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada
orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.

4.

Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan
orang lain yang ditiru (idolanya).

5.

Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh
orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang
lain.

Jika proses interaksi sosial tidak terjadi secara maksimal akan
menyebabkan terjadinya kehidupan yang terasing. Kerjasama tim tidak akan
terlaksana dengan baik, sehingga hal ini dapat menimbulkan menurunnya kinerja
karyawan.

Kerjasama merupakan terjemahan dari kata cooperation yaitubekerja sama
dalam rangka mencapai satu tujuan atau tujuan-tujuanbersama. Dengan bekerja
35

Universitas Sumatera Utara

sama dapat dicapai berbagai kepentingan, baikuntuk pribadi maupun untuk
kelompok, atau masyarakat secarakeseluruhan.Dalam kerjasama yang penting
adalah hubungan-hubungan yang terjadi antara duapihak atau lebih dalam rangka
mencapai satu atau beragam tujuan.Beberapa kegiatan kerjasama dalam
masyarakat mungkin direncanakan,tetapi ada juga yang tidak direncanakan karena
diperlukan untukmenangani berbagai keadaan yang dihadapi.

Menurut Soerjono (2003), dalam kerjasama dijumpai pula berbagaibentuk,
yaitu:

1.

Kerjasama spontan, adalah kerja sama yang serta merta. Kerja sama hasil
dari kesetiaan atau ketaatan.

2.

Kerjasama langsung, merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa.

3.

Kerjasama kontrak, merupakan kerja sama atas dasar tertentu.

4.

Kerjasama tradisional, sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial,
misalnya berdasarkan pembagian fungsi dalam masyarakat.

Selain bentuk kerja sama seperti diatas, ada tipe lain dari kerjasama yang
didasarkan pada perbedaan dalam sikap kelompok danorganisasi, yaitu:

1.

Kerjasama primer. Dimana kelompok dan perorangan bersatu sehingga
hampir semua aspek kehidupan orang perorangan tercakup dalam
kelompok. Contoh kehidupan dalam suatu kelompok paling kecil yaitu
keluarga batih, yang agak besar yaitu biara.

2.

Kerjasama sekunder. Kerja sama demikian merupakan ciri dari masyarakat
kota yang mempunyai tingkat formalitas dan spesialisasi tinggi dan hanya
36

Universitas Sumatera Utara

menyangkut bagian yang terbatas dari kehidupan seseorang, sikap
cenderung lebih individualistis. Contoh terdapat dalam suatu kantor atau
perusahaan, suatu organisasi industri atau pabrik.
3.

Kerjasama tersier. Kerja sama tersier tidak terjamin kelangsungannya
sebab ada pertikaian terpendam yang menyertainya. Disini terlibat dua
pihak yang saling bertentangan tetapi melakukan kerja sama untuk
menghadapi pihak ketiga. Bilamana pihak ketiga berhasil dikalahkan,
maka kerja sama diantara dua pihak berakhir

Dalam penelitian ini dimensi interaksi sosial mengacu pada dimensi yang
dikembangkan Chitambar dalam Sajogyo (1978)bahwa ada 4 (empat) aspek yang
perlu diperhatikan, yaitu:
1.

Aspek kontak sosial

2.

Aspek komunikasi

3.

Aspek struktur sosial

4.

Aspek bentuk sosial

Aspek kontak sosial dalam interaksi sosial adalah apabila dalamsuatu
pertemuan terjadi kontak sosial dimana orang yang kontak adatanggapan timbal
balik dan penyesuaian perilaku dalam diri pihak yangberkontak terhadap tindakan
lain. Misalnya, dalam suatu kerumunan ataudi dalam suatu bus dimana jarak fisik
orang perorangan sangat dekat tidakterjadi suatu tanggapan (pembicaraan), maka
tidak terjadi suatu kontaksosial. Jadi di sini kontak fisik bukan merupakan suatu
syarat utama dalamkontak sosial atau dengan kata lain jarak dekat secara fisik

37

Universitas Sumatera Utara

belum tentuterjadi suatu proses interaksi sosial.Dalam hal ini, kontak sosial
sebagai proses terdiri dari dua sifat, yaitu Primer dan Sekunder.

Sifat kontak primer, yaitu kontak terjadi langsung berhadapanmuka. Pada
umumnya kontak primer sering terjadi dilingkungan kecil,didalamnya saling
mengenal secara erat dalam pergaulan sehari-hari,dalam kontak primer
pembicaraan berkaitan erat dengan hubungankekeluargaan atau tetangga dekat,
misalnya kehidupan di pedesaan.Sifat kontak sekunder yaitu sepintas lalu, bukan
dalam rangkahubungan pribadi dan kurang kuat, terjadi dilingkungan yang lebih
besardan tersebar luas, misalnya diperkotaan.

Dalam interaksi sosial, aspek komunikasi merupakan bagian yangpenting.
Komunikasi berarti segala upaya untuk menyampaikan amanatdari pemberi
kepada penerima agar diterima dengan baik, dengan caralisan atau tulisan
(Sajogyo,1978). Arti yang terpenting dari komunikasiadalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain(berwujud pembicaraan, gerakan
badan, atau sikap), serta perasaan-perasaanyang ingin disampaikan orang lain.

Proses komunikasi merupakan proses simbol-simbol dariseseorang kepada
orang lain atau dari suatu kelompok kepada kelompoklain, juga dari seseorang
untuk suatu kelompok. Simbol yang disampaikanharus dapat dimengerti oleh
kedua pihak, baik oleh pihak komunikator maupun oleh penerima.

Dalam proses komunikasi ada tiga simbol yangperlu mendapat perhatian,
yaitu:

38

Universitas Sumatera Utara

1.

Simbol-simbol itu diciptakan oleh manusia.

2.

Simbol-simbol mempunyai nilai komunikatif yang hanya berarti jika pesan
dan penerima mempunyai penafsiran-penafsiran yang serupa dan telah
disetujui sebelumnya.

3.

Simbol-simbol itu dihasilkan dengan mengingat situasi dan struktur,
dimana pihak-pihak yang memberikan penafsiran mempunyai atau
dianggap mempunyai kepentingan bersama.

Komunikasi sebagai proses dalam interaksi sosial mempunyai duaciri,
yaitu Proses Primer dan Proses Sekunder.Proses komunikasi primer berlaku
secara langsung dengan menggunakan bahasa, gerakan yang diberi arti khusus,
aba-aba, dansebagainya. Hubunganyang mendalam antara dua orang yang berbeda
tarafnya (tingkatannya)yang satu lebih tinggi daripada yang lainnya terjadi karena
terdapathubungan yang bersifat “patron client” atau bapak anak buah.
Bagimasyarakat desa, pemberi amanat dinilai oleh penerima amanat dari
segiidentitas atau gengsinya bukan dari isi yang dibawakan dalam amanattersebut.

Proses komunikasi sekunder berlaku dengan menggunakan alat,seperti
media massa, radio, televisi, dan sebagainya agar dapat melipatgandakan jumlah
penerima amanat, yang berarti pula mengatasihambatan-hambatan geografis dan
waktu. Pada dasarnya media masamempunyai pengaruh yang bersifat mendatar
(horizontal) dalam prosespenyebarannya, sedangkan komunikasi antar orang
disebut komunikasisosial pengaruhnya bersifat ke atas dan kebawah (vertikal).

39

Universitas Sumatera Utara

Aspek

struktur

sosial

mempengaruhi

interaksi

sosial,

misalnya

strukturpedesaan atau perkotaan, masing-masing punya nilai dan norma sosial
yang berbeda yang didasari nilai-nilai yang menentukan perilakumasyarakatnya
selama interaksi berlangsung yang memperinci aturandi dalam struktur itu.

Bentuk interaksi sosial merupakan bentuk-bentuk yang tampakapabila
seseorang atau kelompok-kelompok manusia mengadakanhubungan satu dengan
yang lainnya. Adapun bentuk interaksi sosial dapatmerupakan assosiatif atau
proses-proses yang konstruktif mengarah padakerja sama dan dissosiatif
mengarah pada pertentangan danberkurangnya rasa solidaritas. Proses assosiatif
meliputi bentuk kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. Proses dissosiatif meliputi
persaingandan konflik atau pertikaian.

2.3

Keterkaitan antar Variabel

2.3.1

Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan

Budaya

organisasi

merupakan

nilai

keyakinan

bersama

yang

mendasariidentitas perusahaan dan suatu kesepakatan bersama para anggota
dalamorganisasi

atau

perusahaan

sehingga

mempermudah

lahirnya

kesepakatanyang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Budaya organisasi
menjadipengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia
yangBudaya

organisasi

mendasarimelibatkan

diri

merupakan
dalam

nilai
suatu

keyakinan
kegiatan

bersama

organisasi.

yang
Budaya

organisasimempengaruhi produktivitas, kinerja, komitmen, kepercayaan diri, dan
perilakuetis.
40

Universitas Sumatera Utara

Budaya organisasi merupakan variabel kunci yang bisa mendorong
keberhasilan perusahaan. Meski tidak sepenuhnya benar, bahwa perusahaan yang
berhasil ternyata mempunyai budaya yang kuat. Bagi Denison (1990), dan Heskett
(1992), perusahaan yang berhasil bukan sekedar mempunyai budaya yang kuat
akan tetapi budaya yang kuat tersebut harus cocok dengan lingkungannya.
O’Reilly(1991)

dalam

penelitiannya

bahwa

budaya

perusahaan

mempunyaipengaruh terhadap efektifitas perusahaan, terutama pada perusahaan
yang mempunyai budaya yang sesuai dengan strategi dan dapat meningkatkan
komitmen karyawan terhadap perusahaan. Kesesuaian antara budaya organisasi
terhadap partisipasi yangmendukungnya akan menimbulkan kepuasan kerjayang
mendorong individu untuk kreatif dalam artidapat meningkatkan kinerja
perusahaan.

Survei

yang

dilakukan

Sheridan

(1992),

menunjukkan

bahwa

budayaorganisasi secara signifikan berhubungan positif dengan kinerja karyawan,
voluntary turnover dan komitmen organisasi. Dikatakan bahwa variasi dalam
cultural value memiliki pengaruh terhadap tingkat turnover dan kinerja karyawan.
Gordon (1991), menyatakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan sangat
tergantung kepada keberhasilannya dalam menciptakan budaya organisasi yang
khas sebagai bagian rencana stratejik. Selanjutnya dia menyatakan bahwa
kesesuaian antara sikap dan perilaku karyawan dengan budaya organisasi
memiliki efek pada kinerjanya.

Indriantoro (2000), dalam Ernawan (2004) menyatakan bahwa budaya
41

Universitas Sumatera Utara

organisasi merupakan topik yang penting, karena budaya organisasi merupakan
assets tidak berwujud milik perusahaan. Budaya organisasi dianggap assets yang
dapat meningkatkan kinerja organisasi. Budaya organisasi dalam hal ini selalu
mempunyai dampak positif terhadap kehidupan perusahaan.

2.3.2

Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan

Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain.
Selain itu, kepemimpinan biasanya juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi,
menggerakkan,

dan

mengarahkan

suatu

tindakan

pada

diri

seseorang

atausekelompok orang untuk tujuan tertentu. Dalam organisasi kemampuan untuk
mempengaruhi, mendesak dan mendorong pengikutnya didasarkan pada
kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Keefektifan seorang pemimpin
dalam mempengaruhi orang lain, sangat ditentukan oleh seberapa jauh seseorang
mempunyai kekuasaan. Semakin banyak kekuasaan, maka akan semakin mudah
seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Akan tetapi dengan kekuasaan yang
banyak seseorang tidak secara otomatis dapat memimpin organisasi dengan
efektif. Hal ini sangat tergantung banyak faktor antara lain kemampuan
pemimpin, kemampuan bawahan dan lingkungan.

Hersey dan Blanchard(1986) mencoba mengatasi teori sifat dan teori
perilaku dengan mengembangkan pendekatan situasional. Menurutnya ditemukan
bahwa gaya kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari situasi ke situasi yang
lain. Untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif harus diawali dengan
mendiagnosis situasi sebaik-baiknya. Situasi berkaitan dengan kapan, tuntutan
42

Universitas Sumatera Utara

iklim organisasi, harapan, kemampuan atasan dan bawahan.

Perilaku pemimpin pada pendekatan situasional (Hersey dan Blanchard,
1986) dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua): yaitu Perilaku Directive (Perilaku
dalam tugas) dan Perilaku Supportive (Perilaku dalam hubungan sosial). Survei
yang dilakukan Harris dan Ogbonna (2001), ditemukan bahwa dari 3(tiga) gaya
kepemimpinan yang dianalisis, ternyata Gaya Kepemimpinan Partisipative
menduduki peringkat pertama dalam hubungan dengan orientasi pasar. Gaya
kepemimpinan ini adalah untuk yang tidak melakukan pengarahan dari perilaku
penjelasan

peran

yang

diukur

oleh

keadaan

dimana

pemimpin

mengijinkanbawahan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dengan cara
menanyakan masukan dan kontribusi dari karyawan. Peringkat kedua adalah Gaya
Kepemimpinan Supportive. Gaya ini mengacu pada keadaan dimana perilaku
seorang pemimpin dapat dipandang sebagai simpatik, ramah dan memperhatikan
kebutuhan

para

karyawan.

Sedangkan

peringkat

ketiga

adalah

Gaya

Kepemimpinan Instrumental. Gaya ini adalah gaya kepemimpinan yang
mengarahkan dan didesain untuk mengukur keadaan dimana pemimpin dengan
jelas menetapkan harapan-harapan, mengalokasikan tugas, dan menciptakan
prosedur-prosedur yang dibutuhkan.

Banyak manajer, pemimpin perserikatan dan akademisi menurut Kim
(2002), bahwa praktek manajemen partisipatif mempunyai pengaruh positif yang
substansial terhadap kinerja dan kepuasan dalam pekerjaan. Selanjutnya dalam
penelitian Shea (1999), bahwa pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan
perbandingan secara terus-menerus memiliki kualitas output yang lebih tinggi
43

Universitas Sumatera Utara

daripada mereka yang bekerja dibawah gaya kepemimpinan terstruktur atau
kharismatik.

Rivai (2004), menyatakan bahwa kepemimpinan (leadership) adalah
proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya melalui
proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin
dalam organisasi harus dapat menciptakan integrasi yang serasi dengan para
bawahannya juga termasuk dalam membina kerjasama, mengarah dan mendorong
gairah kerja para bawahan sehingga tercipta motivasi positif yang akan
menimbulkan niat dan usaha (kinerja) yang maksimal juga didukung oleh
fasilitas-fasilitas organisasi untuk mencapai sasaran organisasi.

2.3.3 Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja
Karyawan

Teori perspektif budaya organisasi menyatakan keterkaitan antara gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi jika budaya organisasi diperkenalkan pada
level perusahaan maka akan lebih jelas terlihat bagaimana budaya organisasi di
kreasi, ditanamkan dan dikembangkan bahkan dirubah oleh seorang pemimpin.
Dengan demikian antara gaya kepemimpinan dan budaya organisasi adalah
berhubungan karena tidak ada pemimpin yang terlepas dari budaya organisasi
(Robbins & Coultner, 1999).

Dalam menjalankan nilai-nilai budaya organisasi suatu perusahaan tidak
terlepas dari campur tangan gaya kepemimpinan pemimpin dalam organisasi
tersebut.

Kuchinke (2004), menyatakan bahwa peran pemimpin

dapat
44

Universitas Sumatera Utara

memperkuat budaya organisasi, maka semakin tinggi nilai-nilai kepemimpinan
maka budaya organisasi akan semakin kuat. Apabila budaya organisasi dijalankan
dengan baik maka dapat berpengaruh positif dalam meningkatkan kinerja
karyawan.

2.3.4 Interaksi Sosial memediasi Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Karyawan
Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah
kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu,
antar kelompok atau antar individu dan kelompok”. Pendapat lain dikemukakan
oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan
antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang
menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan
struktur sosial”. Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana
saling mempercayai, menghargai, dan saling mendukung (Siagian, 2004).

Budaya telah menjadi suatu konsep yang sangat penting dalam memahami
individu atau kelompok manusia dalam waktu yang cukup lama. Budaya pada
hakekatnya merupakan proses integrasi dari suatu perilaku manusia yang
mencakup pikiran, ucapan dan perbuatan dengan proses pembelajaran. Dalam
45

Universitas Sumatera Utara

kehidupannya manusia dipengaruhi oleh budaya dimana manusia berada. Hal
yang sama akan terjadi di suatu organisasi atau perusahaan, bauran dari segala
nilai, keyakinan, perilaku dari setiap anggota organisasi akan membentuk budaya
organisasi.Perilaku dari setiap anggota organisasi akan saling berhubungan dan
saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan
suatu proses interaksi sosial. Dengan adanya proses interaksi sosial yang baik
akan mempengaruhi berjalannya budaya organisasi yang baik juga dalam suatu
perusahaan.

2.3.5 Interaksi Sosial memediasi Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja
Karyawan

Dalam suatu organisasi proses suatu interaksi sosial antara pimpinan dan
bawahannya sangat berperan penting salahnya satunya adalah aspek komunikasi.
Jika proses ini tidak berjalan dengan baik maka akan dapat menghambat kinerja
karyawan dan tujuan organisasi.

Agar pencapaian tujuan organisasi berjalan dengan efektif dan efisien,
sumber daya manusia dalam organisasi harus dikelola dengan baik dan benar
sehingga prestasi kerja menjadi tinggi. Hal ini tidak terlepas dari gaya
kepemimpinan dari seorang pemimpin.

Beberapa faktor kepemimpinan yang mempengaruhi kepada kinerja antara
lain kemampuan, kepribadian, pengalaman, intelektual dan berinteraksi sosial
dengan lingkungannya termasuk dengan bawahannya dimana faktor-faktor
tersebut sangat berhubungan dengan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi
46

Universitas Sumatera Utara

yaitu peningkatan kinerja baik kinerja individu (karyawan) maupun organisasi.
Dengan adanya dukungan gaya kepemimpinan yang baik dan tepat pada suatu
organisasi tentunya karyawan akan berupaya untuk mengembangkan kemampuan
pribadi dan meningkatkan kemampuan di masa mendatang.

2.3.6 Interaksi

Sosial

memediasi

Budaya

Organisasi

dan

Gaya

Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan

Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial merupakan
proses komunikasi diantara orang-orang untuk saling mempengaruhi perasaan,
pikiran dan tindakan. Interaksi sosial juga terjadi antara pimpinan dan bawahan
dalam suatu organisasi. Pada prakteknya, interaksi sosial yang baik dengan gaya
kepemimpinan yang efektif akan memperkuat karyawan dalam menjalankan nilainilai budaya organisasi yang ada, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan tujuan
organisasi tercapai.

47

Universitas Sumatera Utara

2.4

Kerangka Ko

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Cabang Binjai

16 153 99

Bank Garansi Sebagai Pengalihan Kewajiban Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Nasabah (Studi Di Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau)

12 109 115

Pengaruh Komunikasi Organisasi dan Motivasi terhadap Semangat Kerja Karyawan PT.BRI Cabang Medan Putri Hijau

2 66 114

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Sistem Reward Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiri

1 8 17

Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau Medan

0 0 14

Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Interaksi Sosial sebagai Variabel Moderating pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Putri Hijau

1 1 19

Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Interaksi Sosial sebagai Variabel Moderating pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Putri Hijau

0 0 2

Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Interaksi Sosial sebagai Variabel Moderating pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Putri Hijau

0 0 12

Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Interaksi Sosial sebagai Variabel Moderating pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Putri Hijau Chapter III V

0 0 64

Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Interaksi Sosial sebagai Variabel Moderating pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Putri Hijau

0 2 7