TIDAK ADA NASK DALAM AL QURAN Oleh Toto
TIDAK ADA NASK DALAM AL-QUR’AN1
Oleh: Toto Prasetyo2∗
Muqadimah
Al-quran adalah Objek yang tak akan berakhir untuk di kaji dan dipahami pada suatu
periode atau zaman tertentu. Hampir di setiap suatu zaman, menelorkan pemikiran dan
pemahaman tersendiri yang terkadang berbeda dengan apa yang telah di hasilkan dan di pahamai
oleh orang-orang terdahulu. Itulah al-quran yang merupakan mu’jizah utama yang di berikan
oleh Allah kepada Rosul-Nya Muhammad saw. Mu’jizah yang akan tetap eksis hingga ahir
zaman. Mu’jizah yang tidak ada suatu mahlukpun baik manusia maupun jin yang akan mampu
menandinginya. Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". 3
Dia mampu menggetarkan hati-hati yang memiliki dan mau menerima kebenaran apabila
dibacakan ayat-ayatnya. Ia juga mampu meluluhkan hati yang begitu keras dan kasar bak batu
karang yang tak bergeming walupun di hantam dan di terkam oleh gelombang. Ia juga mampu
meneteskan air mata seseorang yang ganas dan bringas melebihi ganasnya singa padang pasir
seperti sosok Umar ketika mendengarkan adik kandungnya membacanya. Ia juga mampu
menundukkan kaum kafir qurais dan bersujud tunduk atas kebesaran-Nya tanpa mereka sadari
ketika mendengar surah an-najm di bacakan. Lalu apakah sama kiranya ia dengan lantunan syair
yang dilantunkan oleh Imroil qois, an-Nabigoh dan ribuan Syuaro’ lainnya diseantero Arab?
Sama sekali tidak sama dan tidak akan pernah sama. Sebab setiap huruf di dalam al-quran adalah
mu’jizah. Mu’jizah berupa kalam sang penguasa jagad raya.
Al-quran yang sudah berumur ratusan tahun itu masih seperti ketika Rosulullah menerimanya
dan menyampaikannya kepada para sahabat dan umatnya. Kesemua dari al-quran, baik dari
ayatnya, penyusunan suratnya dan nama-nama suratnya adalah mutlak wahyu dari Allah. Dan ia
akan tetap seperti apa yang telah diterima oleh Rosulullah hingga hari akhir nanti.
B. Pokok bahasan
Membahas isi kandungan al-quran tidak akan pernah habis. Dan semakin banyak orang yang
mengkajinya. Bukan hanya dari kaum sarjana muslim saja namun juga non muslim, para pakar
maupun pemula. Baik yang berkhidmad untuk al-quran maupun yang ingin mencoba menghujat
dan memberikan keraguan didalamnya.
∗ Tulisan ini disampaikan pada acara Ngerumpi buku yang berjudul, bil Hujjah wal Burhan la
Naskha fi al-qur’an. Karangan Hisam Rusdi Gholy. Di secretariat Ikatan Pelajar dan
Mahasiswa Kab. Siak – Kairo. Mesir
1
∗∗ santri al-azhar di fakultas Usuluddin jurusan Tafsir yang berasal dari Kec. Dayun. Kab.
Siak
2
3
1
QS: al-Isra’: 22
Belakangan sejumlah ahli tafsir memberikan banyak informasi mengenai turunnya ayat
ayat yang berkenaan dengan kejadian (asbâbun Nuzul) baik yang berkenaan dengan perdebatan
akidah di Mekkah ataupun penyesuaian Nabi terhadap problema politik dan sosial di Madinah.
Petunjuk mengenai permasalah Ubudiyah, moral, legal dan politik juga menjadi bagian dari
pembahasan dalam turunnya al Qur’an.
Di pandang sebagai kitab petunjuk dan dokumen sejarah tentunya al Qur’an menjadi
lebih terbuka dari berbagai komentar, penafsiran dan kritisisme terhadap al Qur’an. Hal ini
bukanlah dianggap sebagai sebuah kelemahan, akan tapi lebih menampilkan bahwa al Qur’an itu
dinamis dan lentur terhadap perubahan waktu dapat dibuktikan (salihun li kulli makanin wa
zamanin), serta membuktikan akan kebenaran al-quran itu sendiri.
Pertanyaannya sekarang, apakah Nasikh dan Mansukh juga merupakan sebuah konsep al
Qur’an dalam menjawab perubahan zaman waktu itu, sebagaimana i’jâzul Qur’an yang
belakangan ini menjadi mainstrem kemu’jizatan al Quran dihadapan para ilmuan. Pertanyaan ini
akan terjawab jika kita mau mengerti dan paham terhadap persoalan yang dihadapi, serta tidak
semerta-merta menyalahkan bahkan mengkafirkan. Karena bagaimanapun al Qur’an ibarat
lautan luas dengan berjuta juta mutiara yang belum tersingkap. Sehingga al Qur’an sendiripun
membuka lebar lebar berbagai penafsiran ayat yang dikandungnya. Oleh karenanya batas
tanggung jawab manusia bersifat problematis. Prospek pencapaian pahala yang abadi tidak dapat
dipastikan menurut akal. Allah Maha Adil akan setiap perbuatan hamba Nya.
Hisam rusdi gholi adalah salah satu dari mereka yang ingin mengkaji dan mencari titik
kebenaran dari al-quran. Melalui bukunya yang berjudul la naskho fi al-quran. Beliau
memberikan dalil-dalil serta menyanggah atas pendapat dan dalil yang mengatakan adanya
Nasikh dan mansuk di dalam al-quran. Buku ini pada awalnya timbul atas keresahan dan keingin
tahuan beliau akan hakekat yang sebenarnya tentang Nasikh dan Mansukh dalam al-quran.
Apakah istilah Nasikh ketika pada masa sahabat sama dengan istilah Nasikh menurut para ulama’
sekarang atau Makna Nasih pada masa sahabat bermakna juga takhsis atau takyid dalam istilah
Ulumul quran dan Usulul fiqh pada masa sekarang. Beliau terus mengkaji dan menelaah
permasalahan ini kemudian ia berpendapat bahwa, dalil tentang penghapusan ( Nasikh) ayat alquran tidak kot’I dan Rojih. apakah mungkin Allah menurunkan al-quran yaitu berupa
Firmannya kemudian setelah itu Allah menghapuskannya? Atau apakah mungkin Allah
menurunkan al-quran yang di dalamnya terkandung sebuah hukum yang mesti di jalani oleh
hambanya kemudian hukum tersebut dihapus dan yang tinggal hanya bacaannya saja sementara
hukumnya tidak berlaku lagi.
Pada awalnya pengarang ragu untuk mengungkapkan dan mengkaji hal ini, karna kebanyakan
para ulama’ atau jumhur mngatakan adanya Nasih dan Mansukh dalam al-quran. Dan banyak
karya-karya para ulama’ yang menjelaskan tentang itu. Seperti Ibnu Hazam (320 H)4, Imam Abi
ja’far ahmad bin Ismail an-nuhas (338 H) dan puluhan pengarang lainnya yang membahas
tentang Nasikh dan mansukh ini. Namun beliau teringat perkataan Ibnu Mas’ud yang
mengatakan” Jamaah itu adalah yang sesuai dengan kebenaran sekalipun ia hanya sendirian”.
Dengan landasan ini, beliau tidak bermaksud untuk keluar dari pendapat jumhur, namun
mencoba mencari keabsahannya dan titik terang.
Ibnu Hazam di sini bukanlah Ibnu Hazama z-Zohiri yang kita kenal, akan tetapi beliau adalah Muhammad bin
Ahmad bin Hazam bin tamtam bin mus’ab. Beliau wafat sekitar tahun 320 H. Lihat : Nawasikhul quran lil Allamah
Ibnu Jauzy yang ditahkik oleh Muhammad Asyrof aly al-malbary, Majlisul Ilmi lilIhyautturas al-islamy. Mamlakatul
Arobiyah as-suudiyah. H. 18
4
2
Hisam Rusdi gholi membagi pembahasan ini menjadi dua bahagain besar. Yang pertama, beliau
menerangkan tentang definisi Nasikh itu sendiri baik secara konotasi Harfi atau lughowi,
maupun secara konotasi Syar’I atau Istilahi kemudian pembagian Nasikh, perbedaab Nasikh dan
Takhsis, perbedaan Nasikh dengan Takyid, menyebutkan dalil-dalil para ulama’ yang
berpendapat bahwa adanya Nasikh dalam al-quran dan mengkounter pendapat mereka dengan
dalil-dalil dan pendapat belaiu. Kemudian pada bagian kedua, beliau menyebutkan tentang ayatayat dalam al-quran yang menurut mereka yang telah di Nasikh maupun yang memansukh baik
secara bacaan maupun hukumya atau bahkan kedua-duanya.
C. Pengertian Naskh
Rusdi gholy dalam mendefinisikan Nasakh mengutip dari perkataan-perkataan ulama’
diantaranya adalah Amady5, Syaukany6. Kata Naskh secara konotasi harfi bermakna
Menghilangkan dan memindah. Secara konotasi syar’I Naskh berarti Mengganti hukum syar’i
yang ada sebelumnya dengan hukum syar’i baru (Raf’u al hukmi syar’i bi dalîlin syar’iin.7
Beliau menjelaskan lagi sebagaimana yang dikatakan oleh abu ja’far an-nuhas8 Naskh adalah
menjadikan suatu hal yang halal pada masa tertentu, kemudian di ganti atu di hapus hukum
tersebut menjadi haram. Atau dari haram menjadi halal, dari makruh menjadi mubah atau
sebaliknya. Hukum yang di hapus tersebut di sebut juga dengan Mansukh, edangkan yang
menghpus tersebut di sebut Nasikh. Nasikh dan mansuk hanya terdapat pada khitob syar’I yang
berupa perintah ataupun larangan di dalam suatu hukum. Sedangkan dalam khobar tidak ada
naskh dan Mansukh kecuali apabila khobar tersebut bermakna perintah ataupun larangan seperti
halnya yang terdapat dalam
9
D. Dalil Naskh
Ada bebera dalil yang dikemukakan oleh kebanyakan para ulama’ yang mengatakan adanya
naskh. Rusdi gholi mengungkapkan dalil-dalil tersebut dan mencoba untuk membantah dalil
mereka dengan beberapa dalil yang beliau kemukakan. Diantara dalil-dalil tersebut adalaha:
1. Adanya Naskh secara akal atau logika. Diantara yang menggunakan pendapat ini adalah abu
muslim al-asfahany. Menurut mereka, bahwa Naskh itu tidak dilarang secara akal. Sebab
kemaslahatan para umat berbeda dengan bergantinya para indifidunya, zamannya serta
keadaannya. Jika kita telah mengetahuii hal itu, maka bukan yang mustahil bagi Allah untuk
memeribtahkan sebuah perkara yang dapat membawa kemaslahatan hambanya pada masa
tertentu, kemudian melarang perkara tersebut pada masa lainnya. Ini adalah bagi mereka
yang mengambil hikmah atas apa yang telah Allah lakukan. Sebagian yang lain yaitu mereka
yang meyakini bahwa Allah maha berkuasa atas apa yang Ia lakukan, kapan saja dan dimana
5
Amadi Dalam bukunya al-ihkam fi usulil ahkam
6
Syaukany dalam bukunya Irsyadul fuhul fi ilmil usul
7
Muhammad Abdul Qadir Az Zarqoni “ Manahilul I’fan fi ulumil Qur’an” Darul Hayah
Al-imam abu ja’far ahmad bin ismail an-nuhas. Beliau wafat pada tahun 338 H. beliau mengarang buku tentang
Nasikh wal mansukh dengan judul “Kitabu an-nasikh wal mansukh” yang di cetak di mesir pada tahun 1323 H
8
QS: an-Nur: 3.
9
3
saja. Dan semua yang Allah lakukan adalah atas kehendak-Nya. Kita tak bisameraba-raba
apa hikmah dan tujuan Allah memerintahkan segala sesuatunya. Dari dua bukti tersebut
menunjukkan bahwa secara akal bisa saja Allah memerintahkan sesuatu di suatu waktu,
kemudian melarangnya di waktu yang lain.
2. Adanya Nash di dalam al-quran yang menyatakan tentang Naskh.
11
10
Dari kedua ayat diatas menunjukkan adanya Naskh dalam al-quran.
Sanggahan
1. Segala sesuatau yang boleh menurut logika belum tentu boleh menurut syari’at. Seperti solat atau
puasa misalnya. Secara akal, solat bisa saja dilakukan dari empat rakaat menjadi enam rakaat
atau tiga rakaat. Yang tiga rakaat menjadi dua rakaat dan sterusnya. Puasa ramadhan secara akal
bisa saja di lakukan dengan mencicil atau melakukannya di bulan-bulan lainnya. Dengan
demikian, tidaklah mesti segala hal yang boleh menurut akal dan boleh secara syar’i.
2. Dalil dari Nash yang pertama didalam surah al-baqarah bukan bermaksud adanya Naskh dalam
al-quran. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu aroby dalam tafsirnya, bahwa kata Naskh
dalam ayat tersebut bermakna mu’jizat. Pendapat ini diamini oleh Muhammad abduh yang
mengatakan, bahwa ayat tersebut adalah menjawab permintaan kaum kafir qurasy kepada Rosul
s.a.w untuk mendatangkan ayat bukti-baik kauniah maupun madiyah-untuk membuktikan
kebenaran Rosulullah saw. Dengan demikian bahwa ayat ini bukanlah dalil adanya penghapusan
suatu hukum dari yang halal menjadi haram dan seterusnya.
3. Dalil kedua di dalam surat an-Nahl juga bukan menunjukkan adanya penghapusan sebuah hukum
di dalam suatu ayat dengan hukum baru di ayat yang lainnya. Akan tetapi menjawab pertanyaan
orang kafir quraisy tentang ayat yang tidak mencela tuhan-tuhan mereka. Mereka mengatakan, “
apakah engkau tidak bisa mendatangkan ayat yang ditak mencela tuhan kami, atau gantilah
ayat yang kamu datangkan itu.” Kemudian Allah menjawab mereka : “Dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan
dengan kami berkata: "Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini atau gantilah dia".
Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya Aku takut jika mendurhakai Tuhanku
kepada siksa hari yang besar (kiamat)".12 Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut:
13
Muhammad al-jabiry mengartikan ayat ini ”Ketahuilllah wahai Muhammad, bahwa jikalau Kami
menurunkan al-quran terbebas dari mencela kebodohan dan kesesatan serta tuhan-tuhan mereka,
dan Kami menjadikan al-quran dengan bahasa yang lembut terhadap kesesatan dan kebodohan
4
10
QS: al-Baqarah: 106
11
QS: an-Nahl: 101
12
QS: Yunus: 15
13
QS: an-Nahl :101
mereka, maka sudah barang tentu mereka akan semakin menghujatmu dan tidak akan percaya
kepadamu. Mereka akan menganggap bahwa al-quran adalah tiruan dari kitab-kitab
sebelumnya… (
( dan Allah maha mengetahui tentang
ungkapan yang sesuai untuk mereka. Yaitu dengan mencela dan memberikan ganjaran yang hina
atas kebodohan dan kesesatan mereka.14
E. Bentuk-bentuk Naskh dalam al-quran
1. Menghapus hukum dan bacaan
Contoh dalam bentuk ini adalah sebagaimana yang disebutkan oleh imam suyuti dalam
bukunya al-itqan. Diriwayatkan dari Aisah ra.( فنشخمن بخممس معلومات,) كان فيمما أنزل عشمر رضعاتيحرممن
atau kemudian dihapus dari sepuluh kali menjadi lima hisapan tersebut secara bacaan saja
sedangkan hukumnya tetap seperti yang disebutkan imam Syafii, atau dihapus kedua-duanya
baik secara hukum dan bacaan menurut imam Malik. Dan mereka sepakat bahwa menghapus
ayat baik secara hukum dan bacaan adalah boleh.15
Kata Unzila konteksnya masih belum jelas. Apakan diturunkan pada masa Rosul atau umat
sebelumnya. Hadis ini juga hanya diriwayatkan oleh sayidah aisah ra saja. Sedangkan kita
ketahui bahwa al-quran adalah keseluruhannya mutawatir. Bagaimana mungkin jikalau apa yang
disampaikan oleh Aisay itu al-quran sedangkan para sahabat lainnya seperti Ibnu Abbas, Ali, dan
sahabat lainnya tidak mengetahui?
2. Menghapus bacaanya saja.
Contoh dari bentuk yang menghapus bacaan dan hukumnya tetap adalah : diriwayatkan olah
Syafii dari Zuhry dari Ibnu Abbas, beliau berkata: pada suatu hari Umar berkhutbah di depan
kami dan berkata: kami pernah membaca ( )الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة بما قضيا من اللذة
Syaeikh Utsaimin dalam bukunya syarhu al-usul min ilmil usul mengatakan, yang masyhur di
kalangan ulama’ bahwa ayat ini telah di naskh akan tetapi hukumnya masih berlaku. Akan tetapi
apabila dikatakan kalimat ini adalah al-quran yang kemudian dihapus ini tidak benar. Kita
ketahui bahwa al-quran ayata-ayatnya Baligh dan mengandung mu’jizah. Sedangkan yang
disebutkan diatas sangat jauh sekali dari kriteria tersebut. Maka lafadz yang mengatakan bahwa
itu ayat al-quran adalah tidak benar adanya. Sekalipun hadis tersebut sanadnya hasan atau
bahkan sohih namun tidak mustahil hadis tersebut saz
3. Menghapus hukmnya saja.
Contoh dari bentuk ini sangat banyak sekali disebutkan oleh mereka yang mengatakan adanya
naskh dalam alquran misalanya:
16
14
Abdul mutaali Muhammad al-Jabiry, la naskho fi al-quranil karim..limadza?. Caori:
Maktabah Wahbah 1980, h.17
15
5
Imam Suyuty , al-itqan fi ulumil quran. Cairo: darul hadis. Juz 3. H. 56
Ayat ini telah di Naskh dengan ayat :
17
Menurut Imam ar-rozi dalam tafsirnya, bahwa ayat tersebut bukanlah naskh tapi berbentuk
takhsis. Dalam usul fiqh ada kaedah, apabila terjadi pertentangan antara Naskh dan Takhsis,
maka Takhsis lebih di dahulukan dari pada Naskh.
Pada bab selanjutnya, Husam Rusdi Gholy menyebutkan ayat-ayat dalam al-quran yang menurut
sebagian Ulama’ telah di Naskh baik secara tulisan atau bacaan maupun kedua-duanya.
Kemudian beliau menyanggah pendapat-pendapat mereka dengan dalil-dalil yang beliau kutip
dari perkataan dan buku-buku para ulama’ salaf dan kholaf.
Ikhtitam
Pembahasan tentang adanya Naskh wal Mansukh dalam al-quran masih menimbulkan
perbedaan pendapat diantara kalangan ulama’ terutama pakar tafsir dan usul fikh. Sebagaimana
saya sampaikan diawal ahwa al-quran adalah Mu’jizah al-kholidah yang diberikan Allah kepada
Rasulullah. Pembahasan tentang Mu’jizah tersebut tidak akan pernah habis. Karna isi dan
kandungannya akan tetap eksis dan sesuai di sepanjang zaman. Kita sebagai orang yang
menyakini akan kebenaran dan kesakralan al-quran, harus mapu membela dan paham serta
mengerti tentang hal-hal dan problematic di sekitar kita tentang al-quran. Karna tidak mustahil,
orang-orang yang hanya akan menghancurkan dan menanamkan benih-benih keraguan bahkan
mungkin sampai kepada kebencian, akan terus merongrong dan menggerogoti akidah setiap
mereka yang mengimani kebenaran al-quran. Maka dengan segala keterbatasan yang kita miliki
penulis mengajak untuk memperbanyak bekal sebanyak-banyaknya. Untuk dapat kita berikan
kepada masyarakat kita setelah kembalinya kita di tanah air tercinta Kab. Siak.
Wallahu a’lam
6
16
QS: al-Baqarah: 240
17
QS: al-baqarah: 234
Oleh: Toto Prasetyo2∗
Muqadimah
Al-quran adalah Objek yang tak akan berakhir untuk di kaji dan dipahami pada suatu
periode atau zaman tertentu. Hampir di setiap suatu zaman, menelorkan pemikiran dan
pemahaman tersendiri yang terkadang berbeda dengan apa yang telah di hasilkan dan di pahamai
oleh orang-orang terdahulu. Itulah al-quran yang merupakan mu’jizah utama yang di berikan
oleh Allah kepada Rosul-Nya Muhammad saw. Mu’jizah yang akan tetap eksis hingga ahir
zaman. Mu’jizah yang tidak ada suatu mahlukpun baik manusia maupun jin yang akan mampu
menandinginya. Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". 3
Dia mampu menggetarkan hati-hati yang memiliki dan mau menerima kebenaran apabila
dibacakan ayat-ayatnya. Ia juga mampu meluluhkan hati yang begitu keras dan kasar bak batu
karang yang tak bergeming walupun di hantam dan di terkam oleh gelombang. Ia juga mampu
meneteskan air mata seseorang yang ganas dan bringas melebihi ganasnya singa padang pasir
seperti sosok Umar ketika mendengarkan adik kandungnya membacanya. Ia juga mampu
menundukkan kaum kafir qurais dan bersujud tunduk atas kebesaran-Nya tanpa mereka sadari
ketika mendengar surah an-najm di bacakan. Lalu apakah sama kiranya ia dengan lantunan syair
yang dilantunkan oleh Imroil qois, an-Nabigoh dan ribuan Syuaro’ lainnya diseantero Arab?
Sama sekali tidak sama dan tidak akan pernah sama. Sebab setiap huruf di dalam al-quran adalah
mu’jizah. Mu’jizah berupa kalam sang penguasa jagad raya.
Al-quran yang sudah berumur ratusan tahun itu masih seperti ketika Rosulullah menerimanya
dan menyampaikannya kepada para sahabat dan umatnya. Kesemua dari al-quran, baik dari
ayatnya, penyusunan suratnya dan nama-nama suratnya adalah mutlak wahyu dari Allah. Dan ia
akan tetap seperti apa yang telah diterima oleh Rosulullah hingga hari akhir nanti.
B. Pokok bahasan
Membahas isi kandungan al-quran tidak akan pernah habis. Dan semakin banyak orang yang
mengkajinya. Bukan hanya dari kaum sarjana muslim saja namun juga non muslim, para pakar
maupun pemula. Baik yang berkhidmad untuk al-quran maupun yang ingin mencoba menghujat
dan memberikan keraguan didalamnya.
∗ Tulisan ini disampaikan pada acara Ngerumpi buku yang berjudul, bil Hujjah wal Burhan la
Naskha fi al-qur’an. Karangan Hisam Rusdi Gholy. Di secretariat Ikatan Pelajar dan
Mahasiswa Kab. Siak – Kairo. Mesir
1
∗∗ santri al-azhar di fakultas Usuluddin jurusan Tafsir yang berasal dari Kec. Dayun. Kab.
Siak
2
3
1
QS: al-Isra’: 22
Belakangan sejumlah ahli tafsir memberikan banyak informasi mengenai turunnya ayat
ayat yang berkenaan dengan kejadian (asbâbun Nuzul) baik yang berkenaan dengan perdebatan
akidah di Mekkah ataupun penyesuaian Nabi terhadap problema politik dan sosial di Madinah.
Petunjuk mengenai permasalah Ubudiyah, moral, legal dan politik juga menjadi bagian dari
pembahasan dalam turunnya al Qur’an.
Di pandang sebagai kitab petunjuk dan dokumen sejarah tentunya al Qur’an menjadi
lebih terbuka dari berbagai komentar, penafsiran dan kritisisme terhadap al Qur’an. Hal ini
bukanlah dianggap sebagai sebuah kelemahan, akan tapi lebih menampilkan bahwa al Qur’an itu
dinamis dan lentur terhadap perubahan waktu dapat dibuktikan (salihun li kulli makanin wa
zamanin), serta membuktikan akan kebenaran al-quran itu sendiri.
Pertanyaannya sekarang, apakah Nasikh dan Mansukh juga merupakan sebuah konsep al
Qur’an dalam menjawab perubahan zaman waktu itu, sebagaimana i’jâzul Qur’an yang
belakangan ini menjadi mainstrem kemu’jizatan al Quran dihadapan para ilmuan. Pertanyaan ini
akan terjawab jika kita mau mengerti dan paham terhadap persoalan yang dihadapi, serta tidak
semerta-merta menyalahkan bahkan mengkafirkan. Karena bagaimanapun al Qur’an ibarat
lautan luas dengan berjuta juta mutiara yang belum tersingkap. Sehingga al Qur’an sendiripun
membuka lebar lebar berbagai penafsiran ayat yang dikandungnya. Oleh karenanya batas
tanggung jawab manusia bersifat problematis. Prospek pencapaian pahala yang abadi tidak dapat
dipastikan menurut akal. Allah Maha Adil akan setiap perbuatan hamba Nya.
Hisam rusdi gholi adalah salah satu dari mereka yang ingin mengkaji dan mencari titik
kebenaran dari al-quran. Melalui bukunya yang berjudul la naskho fi al-quran. Beliau
memberikan dalil-dalil serta menyanggah atas pendapat dan dalil yang mengatakan adanya
Nasikh dan mansuk di dalam al-quran. Buku ini pada awalnya timbul atas keresahan dan keingin
tahuan beliau akan hakekat yang sebenarnya tentang Nasikh dan Mansukh dalam al-quran.
Apakah istilah Nasikh ketika pada masa sahabat sama dengan istilah Nasikh menurut para ulama’
sekarang atau Makna Nasih pada masa sahabat bermakna juga takhsis atau takyid dalam istilah
Ulumul quran dan Usulul fiqh pada masa sekarang. Beliau terus mengkaji dan menelaah
permasalahan ini kemudian ia berpendapat bahwa, dalil tentang penghapusan ( Nasikh) ayat alquran tidak kot’I dan Rojih. apakah mungkin Allah menurunkan al-quran yaitu berupa
Firmannya kemudian setelah itu Allah menghapuskannya? Atau apakah mungkin Allah
menurunkan al-quran yang di dalamnya terkandung sebuah hukum yang mesti di jalani oleh
hambanya kemudian hukum tersebut dihapus dan yang tinggal hanya bacaannya saja sementara
hukumnya tidak berlaku lagi.
Pada awalnya pengarang ragu untuk mengungkapkan dan mengkaji hal ini, karna kebanyakan
para ulama’ atau jumhur mngatakan adanya Nasih dan Mansukh dalam al-quran. Dan banyak
karya-karya para ulama’ yang menjelaskan tentang itu. Seperti Ibnu Hazam (320 H)4, Imam Abi
ja’far ahmad bin Ismail an-nuhas (338 H) dan puluhan pengarang lainnya yang membahas
tentang Nasikh dan mansukh ini. Namun beliau teringat perkataan Ibnu Mas’ud yang
mengatakan” Jamaah itu adalah yang sesuai dengan kebenaran sekalipun ia hanya sendirian”.
Dengan landasan ini, beliau tidak bermaksud untuk keluar dari pendapat jumhur, namun
mencoba mencari keabsahannya dan titik terang.
Ibnu Hazam di sini bukanlah Ibnu Hazama z-Zohiri yang kita kenal, akan tetapi beliau adalah Muhammad bin
Ahmad bin Hazam bin tamtam bin mus’ab. Beliau wafat sekitar tahun 320 H. Lihat : Nawasikhul quran lil Allamah
Ibnu Jauzy yang ditahkik oleh Muhammad Asyrof aly al-malbary, Majlisul Ilmi lilIhyautturas al-islamy. Mamlakatul
Arobiyah as-suudiyah. H. 18
4
2
Hisam Rusdi gholi membagi pembahasan ini menjadi dua bahagain besar. Yang pertama, beliau
menerangkan tentang definisi Nasikh itu sendiri baik secara konotasi Harfi atau lughowi,
maupun secara konotasi Syar’I atau Istilahi kemudian pembagian Nasikh, perbedaab Nasikh dan
Takhsis, perbedaan Nasikh dengan Takyid, menyebutkan dalil-dalil para ulama’ yang
berpendapat bahwa adanya Nasikh dalam al-quran dan mengkounter pendapat mereka dengan
dalil-dalil dan pendapat belaiu. Kemudian pada bagian kedua, beliau menyebutkan tentang ayatayat dalam al-quran yang menurut mereka yang telah di Nasikh maupun yang memansukh baik
secara bacaan maupun hukumya atau bahkan kedua-duanya.
C. Pengertian Naskh
Rusdi gholy dalam mendefinisikan Nasakh mengutip dari perkataan-perkataan ulama’
diantaranya adalah Amady5, Syaukany6. Kata Naskh secara konotasi harfi bermakna
Menghilangkan dan memindah. Secara konotasi syar’I Naskh berarti Mengganti hukum syar’i
yang ada sebelumnya dengan hukum syar’i baru (Raf’u al hukmi syar’i bi dalîlin syar’iin.7
Beliau menjelaskan lagi sebagaimana yang dikatakan oleh abu ja’far an-nuhas8 Naskh adalah
menjadikan suatu hal yang halal pada masa tertentu, kemudian di ganti atu di hapus hukum
tersebut menjadi haram. Atau dari haram menjadi halal, dari makruh menjadi mubah atau
sebaliknya. Hukum yang di hapus tersebut di sebut juga dengan Mansukh, edangkan yang
menghpus tersebut di sebut Nasikh. Nasikh dan mansuk hanya terdapat pada khitob syar’I yang
berupa perintah ataupun larangan di dalam suatu hukum. Sedangkan dalam khobar tidak ada
naskh dan Mansukh kecuali apabila khobar tersebut bermakna perintah ataupun larangan seperti
halnya yang terdapat dalam
9
D. Dalil Naskh
Ada bebera dalil yang dikemukakan oleh kebanyakan para ulama’ yang mengatakan adanya
naskh. Rusdi gholi mengungkapkan dalil-dalil tersebut dan mencoba untuk membantah dalil
mereka dengan beberapa dalil yang beliau kemukakan. Diantara dalil-dalil tersebut adalaha:
1. Adanya Naskh secara akal atau logika. Diantara yang menggunakan pendapat ini adalah abu
muslim al-asfahany. Menurut mereka, bahwa Naskh itu tidak dilarang secara akal. Sebab
kemaslahatan para umat berbeda dengan bergantinya para indifidunya, zamannya serta
keadaannya. Jika kita telah mengetahuii hal itu, maka bukan yang mustahil bagi Allah untuk
memeribtahkan sebuah perkara yang dapat membawa kemaslahatan hambanya pada masa
tertentu, kemudian melarang perkara tersebut pada masa lainnya. Ini adalah bagi mereka
yang mengambil hikmah atas apa yang telah Allah lakukan. Sebagian yang lain yaitu mereka
yang meyakini bahwa Allah maha berkuasa atas apa yang Ia lakukan, kapan saja dan dimana
5
Amadi Dalam bukunya al-ihkam fi usulil ahkam
6
Syaukany dalam bukunya Irsyadul fuhul fi ilmil usul
7
Muhammad Abdul Qadir Az Zarqoni “ Manahilul I’fan fi ulumil Qur’an” Darul Hayah
Al-imam abu ja’far ahmad bin ismail an-nuhas. Beliau wafat pada tahun 338 H. beliau mengarang buku tentang
Nasikh wal mansukh dengan judul “Kitabu an-nasikh wal mansukh” yang di cetak di mesir pada tahun 1323 H
8
QS: an-Nur: 3.
9
3
saja. Dan semua yang Allah lakukan adalah atas kehendak-Nya. Kita tak bisameraba-raba
apa hikmah dan tujuan Allah memerintahkan segala sesuatunya. Dari dua bukti tersebut
menunjukkan bahwa secara akal bisa saja Allah memerintahkan sesuatu di suatu waktu,
kemudian melarangnya di waktu yang lain.
2. Adanya Nash di dalam al-quran yang menyatakan tentang Naskh.
11
10
Dari kedua ayat diatas menunjukkan adanya Naskh dalam al-quran.
Sanggahan
1. Segala sesuatau yang boleh menurut logika belum tentu boleh menurut syari’at. Seperti solat atau
puasa misalnya. Secara akal, solat bisa saja dilakukan dari empat rakaat menjadi enam rakaat
atau tiga rakaat. Yang tiga rakaat menjadi dua rakaat dan sterusnya. Puasa ramadhan secara akal
bisa saja di lakukan dengan mencicil atau melakukannya di bulan-bulan lainnya. Dengan
demikian, tidaklah mesti segala hal yang boleh menurut akal dan boleh secara syar’i.
2. Dalil dari Nash yang pertama didalam surah al-baqarah bukan bermaksud adanya Naskh dalam
al-quran. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu aroby dalam tafsirnya, bahwa kata Naskh
dalam ayat tersebut bermakna mu’jizat. Pendapat ini diamini oleh Muhammad abduh yang
mengatakan, bahwa ayat tersebut adalah menjawab permintaan kaum kafir qurasy kepada Rosul
s.a.w untuk mendatangkan ayat bukti-baik kauniah maupun madiyah-untuk membuktikan
kebenaran Rosulullah saw. Dengan demikian bahwa ayat ini bukanlah dalil adanya penghapusan
suatu hukum dari yang halal menjadi haram dan seterusnya.
3. Dalil kedua di dalam surat an-Nahl juga bukan menunjukkan adanya penghapusan sebuah hukum
di dalam suatu ayat dengan hukum baru di ayat yang lainnya. Akan tetapi menjawab pertanyaan
orang kafir quraisy tentang ayat yang tidak mencela tuhan-tuhan mereka. Mereka mengatakan, “
apakah engkau tidak bisa mendatangkan ayat yang ditak mencela tuhan kami, atau gantilah
ayat yang kamu datangkan itu.” Kemudian Allah menjawab mereka : “Dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan
dengan kami berkata: "Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini atau gantilah dia".
Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya Aku takut jika mendurhakai Tuhanku
kepada siksa hari yang besar (kiamat)".12 Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut:
13
Muhammad al-jabiry mengartikan ayat ini ”Ketahuilllah wahai Muhammad, bahwa jikalau Kami
menurunkan al-quran terbebas dari mencela kebodohan dan kesesatan serta tuhan-tuhan mereka,
dan Kami menjadikan al-quran dengan bahasa yang lembut terhadap kesesatan dan kebodohan
4
10
QS: al-Baqarah: 106
11
QS: an-Nahl: 101
12
QS: Yunus: 15
13
QS: an-Nahl :101
mereka, maka sudah barang tentu mereka akan semakin menghujatmu dan tidak akan percaya
kepadamu. Mereka akan menganggap bahwa al-quran adalah tiruan dari kitab-kitab
sebelumnya… (
( dan Allah maha mengetahui tentang
ungkapan yang sesuai untuk mereka. Yaitu dengan mencela dan memberikan ganjaran yang hina
atas kebodohan dan kesesatan mereka.14
E. Bentuk-bentuk Naskh dalam al-quran
1. Menghapus hukum dan bacaan
Contoh dalam bentuk ini adalah sebagaimana yang disebutkan oleh imam suyuti dalam
bukunya al-itqan. Diriwayatkan dari Aisah ra.( فنشخمن بخممس معلومات,) كان فيمما أنزل عشمر رضعاتيحرممن
atau kemudian dihapus dari sepuluh kali menjadi lima hisapan tersebut secara bacaan saja
sedangkan hukumnya tetap seperti yang disebutkan imam Syafii, atau dihapus kedua-duanya
baik secara hukum dan bacaan menurut imam Malik. Dan mereka sepakat bahwa menghapus
ayat baik secara hukum dan bacaan adalah boleh.15
Kata Unzila konteksnya masih belum jelas. Apakan diturunkan pada masa Rosul atau umat
sebelumnya. Hadis ini juga hanya diriwayatkan oleh sayidah aisah ra saja. Sedangkan kita
ketahui bahwa al-quran adalah keseluruhannya mutawatir. Bagaimana mungkin jikalau apa yang
disampaikan oleh Aisay itu al-quran sedangkan para sahabat lainnya seperti Ibnu Abbas, Ali, dan
sahabat lainnya tidak mengetahui?
2. Menghapus bacaanya saja.
Contoh dari bentuk yang menghapus bacaan dan hukumnya tetap adalah : diriwayatkan olah
Syafii dari Zuhry dari Ibnu Abbas, beliau berkata: pada suatu hari Umar berkhutbah di depan
kami dan berkata: kami pernah membaca ( )الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة بما قضيا من اللذة
Syaeikh Utsaimin dalam bukunya syarhu al-usul min ilmil usul mengatakan, yang masyhur di
kalangan ulama’ bahwa ayat ini telah di naskh akan tetapi hukumnya masih berlaku. Akan tetapi
apabila dikatakan kalimat ini adalah al-quran yang kemudian dihapus ini tidak benar. Kita
ketahui bahwa al-quran ayata-ayatnya Baligh dan mengandung mu’jizah. Sedangkan yang
disebutkan diatas sangat jauh sekali dari kriteria tersebut. Maka lafadz yang mengatakan bahwa
itu ayat al-quran adalah tidak benar adanya. Sekalipun hadis tersebut sanadnya hasan atau
bahkan sohih namun tidak mustahil hadis tersebut saz
3. Menghapus hukmnya saja.
Contoh dari bentuk ini sangat banyak sekali disebutkan oleh mereka yang mengatakan adanya
naskh dalam alquran misalanya:
16
14
Abdul mutaali Muhammad al-Jabiry, la naskho fi al-quranil karim..limadza?. Caori:
Maktabah Wahbah 1980, h.17
15
5
Imam Suyuty , al-itqan fi ulumil quran. Cairo: darul hadis. Juz 3. H. 56
Ayat ini telah di Naskh dengan ayat :
17
Menurut Imam ar-rozi dalam tafsirnya, bahwa ayat tersebut bukanlah naskh tapi berbentuk
takhsis. Dalam usul fiqh ada kaedah, apabila terjadi pertentangan antara Naskh dan Takhsis,
maka Takhsis lebih di dahulukan dari pada Naskh.
Pada bab selanjutnya, Husam Rusdi Gholy menyebutkan ayat-ayat dalam al-quran yang menurut
sebagian Ulama’ telah di Naskh baik secara tulisan atau bacaan maupun kedua-duanya.
Kemudian beliau menyanggah pendapat-pendapat mereka dengan dalil-dalil yang beliau kutip
dari perkataan dan buku-buku para ulama’ salaf dan kholaf.
Ikhtitam
Pembahasan tentang adanya Naskh wal Mansukh dalam al-quran masih menimbulkan
perbedaan pendapat diantara kalangan ulama’ terutama pakar tafsir dan usul fikh. Sebagaimana
saya sampaikan diawal ahwa al-quran adalah Mu’jizah al-kholidah yang diberikan Allah kepada
Rasulullah. Pembahasan tentang Mu’jizah tersebut tidak akan pernah habis. Karna isi dan
kandungannya akan tetap eksis dan sesuai di sepanjang zaman. Kita sebagai orang yang
menyakini akan kebenaran dan kesakralan al-quran, harus mapu membela dan paham serta
mengerti tentang hal-hal dan problematic di sekitar kita tentang al-quran. Karna tidak mustahil,
orang-orang yang hanya akan menghancurkan dan menanamkan benih-benih keraguan bahkan
mungkin sampai kepada kebencian, akan terus merongrong dan menggerogoti akidah setiap
mereka yang mengimani kebenaran al-quran. Maka dengan segala keterbatasan yang kita miliki
penulis mengajak untuk memperbanyak bekal sebanyak-banyaknya. Untuk dapat kita berikan
kepada masyarakat kita setelah kembalinya kita di tanah air tercinta Kab. Siak.
Wallahu a’lam
6
16
QS: al-Baqarah: 240
17
QS: al-baqarah: 234