PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN. pdf

1
PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
UPAYA PENGEMBANGAN KREATIVITAS DAN SIKAP ILMIAH SISWA
(STUDI KASUS DI SMA NEGERI 1 SINGARAJA)
I Putu Widiarta, I Gede Dana Santika, IA Sandra Kartika Putri, I Nengah Edi Budiarta, Ni Komang Sri Pustika Dewi
Pembimbing: Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si

Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, UNDIKSHA, 17 Mei 2015
Email: mola.mola.manta@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan upaya guru dalam mengembangkan kreativitas
dan skiap ilmiah siswa melalui penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika.
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan pada semester genap Tahun Pelajaran
2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Subjek penelitian ini
adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMAN 1 Singaraja, yang dipilih
secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi
partisipatif, wawancara semiterstruktur, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara
periodik selama dan setelah pengumpulan data melalui tiga tahapan, yaitu (1) reduksi data, (2)
paparan data, serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi. Keabsahan data ditentukan melalui
uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja telah berbasis
pendekatan saintifik. Kegiatan menanya tidak terlaksana secara maksimal. Pertanyaan siswa
bersifat prosedural, tidak hipotetik pada pengungkapan suatu konsep fisis. Akibatnya,
implementasi kegiatan 5M dalam pendekatan saintifik seolah-olah terpisah. Hal ini
disebabkan karena guru tidak memberikan apersepsi yang mampu menumbuhkan rasa ingin
tahu siswa, disamping karakteristik siswa yang kurang skeptis. Namun demikian, secara teori,
kegiatan pembelajaran 5M yang dilakukan guru fisika SMA Negeri 1 Singaraja sebagian
besar dinilai telah mampu meningkatkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa.
Kata kunci: pendekatan saintifik, pembelajaran fisika, kreativitas, sikap ilmiah
PENDAHULUAN
Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas adalah SDM yang memiliki
kesetimbangan hardskill dan softskill yang
tinggi. Kreativitas merupakan salah satu
komponen hardskill SDM yang dinilai
penting di era globalisasi ini. Kreativitas
didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menemukan berbagai variasi solusi baru
terhadap suatu permasalahan (Kumari, Pujar,
& Naganur, 2014). Bagceci dan Ozyurt

(2014) mengungkapkan bahwa dalam rangka
menghadapi perubahan aspek kehidupan
yang berlangsung sangat cepat di era
globalisasi ini, masyarakat harus mampu
berpikir kreatif, mampu bertindak dengan
cepat dan tepat, mampu menyelesaikan
permasalahan dengan efektif, dan mampu
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.
Sehubungan dengan ini, berbagai sumber
mengungkapkan
bahwa
pengembangan
kreativitas siswa dalam dunia pendidikan
dewasa ini menjadi hal yang krusial.
Dalam rangka mengembangkan SDM
yang berkualitas, hardskill yang tinggi saja
belum cukup untuk menghadapi perubahan
aspek kehidupan yang berlangsung cepat di

era globalisasi ini. Diperlukan keterampilan
lunak yang disebut softskill. Sebuah
penelitian
di
Universitas
Harvard
mengungkapkan
bahwa
kesuksesan
seseorang dalam bidang apapun, tidak
semata-mata hanya dipengaruhi oleh
kemampuan intelektualnya (hardskill) saja,
namun juga dipengaruhi oleh kemampuannya

2
mengelola
emosi
( softskill).
Secara
kuantitatif,

hasil
penelitian
tersebut
mengungkapkan bahwa 80% kesuksesan
manusia dipengaruhi oleh softskill dan 20%
dipengaruhi
oleh
hardskill.
Dengan
demikian, pengembangan softskill SDM tentu
menjadi hal yang penting.
Dalam dunia sains, istilah softskill
dikenal dengan sikap ilmiah. Sikap ilmiah
merupakan sikap yang melekat pada diri
siswa setelah mempelajari sains. Sikap
ilmiah dibedakan dari sekadar sikap terhadap
sains, karena sikap terhadap sains hanya
terfokus pada apakah siswa suka atau tidak
suka terhadap pembelajaran sains. Menurut
Harlen (dalam Anwar, 2009), terdapat 8

aspek sikap ilmiah, yaitu: sikap ingin tahu,
sikap kritis, sikap tekun, sikap kerjasama,
sikap jujur, sikap bertanggung jawab, sikap
berpikir terbuka, dan sikap disiplin.
Berdasarkan
paparan
diatas,
dapat
disimpulkan bahwa kreativitas dan sikap
ilmiah merupakan dua komponen penting
yang perlu dikembangkan dalam pendidikan
dalam rangka membangun SDM Indonesia
yang berkualitas.
Fakta menunjukkan bahwa sampai saat
ini, kreativitas dan sikap ilmiah siswa dalam
pembelajaran matematika dan sains masih
berada pada tingkatan rendah. Rendahnya
aspek kreativitas siswa ini ditunjukkan oleh
hasil penelitian Prianggono, et al (2010)
terhadap siswa kelas X SMK Negeri 1

Pacitan, di mana dari 122 siswa yang
menjadi sampel penelitian, tidak terdapat
siswa yang masuk pada tingkat siswa kreatif,
baik untuk pemecahan masalah maupun
pengajuan masalah pada mata pelajaran
matematika. Fakhruddin, et al (2010)
mengungkapkan bahwa sikap ilmiah siswa
kelas X SMAN 1 Bangkinang Barat pada
pembelajaran fisika masih tergolong rendah
karena metode pembelajaran yang diterapkan
oleh guru masih bersifat ceramah.
Rendahnya sikap ilmiah siswa juga
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

ditemukan oleh Pitafi dan Farooq (2012)
dalam penelitiannya terhadap 100 siswa di 10
sekolah berbeda di Kabupaten Rajanpur,
Pakistan.
Tingkat kreativitas dan sikap ilmiah
siswa dipengaruhi oleh kreativitas tindak

guru dalam pembelajaran. Ayverdi, et al
(dalam Ceran, Gungoren, & Boyacioglu,
2014),
mengungkapkan
bahwa
guru
merupakan orang yang paling berperan
terhadap perkembangan kreativitas siswa
dalam periode pendidikan formal. Senada
dengan pernyataan tersebut, Lee dan
Endorgan (dalam Ceran, Gungoren, &
Boyacioglu, 2014) menyatakan bahwa
karakteristik guru dan metode pengajarannya
merupakan
faktor
penting
yang
mempengaruhi
sikap
siswa

dan
kreativitasnya. Bahan pengajaran, model, dan
strategi pengajaran juga memiliki pengaruh
positif pada kemampuan berpikir kreatif
siswa (Sayan dalam Ceran, Gungoren, &
Boyacioglu, 2014). Sayan mengungkapkan
bahwa guru yang memiliki karakteristik yang
demokratis dalam mengajar, berpengaruh
positif terhadap kreativitas siswa. Disamping
itu, dinyatakan juga bahwa siswa yang sering
melakukan praktikum di laboratorium
memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi
dibandingkan siswa yang jarang melakukan
praktikum. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa upaya guru dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran sangat berpengaruh terhadap
kreativitas dan sikap ilmiah siswa. Dengan
demikian, sistem pendidikan nasional
seharusnya fokus pada hal ini.

Implementasi Kurikulum 2013 di
Indonesia saat ini merupakan upaya terbaru
pemerintah untuk
mengoptimalisasikan
standar
pendidikan
dalam
rangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dalam Kurikulum 2013, selain fokus pada
pengembangan aspek pengetahuan dan
keterampilan, tujuan pendidikan juga

3
difokuskan pada pengembangan sikap dan
karakter peserta didik. Hal ini dilakukan
dengan menerapkan pendekatan saintifik
yang menyentuh tiga ranah dalam
pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Pendekatan saintifik dalam

pembelajaran dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif membangun
konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati, merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang ditemukan. Pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik memberikan
hasil pembelajaran yang lebih efektif
dibandingkan
dengan
pembelajaran
tradisional. Hasil penelitian membuktikan
bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi
informasi dari guru sebesar 10% setelah lima
belas menit dan perolehan pemahaman
kontekstual sebesar 25%. Sedangkan pada
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik,
retensi informasi dari guru sebesar lebih dari

90% setelah dua hari dan perolehan
pemahaman kontekstual sebesar 50-70%
(Kemendikbud, 2013). Berdasarkan hal
tersebut, maka dalam Kurikulum 2013,
pemerintah
mewajibkan
penerapan
pendekatan saintifik pada semua mata
pelajaran.
SMA Negeri 1 Singaraja merupakan
salah satu SMA berakreditas sangat baik di
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, dan
merupakan salah satu sekolah pengembangan
Kurikulum 2013. Selama dua tahun
penerapan Kurikulum 2013 di sekolah ini,
belum ada data yang menginformasikan
bagaimana upaya guru fisika dalam
menerapkan pendekatan saintifik, khususnya
yang
terkait
dengan
pengembangan
kreativitas dan sikap ilmiah siswa. Oleh
karena itu, digagas sebuah penelitian yang
berjudul “Pendekatan Saintifik Kurikulum
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

2013 dalam Pembelajaran Fisika: Upaya
Pengembangan Kreativitas dan Sikap Ilmiah
Siswa (Studi Kasus Di SMA Negeri 1
Singaraja)”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singaraja.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara
purposive
sampling
dengan
dasar
pertimbangan (1) SMA Negeri 1 Singaraja
telah menerapkan Kurikulum 2013; (2) SMA
Negeri 1 Singaraja terkenal sebagai sekolah
favorit, sehingga peneliti ingin mengungkap
profesionalisme guru dalam mengembangkan
kreativitas dan sikap ilmiah siswa melalui
penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran fisika; (3) SMA Negeri 1
Singaraja terkenal sebagai sekolah favorit,
sehingga peneliti ingin mengungkap tingkat
kreativitas dan sikap ilmiah siswa di sekolah
tersebut; dan (4) lokasi SMA Negeri 1
Singaraja dekat dengan tempat tinggal
peneliti dan kampus UNDIKSHA, sehingga
penggunaan waktu, tenaga, dan biaya dapat
diminimalisir. Data penelitian ini adalah (1)
transkrip dan catatan lapangan dari hasil
pengamatan
serta
refleksi
terhadap
pembelajaran yang dilakukan guru, (2)
transkrip wawancara dengan guru berupa
alasan-alasan
yang
melatarbelakangi
pembelajaran yang dilakukannya, dan (3)
data triangulasi berupa hasil wawancara
dengan siswa terkait upaya guru dalam
mengembangkan kreativitas dan sikap ilmiah
siswa melalui pendekatan saintifik dalam
pembelajaran fisika.
Penelitian ini dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu (1) tahap pra-lapangan, (2) tahap
lapangan, dan (3) tahap pasca lapangan. Data
dikumpulkan melalui observasi partisipatif,
wawancara semiterstruktur, dan studi
dokumen. Setelah data terkumpul, langkah

4
berikutnya adalah melakukan analisis secara
kolektif. Analisis data dilakukan sepanjang
penelitian dan dilakukan secara terus
menerus dari awal sampai akhir penelitian.
Analisis dilakukan dalam 3 tahap, yaitu (1)
analisis sebelum di lapangan; (2) analisis
selama peneliti masih berada di lapangan; (3)
analisis setelah pengumpulan data berakhir

(Sugiyono, 2008). Pada setiap tahapan
tersebut, terdapat tiga sub tahapan analisis
data yang dilakukan, yaitu (1) tahap reduksi
data, (2) tahap paparan data, dan (3) tahap
verifikasi data serta penarikan simpulan.
Keabsahan data ditentukan melalui uji
kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas,
dan konfirmabilitas.

HASIL PENELITIAN
Implementasi Pendekatan Saintifik dalam
Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 1
Singaraja
Implementasi pendekatan saintifik
dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1
Singaraja dipaparkan berdasarkan transkrip
observasi pembelajaran dan transkrip
wawancara dengan guru dan siswa.
Penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran fisika oleh Guru A adalah
sebagai berikut. Kegiatan menanya dilakukan
oleh siswa ketika tidak paham suatu materi
dan guru merespon dengan positif. Kegiatan
menanya juga dilakukan ketika siswa
mengalami kendala saat praktikum. Guru
sering memberikan permasalahan kontekstual
untuk memancing siswa bertanya. Guru juga
sering menampilkan gambar yang menarik.
Dalam memecahkan masalah, siswa sering
mengalami kebingungan, sehingga harus
bertanya kepada guru. Kegiatan mengamati
diupayakan guru dengan memberikan
gambar-gambar fenomena fisis, kemudian
menugaskan siswa untuk fenomena tersebut.
Pada saat praktikum, siswa secara langsung
ditugaskan
untuk
mengamati
proses
pengambilan
data
praktikum.
Siswa
mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati
dilakukan
hanya
dengan
mengamati
fenomena dalam bentuk gambar. Guru A
mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati
difasilitasi dengan pemberian LKS yang
memuat fenomena-fenomena fisis dalam
kehidupan keseharian siswa.
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

Berdasarkan pengamatan peneliti di
lapangan, kegiatan mengumpulkan informasi
dilakukan siswa melalui buku dan internet.
Guru memberikan kebebasan bagi siswa
untuk menggunakan internet agar materi
yang diketahui siswa tidak hanya berasal dari
guru dan buku saja. Kegiatan mengumpulkan
informasi juga dilakukan melalui praktikum.
Siswa mengakui sering menggunakan
internet dan buku lain sebagai sumber
belajar, namun materi yang diperoleh
tersebut dipilah-pilah dan tidak langsung
dijiplak. Kegiatan mengkomunikasikan tidak
selalu dilakukan dengan cara presentasi.
Kegiatan mengkomunikasikan dilakukan
melalui kegiatan menyampaikan pendapat.
Siswa mengatakan bahwa untuk pelajaran
fisika, siswa jarang ditugaskan untuk
melakukan
presentasi.
Berdasarkan
pengamatan peneliti, kegiatan presentasi
belum pernah dilaksanakan, tetapi siswa
terlihat antusias dalam menyampaikan
pendapat ketika diskusi kelompok dan
diskusi kelas. Kegiatan mengasosiasi
dilakukan dengan menganalisis LKS diskusi
kelompok dan hasil data praktikum. Ketika
pembelajaran tidak dilakukan melalui
praktikum, kegiatan mengasosiasi dilakukan
dengan menganalisa permasalahan yang
diberikan oleh guru dalam LKS.
Transkrip observasi pembelajaran
yang dilakukan oleh Guru B menunjukkan
bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran fisika adalah sebagai berikut.

5
Kegiatan menanya dilakukan oleh siswa
ketika mereka tidak mengerti konsep atau
materi yang dijelaskan oleh guru. Ketika
mengalami kesulitan, siswa melakukan
diskusi kelompok terlebih dahulu, dan akan
ditanyakan lebih lanjut kepada guru ketika
permasalahan
tersebut
tidak
dapat
dipecahkan. Kegiatan mengamati dilakukan
dengan demonstrasi guru-siswa, dengan
menggunakan media slinki dan tali untuk
mengamati gelombang transversal dan
longitudinal. Kegiatan mengamati juga
diupayakan melalui penayangan gambar fisik
gelombang. Siswa membetulkan bahwa
sering terjadi pengamatan dengan melakukan

percobaan. Aspek mengumpulkan informasi
dilakukan melalui praktikum, demonstrasi,
dan membaca buku. Kegiatan mengasosiasi
dilakukan Guru B dengan menugaskan siswa
untuk menganalisis data yang praktikum
serta menjawab soal-soal latihan pada buku.
Kegiatan mengkomunikasikan dilakukan
oleh Guru B dengan menunjuk siswa untuk
mengajukan pendapat dan mempresentasikan
hasil analisis data praktikum. Hasil studi
terhadap
dokumen
RPP
Guru
B
menunjukkan bahwa penerapan kegiatan
saintifik
dalam
pembelajaran
yang
dilakukannya telah sesuai dengan RPP yang
dibuat.

Upaya Guru dalam Mengembangkan
Kreativitas Ilmiah Siswa melalui
Implementasi Pendekatan Saintifik dalam
Pembelajaran Fisika
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan Guru A, pengembangan
kreativitas ilmiah siswa diupayakan melalui
pemberian permasalahan-permasalahan yang
menarik. Terhadap materi yang dapat
dibuatkan proyek, siswa ditugaskan untuk
membuat proyek. Sedangkan untuk materi
yang abstrak, pengembangan kreativitas
dilakukan dengan menugaskan siswa untuk
membuat
makalah.
Pengembangan
kreativitas siswa juga dilakukan melalui
praktikum, di mana untuk praktikum
sederhana, siswa ditugaskan membuat sendiri
alat dan bahan praktikum. Guru A meyakini
bahwa pengembangan kreativitas ilmiah
siswa dapat dilakukan dengan menerapkan
pendekatan saintifik. Menurut Guru A,
penerapan kegiatan 5M dalam pembelajaran
akan
mengarah
pada
pengembangan
kreativitas siswa. Misalnya, dalam praktikum
Melde, siswa akan bertanya berapa massa
yang cocok digunakan dan bagaimana cara
merangkai alat. Dengan adanya rasa ingin
tahu tersebut, siswa akan mampu untuk
berpikir kreatif. Guru A memahami bahwa

kegiatan 5M dalam pendekatan saintifik
merupakan hal yang sangat penting dalam
mengembangkan kreativitas siswa karena
kelima hal tersebut saling berkaitan
Guru A mengembangkan kreativitas
siswa dengan cara memberikan pertanyaan
open-ended,
yaitu
pertanyaan
yang
mengandung
banyak
jawaban
benar
(Suherman dalam Fardah, 2012). Ketika
terdapat siwa yang memberikan jawaban
yang nyeleneh, Guru A menanggapi dengan
positif, dengan tidak memberikan jawaban
secara langsung, melainkan melaluli klu-klu
tertentu, sehingga akan memotivasi siswa
untuk berdiskusi.
Proses pembelajaran sering hanya
didominasi oleh beberapa siswa. Siswa yang
pendiam tetap diam, sehingga sangat sulit
mengetahui perkembangan kreativitas siswa
tersebut. Guru A menyiasati masalah tersebut
dengan menunjuk siswa yang jarang
menyampaikan pendapat. Hal dibenarkan
oleh siswa, di mana jika ada siswa yang
nilainya agak kurang, maka siswa tersebut
akan ditunjuk oleh Guru A untuk
memperbaiki nilai siswa tersebut. Pertanyaan
yang diajukan siswa tidak langsung dijawab
oleh Guru A. Pertanyaan tersebut dilempar
terlebih dahulu ke siswa lain, siswa disuruh

PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

6
berusaha terlebih dahulu, guru hanya
memberikan klu-klu saja. Hal ini dilakukan
untuk membiasakan siswa berpikir kreatif,
tidak selalu bergantung pada guru. Guru A
mengungkapkan bahwa siswa yang dapat
menemukan jawaban secara mandiri akan
memiliki retensi ingatan yang lebih lama.
Berdasarkan paparan
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
Guru
A telah
mengembangkan kreativitas ilmiah siswa.
Pengembangan kreativitas ini dilakukan
dengan memberikan tugas proyek, makalah,
memberikan pertanyaan open-ended, tidak
menanggapi langsung pertanyaaan yang
diajukan siswa, melainkan memberikan dan
menuntun siswa
untuk
memecahkan
masalahnya serta menanggapi dengan sabar
siswa yang mengajukan pendapat nyeleneh.
Pengembangan kreativitas ilmiah siswa
oleh Guru B dilakukan dengan memberikan
praktikum setelah materi yang diajarkan
berakhir. Guru B juga menyuruh siswa
membuat alat praktum sendiri. Guru B jarang
memberikan ulangan yang bersifat objektif.
Upaya Guru dalam Mengembangkan
Sikap Ilmiah Siswa Melalui Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
Fisika
Upaya guru dalam mengembangkan
sikap ilmiah siswa melalui implementasi
pendekatan saintifik dalam pembelajaran
fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dipaparkan
berdasarkan transkrip observasi pembelajaran
dan transkrip wawancara dengan guru dan
siswa. Guru A mengungkapkan bahwa
pengembangan
sikap
ilmiah
dalam
pembelajaran fisika sangat penting. Guru A
menegaskan bahwa pendekatan saintifik
dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa
karena sikap ilmiah, kreativitas ilmiah, dan
pendekatan saintifik memiliki keterkaitan.
Ketika melaksankan pendekatan saintifik,
maka sikap ilmiah akan langsung terlaksana
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

Sebagian besar soal yang diberikan adalah
soal uraian. Kalaupun soal yang diberikan
adalah pilihan ganda, pasti jawaban dari soal
itu harus dilengkapi dengan cara. Hal ini
dilakukan agar siswa dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam menjawab soal serta
meminimalisir
terjadinya
kegiatan
mencontek. Guru B memotivasi siswa
dengan memberikan nilai tambahan bagi
siswa yang berani mengungkapkan pendapat.
Guru B sering mengaitkan materi pelajaran
yang dilakukan dengan kehidupan keseharian
siswa. Hal ini membantu memudahkan siswa
berpikir kreatif karena fakta-fakta yang ada
di lapangan akan membantu siswa untuk
memecahkan masalah. Berdasarkan paparan
tersebut, dapat dijelaskan bahwa upaya Guru
B dalam mengembangkan kreativitas siswa
tidak jauh berbeda dengan upaya Guru A.
Namun
demikian,
Guru
B
lebih
menggunakan lingkungan sebagai objek
untuk
memudahkan
pengembangan
kreativitas ilmiah siswa.
juga. Misalnya, kegiatan menanya dalam
pendekatan saintifik akan membangun rasa
ingin tahu siswa pada sikap ilmiah. Rasa
ingin tahu siswa dikembangkan dengan
memberikan masalah atau gambar yang unik,
sehingga siswa akan semangat untuk mencari
tahu. Guru A mengklaim bahwa cara ini
cukup efektif untuk mengembangkan sikap
ilmiah siswa. Berdasarkan catatan lapangan
peneliti, Guru A memang benar memberikan
gambar yang menarik, yaitu gambar kota
yang tenggelam serta gambar konsumsi
daging yang dapat menyebabkan pemanasan
global. Pemberian gambar yang menarik
tidak hanya dapat menumbuhkan rasa ingin
tahu
siswa,
namun
juga
dapat
mengembangkan sikap kritis siswa. Masalah
tersebut tentunya masih asing bagi siswa,
sehingga siswa akan antusias belajar dan
berdiskusi mengenai masalah tersebut. Siswa
bahkan ditemukan sampai mencari informasi

7
tersebut di internet untuk memuaskan rasa
ingin tahunya.
Pengembangan sikap tekun siswa tidak
dilakukan guru secara langsung. Guru
mengatakan bahwa dengan memberikan
gambar yang menarik, maka siswa akan
tertarik untuk mencari tahu dan menjadi
kritis. Dengan demikian, secara tidak
langsung siswa akan tekun mengeksplorasi
berbagai
sumber
untuk
memperoleh
informasi. Membiasakan siswa untuk
bekerjasama dilakukan dengan membagi
siwa menjadi kelompok heterogen agar siswa
saling bertukar informasi. Guru mengajarkan
sikap jujur kepada siswa dengan tidak
mencontek ketika ulangan. Siswa yang
ketahuan mencontek akan diberikan nilai nol.
Hal tersebut dibenarkan oleh siswa ketika
dilakukan wawancara. Sikap tanggungjawab
dikembangkan dengan menugaskan siswa
mengumpulkan tugas secara tepat waktu.
Sikap displin dikembangkan dengaan tidak
mengijinkan siswa makan di kelas ketika
pembelajaran
berlangsung
dan
tidak
mengijinkan siswa untuk mengikuti pelajaran
jika telat tanpa alasan yang logis.
Upaya pengembangan sikap ilmiah
yang dilakukan oleh Guru B hampir sama
dengan yang dilakukan oleh Guru A.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan
kepada siswa yang diajar Guru B, didapatkan
informasi bahwa Guru B sangat tegas dan
disiplin, sehingga siswa tidak berani
bercanda ataupun tidak menuruti perintah
guru. Namun demikian, berdasarkan
observasi, ketika guru melontarkan sebuah
pertanyaan, terdapat siswa yang menjawab
dengan
kurang
serius.
Untuk
mengembangkan rasa ingin tahu dan sikap
kritis siswa, guru memberikan pertanyaanpertanyaan pancingan serta memberikan
contoh nyata, sehingga siswa lebih mudah
untuk berimajinasi. Sikap disiplin dan jujur
siswa dikembangkan dengan mengawasi
ulangan secara ketat. Guru B ditemukan
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

berhasil membangun sikap ingin tahu siswa.
Hal itu ditunjukan dari banyaknya siswa
yang ingin memperagakan alat yang
dibawanya. Sikap terbuka juga berhasil
dikembangkan oleh guru. Siswa ditemukan
berani mengungkapkan pendapatnya serta
menyampaikan kesulitan yang dialami ketika
belajar.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dipaparkan, dapat dijelaskan bahwa
sebagian besar aspek pendekatan saintifik
telah dilaksanakan dengan baik oleh guru.
Terdapat beberapa bagian yang tidak dapat
dilakukan akibat keterbatasan alokasi waktu
pembelajaran. Namun demikian, guru telah
menerapkan strategi tertentu agar inti dari
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.
Kegiatan
mengamati
dan
mengkomunikasikan dalam pendekatan
saintifik sebagian besar telah terlaksana.
Permasalahan yang ditemukan adalah
rendahnya kualitas pelaksanaan kegiatan
menanya, mencoba, dan menalar dalam
pendekatan saintifik.
Dalam Permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013, dijelaskan bahwa alur
pembelajaran dengan pendekatan saintifik
adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka secara luas dan
bervariasi
kesempatan
siswa
untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan
melihat,
menyimak,
mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka
untuk memperhatikan hal yang penting dari
suatu objek. Dalam kegiatan mengamati,
guru membuka kesempatan secara luas
kepada siswa untuk bertanya mengenai apa
yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca.
Guru membimbing siswa untuk dapat
mengajukan pertanyaan tentang hasil
pengamatan objek yang konkrit sampai

8
kepada objek yang abstrak berkenaan dengan
fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain
yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat
faktual sampai kepada pertanyaan yang
bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut,
siswa masih memerlukan bantuan guru untuk
mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di
mana siswa mampu mengajukan pertanyaan
secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya
tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu
siswa. Semakin siswa terlatih dalam
bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat
dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi
dasar untuk mencari informasi yang lebih
lanjut dan beragam dari sumber yang
ditentukan guru sampai dengan sumber yang
ditentukan sendiri oleh siswa dan dari
sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam. Tindak lanjut dari bertanya adalah
menggali dan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber melalui berbagai cara.
Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca
buku
atau
mengakses
internet,
memperhatikan fenomena atau objek yang
lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen.
Dari
kegiatan
tersebut,
terkumpul sejumlah informasi. Informasi
tersebut menjadi dasar bagi kegiatan
berikutnya, yaitu mengasosiasi informasi
untuk menemukan keterkaitan satu informasi
dengan informasi lainnya, menemukan pola
dari keterkaitan informasi, dan bahkan
mengambil berbagai kesimpulan dari pola
yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah
menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan
dalam
kegiatan
mencari
informasi, mengasosiasikan, dan menemukan
pola tersebut. Hasil tersebut disampikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil
belajar peserta didik atau kelompok peserta
didik tersebut.
Berdasarkan alur tersebut, maka yang
harus dilakukan guru pada kegiatan
pendahuluan adalah memberikan apersepsi
yang menarik agar siswa menyadari manfaat
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

materi yang akan dipelajari. Dengan
demikian, rasa ingin tahu siswa akan
merangsang
siswa
untuk
bertanya,
mengajukan
hipotesis,
mengumpulkan
informasi,
menalar,
dan
mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati
yang diberikan harus sesuai dengan
kenyataan dalam kehidupan keseharian
siswa, tidak hanya sebatas imajinasi. Oleh
karena
itu,
guru
setidaknya
harus
menampilkan gambar dan video atau
mengajak siswa mengamati fenomena riil di
lingkungan sekitar. Namun, kenyataannya
guru belum melaksanakan hal tersebut,
sehingga kegiatan menanya sebagian besar
didominasi oleh guru. Kegiatan menanya
yang dilakukan siswa hanya sebatas
pertanyaan prosedural tentang teknis
mengerjakan LKS dan teknis melakukan
praktikum.
Siswa
tidak
mengajukan
pertanyaan hipotetik yang mengarah pada
pengungkapan suatu konsep, sehingga
kegiatan mengumpulkan informasi, menalar,
dan mengkomunikasikan yang dilakukan
siswa
seolah-olah
terpisah,
tidak
berhubungan satu sama lainnya. Keterbatasan
waktu pembelajaran merupakan penyebab
utama permasalahan ini. Alokasi waktu
pembelajaran untuk setiap pertemuan tidak
dapat
digunakan
untuk
menerapkan
pendekatan saintifik secara ideal. Hal ini
diperparah
oleh
banyaknya
materi
pembelajaran yang harus diselesaikan oleh
guru, sehingga guru tergesa-gesa dalam
melaksanakan pembelajaran. Akibatnya,
sebagian besar pelaksanaan pembelajaran
didominasi oleh guru. Pelaksanaan kegiatan
pembelajaran 5M seolah-olah hanya sebatas
formalitas.
As’ari (2014) menjelaskan bahwa
terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan
guru untuk membiasakan siswa mengajukan
pertanyaan hipotetik. Cara-cara tersebut
adalah sebagai berikut. (1) Questioning
Breakfast. Setiap pagi, sebelum pembelajaran

9
dimulai, siswa diminta untuk menuliskan
pertanyaan. Guru dapat mengondisikan agar
pertanyaan yang dibuat siswa sesuai dengan
materi yang sedang dibahas. (2) Questioning
Appraisal. Pemberian penghargaan kepada
siswa yang memiliki kuantitas dan kualitas
pertanyaan investigatif yang baik. Dengan
begitu, siswa mempersepsi kegiatan menanya
sebagai suatu kegiatan yang bermanfaat. (3)
Completing what if or what if not questions.
Siswa diberi tugas untuk melengkapi
pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata
“what if” yang berarti “Bagaimana kalau”
atau kata “what if not” yang berarti
“bagaimana kalau tidak”.
Ketika siswa mengerjakan tugas,
siswa perlu didampingi oleh guru. Guru perlu
memantau kemajuan belajar yang telah
dicapai.
Guru
perlu
memantapkan
pemahaman siswa terhadap apa yang
dikerjakan
dan
dihasilkan
dengan
mempertanyakan proses dan hasil kerjanya.
Guru perlu memberikan umpan balik kepada
siswa agar siswa juga berhasil memahami
dengan baik materi yang dipelajarinya. Guru
perlu
mendorong
siswa
untuk
mengembangkan potensi kreatifnya sehingga
siswa belajar secara optimal. Karena itu, guru
perlu belajar bagaimana mendampingi
belajar siswanya secara lebih baik. Guru
tidak boleh duduk ketika siswanya sedang
bekerja. Guru harus berada di samping dan
memotivasi siswa belajar (ing madya
mangun karso), memantau apa yang telah
dikerjakan siswa, mempertanyakan asal usul
pekerjaan siswa tersebut, meminta mereka
memeriksa kembali kebenaran dari arah
pekerjaan, proses, dan hasilnya, serta
memberikan petunjuk singkat tentang apa
yang mungkin bisa dikembangkan lebih jauh.
Pembelajaran berbasis pendekatan
saintifik juga memberi kesempatan kepada
guru untuk mendorong terbentuknya karakter
sebagaimana diharapkan dalam kompetensi
inti 1 dan 2. Ketika siswa mengamati, kalau
PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

siswa dibiasakan untuk mencatat hasil
pengamatannya dengan jujur, maka karakter
jujur lama kelamaan akan terbentuk. Ketika
siswa dibiasakan untuk jeli dan cermat dalam
menggali informasi lebih jauh, karakter jeli
dan cermat juga akan terbentuk. Ketika siswa
dibiasakan
untuk
santun
dalam
mengomunikasikan ide dan mendengarkan
orang lain mengomunikasikan idenya, maka
karakter santun pun akan terbentuk dengan
sendirinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran fisika di
SMA Negeri 1 Singaraja telah berbasis
pendekatan saintifik. Kegiatan menanya tidak
terlaksana secara maksimal. Pertanyaan
siswa bersifat prosedural, tidak hipotetik
pada pengungkapan suatu konsep fisis.
Akibat hal tersebut, implementasi kegiatan
5M dalam pendekatan saintifik seolah-olah
terpisah. Hal ini disebabkan karena guru
tidak memberikan apersepsi yang mampu
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa,
disamping karakteristik siswa yang kurang
skeptis. Namun demikian, secara teori,
kegiatan pembelajaran 5M yang dilakukan
guru fisika SMA Negeri 1 Singaraja sebagian
besar dinilai telah mampu meningkatkan
kreativitas dan sikap ilmiah siswa.
SARAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil temuan dari
penelitian ini, berikut dipaparkan beberapa
saran implikasi hasil temuan tersebut. Bagi
guru, (1) kegiatan menanya dalam
pendekatan saintifik yang dilakukan siswa
belum maksimal, pertanyaan siswa tidak
hipotetik. Oleh karena itu, guru harus melatih
siswa untuk bersikap skeptis dengan teknik
questioning breakfast, questioning appraisal,
dan completing what if and what if not
questions; (2) guru hendaknya selalu aktif

10
mengembangkan
pengetahuan
tentang
pendekatan saintifik dengan membaca
berbagai literatur, serta aktif mengikuti
pelatihan, seminar, diklat, dan workshop ; dan
(3) guru harus selalu mengembangkan
kompetensi keguruannya, yang meliputi
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
profesional,
kompetensi
sosial,
dan
kompetensi kepribadian, sebagai upaya
peningkatan
kualitas
implementasi
pendekatan saintifik. Bagi pemerintah,
untuk mendukung kegiatan pembelajaran
fisika yang efektif dan bermakna, pemerintah
hendaknya (1) mengevaluasi kesesuaian
alokasi waktu pembelajaran dengan jumlah
materi pembelajaran;
(2)
melakukan
supervisi akademik secara holistik; dan (3)
menyiapkan fasilitas pendukung proses
pembelajaran, seperti alat peraga, alat dan
bahan praktikum, serta sumber belajar buku
dan internet.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami ucapkan kepada Kepala
SMAN 1 Singaraja, Kepala SMAN 4
Singaraja, Kepala SMAN 1 Kubutambahan,
Kepala SMAN 1 Seririt, Kepala SMA
Bhaktiyasa Singaraja, dan Kepala SMA Lab
Undiksha atas ijin yang diberikan untuk
mengambil
data
di
sekolah
yang
dipimpinnya. Terimakasih juga kami
ucapkan kepada guru dan siswa responden,
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si selaku
pembimbing, serta kepada DIKTI yang telah
membiayai pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H. 2009. Penilaian sikap ilmiah
dalam pembelajaran sains. Jurnal
Pelangi Ilmu. 2(5): 103-114.
As’ari, A. R. 2014. Berbagai permasalahan
pembelajaran
matematika
dalam
Kurikulum
2013
dan
upaya

PKM-P Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015

mengatasinya. Seminar Nasional Solusi
Problematika Implementasi Kurikulum
2013 untuk Mewujudkan Pembelajaran
yang Berkualitas, 16 Maret 2014.
Bagceci, B. & Ozyurt, M. 2014. A research
on relationship between the sbs exam
success and creativity level of 8 grade
private school student. Research on
Humanities and Social Sciences. 4(1):
33-41.
Ceran, S. A., Gungeron, S. C., & Boyacioglu,
N. 2014. Determination of scientific
creativity levels of middle school
students and perception through their
teachers. International Association of
Social Science Research. 19(1): 47-53.
Fakhruddin, Elprina, E., & Syahril. 2010.
Sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran
fisika dengan penggunaan media
komputer melalui model kooperatif tipe
STAD pada siswa kelas x3 SMA
Negeri Bangkinang Barat. Jurnal
Geliga Sains. 4(1): 18-22.
Hu, W., & Adey, P. 2002. A scientific
creativity test for secondary school
students. International Journal of
Science Education. 24(2): 389-403.
Kemendikbud. 2013. Konsep pendekatan
saintifik dalam kurikulum 2013. Diklat
Guru Online.
Kumari, P., Pujar, L., & Naganur, S. 2014.
Creative thinking ability among high
school children. IOSR Journal of
Humanities and Social Science (IOSRJHSS). 19 (1): 30-32.
Pitafi, A. I., & Farooq, M. 2012.
Measurement of scientific attitude of
secondary school student in Pakistan.
Academic Research International. 2(2):
379-392.
Prianggono, A., Riyadi, & Triyanto. 2010.
Analisis proses berpikir kreatif siswa
SMK dalam pemecahan dan pengajuan
masalah matematika pada materi
persamaan kuadrat. Jurnal Geliga
Sains.
Sugiyono.
2008.
Metode
penelitian
kuantitatif, kualitatif, dan R&D .
Bandung: Alfabeta.