MATEMATIKA DALAM PROGRAM PENDIDIKAN ANAK
Citation: Novikasari, ifada (2016) Matematika dalam Program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, Vol 2 (1), hlm 1-16.
MATEMATIKA DALAM PROGRAM
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
Ifada Novikasari
Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negri (IAIN) Purwokerto
email: [email protected]
ABSTRACT
At the early childhood education’s program these do not involve advanced
mathematical concepts, but those that children encounter in their daily lives, such
as compare quantities, find patterns, navigate in space, and grapple with real
problems such as balancing a tall block building or sharing a plate of cake fairly
with a playmate. Basically that is a mathematical activities. Mathematics helps
children make sense of their world outside of school and helps them construct a
solid foundation for success in school. Therefore mathematics content can be
integrated with existing program in early childhood education. The application of
mathematics content such as number and operations, algebra, geometry,
measurement, and data analysis should be adjusted to the cognitive development
of children. Informal games and story problems can be introduced and modified to
create opprtunities to learn mathematics concepts. The teacher’s role is to provide
mathematics learning with adequate mathematical communication as
mathematics languge that is easily understood by children. Eventually, the
children get benefit from a range of mathematical experiences, from the incidental
and informal to the systematic and planned.
Key words: childhood education, mathematics, cognitive
ABSTRAK
Program di Pendidikan Anak Usia Dini tidak melibatkan konsep
matematika yang berat bagi anak, akan tetapi mereka dilibatkan dalam
kegiatan sehari-hari seperti membandingkan jumlah, menemukan pola,
menunjukkan arah dalam ruangan, dan menyelesaikan masalah nyata
seperti keseimbangan bangunan balok atau berbagi sepiring kue secara
adil dengan teman sebaya. Pada dasarnya itu merupakan aktivitas
matematika. Matematika membantu anak memaknai dunia di luar
sekolah dan membantu mereka menguasai dasar yang kuat agar sukses di
sekolah. Oleh karena itu matematika dapat terintegrasi dalam program di
pendidikan anak usia dini. Aplikasi konten matematika seperti bilangan
dan operasinya, aljabar, geometri, pengukuran, dan analisis data
seharusnya disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak. Permainan
informal dan masalah cerita dapat diperkenalkan dan dimodifikasi agar
anak mendapatkan kesempatan belajar matematika. Peran guru dalam
kegiatan ini adalah memberi pembelajaran matematika dengan
komunikasi matematika yang memadai atau bahasa matematika sehingga
mudah dipahami anak. Sehingga Anak mendapatkan pengalaman
matematika, yaitu dari kebetulan dan informal menjadi sistematik dan
terencana.
Kata kunci: pendidikan anak usia dini, matematika, kognitif
A. PENDAHULUAN
Beragam alasan diberikan orang tua ketika mendaftarkan putraputrinya di program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Diantaranya
adalah supaya anak dapat mengenal sekolah sejak dini, mengenal
permainan di PAUD, belajar bersosialisasi dengan teman sebaya, serta
mengenal angka dan huruf sebelum mereka masuk sekolah dasar (SD).
Kini pun sudah beredar luas buku-buku mengenai penguasaan angka
(matematika) dan huruf (bahasa) bagi anak prasekolah tersebut. Seolah
anak akan sukses di SD apabila menguasai matematika dan bahasa.
Berdasarkan kajian National Research Council 1 menunjukkan bahwa
penguasaan bahasa di PAUD bagi sebagian besar orang tua di Amerika
menjadi alasan utama. Menurutnya, orang dewasa yang tidak belajar
matematika masih mampu bertahan hidup dibandingkan jika tidak
mampu berkomunikasi. Akan tetapi Matematika di PAUD juga penting
1
National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity (Washington: The National Academies Press, 2009), h.8.
|2
karena dapat membantu pengembangan kognitif anak dan mencapai
kesuksesan pada jenjang pendidikan berikutnya.2
Pendidikan yang diikuti anak sebelum SD diatur dalam UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) bahwa
PAUD merupakan suatu upaya pembinaan kepada anak sejak lahir
sampai
usia
enam
tahun.
Bentuk
pelaksanaan
program
PAUD
diantaranya adalah program Taman Kanak-kanak (TK)/ Raudatul Athfal
(RA), Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan
Anak (TPA) dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Pembinaan anak dalam
program tersebut dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Anak prasekolah yang mengikuti PAUD menurut Solehuddin 3
memiliki fungsi utama, yaitu (1) fungsi pengembangan potensi, (2) fungsi
penanaman dasar-dasar aqidah dan keimanan, (3) fungsi pembentukan
dan
pembiasaan
perilaku-perilaku
yang
diharapkan,
(4)
fungsi
pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan,
dan (5) fungsi pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif.
Apabila dikaitkan dengan kemampuan matematika maka merujuk dari
Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 aspek kognitif merupakan salah
satu aspek perkembangan dalam PAUD. Aspek kognitif tersebut
diantaranya adalah
a. belajar dan pemecahan masalah, mencakup kemampuan
memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara fleksibel dan diterima sosial serta menerapkan
pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru;
2
Ibid, National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity, h.21.
3
Solehuddin, Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah, ( IKIP Bandung: Tidak
Diterbitkan, 1997), h.50.
|3
b. berfikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola,
berinisiatif, berencana, dan mengenal sebab-akibat; dan
c. berfikir simbolik, mencakup kemampuan mengenal, menyebutkan,
dan menggunakan konsep bilangan, mengenal huruf, serta mampu
merepresentasikan berbagai benda dan imajinasinya dalam bentuk
gambar.
Pelaksanaan pengembangan aspek tersebut dilakukan melalui bermain
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, kontekstual, dan berpusat
pada anak. Diharapkan pembelajaran dapat memberikan pengalaman
belajar yang bermakna bagi anak sehingga anak merasa tertarik bermain
dan tidak bosan.
Anak usia prasekolah menurut Clements4 merupakan waktu yang
tepat untuk memberikan ketertarikan pada berhitung, menyusun,
membentuk bangunan, menemukan pola, mengukur, dan memperkirakan.
Kualitas
matematika
prasekolah
tidak
terletak
pada
penguasaan
aritmatika dasar. Namun, memberikan pengalaman matematika dalam
permaianan mereka, menjelaskan, dan berpikir tentang dunia mereka.
B. PEMBAHASAN
1. Teori Perkembangan Kognitif Anak dalam Pembelajaran Matematika
di PAUD
Praktek pembelajaran kekinian banyak terinspirasi dari empat ahli
psikologi kognitif terkenal diantaranya adalah Piaget, Vygotsky, Bruner,
dan Dienes. Ide mereka didasarkan pada teori konstruktivisme. Teori
tersebut memandang anak dapat berkreasi dengan pengetahuannya yang
4
Clements, D., Mathematics in the Preschool, (Teaching Children Mathematics:
NCTM, 2001), h. 270.
|4
bersumber dari aktivitas mental sehingga menghasilkan pengalamana
dari dunia sekitarnya dan menemukan makna dari kegiatan tersebut. 5
Piaget
(1896-1980)
terkenal
dengan
idenya
empat
tahap
perkembangan kognitif pada seorang anak. Pada tahap kedua, tahap
berpikir praoperasional ( 2 – 7 tahun), anak pada tahap ini secara cepat
dapat mempelajari bahasa dan kemampuan untuk menggunakan simbol
yang merepresentasikan objek nyata. Akan tetapi, banyak materi
matematika seperti bilangan dan volum tidak diberikan sampai anak
berada pada tahap konkret usia 7 - 11 tahun. Kekuatan pendekatan Piaget
terletak pada pemikiran anak dan keterlibatan aktif di lingkungan.
Vygotsky (1896-1934) adalah ahli psikologi berasal dari Rusia.
Pemikiran Vygotsky membagi dua jenis perkembangan, yaitu alami dan
budaya. Perkembangan alami mempengaruhi pemikiran bahwa dengan
sendirinya anak belajar sehingga menghasilkan kematangan bagi dirinya.
Sedangkan dalam perkembangan budaya, kematangan anak diperoleh
dari interaksi antar anak atau dengan bimbingan orang dewasa.
Kematangan tersebut akan meningkat dengan penggunaan bahasa. Proses
perkembangan budaya anak bekerja dalam zone of proximal development.
Zona ini menunjukkan batasan pemikiran anak secara mandiri dan dapat
berkembang dengan bantuan teman atau orang dewasa. Vygotsky
berpikir bahwa anak pada tahap awal belajar membutuhkan bantuan atau
scaffolding. Bantuan tersebut merupakan sejumlah petunjuk yang secara
bertahap berkurang sampai akhirnya anak dapat menguasai keterampilan
tertentu secara mandiri.
Selanjutnya Jerome Bruner (1915) yang mendeskripsikan bahwa
perkembangan intelektual dapat berkembang sebagai proses dari mode
5
Sperry, S.S., Early Childhood Mathematics: Third Edition, (Boston: Pearson, 2006),
h. 14-16.
|5
enaktif kemudian ikonik, dan terakhir simbolik. Pada anak usia 2 atau 3
tahun beragam gambar rangsangan dapat dibentuk. Tahap ini anak
diberikan mode ikonik dan orang dewasa memberikan rangsangan
gambar dan suara. Anak pada usia 5 atau 6 tahun dapat menggunakan
mode simbolik seperti bahasa, gambar cerita, atau tulisan angka yang
merepresentasikan pemikiran. Tiga mode Bruner yang dapat ditemui
dalam pengajaran matematika sekarang diantaranya adalah: doing
matematika dengan benda manipulatif, mental matematika dengan
berpikir, mengingat gambar, mendengar, kinestetik, dan terakhir dapat
menggunakan simbol angka dengan pemaknaan.
Teori Dienes (1967) merupakan salah satu jenis teori dalam belajar
matematika dari matematikawan bernama Zoltan P. Dienes. Teori yang
disampaikan Dienes bertumpu pada gagasan untuk menampilkan
matematika dalam bentuk yang nyata dan menyenangkan bagi anak.
Teori ini dalam aplikasinya mendesain pembelajaran dalam prinsipprinsip dan tahapan-tahapan tertentu. Konsep matematika yang bersifat
abstrak yang dibangun oleh struktur-struktur apabila pembelajaran
dilakukan menggunakan teori Dienes maka pembelajaran dapat disajikan
secara menarik melalui media benda-benda manipulatif, permainan, cerita
dan
tarian.
6
Pembelajaran
Dienes
disajikan
dengan
pendekatan
sebagaimana siswa bermain sampai pada akhirnya dapat membantu
mereka untuk menemukan dan memahami struktur matematika dalam
permainan tersebut. Dienes percaya bahwa semua abstraksi yang
berdasarkan kepada situasi dan pengalaman konkrit akan dapat dipahami
oleh siswa. 7
6
Sriraman, B., Lesh, A Conversation With Zoltan P. Dienes
(www.math.umt.edu/tmme/ Monograph2/ SriramanLesh_ article.pdf, 2007).
7
Sriraman,
B., Editorial:
The Legacy of Zoltan Paul Dienes,
(www.math.umt.edu/tmme/Monograph2/Sriraman Editorial_ pp.i_ii.pdf, 2007).
|6
Dienes merumuskan 6 tahap berpikir matematika.8 Pertama adalah
free play, anak diberi kebebasan untuk berinteraksi dengan lingkungan.
Kebebasan dalam arti, kegiatan pembelajaran tahap awal dilakukan
dengan memberi keleluasaan pada siswa mengenal, memperhatikan,
mengidentifikasi
segala bentuk permainan atau benda-benda konkrit
yang disediakan dalam pembelajaran. Kedua games, pada tahap ini
diberikan aturan sebelum dimulai dan beberapa kriteria yang harus
dicapai sehingga dapat dikategorikan tujuan permainan tersebut tercapai.9
Generalisasi sebagai tahap ketiga anak mengenal pola, kesamaan, dan
sifat umum pada model yang berbeda. Tahap keempat, representasi, anak
diberikan kebebasan untuk mengekspresikan suatu metode atau cara
untuk mewakili semua aktivitas games yang memiliki kesamaan struktur.
Kebebasan berekspresi siswa dapat diwujudkan dalam bentuk visual
maupun audio. Bentuk representasi visual misalkan adalah: gambar,
bilangan atau angka, grafik. 10 Tahap kelima simbolisasi, terjadi ketika
anak menggunakan formula dan kata-kata untuk mendeskripsikan
hubungan. Misalkan representasi simbol luas dan keliling. Terakhir tahap
formalisasi, hubungan dan sifat gambar yang dikelompokkan, diurutkan,
dan dikenal sebagai bagian dari struktur konsep matematika. Anak pada
tahap awal belajar atau prasekolah sampai pada tahap simbolisasi untuk
memaknai dunia dengan matematika.
Secara umum keempat ahli psikologi kognitif di atas memberikan
petunjuk yang sama mengenai proses anak dalam mengenal matematika
dalam PAUD. Anak pada usia 3 sampai dengan 6 tahun dapat mengenal
matematika melalui benda-benda di lingkungan sekitar mereka dan pada
8
Brousseau, Theory of Didactical Situations in Mathematics, (Netherlands: Kluwer
Academic Publisher, 1997), h.139-142.
9
Dienes,
Z.,
Mathematics
as
an
Art
form,
(Tersedia:
http://www.zoltandienes.com, 2004)
10
Fyhn, A. , Bridging outdoor Physical Activities with Written Work in
Geometry,( www.ub.uit.no/munin/bitstream/10037/ 994/10/ Paper_I.pdf., 2004)
|7
tingkat sedikit di atasnya melalui benda manipulatif. Selanjutnya anak
mampu memberikan representasi atas benda-benda tersebut. Misalkan
guru menyediakan beberapa bungkus permen dan pada akhir proses
bermain anak sudah mampu memberikan representasi ‘satu bungkus
permen’...’dua bungkus permen’..dan seterusnya.
2. Pembelajaran Matematika di PAUD
Matematika merupakan alat untuk membantu anak memahami dan
menganalisa dunianya. Cara matematika adalah dengan deskripsi dan
representasi kuantitas, bentuk, ruang, dan pola yang membantu
pengorganisasian pengetahuan dan ide dengan cara yang sistematis.
Sistem matematika tersebut menjadi bagian penting dalam kehidupan
masyarakat. 11 Matematika di PAUD memuat dua bidang inti, yaitu (1)
bilangan dan (2) geometri dan pengukuran. Kedua bidang tersebut
penting sebagai persiapan sekolah dan penting dalam kehidupan seharihari.
Standar matematika di PAUD perlu diberikan sebagai penduan
pengembangan
pengalaman
matematika
yang
sesuai
bagi
anak.
Pengembangan pengalaman berarti dapat memberikan tantangan sesuai
dengan usia anak, fleksibel dalam variasi respon anak, dan sesuai dengan
cara berpikir dan belajar anak. Menurut Clements 12 standar dalam
pembelajaran anak seharusnya dapat mendorong pengetahuan informal
atau freeplay. Diantaranya adalah anak mengeksplorasi pola dan bentuk,
membandingkan
ukuran,
dan
menghitung
objek.
Kemampuan
11
Ibid, National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity, h.21.
12
Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education. D.H. Clements dan J. Sarama (Editors), ( Mahwah, NJ:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 2004), h.11.
|8
matematika yang diharapkan berkembang adalah kemampuan berpikir
dan penalaran.
Matematika dapat dipelajari dengan beragam cara. Pada anak usia
prasekolah mengeksplorasi matematika dapat dengan membandingkan
jumlah, menemukan pola, mempelajari bangun ruang dengan masalah
yang nyata seperti menyeimbangkan tinggi bangunan balok. Sebab
mengajar kualitas tinggi dalam matematika adalah tentang tantangan dan
keasyikkan, bukan pada beban dan tekanan. 13
Berikut ini rekomendasi dari NCTM dan NAEYC 14 yang diberikan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika bagi anak usia 3
sampai dengan 6 tahun, guru, dan kalangan profesional.
1. Meningkatkan ketertarikan alami anak, disposisi matematika dan
menggunakannya agar lebih bermakna.
2. Membangun pengalaman dan pengetahuan anak yang bersumber
pada keluarga, bahasa, budaya, dan latarbelakang komunitas;
pendekatan belajar mandiri; dan pengetahuan informal.
3. Mendasarkan
kurikulum
dan
praktek
mengajar
pada
pengembangan pengetahuan kognitif anak, bahasa, fisik, dan sosioemosional.
4. Menggunakan kurikulum dan praktek mengajar yang dapat
menguatkan
proses
pemecahan
masalah
dan
penalaran
sebagaimana ide matematika mengenai representasi, komunikasi,
dan koneksi.
5. Mengukur kesesuaian kurikulum dengan ide matematika
6. Memberikan anak kedalaman dan interaksi yang mendukung ide
13
Ibid, Clements, D., Mathematics in the Preschool, h. 270.
National Council of Teachers of Mathematics & National Association for the
Education of Young Children, Early childhood mathematics: Promoting good beginnings,
(Retrieved from http://www.naeyc.org/about/positions/pdf/psmath.pdf, 2002), h.3.
14
|9
matematika
7. Memadukan matematika dengan aktivitas anak
8. Memberikan banyak waktu, bahan, dan dukungan yang terjangkau
bagi anak untuk terlibat dalam permainan di mana anak
mengeksplorasi dan memanipulasi ide matematika yang menarik
baginya.
9. Secara aktif mengenalkan konsep, metode, dan bahasa matematika
melalui pengalaman anak dan strategi mengajar yang tepat.
10. Mendukung belajar anak dengan perencanaan dan secara kontinu
menilai
seluruh
pengetahuan,
keterampilan,
dan
strategi
matematika anak.
Guru
yang
sukses
pada
masa
prasekolah,
anak
diberikan
pembelajaran yang dibangun berdasarkan aktivitas keseharian anak,
memadukan latar belakang budaya, bahasa, dan ide serta strategi
matematika. selain itu, guru mengkreasikan makna berkaitan dengan
konteks, dan menawarkan kesempatan untuk anak aktif berpartisipasi,
membantu anak mempelajari pramatematika dan ide matematika serta
mengembangkan keyakikan positif mengenai matematika dan dirinya.
Kombinasi lingkungan yang kondusif untuk eksplorasi matematika,
observasi dan intervensi yang tepat, dan aktivitas katematika tertentu
membantu
anak
prasekolah
membangun
pramatematika
dan
pengetahuan matematika eksplisit. 15 Untuk mendukung keberhasilan
pendidikan matematika anak sudah seharusnya institusi, pengembang
program, dan pengambil keputusan melakukan tindakan berikut ini
(NCTM & NAEYC, 2002:10).16
15
Ibid, Clements, D., Mathematics in the Preschool, h. 274.
National Council of Teachers of Mathematics & National Association for the
Education of Young Children, Early childhood mathematics: Promoting good beginnings, h.10.
16
| 10
1.
Membentuk persiapan guru kanak-kanak yang efektif dan secara
berkelanjutan mengembangkan profesionalisme mereka
Sebagai pertimbangan persiapan profesi guru di PAUD agar dapat
mendukung
kecakapan
matematika
anak
diharapkan
memenuhi
komponen: (1) pengetahuan konten matematika dan konsep yang sesuai
dengan anak, termasuk pemahaman yang mendalam mengenai apa yang
dipelajari anak sekarang dan bagaimana keterkaitan belajar sekarang
dengan pembelajaran berikutnya; (2) pengetahuan akan cara belajar dan
pengembangan anak di segala bidang, tidak dibatasi pengembangan
kognitif-dan pengetahuan akan isu serta topik yang memungkinkan
keterlibatan anak dalam semua segi; (3) pengetahuan mengenai cara yang
efektif dalam pengajaran matematika; (4) pengetahuan dan keterampilan
dalam mengobservasi dan mendokumentasikan aktivitas dan pemahaman
matematika anak; (5) pengetahuan akan sumber atau alat belajar yang
dapat mengembangkan kompetensi dan keasyikkan matematika anak.
2.
Menggunakan proses kolaboratif untuk mengembangkan standar,
kurikulum, dan penilaian yang berkualitas tinggi
Di
dalam
matematika,
sebagaimana
bidang
yang
lain,
tugas
pengembangan kurikulum, tujuan, dan penilaian menjadi tanggung jawab
guru,
pendidik
guru,
dan
pengambil
keputusan.
Apabila
dipertimbangkan kurikulum matematika untuk diadopsi maka perlu
secara ekstensif dites lapangan dan dievaluasi bersama anak.
3.
Mendesain struktur institusi dan kebijakan yang mendukung belajar,
kerja tim, dan perencanaan yang berkelanjutan
Guru di PAUD memiliki tantangan dalam perencanaan aktivitas
matematika. beberapa guru mendesain beragam seting pembelajaran
namun memiliki kelemahan pada kerja tim dan kolaborasi.
4.
Menyediakan sumber belajar yang memadai agar tercapai kecakapan
matematika
| 11
Beragam sumber belajar diperlukan untuk mendukung recomendasi
untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika di PAUD. Batas
antara pengetahuan matematika dan alat-alat harus dijembatani dengan
pengetahuan akan model paktek yang efektif, video yang menunjukkan
pedagogi matematika pada seting sebenanrnya, komputer berbasis
pengembangan profesional, dan sumber lainnya. Sebagai tambahan
sumber belajar diperlukan juga untuk mendukung keterlibatan guru
dalam konferensi profesional, perkuliahan, institusi, dan kunjungan
model pembelajaran.
3. Pengembangan Matematika di PAUD
Topik besar kemampuan matematika pada anak usia PAUD adalah
mengembangkan kemampuan kognitif berupa penalaran kuantitatif.
Selanjutnya didukung dengan pengalaman di rumah dan lingkungan
PAUD pengetahuan matematika anak dibangun dari pengalaman
numerik dan pengetahuan budaya tersebut.17
Merujuk dari NCTM18 (NCTM, 2000:91) standar untuk matematika
sekolah meliputi lima bidang, yaitu: bilangan dan operasi bilangan,
aljabar, geometri, pengukuran, dan analisis data serta peluang. Dalam
PAUD aljabar dapat berupa pengelompokan, pola dan hubungan, operasi
dengan bilangan bulat, eksplorasi fungsi, dan langkah-langkah proses.
Lima konten matematika tersebut dapat digdeskripsikan pada tabel
berikut ini.
17
Ibid, Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, h.17.
18 National Council of Teachers of Mathematics, Principles and standards for
school mathematics, (Reston, VA: Author, 2000), h.91.
| 12
Tabel 1 Lima Konten Matematika dan Ide Matematika di PAUD19
Konten Matematika
Bilangan dan Operasinya
Ide Matematika di PAUD
- Bilangan
dapat
digunakan
menyatakan
untuk
berapa
banyak,
mendiskripsikan urutan, dan pengukuran;
melibatkan sejumlah hubungan, dan dapat
direpresentasikan dengan banyak cara.
- Operasi bilangan dapat digunakan untuk
beragam model dengan situasi dunia
- nyata dan untuk memecahkan masalah;
mereka dapat mepraktekkannya dengan
beragam cara.
Aljabar
- Pola dapat digunakan untuk mengenal
hubungan dan diperluas untuk membuat
generalisasi
Geometri
- Geometri
dapat
digunakan
untuk
memahami dan merepresentasikan objek
langsung dan lokasi.
- Bentuk
geometri
dapat
dideskripsikan,
dianalisis, ditransformasikan, disusun, dan
diuraikan dengan bentuk lain.
Pengukuran
- Membandingkan
digunakan
dan
untuk
mengukur
menjelaskan
dapat
“Berapa
besar? Manakah yang lebih panjang?”
- Mengukur
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan benda
19
Ibid, Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, h.16.
| 13
Analisis Data
- Analisis
data
dapat
mengelompokkan,
digunakan
untuk
merepresentasikan,
menginformasikan berupa pertanyaan atau
dalam menjawab.
Kelima konten matematika dan ide matematika di PAUD dalam
prakteknya akan saling berhubungan. Bilangan dapat digunakan untuk
mengukur sifat objek geometri (seperti banyak sisi dan sudut). Objek
geometri merupakan model untuk bilangan dan operasinya (misalkan
garis bilangan untuk perkalian. Bilangan dan operasinya merupakan
bagian penting pengukuran. Geometri memberikan konteks dalam
pembelajaran pengukuran. Misalkan pengukuran lebar bangun. Dalam
pengukuran geometri, proses pengukuran biasanya terdapat keterkaitan
antara bilangan dan operasinya. Untuk konten aljabar dapat digunakan
dalam mengidentifikasi, mendiskripsikan, dan memperluas pola bilangan
dan
geometri.
Selain
itu,
analisis
data
digunakan
untuk
mengorganisasikan informasi mengenai pola bilangan atau geometri.
Sumber belajar yang tersedia di PAUD dan pengetahuan matematika
yang dimiliki oleh guru sebagaimana dideskripsikan pada Tabel 1 perlu
dijembatani dengan kemampuan mengajar yang efektif bagi anak.
Memperhatikan psikologi anak dan kemampuan kognitif anak, tahap
praoperasi anak dapat dijembatani oleh guru dengan kemampuan
komunikasi matematika yang memadai. Anak usia PAUD belum
memahami akan simbol-simbol matematika yang abstrak. Semua orang
dalam segala usia bicara matematika. Bagaimana bahasa tersebut
berkembang? Anak menyukai mendengar dan berbicara dalam seting
yang alami. Oleh karena itu terdapat istilah bahasa matematika.
Salah satu teknik yang dapat digunakan pada anak prasekolah
adalah Mathematical Mediated Language atau Matematika Melalui Bahasa
| 14
(MMB)
yang
merupakan
teknik
mengajar
yang
didesain
untuk
meningkatkan belajar anak. Guru yang menggunakan MMB terlibat
secara informal sebab terjadi dialog dengan anak tentang konsep
matematika yang diterapkan dalam aktivitas yang melibatkan mereka.20
Langkah-langkah MMB diantaranya adalah
1. Membangun ketertarikan anak dihubungkan dengan matematika,
pengalaman, dan pengetahuan. Misalkan uang, tinggi badan, dan
umur.
2. Memberikan alat dan bahan yang memunculkan rasa ingin tahu
anak: balok, puzzle, alat pengukuran, musik, garif dan bagan, objek
alami untuk diurutkan dan dipisahkan.
3. Menggunakan diskripsi kata untuk membandingkan, menghitung,
dan menyatakan objek. Misalkan “Novi membaca buku di dalam
kamar”
4. Membantu
anak
memecahkan
masalah
sehari-hari
dengan
matematika. Misalkan “Berapa banyak permen yang dibutuhkan
untuk anak-anak di ruangan ini?”
Contoh aplikasi bahasa matematika untuk anak di PAUD misalkan
‘pengurangan’. Pada umumnya anak menggunakan frase ‘mengambil’.
Hal tersebut tidak dapat disalahkan. Bahasa pengurangan dapat
diaplikasikan dalam masalah cerita, misalkan: “Ari memiliki kue yang
dipotong menjadi enam bagian. Dia makan dua potong. Berapa banyak
kue yang dapat dimakan adik Ari?” Guru mengatakan, “Berapa banyak
potongan pada kue itu? Berapa banyak yang dimakan Ari? Dan berapa
20
Rudd, L. C., Satterwhite, M., Lambert, M.C., One, Two, Buckle My Shoe: Using
Math-Mediated Language in Preschool. (Dimension of Early Childhood, 38 (2), 2010), h. 30.
| 15
banyak yang tersisa di piring?”pendekatan ini memandu anak untuk
memecahkan masalah.21
Contoh aplikasi MMB adalah diskusi antara guru dan anak.
misalkan anak berkata “Balok yang aku susun lebih besar!” Guru melihat
bahwa anak-anak bicara mengenai tinggi, luas, lebar dan sebagainya.
Guru dapat bertanya “Seberapa besar bangunan yang kamu bentuk dari
balok?” Hasil dari diskusi untuk mengklarifikasi perbedaan istilah yang
dismapaikan. Siswa kemudian berdiskusi tentang bagaimana mereka
dapat merepresentasikan tinggi dan lebar bangunan balok mereka. Pada
bagian ini, guru membantu anak mengawali pengetahuan matematika
dan refleksi keseharian dan pengalaman mendasar mereka. Anak
memerlukan
mengulang
pengalaman
untuk
memahami
konsep
matematika. Pengalaman tersebut dibantu adanya lingkungan yang kaya
(sumber belajar) dan interaksi dengan orang dewasa serta teman sebaya.22
Berikut ini contoh lain aplikasi ide matematika yang dapat
disampaikan guru terkait konten matematika.23
Konsep Matematika
Bilangan
Bahasa Matematika
Model berhitung: 1, 2, 3, ...
Berhitung melompat: 2,4,6,..
“Bilangan berapa berikutnya?”
Operasi bilangan
Memecahkan masalah, “Berapa banyak bola
sebelah kiri?” atau “Berapa banyak bola
apabila digabungkan?”
21
Sperry, S.S., Early Childhood Mathematics: Third Edition
(Boston: Pearson,
2006), h.21.
22
Ibid, Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, h.12.
23
Ibid, Rudd, L. C., Satterwhite, M., Lambert, M.C., One, Two, Buckle My Shoe:
Using Math-Mediated Language in Preschool, h. 38.
| 16
Pola
Mengidentifikasi
pola
suara:
“ayo
tepuk
tangan dengan keras, keras, pelan, keras,
pelan” dengan tujuan membuat pola suara.
Menganalisis dan
Mencatat binatang peliharaan anak. Tiga anak
menyajikan data
memiliki ikan. Enam anak memiliki kucing.
Dua anak memiliki kelinci. Tujuh anak tidak
memiliki
hewan
peliharaan.
Kemudian
menunjukkan informasi tersebut pada tabel
atau dapat dengan grafik batang.
Bahasa matematika merupakan jenis kemampuan komunikasi
matematika yang dimiliki oleh guru PAUD dengan tujuan matematika
yang disampaikan dapat dipahami dalam bentuk aktivitas yang
menyenangkan dan dalam diskusi informal yang menarik. Diperlukan
guru kreatif yang mampu menyajikan matematika yang menarik di
PAUD. Untuk mengembangkan guru PAUD yang kreatif, secara
berkelanjutan mereka perlu memiliki penguasaan pengetahuan konten
maupun konten pedagogi matematika yang sesuai bagi anak di PAUD.
C. PENUTUP
Pembelajaran matematika penting diberikan bagi anak yang mengikuti
Pendidikan Anak Usia Dini. Sebab, matematika dapat mengembangkan
kemampuan kognitif anak dan sebagai persiapan kecakapan matematika
pada
jenjang
pendidikan
berikutnya.
Apabila
mengkaji
konten
matematika yang dapat diterapkan di PAUD nampak ‘menakutkan’
diantaranya adalah konten bilangan, aljabar, pengukuran, analisis data,
dan geometri, namun aplikasinya dapat didesain secara menarik. Dalam
aplikasinya, pembelajaran matematika di PAUD perlu memperhatikan
perkembangan kognitif anak. Oleh karena itu, pembelajaran matematika
| 17
terintegrasi
dalam
aktivitas
anak
yang menarik
dengan
bahasa
matematika informal akan membuat anak mendapatkan pengalaman
matematika dari lingkungan yang alami.
| 18
DAFTAR PUSTAKA
Brousseau, Theory of Didactical Situations in Mathematics, Netherlands:
Kluwer Academic Publisher, 1997
Depdiknas,Undang-undang Sisdiknas, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Dienes,
Z., Mathematics as an Art form
http://www.zoltandienes.com, 2004.
[Online],
Tersedia:
Fyhn, A., Bridging outdoor Physical Activities with Written Work in Geometry
[Online],
www.ub.uit.no/munin/bitstream/10037/
994/10/
Paper_I.pdf, 2004.
Clements, D., Mathematics in the Preschool, Teaching Children Mathematics.
NCTM, 2001.
Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, D.H. Clements dan J. Sarama
(Editors), Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2004.
National Council of Teachers of Mathematics, Principles and standards for
school mathematics, Reston, VA: Author, 2000.
National Council of Teachers of Mathematics & National Association for
the Education of Young Children, Early childhood mathematics:
Promoting
good
beginnings,
Retrieved
from
http://www.naeyc.org/about/positions/pdf/psmath.pdf, 2002.
National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity, Committee on Early Childhood
Mathematics, Christopher T. Cross, Taniesha A. Woods, and Heidi
Schweingruber, Editors. Center for Education, Division of
Behavioral and Social Sciences and Education, Washington, DC:
The National Academies Press, 2009
Rudd, L. C., Satterwhite, M., Lambert, M.C., One, Two, Buckle My Shoe:
Using Math-Mediated Language in Preschoo,. Dimension of Early
Childhood, 38 (2), h. 30-38. 2010
Solehuddin, Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah, IKIP Bandung: Tidak
Diterbitkan, 1997.
| 19
Sperry, S.S., Early Childhood Mathematics: Third Edition, Boston: Pearson,
2006.
Sriraman, B., Editorial: The Legacy of Zoltan Paul Dienes [Online], Tersedia:
www.math.umt.edu/tmme/Monograph2/Sriraman
Editorial_
pp.i_ii.pdf, 2007.
Sriraman, B., & Lesh, A Conversation With Zoltan P. Dienes [Online].
Tersedia:
www.math.umt.edu/tmme/
Monograph2/
SriramanLesh_ article.pdf, 2007.
| 20
(PAUD). Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, Vol 2 (1), hlm 1-16.
MATEMATIKA DALAM PROGRAM
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
Ifada Novikasari
Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negri (IAIN) Purwokerto
email: [email protected]
ABSTRACT
At the early childhood education’s program these do not involve advanced
mathematical concepts, but those that children encounter in their daily lives, such
as compare quantities, find patterns, navigate in space, and grapple with real
problems such as balancing a tall block building or sharing a plate of cake fairly
with a playmate. Basically that is a mathematical activities. Mathematics helps
children make sense of their world outside of school and helps them construct a
solid foundation for success in school. Therefore mathematics content can be
integrated with existing program in early childhood education. The application of
mathematics content such as number and operations, algebra, geometry,
measurement, and data analysis should be adjusted to the cognitive development
of children. Informal games and story problems can be introduced and modified to
create opprtunities to learn mathematics concepts. The teacher’s role is to provide
mathematics learning with adequate mathematical communication as
mathematics languge that is easily understood by children. Eventually, the
children get benefit from a range of mathematical experiences, from the incidental
and informal to the systematic and planned.
Key words: childhood education, mathematics, cognitive
ABSTRAK
Program di Pendidikan Anak Usia Dini tidak melibatkan konsep
matematika yang berat bagi anak, akan tetapi mereka dilibatkan dalam
kegiatan sehari-hari seperti membandingkan jumlah, menemukan pola,
menunjukkan arah dalam ruangan, dan menyelesaikan masalah nyata
seperti keseimbangan bangunan balok atau berbagi sepiring kue secara
adil dengan teman sebaya. Pada dasarnya itu merupakan aktivitas
matematika. Matematika membantu anak memaknai dunia di luar
sekolah dan membantu mereka menguasai dasar yang kuat agar sukses di
sekolah. Oleh karena itu matematika dapat terintegrasi dalam program di
pendidikan anak usia dini. Aplikasi konten matematika seperti bilangan
dan operasinya, aljabar, geometri, pengukuran, dan analisis data
seharusnya disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak. Permainan
informal dan masalah cerita dapat diperkenalkan dan dimodifikasi agar
anak mendapatkan kesempatan belajar matematika. Peran guru dalam
kegiatan ini adalah memberi pembelajaran matematika dengan
komunikasi matematika yang memadai atau bahasa matematika sehingga
mudah dipahami anak. Sehingga Anak mendapatkan pengalaman
matematika, yaitu dari kebetulan dan informal menjadi sistematik dan
terencana.
Kata kunci: pendidikan anak usia dini, matematika, kognitif
A. PENDAHULUAN
Beragam alasan diberikan orang tua ketika mendaftarkan putraputrinya di program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Diantaranya
adalah supaya anak dapat mengenal sekolah sejak dini, mengenal
permainan di PAUD, belajar bersosialisasi dengan teman sebaya, serta
mengenal angka dan huruf sebelum mereka masuk sekolah dasar (SD).
Kini pun sudah beredar luas buku-buku mengenai penguasaan angka
(matematika) dan huruf (bahasa) bagi anak prasekolah tersebut. Seolah
anak akan sukses di SD apabila menguasai matematika dan bahasa.
Berdasarkan kajian National Research Council 1 menunjukkan bahwa
penguasaan bahasa di PAUD bagi sebagian besar orang tua di Amerika
menjadi alasan utama. Menurutnya, orang dewasa yang tidak belajar
matematika masih mampu bertahan hidup dibandingkan jika tidak
mampu berkomunikasi. Akan tetapi Matematika di PAUD juga penting
1
National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity (Washington: The National Academies Press, 2009), h.8.
|2
karena dapat membantu pengembangan kognitif anak dan mencapai
kesuksesan pada jenjang pendidikan berikutnya.2
Pendidikan yang diikuti anak sebelum SD diatur dalam UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) bahwa
PAUD merupakan suatu upaya pembinaan kepada anak sejak lahir
sampai
usia
enam
tahun.
Bentuk
pelaksanaan
program
PAUD
diantaranya adalah program Taman Kanak-kanak (TK)/ Raudatul Athfal
(RA), Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan
Anak (TPA) dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Pembinaan anak dalam
program tersebut dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Anak prasekolah yang mengikuti PAUD menurut Solehuddin 3
memiliki fungsi utama, yaitu (1) fungsi pengembangan potensi, (2) fungsi
penanaman dasar-dasar aqidah dan keimanan, (3) fungsi pembentukan
dan
pembiasaan
perilaku-perilaku
yang
diharapkan,
(4)
fungsi
pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan,
dan (5) fungsi pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif.
Apabila dikaitkan dengan kemampuan matematika maka merujuk dari
Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 aspek kognitif merupakan salah
satu aspek perkembangan dalam PAUD. Aspek kognitif tersebut
diantaranya adalah
a. belajar dan pemecahan masalah, mencakup kemampuan
memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara fleksibel dan diterima sosial serta menerapkan
pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru;
2
Ibid, National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity, h.21.
3
Solehuddin, Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah, ( IKIP Bandung: Tidak
Diterbitkan, 1997), h.50.
|3
b. berfikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola,
berinisiatif, berencana, dan mengenal sebab-akibat; dan
c. berfikir simbolik, mencakup kemampuan mengenal, menyebutkan,
dan menggunakan konsep bilangan, mengenal huruf, serta mampu
merepresentasikan berbagai benda dan imajinasinya dalam bentuk
gambar.
Pelaksanaan pengembangan aspek tersebut dilakukan melalui bermain
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, kontekstual, dan berpusat
pada anak. Diharapkan pembelajaran dapat memberikan pengalaman
belajar yang bermakna bagi anak sehingga anak merasa tertarik bermain
dan tidak bosan.
Anak usia prasekolah menurut Clements4 merupakan waktu yang
tepat untuk memberikan ketertarikan pada berhitung, menyusun,
membentuk bangunan, menemukan pola, mengukur, dan memperkirakan.
Kualitas
matematika
prasekolah
tidak
terletak
pada
penguasaan
aritmatika dasar. Namun, memberikan pengalaman matematika dalam
permaianan mereka, menjelaskan, dan berpikir tentang dunia mereka.
B. PEMBAHASAN
1. Teori Perkembangan Kognitif Anak dalam Pembelajaran Matematika
di PAUD
Praktek pembelajaran kekinian banyak terinspirasi dari empat ahli
psikologi kognitif terkenal diantaranya adalah Piaget, Vygotsky, Bruner,
dan Dienes. Ide mereka didasarkan pada teori konstruktivisme. Teori
tersebut memandang anak dapat berkreasi dengan pengetahuannya yang
4
Clements, D., Mathematics in the Preschool, (Teaching Children Mathematics:
NCTM, 2001), h. 270.
|4
bersumber dari aktivitas mental sehingga menghasilkan pengalamana
dari dunia sekitarnya dan menemukan makna dari kegiatan tersebut. 5
Piaget
(1896-1980)
terkenal
dengan
idenya
empat
tahap
perkembangan kognitif pada seorang anak. Pada tahap kedua, tahap
berpikir praoperasional ( 2 – 7 tahun), anak pada tahap ini secara cepat
dapat mempelajari bahasa dan kemampuan untuk menggunakan simbol
yang merepresentasikan objek nyata. Akan tetapi, banyak materi
matematika seperti bilangan dan volum tidak diberikan sampai anak
berada pada tahap konkret usia 7 - 11 tahun. Kekuatan pendekatan Piaget
terletak pada pemikiran anak dan keterlibatan aktif di lingkungan.
Vygotsky (1896-1934) adalah ahli psikologi berasal dari Rusia.
Pemikiran Vygotsky membagi dua jenis perkembangan, yaitu alami dan
budaya. Perkembangan alami mempengaruhi pemikiran bahwa dengan
sendirinya anak belajar sehingga menghasilkan kematangan bagi dirinya.
Sedangkan dalam perkembangan budaya, kematangan anak diperoleh
dari interaksi antar anak atau dengan bimbingan orang dewasa.
Kematangan tersebut akan meningkat dengan penggunaan bahasa. Proses
perkembangan budaya anak bekerja dalam zone of proximal development.
Zona ini menunjukkan batasan pemikiran anak secara mandiri dan dapat
berkembang dengan bantuan teman atau orang dewasa. Vygotsky
berpikir bahwa anak pada tahap awal belajar membutuhkan bantuan atau
scaffolding. Bantuan tersebut merupakan sejumlah petunjuk yang secara
bertahap berkurang sampai akhirnya anak dapat menguasai keterampilan
tertentu secara mandiri.
Selanjutnya Jerome Bruner (1915) yang mendeskripsikan bahwa
perkembangan intelektual dapat berkembang sebagai proses dari mode
5
Sperry, S.S., Early Childhood Mathematics: Third Edition, (Boston: Pearson, 2006),
h. 14-16.
|5
enaktif kemudian ikonik, dan terakhir simbolik. Pada anak usia 2 atau 3
tahun beragam gambar rangsangan dapat dibentuk. Tahap ini anak
diberikan mode ikonik dan orang dewasa memberikan rangsangan
gambar dan suara. Anak pada usia 5 atau 6 tahun dapat menggunakan
mode simbolik seperti bahasa, gambar cerita, atau tulisan angka yang
merepresentasikan pemikiran. Tiga mode Bruner yang dapat ditemui
dalam pengajaran matematika sekarang diantaranya adalah: doing
matematika dengan benda manipulatif, mental matematika dengan
berpikir, mengingat gambar, mendengar, kinestetik, dan terakhir dapat
menggunakan simbol angka dengan pemaknaan.
Teori Dienes (1967) merupakan salah satu jenis teori dalam belajar
matematika dari matematikawan bernama Zoltan P. Dienes. Teori yang
disampaikan Dienes bertumpu pada gagasan untuk menampilkan
matematika dalam bentuk yang nyata dan menyenangkan bagi anak.
Teori ini dalam aplikasinya mendesain pembelajaran dalam prinsipprinsip dan tahapan-tahapan tertentu. Konsep matematika yang bersifat
abstrak yang dibangun oleh struktur-struktur apabila pembelajaran
dilakukan menggunakan teori Dienes maka pembelajaran dapat disajikan
secara menarik melalui media benda-benda manipulatif, permainan, cerita
dan
tarian.
6
Pembelajaran
Dienes
disajikan
dengan
pendekatan
sebagaimana siswa bermain sampai pada akhirnya dapat membantu
mereka untuk menemukan dan memahami struktur matematika dalam
permainan tersebut. Dienes percaya bahwa semua abstraksi yang
berdasarkan kepada situasi dan pengalaman konkrit akan dapat dipahami
oleh siswa. 7
6
Sriraman, B., Lesh, A Conversation With Zoltan P. Dienes
(www.math.umt.edu/tmme/ Monograph2/ SriramanLesh_ article.pdf, 2007).
7
Sriraman,
B., Editorial:
The Legacy of Zoltan Paul Dienes,
(www.math.umt.edu/tmme/Monograph2/Sriraman Editorial_ pp.i_ii.pdf, 2007).
|6
Dienes merumuskan 6 tahap berpikir matematika.8 Pertama adalah
free play, anak diberi kebebasan untuk berinteraksi dengan lingkungan.
Kebebasan dalam arti, kegiatan pembelajaran tahap awal dilakukan
dengan memberi keleluasaan pada siswa mengenal, memperhatikan,
mengidentifikasi
segala bentuk permainan atau benda-benda konkrit
yang disediakan dalam pembelajaran. Kedua games, pada tahap ini
diberikan aturan sebelum dimulai dan beberapa kriteria yang harus
dicapai sehingga dapat dikategorikan tujuan permainan tersebut tercapai.9
Generalisasi sebagai tahap ketiga anak mengenal pola, kesamaan, dan
sifat umum pada model yang berbeda. Tahap keempat, representasi, anak
diberikan kebebasan untuk mengekspresikan suatu metode atau cara
untuk mewakili semua aktivitas games yang memiliki kesamaan struktur.
Kebebasan berekspresi siswa dapat diwujudkan dalam bentuk visual
maupun audio. Bentuk representasi visual misalkan adalah: gambar,
bilangan atau angka, grafik. 10 Tahap kelima simbolisasi, terjadi ketika
anak menggunakan formula dan kata-kata untuk mendeskripsikan
hubungan. Misalkan representasi simbol luas dan keliling. Terakhir tahap
formalisasi, hubungan dan sifat gambar yang dikelompokkan, diurutkan,
dan dikenal sebagai bagian dari struktur konsep matematika. Anak pada
tahap awal belajar atau prasekolah sampai pada tahap simbolisasi untuk
memaknai dunia dengan matematika.
Secara umum keempat ahli psikologi kognitif di atas memberikan
petunjuk yang sama mengenai proses anak dalam mengenal matematika
dalam PAUD. Anak pada usia 3 sampai dengan 6 tahun dapat mengenal
matematika melalui benda-benda di lingkungan sekitar mereka dan pada
8
Brousseau, Theory of Didactical Situations in Mathematics, (Netherlands: Kluwer
Academic Publisher, 1997), h.139-142.
9
Dienes,
Z.,
Mathematics
as
an
Art
form,
(Tersedia:
http://www.zoltandienes.com, 2004)
10
Fyhn, A. , Bridging outdoor Physical Activities with Written Work in
Geometry,( www.ub.uit.no/munin/bitstream/10037/ 994/10/ Paper_I.pdf., 2004)
|7
tingkat sedikit di atasnya melalui benda manipulatif. Selanjutnya anak
mampu memberikan representasi atas benda-benda tersebut. Misalkan
guru menyediakan beberapa bungkus permen dan pada akhir proses
bermain anak sudah mampu memberikan representasi ‘satu bungkus
permen’...’dua bungkus permen’..dan seterusnya.
2. Pembelajaran Matematika di PAUD
Matematika merupakan alat untuk membantu anak memahami dan
menganalisa dunianya. Cara matematika adalah dengan deskripsi dan
representasi kuantitas, bentuk, ruang, dan pola yang membantu
pengorganisasian pengetahuan dan ide dengan cara yang sistematis.
Sistem matematika tersebut menjadi bagian penting dalam kehidupan
masyarakat. 11 Matematika di PAUD memuat dua bidang inti, yaitu (1)
bilangan dan (2) geometri dan pengukuran. Kedua bidang tersebut
penting sebagai persiapan sekolah dan penting dalam kehidupan seharihari.
Standar matematika di PAUD perlu diberikan sebagai penduan
pengembangan
pengalaman
matematika
yang
sesuai
bagi
anak.
Pengembangan pengalaman berarti dapat memberikan tantangan sesuai
dengan usia anak, fleksibel dalam variasi respon anak, dan sesuai dengan
cara berpikir dan belajar anak. Menurut Clements 12 standar dalam
pembelajaran anak seharusnya dapat mendorong pengetahuan informal
atau freeplay. Diantaranya adalah anak mengeksplorasi pola dan bentuk,
membandingkan
ukuran,
dan
menghitung
objek.
Kemampuan
11
Ibid, National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity, h.21.
12
Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education. D.H. Clements dan J. Sarama (Editors), ( Mahwah, NJ:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 2004), h.11.
|8
matematika yang diharapkan berkembang adalah kemampuan berpikir
dan penalaran.
Matematika dapat dipelajari dengan beragam cara. Pada anak usia
prasekolah mengeksplorasi matematika dapat dengan membandingkan
jumlah, menemukan pola, mempelajari bangun ruang dengan masalah
yang nyata seperti menyeimbangkan tinggi bangunan balok. Sebab
mengajar kualitas tinggi dalam matematika adalah tentang tantangan dan
keasyikkan, bukan pada beban dan tekanan. 13
Berikut ini rekomendasi dari NCTM dan NAEYC 14 yang diberikan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika bagi anak usia 3
sampai dengan 6 tahun, guru, dan kalangan profesional.
1. Meningkatkan ketertarikan alami anak, disposisi matematika dan
menggunakannya agar lebih bermakna.
2. Membangun pengalaman dan pengetahuan anak yang bersumber
pada keluarga, bahasa, budaya, dan latarbelakang komunitas;
pendekatan belajar mandiri; dan pengetahuan informal.
3. Mendasarkan
kurikulum
dan
praktek
mengajar
pada
pengembangan pengetahuan kognitif anak, bahasa, fisik, dan sosioemosional.
4. Menggunakan kurikulum dan praktek mengajar yang dapat
menguatkan
proses
pemecahan
masalah
dan
penalaran
sebagaimana ide matematika mengenai representasi, komunikasi,
dan koneksi.
5. Mengukur kesesuaian kurikulum dengan ide matematika
6. Memberikan anak kedalaman dan interaksi yang mendukung ide
13
Ibid, Clements, D., Mathematics in the Preschool, h. 270.
National Council of Teachers of Mathematics & National Association for the
Education of Young Children, Early childhood mathematics: Promoting good beginnings,
(Retrieved from http://www.naeyc.org/about/positions/pdf/psmath.pdf, 2002), h.3.
14
|9
matematika
7. Memadukan matematika dengan aktivitas anak
8. Memberikan banyak waktu, bahan, dan dukungan yang terjangkau
bagi anak untuk terlibat dalam permainan di mana anak
mengeksplorasi dan memanipulasi ide matematika yang menarik
baginya.
9. Secara aktif mengenalkan konsep, metode, dan bahasa matematika
melalui pengalaman anak dan strategi mengajar yang tepat.
10. Mendukung belajar anak dengan perencanaan dan secara kontinu
menilai
seluruh
pengetahuan,
keterampilan,
dan
strategi
matematika anak.
Guru
yang
sukses
pada
masa
prasekolah,
anak
diberikan
pembelajaran yang dibangun berdasarkan aktivitas keseharian anak,
memadukan latar belakang budaya, bahasa, dan ide serta strategi
matematika. selain itu, guru mengkreasikan makna berkaitan dengan
konteks, dan menawarkan kesempatan untuk anak aktif berpartisipasi,
membantu anak mempelajari pramatematika dan ide matematika serta
mengembangkan keyakikan positif mengenai matematika dan dirinya.
Kombinasi lingkungan yang kondusif untuk eksplorasi matematika,
observasi dan intervensi yang tepat, dan aktivitas katematika tertentu
membantu
anak
prasekolah
membangun
pramatematika
dan
pengetahuan matematika eksplisit. 15 Untuk mendukung keberhasilan
pendidikan matematika anak sudah seharusnya institusi, pengembang
program, dan pengambil keputusan melakukan tindakan berikut ini
(NCTM & NAEYC, 2002:10).16
15
Ibid, Clements, D., Mathematics in the Preschool, h. 274.
National Council of Teachers of Mathematics & National Association for the
Education of Young Children, Early childhood mathematics: Promoting good beginnings, h.10.
16
| 10
1.
Membentuk persiapan guru kanak-kanak yang efektif dan secara
berkelanjutan mengembangkan profesionalisme mereka
Sebagai pertimbangan persiapan profesi guru di PAUD agar dapat
mendukung
kecakapan
matematika
anak
diharapkan
memenuhi
komponen: (1) pengetahuan konten matematika dan konsep yang sesuai
dengan anak, termasuk pemahaman yang mendalam mengenai apa yang
dipelajari anak sekarang dan bagaimana keterkaitan belajar sekarang
dengan pembelajaran berikutnya; (2) pengetahuan akan cara belajar dan
pengembangan anak di segala bidang, tidak dibatasi pengembangan
kognitif-dan pengetahuan akan isu serta topik yang memungkinkan
keterlibatan anak dalam semua segi; (3) pengetahuan mengenai cara yang
efektif dalam pengajaran matematika; (4) pengetahuan dan keterampilan
dalam mengobservasi dan mendokumentasikan aktivitas dan pemahaman
matematika anak; (5) pengetahuan akan sumber atau alat belajar yang
dapat mengembangkan kompetensi dan keasyikkan matematika anak.
2.
Menggunakan proses kolaboratif untuk mengembangkan standar,
kurikulum, dan penilaian yang berkualitas tinggi
Di
dalam
matematika,
sebagaimana
bidang
yang
lain,
tugas
pengembangan kurikulum, tujuan, dan penilaian menjadi tanggung jawab
guru,
pendidik
guru,
dan
pengambil
keputusan.
Apabila
dipertimbangkan kurikulum matematika untuk diadopsi maka perlu
secara ekstensif dites lapangan dan dievaluasi bersama anak.
3.
Mendesain struktur institusi dan kebijakan yang mendukung belajar,
kerja tim, dan perencanaan yang berkelanjutan
Guru di PAUD memiliki tantangan dalam perencanaan aktivitas
matematika. beberapa guru mendesain beragam seting pembelajaran
namun memiliki kelemahan pada kerja tim dan kolaborasi.
4.
Menyediakan sumber belajar yang memadai agar tercapai kecakapan
matematika
| 11
Beragam sumber belajar diperlukan untuk mendukung recomendasi
untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika di PAUD. Batas
antara pengetahuan matematika dan alat-alat harus dijembatani dengan
pengetahuan akan model paktek yang efektif, video yang menunjukkan
pedagogi matematika pada seting sebenanrnya, komputer berbasis
pengembangan profesional, dan sumber lainnya. Sebagai tambahan
sumber belajar diperlukan juga untuk mendukung keterlibatan guru
dalam konferensi profesional, perkuliahan, institusi, dan kunjungan
model pembelajaran.
3. Pengembangan Matematika di PAUD
Topik besar kemampuan matematika pada anak usia PAUD adalah
mengembangkan kemampuan kognitif berupa penalaran kuantitatif.
Selanjutnya didukung dengan pengalaman di rumah dan lingkungan
PAUD pengetahuan matematika anak dibangun dari pengalaman
numerik dan pengetahuan budaya tersebut.17
Merujuk dari NCTM18 (NCTM, 2000:91) standar untuk matematika
sekolah meliputi lima bidang, yaitu: bilangan dan operasi bilangan,
aljabar, geometri, pengukuran, dan analisis data serta peluang. Dalam
PAUD aljabar dapat berupa pengelompokan, pola dan hubungan, operasi
dengan bilangan bulat, eksplorasi fungsi, dan langkah-langkah proses.
Lima konten matematika tersebut dapat digdeskripsikan pada tabel
berikut ini.
17
Ibid, Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, h.17.
18 National Council of Teachers of Mathematics, Principles and standards for
school mathematics, (Reston, VA: Author, 2000), h.91.
| 12
Tabel 1 Lima Konten Matematika dan Ide Matematika di PAUD19
Konten Matematika
Bilangan dan Operasinya
Ide Matematika di PAUD
- Bilangan
dapat
digunakan
menyatakan
untuk
berapa
banyak,
mendiskripsikan urutan, dan pengukuran;
melibatkan sejumlah hubungan, dan dapat
direpresentasikan dengan banyak cara.
- Operasi bilangan dapat digunakan untuk
beragam model dengan situasi dunia
- nyata dan untuk memecahkan masalah;
mereka dapat mepraktekkannya dengan
beragam cara.
Aljabar
- Pola dapat digunakan untuk mengenal
hubungan dan diperluas untuk membuat
generalisasi
Geometri
- Geometri
dapat
digunakan
untuk
memahami dan merepresentasikan objek
langsung dan lokasi.
- Bentuk
geometri
dapat
dideskripsikan,
dianalisis, ditransformasikan, disusun, dan
diuraikan dengan bentuk lain.
Pengukuran
- Membandingkan
digunakan
dan
untuk
mengukur
menjelaskan
dapat
“Berapa
besar? Manakah yang lebih panjang?”
- Mengukur
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan benda
19
Ibid, Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, h.16.
| 13
Analisis Data
- Analisis
data
dapat
mengelompokkan,
digunakan
untuk
merepresentasikan,
menginformasikan berupa pertanyaan atau
dalam menjawab.
Kelima konten matematika dan ide matematika di PAUD dalam
prakteknya akan saling berhubungan. Bilangan dapat digunakan untuk
mengukur sifat objek geometri (seperti banyak sisi dan sudut). Objek
geometri merupakan model untuk bilangan dan operasinya (misalkan
garis bilangan untuk perkalian. Bilangan dan operasinya merupakan
bagian penting pengukuran. Geometri memberikan konteks dalam
pembelajaran pengukuran. Misalkan pengukuran lebar bangun. Dalam
pengukuran geometri, proses pengukuran biasanya terdapat keterkaitan
antara bilangan dan operasinya. Untuk konten aljabar dapat digunakan
dalam mengidentifikasi, mendiskripsikan, dan memperluas pola bilangan
dan
geometri.
Selain
itu,
analisis
data
digunakan
untuk
mengorganisasikan informasi mengenai pola bilangan atau geometri.
Sumber belajar yang tersedia di PAUD dan pengetahuan matematika
yang dimiliki oleh guru sebagaimana dideskripsikan pada Tabel 1 perlu
dijembatani dengan kemampuan mengajar yang efektif bagi anak.
Memperhatikan psikologi anak dan kemampuan kognitif anak, tahap
praoperasi anak dapat dijembatani oleh guru dengan kemampuan
komunikasi matematika yang memadai. Anak usia PAUD belum
memahami akan simbol-simbol matematika yang abstrak. Semua orang
dalam segala usia bicara matematika. Bagaimana bahasa tersebut
berkembang? Anak menyukai mendengar dan berbicara dalam seting
yang alami. Oleh karena itu terdapat istilah bahasa matematika.
Salah satu teknik yang dapat digunakan pada anak prasekolah
adalah Mathematical Mediated Language atau Matematika Melalui Bahasa
| 14
(MMB)
yang
merupakan
teknik
mengajar
yang
didesain
untuk
meningkatkan belajar anak. Guru yang menggunakan MMB terlibat
secara informal sebab terjadi dialog dengan anak tentang konsep
matematika yang diterapkan dalam aktivitas yang melibatkan mereka.20
Langkah-langkah MMB diantaranya adalah
1. Membangun ketertarikan anak dihubungkan dengan matematika,
pengalaman, dan pengetahuan. Misalkan uang, tinggi badan, dan
umur.
2. Memberikan alat dan bahan yang memunculkan rasa ingin tahu
anak: balok, puzzle, alat pengukuran, musik, garif dan bagan, objek
alami untuk diurutkan dan dipisahkan.
3. Menggunakan diskripsi kata untuk membandingkan, menghitung,
dan menyatakan objek. Misalkan “Novi membaca buku di dalam
kamar”
4. Membantu
anak
memecahkan
masalah
sehari-hari
dengan
matematika. Misalkan “Berapa banyak permen yang dibutuhkan
untuk anak-anak di ruangan ini?”
Contoh aplikasi bahasa matematika untuk anak di PAUD misalkan
‘pengurangan’. Pada umumnya anak menggunakan frase ‘mengambil’.
Hal tersebut tidak dapat disalahkan. Bahasa pengurangan dapat
diaplikasikan dalam masalah cerita, misalkan: “Ari memiliki kue yang
dipotong menjadi enam bagian. Dia makan dua potong. Berapa banyak
kue yang dapat dimakan adik Ari?” Guru mengatakan, “Berapa banyak
potongan pada kue itu? Berapa banyak yang dimakan Ari? Dan berapa
20
Rudd, L. C., Satterwhite, M., Lambert, M.C., One, Two, Buckle My Shoe: Using
Math-Mediated Language in Preschool. (Dimension of Early Childhood, 38 (2), 2010), h. 30.
| 15
banyak yang tersisa di piring?”pendekatan ini memandu anak untuk
memecahkan masalah.21
Contoh aplikasi MMB adalah diskusi antara guru dan anak.
misalkan anak berkata “Balok yang aku susun lebih besar!” Guru melihat
bahwa anak-anak bicara mengenai tinggi, luas, lebar dan sebagainya.
Guru dapat bertanya “Seberapa besar bangunan yang kamu bentuk dari
balok?” Hasil dari diskusi untuk mengklarifikasi perbedaan istilah yang
dismapaikan. Siswa kemudian berdiskusi tentang bagaimana mereka
dapat merepresentasikan tinggi dan lebar bangunan balok mereka. Pada
bagian ini, guru membantu anak mengawali pengetahuan matematika
dan refleksi keseharian dan pengalaman mendasar mereka. Anak
memerlukan
mengulang
pengalaman
untuk
memahami
konsep
matematika. Pengalaman tersebut dibantu adanya lingkungan yang kaya
(sumber belajar) dan interaksi dengan orang dewasa serta teman sebaya.22
Berikut ini contoh lain aplikasi ide matematika yang dapat
disampaikan guru terkait konten matematika.23
Konsep Matematika
Bilangan
Bahasa Matematika
Model berhitung: 1, 2, 3, ...
Berhitung melompat: 2,4,6,..
“Bilangan berapa berikutnya?”
Operasi bilangan
Memecahkan masalah, “Berapa banyak bola
sebelah kiri?” atau “Berapa banyak bola
apabila digabungkan?”
21
Sperry, S.S., Early Childhood Mathematics: Third Edition
(Boston: Pearson,
2006), h.21.
22
Ibid, Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, h.12.
23
Ibid, Rudd, L. C., Satterwhite, M., Lambert, M.C., One, Two, Buckle My Shoe:
Using Math-Mediated Language in Preschool, h. 38.
| 16
Pola
Mengidentifikasi
pola
suara:
“ayo
tepuk
tangan dengan keras, keras, pelan, keras,
pelan” dengan tujuan membuat pola suara.
Menganalisis dan
Mencatat binatang peliharaan anak. Tiga anak
menyajikan data
memiliki ikan. Enam anak memiliki kucing.
Dua anak memiliki kelinci. Tujuh anak tidak
memiliki
hewan
peliharaan.
Kemudian
menunjukkan informasi tersebut pada tabel
atau dapat dengan grafik batang.
Bahasa matematika merupakan jenis kemampuan komunikasi
matematika yang dimiliki oleh guru PAUD dengan tujuan matematika
yang disampaikan dapat dipahami dalam bentuk aktivitas yang
menyenangkan dan dalam diskusi informal yang menarik. Diperlukan
guru kreatif yang mampu menyajikan matematika yang menarik di
PAUD. Untuk mengembangkan guru PAUD yang kreatif, secara
berkelanjutan mereka perlu memiliki penguasaan pengetahuan konten
maupun konten pedagogi matematika yang sesuai bagi anak di PAUD.
C. PENUTUP
Pembelajaran matematika penting diberikan bagi anak yang mengikuti
Pendidikan Anak Usia Dini. Sebab, matematika dapat mengembangkan
kemampuan kognitif anak dan sebagai persiapan kecakapan matematika
pada
jenjang
pendidikan
berikutnya.
Apabila
mengkaji
konten
matematika yang dapat diterapkan di PAUD nampak ‘menakutkan’
diantaranya adalah konten bilangan, aljabar, pengukuran, analisis data,
dan geometri, namun aplikasinya dapat didesain secara menarik. Dalam
aplikasinya, pembelajaran matematika di PAUD perlu memperhatikan
perkembangan kognitif anak. Oleh karena itu, pembelajaran matematika
| 17
terintegrasi
dalam
aktivitas
anak
yang menarik
dengan
bahasa
matematika informal akan membuat anak mendapatkan pengalaman
matematika dari lingkungan yang alami.
| 18
DAFTAR PUSTAKA
Brousseau, Theory of Didactical Situations in Mathematics, Netherlands:
Kluwer Academic Publisher, 1997
Depdiknas,Undang-undang Sisdiknas, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Dienes,
Z., Mathematics as an Art form
http://www.zoltandienes.com, 2004.
[Online],
Tersedia:
Fyhn, A., Bridging outdoor Physical Activities with Written Work in Geometry
[Online],
www.ub.uit.no/munin/bitstream/10037/
994/10/
Paper_I.pdf, 2004.
Clements, D., Mathematics in the Preschool, Teaching Children Mathematics.
NCTM, 2001.
Clements, D., Engaging Young Children in Mathematics: Standars for Early
Childhood Mathematics Education, D.H. Clements dan J. Sarama
(Editors), Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2004.
National Council of Teachers of Mathematics, Principles and standards for
school mathematics, Reston, VA: Author, 2000.
National Council of Teachers of Mathematics & National Association for
the Education of Young Children, Early childhood mathematics:
Promoting
good
beginnings,
Retrieved
from
http://www.naeyc.org/about/positions/pdf/psmath.pdf, 2002.
National Research Council, Mathematics Learning in Early Childhood: Paths
Toward Excellence and Equity, Committee on Early Childhood
Mathematics, Christopher T. Cross, Taniesha A. Woods, and Heidi
Schweingruber, Editors. Center for Education, Division of
Behavioral and Social Sciences and Education, Washington, DC:
The National Academies Press, 2009
Rudd, L. C., Satterwhite, M., Lambert, M.C., One, Two, Buckle My Shoe:
Using Math-Mediated Language in Preschoo,. Dimension of Early
Childhood, 38 (2), h. 30-38. 2010
Solehuddin, Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah, IKIP Bandung: Tidak
Diterbitkan, 1997.
| 19
Sperry, S.S., Early Childhood Mathematics: Third Edition, Boston: Pearson,
2006.
Sriraman, B., Editorial: The Legacy of Zoltan Paul Dienes [Online], Tersedia:
www.math.umt.edu/tmme/Monograph2/Sriraman
Editorial_
pp.i_ii.pdf, 2007.
Sriraman, B., & Lesh, A Conversation With Zoltan P. Dienes [Online].
Tersedia:
www.math.umt.edu/tmme/
Monograph2/
SriramanLesh_ article.pdf, 2007.
| 20