LEVEL BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMAH

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, tidak

terlepas dari peran matematika sebagai salah satu ilmu dasar. Perkembangan yang
sangat cepat itu sebanding dengan tantangan yang semakin rumit. Untuk menghadapi
tantangan tersebut diperlukan suatu kemampuan yang melibatkan pemikiran kritis,
logis dan kreatif. Kemampuan berpikir kreatif merupakan potensi yang dimiliki oleh
setiap manusia, namun yang membedakannya adalah tingkatannya.
Dalam kurikulum 2006 (BSNP, 2006) disebutkan bahwa kemampuan berpikir
kreatif dibutuhkan untuk menguasai ilmu di masa depan. Dalam standar isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika disebutkan bahwa
mata pelajaran matematika diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Hal ini menjadi fokus
dan perhatian pendidikan matematika di kelas, karena berkaitan dengan sifat dan

karakteristik siswa. Akan tetapi fokus tersebut jarang dikembangkan, padahal
kemampuan itu sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif di masa depan.
Dalam pembelajaran matematika kreativitas siswa sangat dibutuhkan terutama
dalam menyelesaikan soal-soal yang melibatkan siswa untuk berpikir kreatif, dimana
siswa diharapkan dapat mengemukan ide-ide baru yang kreatif dalam menganalisis

2

dan menyelesaikan soal. Namun demikian, cara siswa dalam mengekspresikan ideide kreatif mereka adalah berbeda-beda, karena kemampuan yang dimilikinya
berbeda-beda pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Munandar (2004: 6)
bahwa setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda dan
karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula. Rahman (2008:453)
menyatakan bahwa keberhasilan belajar ditentukan oleh variabel karakteristik pribadi
siswa. Dari ungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan siswa dalam
belajar dapat diukur berdasarkan cara berpikir, kecakapan dari suatu usaha atau
pengalaman yang mengandung pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai
yang konstruktif dari setiap siswa.
Dari pengalaman mengajar penulis di sekolah tersebut, siswa-siswa kurang

kreatif dan aktif dalam menyelesaikan soal maupun mengeluarkan ide atau sebuah
pendapat. Sedangkan dalam kurikulum 2013 siswa di tuntut untuk aktif dalam proses
pembelajaran dan peranan guru sebagai disarankan menempatkan diri sebagai
fasilitator, motivator, dan dinamisator belajar baik secara individual maupun secara
kelompok. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil permasalahan dalam materi
Geometri, yaitu Menemukan Konsep Jarak Titik dan Garis dengan materi pokok
Kedudukan Titik, Jarak antara Titik dan Titik, dan Jarak Titik ke Garis. Karena,
menurut peneliti materi Geometri membutuhkan pemahaman dan kreativitas siswa
dalam menyelesaikan masalah baik dalam bentuk soal maupun dalam kaitan
kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan pemikiran tersebut maka dimunculkan gagasan untuk
menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving. Model pembelajaran

3

Creative Problem Solving merupakan suatu model pembelajaran yang memusatkan
pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang di ikuti dengan
penguatan keterampilan Pepkin (2004:1). Model pembelajaran creative problem
solving juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah
(Problem Solving) melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan

kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Penggunaan model pembelajaran
ini diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa
dalam mempelajari matematika, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang
maksimal baik dari proses maupun hasil belajarnya. Pada creative problem solving
siswa dibekali teknik untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, merupakan
kompetensi strategis yang ditujukan untuk siswa dalam memahami, memilih
pendekatan dan strategi pemecahan, serta menyelesaikan rencana (model) untuk
pemecahan masalah.
Adapun model pembelajaran Creative problem solvingini, siswa tidak hanya
memecahkan permasalahan dalam matematika tetapi juga dituntut untuk terampil
dalam memecahkan masalah tersebut. Dengan menggunakan model pembelajaran ini
diharapkan siswa dapat kreatif dalam memecahkan masalah terutama dalam materi
matematika pada kelas X.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Level Bepikir Kreatif Siswa Dalam Memahami Materi Matematika Melalui Model
PembelajaranCreative Problem Solving (CPS) di SMA Negeri 5 Banda Aceh”.

4

1.2


Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah:
1. Bagaimanakah level berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah
matematika dengan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving
pada materi matematika di Kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh ?
2. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui model
pembelajaran Creative Problem Solving pada materi matematika di Kelas X
SMA Negeri 5 Banda Aceh ?

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas yang ingin di capai dalam penelitian ini

adalah :
1. Untuk mengetahui level kemampuan berpikir kreatif siswa dengan
penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving pada materi
matematika di Kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh.
2. Untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui model

pembelajaran Creative Problem Solving pada materi matematika di Kelas
X SMA Negeri 5 Banda Aceh.
1.4

Manfaat Penelitian
1.

Secara Teortis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu
pengetahuan tentang penerapan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) dalam matematika dan memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan

tentang

penggunaan

berbagai

strategi


atau

model

5

pembelajaran yang berguna untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif siswa, khususnya mengenai penggunaan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran Matematika.
2. Secara Praktis
a. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk
menentukan

kebijakan

dalam

membantu


meningkatkan

kemampuan belajar siswa.
b. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu melatih peserta didik dalam
mengkonstruk pengetahuannya serta menumbuhkan motivasi dan
kreatifitas dalam belajar sehingga meningkatkan kemampuan
belajar siswa.
c. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan bagi
guru

dan

mampu

memberi

inspirasi


pada

guru

untuk

mengembangkan berbagai inovasi model pembelajaran dan
meningkatkan kemampuan belajar siswa.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan
wawasan ilmu pengetahuan dalam melaksanakan penelitian. Selain
itu memberikan sumbangan pemikiran tentang model pembelajaran
matematika yang lebih efektif, kreatif dan menyenangkan serta

6

memberikan informasi bagi peneliti sebagai calon pendidik agar
dapat menggunakan model pembelajaran yang tepat dalam
mengajar Matematika.

1.5

Definisi Istilah
Untuk

menghindari

penafsiran

yang

berbeda

terhadap

istilah

yang

dipergunakan perlu diberikan penjelasan istilah sebagai berikut :

a. Materi matematika merupakan salah satu materi yang diajarkan di SMA
semester ganjil maupun genap kelas X yang mengacu pada Kurikulum
2013.
b. Materi Geometri merupakan salah satu materi yang diajarkan di SMA
semester genap kelas X yang mengacu pada Kurikulum 2013. Dalam
penelitian ini yang menjadi batasan masalahnya adalah materi Menemukan
Konsep Jarak Titik dan Garis.
c. Model Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang
melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan
masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan
dengan

suatu

pertanyaan,

siswa

dapat


melakukan

keterampilan

memecahkan suatu masalah untuk memilih dan mengembangkan
tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghapal, keterampilan
memecahkan masalah dapat juga memperluas proses berpikir.
d. Berpikir Kreatif
Sharp (Briggs dan Davis, 2008) mengidentifikasi beberapa aspek berpikir
kreatif, yaitu kebaruan, produktivitas, dan dampak atau manfaat. Kebaruan

7

merujuk pada strategi penyelesaian masalah yang bersifat unik. Kebaruan
tidak harus dikaitkan dengan ide yang betul-betul baru, melainkan baru
menurut siswa. Ketika siswa menemukan solusi masalah untuk pertama
kalinya, ia telah menemukan sesuatu yang baru, setidaknya bagi dirinya
sendiri. Produktivitasmerujuk pada konstruksi sebanyak mungkin ide, tak
peduli apakah ide itu baru atau tidak. Dalam konteks pembelajaran, salah
satu bentuk dampak tersebut adalah meningkatnya kepercayaan diri siswa
setelah mampu menyelesaikan soal yang baru.
e. Level Berpikir Kreatif
Hurlock (1999) mengatakan kreativitas memiliki berbagai tingkatan
sebagaimana mereka memiliki berbagai tingkatan kecerdasan. Karena
kreativitas merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka
berpikir kreatif juga mempunyai tingkat atau level.
Velikova, Bilchev dan Georgieva (2004) mengidentifikasi siswa berbakat
yang

produktif

dan

kreatif

dalam

matematika.

Karakteristik

itu

menunjukkan perbedaan antara siswa yang berbakat dalam matematika
yang dipelajari sekolah dengan mereka yang memiliki bakat kreatifproduktif dalam matematika.
Meskipun ini hanya khusus untuk siswa berbakat, tetapi menunjukkan
adanya derajat atau tingkat yang berbeda dalam kreativitas siswa di
sekolah.

8

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Hakekat Pembelajaran Matematika
Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana
siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar
matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan
dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan,
menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2).
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa
sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang
dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Pembelajaran matematika sebaik
dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan
bahwa masalah kontekstual dapat digali dari: (1) situasi personal siswa, yaitu yang
berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) situasi sekolah/akademik,
yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan
dalam proses pembelajaran siswa, (3) situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan
dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan (4) situasi
saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu
sendiri.
Menurut Sutarto Hadi (2005: 21), siswa mulai dari masalah-masalah
kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri
oleh siswa, kemudian menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dalam proses
ini, setiap siswa dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda

9

dengan siswa yang lain, sedangkan dalam matematisasi vertikal, siswa juga mulai
dari masalah-masalah kontekstual, tetapi dalam jangka panjang siswa dapat
menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk meyelesaiakan masalahmasalah sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks.
Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan
pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh
matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus,
menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model
yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.
Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali
dengan sistem formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep
tersebut muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de
Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematika
berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang
diperoleh dalam matematika kembali ke dunia nyata.
2.2

Belajar dan Pembelajaran Matematika
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan banyak tergantung pada proses belajar yang dialami siswa
sebagai anak didik. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli
psikologi termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut pengertian secara
psikologi, belajar merupakan proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi

10

kebutuhan hidupnya. Selanjutnya Hudojo (1988:3) mengatakan: Seseorang
dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut terjadi suatu
proses kegiatan yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan
tingkah laku itu dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama yang disertai
usaha orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu
mengerjakannya.
Dari definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang yang
tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya akibat usaha
yang dilakukan orang tersebut dalam waktu relatif lama sebagai hasil pengalaman
dan interaksi dengan lingkungannya. Dengan belajar siswa dapat menerapkan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan suatu masalah. Karena
belajar merupakan proses aktif dari siswa bukan hanya sekedar menerima ilmu
pengetahuan dalam bentuk jadi tetapi lebih daripada itu dengan belajar siswa ikut
serta menemukan, berpikir, dan mengalami perolehan ilmu akibat usaha yang
dilakukan siswa tersebut.
Peristiwa belajar harus disertai dengan proses pembelajaran agar lebih
terarah dan sistematik. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan
ajar, dan lingkungan yang kondisif yang sengaja diciptakan. Dengan demikian
proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses
pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa
perilaku untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Pembelajaran
merupakan usaha pihak-pihak lain yang dapat menghidupkan, merangsang,

11

mengarahkan dan mempercepat proses perubahan perilaku belajar. Seperti yang
diungkapkan oleh SBM: “Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan
yang member nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara
optimal”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa segala upaya yang dilakukan
pihak lain (guru) yang bertujuan untuk mengoptimalkan tumbuh dan
berkembangnya program belajar anak didik dapat dikatakan pembelajaran.
Dalam pelaksanaanya, kegiatan pembelajaran diselenggarakan dalam hal
pembentukan watak dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik.Kegiatan
pembelajaran juga mengembangkan kemampuan mengetahui, memahami,
melakukan sesuatu, dan hidup dalam kebersamaan. Menurut tim SBM (2009:14)
bahwa: “Kegiatan pembelajaran itu perlu: berpusat pada peserta didik,
mengembangkan kreatifitas peserta didik, menciptakan kondisi menyenangkan,
dan menantang, bermuatan nilai, etika, kinestika, dan menyediakan pengalaman
yang beragam”. Untuk mencapai hal-hal tersebut maka pelaksanaan pembelajaran
menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,
kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Mempelajari

matematika

haruslah

bertahap

dan

berurutan

serta

mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu. Untuk itu belajar haruslah
dilakuan secara kontinu, artinya berkelanjutan dan tidak terputus-putus. Oleh
sebab itu, dalam pembelajaran guru harus mengoptimalkan proses pembelajaran
peserta didik secara kontinu. Makna pembelajaran adalah membelajarakan peserta
didik. Dalam hal ini fungsi utama guru adalah memberikan arahan agar peserta
didik dapat melakukan proses belajarnya dengan benar.

12

2.3

Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam pengertian lain, model
diartikan sebagai barang tiruan, metafor, atau kiasan yang dirumuskan. Pouwer
(1974:243) menerangkan tentang model dengan anggapan seperti kiasan yang
dirumuskan secara eksplisit yang mengandung sejumlah unsur yang saling
tergantung. Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai bagian data
yang diwakili. Model menjelaskan fenomena dalam bentuk yang tidak seperti
biasanya. Setiap model diperlukan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih atau
berbeda dari data. Syarat ini dapat dipenuhi dengan menyajikan data dalambentuk:
ringkasan (tipe, diagram), konfigurasi ( structure ), korelasi (pola), idealisasi, dan
kombinasi dari keempatnya. Jadi model merupakan kiasan yang padat yang
bermanfaat bagi pembanding hubungan antara data terpilih dengan hubungan
antara unsur terpilih dari suatu konstruksi logis.
Model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar (Soekamto, 1997:78).
Model Creative Problem Solving (CPS) pertamakali dikembangkan oleh
Alex Osborn pendiri The Creative Education Foundation (CEF) dan co-founder of
highly successful New York Advertising Agenncy. Pada tahun 1950-an Sidney
Parnes

bekerjasama

dengan Alex

Osborn

melakukan

penelitian

untuk

13

menyempurnakan model ini. Sehingga model Creative Problem Solving ini juga
dikenal dengan nama The Osborn-parnes Creative Problem Solving Models. Pada
awalnya model ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar
para karyawan memiliki kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggung jawab
pekerjaannya, namun pada perkembangan selanjutnya model ini juga diterapkan
pada dunia pendidikan.
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran
CPS menurut Pepkin (Dewi, 2008:30) terdiri dari langkah-langkah:


Klarifikasi Masalah
Klasifikasi masalah meliputi penjelasan mengenai masalah yang diajukan
kepada siswa, agar siswa memahami penyelesaian seperti apa yang
diharapkan.



Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat
tentang bagaimana macam strategi penyelesaian masalah. Dari setiap ide
yang diungkapkan, siswa mampu untuk memberikan alasan.



Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan
pendapat-pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan
masalah.



Implementasi (penguatan)
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah, kemudian menerapkanya sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut. Selain itu, pada tahapan implementasi,
siswa diberi permasalahan baru agar dapat memperkuat pengetahuan yang
telah diperolehnya.

14

2.4

Berpikir Kreatif dalam Matematika
Kreativitas merupakan produk berpikir kreatif seseorang. Berpikir kreatif

merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan/memunculkan
suatu ide baru. Hal itu menggabungkan ide-ide yang sebelumnya yang belum
dilakukan. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir
logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam
kesadaran (Pehkonen, 1997).
Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktek
pemecahan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide-ide. Hal ini
akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan
berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan
ide-ide. Oleh karena itu, dalam berpikir kreatif dua bagian otak akan sangat
diperlukan. Keseimbangan antara logika dan intuisi sangat penting. Jika
menempatkan deduksi logis terlalu banyak, maka ide-ide kreatif akan terabaikan.
Dengan demikian untuk memunculkan kreativitas diperlukan kebebasan
berpikir tidak dibawah kontrol atau tekanan. Krutetskii (1976) mengutip gagasan
Shaw dan Simon memberikan indikasi berpikir kreatif, yaitu (1) produk aktivitas
mental mempunyai sifat kebaruan (novelty) dan bernilai baik secara subjektif
maupun objektif; (2) proses berpikir juga baru, yaitu meminta suatu transformasi
ide-ide awal yang diterimanya maupun yang ditolak; (3) proses berpikir
dikarakterisasikan oleh adanya sebuah motivasi yang kuat dan stabil, serta dapat
diamati melebihi waktu yang dipertimbangkan atau dengan intensitas yang tinggi.
Indikasi berpikir kreatif dari segi hasil (produk) menekankan pada kebaruan dan

15

bernilai baik. Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir kreatif selalu tampak
menunjukkan

fleksibilitas

(keluwesan).

Bahkan

Krutetskii

(1976)

mengidentifikasi bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen
kunci

kemampuan

kreatif

matematis

dalam

sekolah.

Haylock

(1997)

menunjukkan kriteria sesuai tipe Tes Torrance dalam kreativitas (produk berpikir
kreatif), yaitu kefasihan (banyaknya respon-respon yang diterima), fleksibilitas
(banyaknya berbagai macam respon yang berbeda), dan keaslian (kejarangan
respon-respon dalam kaitan dengan sebuah kelompok pasangannya). Dalam
konteks matematika, kriteria kefasihan tampak kurang berguna dibanding dengan
fleksibilitas.
Silver (1997) menjelaskan bahwa untuk menilai berpikir kreatif anak-anak
dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking
(TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan
TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kefasihan
mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah perintah.
Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon
perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah.
Dalam masing-masing komponen, apabila respon perintah disyaratkan harus
sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator
kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Sedangkan
keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan. Jadi indikator
atau komponen berpikir itu dapat meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.

16

Gagasan ketiga aspek berpikir kreatif tersebut diadaptasi oleh beberapa ahli
dalam matematika. Balka (Silver, 1997) meminta subjek untuk mengajukan
masalah matematika yang dapat dipecahkan berdasar informasi-informasi yang
disediakan dari suatu kumpulan cerita tentang situasi dunia nyata. Kefasihan
mengacu pada banyaknya masalah yang diajukan, fleksibilitas mengacu pada
banyaknya kategori-kategori berbeda dari masalah yang dibuat dan keaslian
melihat bagaimana keluarbiasaan (berbeda dari kebiasaan) sebuah respon dalam
sekumpulan semua respon.
Getzel & Jackson (Silver, 1997) juga mengembangkan suatu tes untuk
menilai kefasihan dan keaslian dari pemecahan masalah yang mempunyaijawaban
beragam atau cara/pendekatan yang bermacam-macam. Dengan demikian
kegiatan pengajuan dan pemecahan masalah yang meninjau kefasihan,
fleksibilitas dan kebaruan dapat digunakan sebagai sarana untuk menilai
kreativitas sebagai produk berpikir kreatif individu.
Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman
(bermacam-macam) jawaban masalah yang dibuat siswa dengan benar, sedang
dalam pengajuan masalah mengacu pada banyaknya atau keberagaman masalah
yang diajukan siswa sekaligus penyelesaiannya dengan benar. Dua jawaban yang
beragam belum tentu berbeda. Beberapa jawaban masalah dikatakan beragam
tetapi tidak berbeda bila jawaban-jawaban itu tidak sama satu dengan yang lain,
tetapi tampak didasarkan pada suatu pola atau urutan tertentu. Misalkan jawaban
suatu masalah didasarkan pada bentuk aljabar 2y. Bila siswa semula menjawab 2
(karena y = 1), kemudian 4 (karena y = 2), berikutnya 6 (karena y = 3), maka

17

jawaban siswa ini beragam tetapi tidak berbeda. Bila siswa semula menjawab 2
(karena y = 1), kemudian 5 (karena y = 2,5), berikutnya 1 (karena y = ½ ), maka
jawaban siswa ini beragam sekaligus berbeda. Jawaban tersebut beragam karena
jawaban satu dengan yang lain tidak sama, sedang jawaban itu berbeda karena
pilihan nilai-nilai y tidak didasarkan pada urutan atau pola tertentu.
Dalam pengajuan masalah, suatu masalah merupakan ragam dari masalah
sebelumnya bila masalah itu hanya mengubah nama subjek tetapi isi atau konsep
atau konteks yang digunakan sama. Dua masalah yang diajukan berbeda bila
konsep matematika atau konteks yang digunakan berbeda. Fleksibilitas dalam
pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah
dengan berbagai cara yang berbeda. Sedang fleksibilitas dalam pengajuan masalah
mengacu pada kemampuan siswa mengajukan masalah yang mempunyai cara
penyelesaian berbeda-beda.
Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa
menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai
benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu (siswa) pada
tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya. Kebaruan dalam
pengajuanmasalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan suatu masalah
yang berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya.
2.5

Level Berpikir Kreatif
Hurlock (1999) mengatakan kreativitas memiliki berbagai tingkatan

sebagaimana mereka memiliki berbagai tingkatan kecerdasan. Karena kreativitas
merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka berpikir kreatif juga

18

mempunyai tingkat atau level. Velikova, Bilchev dan Georgieva (2004)
mengidentifikasi siswa berbakat yang produktif dan kreatif dalam matematika.
Karakteristik itu menunjukkan perbedaan antara siswa yang berbakat dalam
matematika yang dipelajari sekolah dengan mereka yang memiliki bakat kreatif
dan produktif dalam matematika. Meskipun ini hanya khusus untuk siswa
berbakat, tetapi menunjukkan adanya derajat atau tingkat yang berbeda dalam
kreativitas siswa di sekolah.
De Bono dalam Barak & Doppelt (2000) mendefinisikan 4 tingkat
pencapaian dari perkembangan ketrampilan berpikir kreatif, yaitu kesadaran
berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi pemikiran.
Level 1: Awareness of Thinking General awareness of thinking as a skill.
Willingness to think about something. Willingness to investigate a particular
subject.

Willingness

to

listen

to

others.

Level

2:

Observation

of

Thinking.Observation of the implications of action and choice, consideration of
peers’ points view, comparison of alternative. Level 3: Thinking strategy.
Intentional use of a number of thinking tools, organization of thinking as a
sequence of steps. Reinforcing the sense of purpose in thinking. Level 4:
Reflection on thinking. Structured use of tools, clear awareness of reflective
thinking, assesment of thinking by thinker himself. Planning thinking tasks and
methods to perform them.
a.

Pada Level 1 merupakan tingkat berpikir kreatif yang rendah, karena hanya
mengekspresikan

terutama

menyelesaikan tugasnya saja.

kesadaran

siswa

terhadap

keperluan

19

b.

Sedang Level 2 menunjukkan berpikir kreatif yang lebih tinggi karena siswa
harus menunjukkan bagaimana mereka mengamati sebuah implikasi
pilihannya,

seperti

penggunaan

komponen-komponen

khusus

atau

algoritma-algoritma pemrograman.
c.

Level 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi berikutnya karena siswa harus
memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan antara bermacam-macam
penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan bagaimana tingkat
detail yang diinginkan dan bagaimana menyajikan urutan tindakan atau
kondisi-kondisi logis dari sistem tindakan.

d.

Level 4 merupakan tingkat tertinggi karena siswa harus menguji sifat-sifat
produk final membandingkan dengan sekumpulan tujuan.

2.6

Materi Geometri
Materi Geometri yang menjadi bahasan pokok dalam penelitian ini adalah
Menemukan Konsep Jarak Titik dan Garis, yaitu :
a. Kedudukan Titik
Kedudukan titik terhadap garis dibedakan menjadi dua yaitu titik
terletak pada garis dan titik terletak di luar garis. Kedudukan titik
terletak pada garis dan titik terletak di luar garis dapat dianalogikan
seperti burung yang hinggap di kabel listrik. Misalkan burung-burung
tersebut adalah sebuah titik dan kabel tersebut merupakan garis, maka
burung yang hinggap di kabel listrik (dilingkari merah) dapat dikatakan
sebagai titik terletak pada garis. Jadi, sebuah titik dikatakan terletak
pada garis, jika titik tersebut dapat dilalui oleh garis, seperti gambar di
bawah ini

20

Sekarang coba perhatikan gambar burung yang terbang dan akan
hinggap di kabel listrik (dilingkari warna biru) dapat dikatakan sebagai
titik terletak diluar garis. Sebuah titik dikatakan terletak di luar garis,
jika titik tersebut tidak dapat dilalui garis, seperti gambar di bawah ini

b. Jarak antara Titik dan Titik
merupakan dua buah titik yaitu titik A dan titik B. Jarak dari titik A dan
titik B dapat dicari dengan cara menghubungkan titik A ke titik B
sehingga terjadi sebuah garis. Jarak kedua titik tersebut ditentukan oleh
panjang garis itu. Jadi, jarak antara dua titik merupakan panjang ruas
garis yang menghubungkan kedua titik tersebut. Contoh :

21

Pada gambar di atas dapat di pahami bahwa jarak antara titik dan titik
adalah sebuah garis yang terbentuk dari jarak A ke B menjadi garis AB
atau pun B ke C menjadi BC
c. Jarak Titik ke Garis
sebuah titik A dan sebuah garis g. Jarak antara titik A dan garis g dapat
dengan membuat garis dari titik A ke garis g, memotong garis di titik P
sehingga terjadi garis AP yang tegak lurus garis g. Jarak titik A ke garis
g adalah panjang dari AP. Jadi, jarak antara titik dengan garis
merupakan panjang ruas garis yang ditarik dari titik tersebut tegak lurus
terhadap garis itu. Contoh nya :

22

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Jenis Penelitian
Ada pun jenis penelitian adalah eksperimen dengan penelitian yang

digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif
bertujuan untuk menjabarkan hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan dan
untuk menjawab pertanyaan yang tercantum dalam pertanyaan penelitian.
Untuk melihat kemampuan siswa yang di ajarkan dengan pembelajaran
Model Creative Problem Solving akan terlihat pada penggunaan angka-angka pada
saat melakukan pengumpulan data. Pada saat penafsiran terhadap data dan
penampilan dengan cara menalaah dengan cara teratur dan dilakukan secara
cermat dengan pemberian soal tes.
3.2

Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah satu kelas, yaitu

siswa kelas X IA3 di SMA N 5 Banda Aceh untuk melihat level kemampuan
berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal tes dan aktivitas siswa selama
proses pembelajaran.
3.3

Metode Pengumpulan Data

a.

Tes Kemampuan Memecahkan Masalah
Dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mengetahui keberhasilan siswa

maupun proses pembelajaran dengan cara melihat level berpikir kreatif dan
kemajuan siswa dalam memecahkan masalah untuk melihat kelemahan dan
kelebihan siswa.

23

b.

Lembaran Observasi Aktivitas Siswa
Lembaran observasi aktivitas siswa diamati selama kegiatan belajar sedang

berlangsung maupun pada saat penyelesaian soal tes.
3.4

Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, tahap berikutnya adalah tahap pegolahan data. Dat

yang diperoleh kemudian diolah menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik
deskriptif. Tahap ini penting karena pada tahap inilah hasil penelitian dirumuskan
dan mendeskripsikan data tersebut adalah :
a.

Kemampuan Memecahkan Masalah
Menurut Tatang (2008:63) tahap berpikir kreatif siswa dapat dibagi menjadi
lima tingkat sebagaimana dikemukakan tabel berikut :

SKOR
4
3
2
1
0

Kemampuan Memecahkan Masalah
Kemampuan siswa memecahkan masalah dengan memunculkan ide dan
mengalami kesulitan tetapi dapat mengatasinya.
Kemampuan memecahkan masalah kurang nya memunculkan ide karena merasa
belum pernah di ajarkan.
Kemampuan memecahkan masalah dalam memunculkan ide karena kesulitnya
mencari cara lain dalam memecahkannya.
Kemampuan siswa memecahkan masalah dengan tidak memunculkan ide sama
sekali.
Kemampuan siswa memecahkan masalah tidak berdasarkan idea atau
Kemampuan

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat ada 5 level kemampuan pemecahan
masalah, dengan skor tertentu yakni berkisar dari 0-4 sesuai dengan level
kemampuan memecahkan masalah oleh siswa sebagaimana uraian berikut:
a) Berpikir Kreatif 4 (Sangat Kreatif)
Siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu
alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah

24

yang berbeda-beda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Siswa yang
mencapai level ini dapat dinamakan sebagai siswa yang sangat kreatif.
b) Level Berpikir Kreatif 3 (Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan cara
penyelesaian yang berbeda (fleksibel) meskipun tidak fasih atau
membuat berbagai jawaban yang baru meskipun tidak dengan cara yang
berbeda (tidak fleksibel). Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang
berbeda dengan lancar (fasih) meskipun jawaban masalah tunggal atau
membuat masalah yang baru dengan jawaban divergen. Siswa yang
mencapai level ini dapat dinamakan sebagai siswa yang kreatif.
c) Level Berpikir Kreatif 2 (Cukup Kreatif)
Siswa mampu membuat satu jawaban atau masalah yang berbeda dari
kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel atau fasih, atau
mampu menunjukkan berbagai cara penyelesaian yang berbeda dengan
fasih meskipun jawaban yang dihasilkan tidak baru. Siswa yang
mencapai level ini dapat dinamakan sebagai siswa yang cukup kreatif.
d) Level Berpikir Kreatif 1 (Kurang Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang
berbeda (baru), meskipun salah satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu cara
penyelesaian

yang

dibuat

berbeda-beda

(fleksibel)

atau

jawaban/masalah yang dibuat beragam (fasih). Siswa yang mencapai
level ini dapat dinamakan sebagai siswa yang kurang kreatif.

25

e) Level Berpikir Kreatif 0 (Tidak Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara
penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih)
dan fleksibel. Siswa yang mencapai level ini dapat dinamakan sebagai
siswa yang tidak kreatif.
b.

Data Aktifitas Siswa
Data aktifitas siswa selama pembelajaran berlangsung dianalisis dengan

menggunakan presentase.
Rumus Presentase :
P=

F
x 100
N

Ket :
P = angka persen
F = Frekuensi Aktivitas Siswa
N = Jumlah Aktivitas Siswa
c.

Lembar Observasi Aktifitas Siswa
Untuk menganalisis data aktivitas siswa digunakan persentase. Persentase

pengamatan aktivitas siswa yaitu frekuensi rata-rata setiap aspek pengamatan
dibagi dengan banyaknya frekuensi rata-rata semua aspek pengamatan dikali
100%.
Untuk menunjukkan apakah aspek-aspek yang diamati telah sesuai dengan
yang diinginkan, digunakan kriteria pencapaian efektivitas aktivitas siswa untuk
setiap aspek sebagai berikut:

26

Kriteria Batasan Waktu Ideal dan Batasan Efektivitas Aktivitas Siswa
Waktu
Ideal(%)
15

Kriteria Batasan
Efektivitas (%)
10 – 20

15

10 – 20

40

35 – 45

15

10 – 20

5. Bertanya kepada guru/teman

15

10 – 20

6. Perilaku yang tidak relevan dengan KBM.

0

0–5

Aktivitas Siswa
1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
atau teman dengan aktif
2. Membaca buku siswa/LKS
3. Bekerja

dalam

berkelompok/mengerjakan

LKS/menggunakan atau memperagakan alat
peraga/menulis yang relevan dengan KBM
berdiskusi/bertanya antara siswa dan guru.
4. Mendengarkan/memperhatikan/menjawab/
menanggapi pertanyaan guru/teman

BAB IV

27

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1

Data Hasil Penelitian

4.1.1 Data Aktivitas Siswa
Data mengenai aktivitas siswa kelas X IA 3 SMA Negeri 5 Banda Aceh
selama pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving
diambil dengan menggunakan lembar observasi dengan cara memberikan skor
pada aspek aktivitas yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Data mengenai aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar dapat
diuraikan berikut ini :
a.

Skor Aktivitas Siswa Pertemuan I

skor 1) bila 0 sampai > 20% ; skor 2) bila 20% sampai > 40% ; 3) bila 40%
sampai > 60% skor 4) bila 60% sampai 80% ; skor 5) bila 80% sampai 100%
aktif.
Kualitas : 1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik;
Tabel 4.1 Skor Aktivitas Siswa Pertemuan I
Kelompok

Aspek yang di Nilai
1

2

3

4

5

2

3

2

3

3

1

3

2

3

3

3

2

3

2

3

2

3

3

3

3

2

3

3

3

2

menyelesaikan masalah dalam

2

3

2

1

2

LKPD
g. Siswa mengajukan pertanyaan

2

3

3

2

3

Aspek Yang Dinilai

a. Siswa mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan guru
b. Siswa selalu berada dalam
kelompoknya
c. Siswa aktif dalam kelompoknya
d. Siswa yang merasa kaku berada
dalam kelompoknya
e. Siswa berdiskusi dengan teman
kelompoknya dalam menyelesaikan
f.

masalah dalam LKPD
Siswa mengalami kesulitan dalam

28

Kelompok

Aspek yang di Nilai
Aspek Yang Dinilai

1

2

3

4

5

2.00

2,85

2.57

2,42

2,71

Kurang

Baik

Cukup

Cukup

Cukup

kepada guru saat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan
masalah dalam LKPD
Rata-Rata Aktivitas Kelompok
Kategori

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan rata-rata aktivitas siswa pada pertemuan
1 tergolong rendah, dimana kelompok 1 mempunyai rata-rata 2.00; kelompok 2
sebesar 2,85; kelompok 3 sebesar 2,57; kelompok 4 sebesar 2,42; kelompok 5
sebesar 2,71. Dari data tersebut, dapat dikategorikan menjadi 3 kategori yakni
kategori kurang seperti kelompok 1, kategori cukup seperti kelompok 3,
kelompok 4, kelompok 5 dan kategori baik seperti kelompok 2.
b.

Skor Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua
Tabel 4.2 Skor Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua
Kelompok

Aspek yang di Nilai
Aspek Yang Dinilai

a. Siswa mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan guru
b. Siswa selalu berada dalam
kelompoknya
c. Siswa aktif dalam kelompoknya
d. Siswa yang merasa kaku berada
dalam kelompoknya
e. Siswa berdiskusi dengan teman
kelompoknya dalam menyelesaikan
f.

1

2

3

4

5

2

3

2

3

3

2

3

2

3

3

3

2

3

2

3

3

3

3

2

3

2

3

2

2

2

2

3

2

2

2

2

2

3

2

3

masalah dalam LKPD
Siswa mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan masalah dalam

LKPD
g. Siswa mengajukan pertanyaan
kepada guru saat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan
masalah dalam LKPD

29

Kelompok

Aspek yang di Nilai
Aspek Yang Dinilai

Rata-Rata Aktivitas Kelompok
Kategori

1

2

3

4

5

2.28

2,71

2,42

2,28

2,71

Cukup

Cukup

Cukup

Cukup

Cukup

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan rata-rata aktivitas siswa pada pertemuan
2 tergolong cukup, dimana kelompok 1 mempunyai rata-rata 2.28 ; kelompok 2
sebesar 2,71; kelompok 3 sebesar 2,42; kelompok 4 sebesar 2,28; kelompok 5
sebesar 2,71. Dari data tersebut, dapat dikategorikan menjadi kategori cukup
karena rata-rata yang diperoleh adalah cukup.
c.

Skor Aktivitas Siswa Pertemuan Ketiga
Tabel 4.3 Skor Aktivitas Siswa Pertemuan Ketiga
Kelompok

Aspek yang di Nilai
Aspek Yang Dinilai

a. Siswa mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan guru
b. Siswa selalu berada dalam
kelompoknya
c. Siswa aktif dalam kelompoknya
d. Siswa yang merasa kaku berada
dalam kelompoknya
e. Siswa berdiskusi dengan teman
kelompoknya dalam menyelesaikan
f.

1

2

3

4

5

2

3

2

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

2

3

3

3

3

3

3

2

3

2

2

3

2

3

3

3

2

2

2

2

2

3

masalah dalam LKPD
Siswa mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan masalah dalam

LKPD
g. Siswa mengajukan pertanyaan
kepada guru saat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan
masalah dalam LKPD
Rata-Rata Aktivitas Kelompok
Kategori

2.42

2,85

2,57

2,57

2,85

Cukup

Baik

Cukup

Cukup

Baik

30

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan rata-rata aktivitas siswa pada pertemuan
ke 3 ada peningkatan pada kelompok 2 dan 5, dimana kelompok 1 mempunyai
rata-rata 2.42; kelompok 2 sebesar 2,85; kelompok 3 sebesar 2,57; kelompok 4
sebesar 2,57; kelompok 5 sebesar 2,85. Dari data tersebut, dapat dikategorikan
menjadi 2 kategori cukup dan baik karena rata-rata yang diperoleh adalah
kelompok 2 dan 5 baik dan 1,3 dan 4 adalah cukup.
4.1.2 Data Hasil Tes Siswa
Tes siswa dilakukan pada tanggal 14 Mei 2010, hari Kamis. Tes siswa ini
bertujuan untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang
telah diajarkan, dan tes ini juga bertujuan untuk melihat level kreatif berpikir
siswa dalam menyelesaikan soal. Data

hasil tes siswa pada materi ajar

Menemukan Konsep Jarak Titik dan Garis dengan materi pokok Kedudukan
Titik, Jarak antara Titik dan Titik, dan Jarak Titik ke Garis. yang ditunjukkan
dalam bentuk tes tulis, adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Data Hasil Tes Siswa
NO

NIS

NISN

NAMA SISWA

1

10110

9998955297

Afrizal

L

NILAI
TES
TULIS
70

2

10112

9993654755

Amal Ikram

L

75

3

10121

9996500376

Arhamadah

P

80

4

10132

9994953362

Azizah Muthma'inah

P

80

5

10154

9973187817

El Fitra Hasimi

L

85

6

10156

9980224599

Ella Amanda

P

85

7

10201

9991687233

Liwa'ul Hamdi Bin Chaidir

L

75

8

10204

9981200561

M. Iqbal Maulana

L

80

9

10207

9990883627

M. Saleh Yusuf

L

75

10

10210

0004570437

Maisarah

P

80

11

10212

0002615001

Maqfirah

P

80

P

75

P

75

12

10215

9993719322

Masendah Kumala Sari

13

10218

9997852801

Mauliani

31

14

10224

9998692297

Mona Fitri Andriana

P

75

15

10232

9992067888

Muhammad Syahran Tsaqif

L

85

16

10254

9980246668

Nur Aulia

P

80

17

10264

9993889734

Nurul Karima

P

80

18

10268

9994897377

Putri Kartika Dellya

P

80

19

10284

9998692292

Rima Wirda

P

80

20

10287

9991687238

Riska Aulia

P

85

21

10289

9991781788

Riskia Miranti

P

80

22

10294

9990883623

Rizki Alfian Novri

L

75

23

10296

9992468141

Rizki Maulana

L

80

24

10306

9981063222

Salwati

P

75

25

10320

10755893

Varrasatia

P

75

26

10323

9971285642

Wahyu Hidayat

L

80

27

10332

0004283650

Yuli Aulia Suci

P

80

9991761865

Yunita

P

75

29

Vinda Adyslianada

P

75

30

Ridha Safira

p

80

28

10334

JUMLAH

2.355

RATA-RATA

78.5

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, kita dapat melihat bahwa hasil tes siswa kelas
X IA3 SMA Negeri 5 Banda Aceh pada materi ajar Menemukan Konsep Jarak
Titik dan Garis dengan materi pokok Kedudukan Titik, Jarak antara Titik dan
Titik, dan Jarak Titik ke Garis dengan menerapkan model pembelajaran Creative
Problem Solving, dimana rata-rata hasil belajar siswa adalah 78.5.
4.1.3 Data Kekreatifan Siswa
Kekreatifan siswa dapat dilihat dari hasil tes, yang dilakukan untuk menguji
kemampuan individu dan sekaligus untuk melihat sejauh mana siswa tersebut
kreatif atau tidak dalam menyelesaikan soal. Kreatif dapat dilihat dari cara siswa
membuat jalan atau mendapatkan jawaban. Karena jawaban soal matematika
adalah terstruktur. Berikut data kreatif siswa :

32

Tabel 4.5 Data Kreatif Siswa
Aspek yang di Nilai
Kemampuan siswa memecahkan masalah dengan memunculkan ide dan
mengalami kesulitan tetapi dapat mengatasinya.
Kemampuan memecahkan masalah kurang nya memunculkan ide karena
merasa belum pernah di ajarkan.
Kemampuan memecahkan masalah dalam memunculkan ide karena
kesulitnya mencari cara lain dalam memecahkannya.
Kemampuan siswa memecahkan masalah dengan tidak memunculkan ide
sama sekali.
Kemampuan siswa memecahkan masalah tidak berdasarkan idea atau
Kemampuan
Tabel 4.6 Data Kekreatif Siswa

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

NAMA SISWA
Afrizal
Amal Ikram
Arhamadah
Azizah Muthma'inah
El Fitra Hasimi
Ella Amanda
Liwa'ul Hamdi Bin Chaidir
M. Iqbal Maulana
M. Saleh Yusuf
Maisarah
Maqfirah
Masendah Kumala Sari
Mauliani
Mona Fitri Andriana
Muhammad Syahran Tsaqif
Nur Aulia
Nurul Karima
Putri Kartika Dellya
Rima Wirda
Riska Aulia
Riskia Miranti
Rizki Alfian Novri
Rizki Maulana
Salwati
Varrasatia

SKO
R
2
2
3
3
3
3
2
2
2
3
3
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
2
3
2
2

33

26
27
28
29
30

Wahyu Hidayat
Yuli Aulia Suci
Yunita
Vinda Adyslianada
Ridha Safira
JUMLAH
RATA-RATA

3
2
2
2
3
82
2.7

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, kita dapat melihat bahwa data kreatif siswa
kelas X IA3 SMA Negeri 5 Banda Aceh pada materi ajar Menemukan Konsep
Jarak Titik dan Garis dengan materi pokok Kedudukan Titik, Jarak antara Titik
dan Titik, dan Jarak Titik ke Garis dengan menerapkan model pembelajaran
Creative Problem Solving, dimana rata-rata hasil belajar siswa adalah 2.7 di
kategorikan siswa-siswa tersebut kreatif.

4.2

Analisis dan Pembahasan

4.2.1 Data Aktivitas Siswa
Berdasarkan permasalahan kedua tentang bagaimana gambaran aktivitas
belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar pada materi ajar Menemukan
Konsep Jarak Titik dan Garis dengan materi pokok Kedudukan Titik, Jarak antara
Titik dan Titik, dan Jarak Titik ke Garis yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), dapat dijelaskan berdasarkan hasil
pengamatan aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1, 2, dan 3 yang cenderung
mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik, dimana rata-rata aktivitas siswa

34

dapat dilihat pada Tabel 4.1, 4.2 dan 4.3. Dari tabel tersebut, rata-rata aktivitas
siswa pada pertemuan 1, 2, dan 3 cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan
aktivitas siswa tersebut, menunjukkan adanya minat dan antusias siswa dalam
mengikuti pembelajaran pada materi ajar Menemukan Konsep Jarak Titik dan
Garis dengan materi pokok Kedudukan Titik, Jarak antara Titik dan Titik, dan
Jarak Titik ke Garis yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS).
a.

Pertemuan 1
Pelaksanaan pertemuan 1 dimulai hari Selasa, tanggal 5 Mei 2015.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap aktivitas siswa pada pertemuan 1,
seperti yang terlihat pada Tabel 4.3, menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas siswa
pada pertemuan 1 adalah sebesar 2,85 yang berkategori baik. Pada pertemuan 1
juga terdapat aspek aktivitas siswa yang memiliki skor rendah yaitu siswa
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah dalam LKPD. Salah satu
faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas siswa pada pertemuan 1 tersebut
karena siswa masih asing dengan model pembelajaran yang diterapkan yakni
model model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang merupakan hal
baru bagi mereka, dan cenderung terbiasa dengan pembelajaran konvensional
yang berpusat pada guru sehingga siswa masih ragu-ragu untuk menanyakan
masalah yang belum dipahaminya baik pada teman sekelompoknya maupun pada
guru.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka guru bersama peneliti melakukan
analisis dan refleksi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas

35

siswa dalam pembelajaran. Kemudian, peneliti bersama guru mata pelajaran
melakukan analisis dan refleksi terhadap kelemahan-kelemahan pelaksanaan
pembelajaran Creative Problem Solving oleh guru dan kaitannya dengan satuan
aktivitas siswa yang dinilai. Dari hasil refleksi tersebut, kemudian ditentukan
langkah-langkah perbaikan pada pertemuan 2.
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi tersebut di atas, guru melakukan
perbaikan-perbaikan dalam mengajarkan materi ajar Menemukan Konsep Jarak
Titik dan Garis dengan materi pokok Kedudukan Titik, Jarak antara Titik dan
Titik, dan Jarak Titik ke Garis umumnya sesuai dengan model pembelajaran
Creative Problem Solving untuk diterapkan pada pertemuan ke 2 serta
memperbaharui cara menyampaikan materi pembelajaran dengan selalu
melibatkan siswa dalam pembelajaran, sehingga diharapkan dengan pembelajaran
tersebut akan merangsang dan membangkitkan perubahan konseptual serta daya
nalar siswa dan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah khususnya pada
siswa kelas X IA3.

36

b.

Pertemuan 2
Pelaksanaan pertemuan ke 2 ini dimulai hari Kamis, tanggal 7 Mei 2015.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap aktivitas siswa pada pertemuan ke 2
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa yang sangat signifikan dari
pertemuan 1. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 4.2, dimana rata-rata
aktivitas siswa kelompok I untuk pertemuan 1 adalah sebesar 2.00 dengan
kategori kurang meningkat pada pertemuan ke 2 menjadi sebesar 2.28 dengan
kategori cukup dan untuk semua rata-rata persatuan aktivitas siswa juga

37

mengalami peningkatan yang sangat baik. Selain itu juga, ada beberapa aktivitas
siswa yang berhasil ditingkatkan dari kategori kurang menjadi kategori baik
diantaranya berdiskusi dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan masalah
dalam LKPD.

c.

Pertemuan 3
Pelaksanaan pertemuanke 3 ini dimulai hari Selasa, tanggal 12 Mei 2015.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap aktivitas siswa pada pertemuan ke 3
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa yang sangat signifikan dari
pertemuan sebelumnya. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3, dimana ratarata aktivitas siswa untuk pertemuan ke 3 adalah sebesar 2.85 dengan kategori
baik, dan untuk semua rata-rata persatuan aktivitas siswa juga mengalami
peningkatan yang sangat baik. Selain itu juga, pada pertemuan ini, ada beberapa
aktivitas siswa yang berhasil ditingkatkan dari kategori kurang menjadi kategori
baik diantaranya berdiskusi dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan
masalah dalam LKPD. Peningkatan rata-rata aktivitas siswa menandakan bahwa
siswa mulai aktif dalam mengikuti pembelajaran dengan model Creative Problem

38

Solving. Disamping itu pula adanya motivasi serta minat belajar siswa yang
tinggi, disebabkan karena keterampilan guru memotivasi siswa dengan
memberikan nilai dan hadiah berupa buku tulis dan pulpen kepada kelompok yang
kinerjanya bagus dan kepada siswa yang mempunyai hasil belajar yang tinggi
pada setiap siklus.
Peningkatan rata-rata aktivitas siswa pada setiap pertemuan tersebut
menandakan bahwa siswa mulai aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Hasil

observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran
dengan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving dapat
memberikan hasil yang lebih baik walaupun masih terdapat satuan aktivitas yang
tidak mengalami peningkatan yang signifikan dan tergolong dalam kategori
cukup. Berdasarkan hasil anal