PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA
DALAM MENULIS PARAGRAF
MELALUI MEDIA GAMBAR BERSERI
Oleh:
ANY SUPRAPNO
SMP Negeri 1 Kebonagung Pacitan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rancangan pembelajaran Writing
dengan media gambar berseri mampu meningkatkan ketrampilan menulis paragraph
bagi siswa. Subyek penelitian ini adalah 35 siswa kelas IX A SMP Negeri 1
Kebonagung Pacitan. Pelaksanaannya, mulai bulan Januari 2009 hingga Juni 2009
pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2008/2009. Penelitian ini dilaksanakan dalam
3 siklus. Teknik pengumpulan data melalui Observasi, Catatan lapangan, Kuesioner
dan Assesment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan menulis siaswa
meningkat pada tiap komponen, yaitu: 1) Pada komponen relevansi, terjadi
peningkatan sebanyak 5% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2
terjadi peningkatan sebanyak 3 % serta dari sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 6 %; 2) Pada komponen Kohesi, terjadi peningkatan sebanyak 2% dari Pra
siklus ke Siklus 1. Namun demikian, dari sikus 1 ke siklus 2 tidak terjadi
peningkatan. Sedangkan dari siklus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak 2 %;
3) Pada komponen koherensi, terjadi peningkatan sebanyak 4% dari Pra siklus ke
Siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan sebanyak 2 % serta dari
sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak 10 %; 4) Pada komponen tata
bahasa, terjadi peningkatan sebanyak 7% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari siklus 1
ke siklus 2 terjadi peningkatan sebanyak 4 % serta dari sikus 2 ke siklus 3 terjadi
peningkatan sebanyak 8 %; 5) Pada komponen ejaan, terjadi peningkatan sebanyak
6% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 8 % serta dari sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak 3 %.
Kata kunci : Prestasi, menulis, media
PENDAHULUAN
Dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan SMP Negeri 1
Kebonagung
Pacitan
(2008),
disebutkan bahwa pengajaran bahasa
Inggris
ditujukan
untuk
mengembangkan
kemampuan
berkomunikasi
yang
meliputi
keterampilan membaca, menyimak,
berbicara
dan
menulis
secara
seimbang. Hal ini diartikan bahwa para
siswa yang sudah dinyatakan lulus
SMP seharusnya bisa membaca dan
mengerti wacana – wacana yang
ditulis dalam Bahasa Inggris, baik
wacana naratif, deskriptif maupun
wacana yang berbentuk brosur, iklan,
surat, jadwal, dan lain sebagainya.
1
Mereka
seharusnya
juga
bisa
menyimak dan mengerti pembicaraan
orang lain, baik gurunya, temannya
atau orang asing secara langsung
maupun lewat radio, televisi atau
media elektronik lainnya. Bertanya
jawab secara sederhana dengan orang
lain idealnya juga harus bisa
dilakukan, termasuk keterampilan
menulis dalam bahasa Inggris.
Keterampilan menulis paragraf
pendek-paling banyak 8 kalimat
menurut kurikulum tersebut dan
menulis pesan dan surat sederhana
sebenarnya juga harus dikuasai siswa.
Namun
seringkali
penguasaan
keterampilan menulis siswa lemah.
Keterampilan menulis ini dianggap
sulit. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya perhatian guru pada
pengajaran menulis di kelas. Di
samping itu teknik mengajar guru
kurang bervariasi. Penguasaan kosa
kata dan tata bahasa siswa yang rendah
juga menjadi salah satu penyebab.
Padahal keterampilan menulis, sebagai
salah satu keterampilan berbahasa,
juga perlu mendapat perhatian yang
proposional sebagaimana ke tiga
keterampilan berbahasa lainnya.
Pada era globalisasi saat ini
tidak dapat dipungkiri bahwa peran
bahasa Inggris di kancah internasional
menjadi semakin penting. Maksudnya,
pemakaian bahasa Inggris sebagai
bahasa perhubungan global akan
semakin intensif dan ekstensif dalam
berbagai segi kehidupan aktivitas
internasional, misalnya dalam forum
politik,
bisnis
atau
ekonomi,
komunikasi dan informatika, dan lain
sebagainya. Dengan situasi seperti itu,
tentunya
berimplikasi
bahwa
penguasaan bahasa Inggris bagi suatu
bangsa tidak dapat dihindarkan apabila
eksistensi bangsa tersebut ingin
diperdulikan secara internasional oleh
bangsa-bangsa di dunia (Kasbolah dan
Sulistyo, 1997).
Singkatnya, penguasaan bahasa
Inggris merupakan syarat utama bagi
aset sumber daya manusia Indonesia
agar
mereka
mampu
menjalin
hubungan komunikasi di dunia
internasional. Hal ini semakin
mendesak
dengan
terlibatnya
Indonesia dalam kancah perdagangan
bebas yang berlaku sejak tahun 2003
(Rachmajanti
dan Anugerahwati,
1988). Dengan demikian, lulusan
sekolah menengah harus memiliki
kompetensi bahasa Inggris yang
memadai demi tuntutan permintaan
tenaga kerja terampil yang semakin
bersaing untuk konsumsi luar negeri
serta
pemenuhan
persyaratan
melanjutkan
studi
ke
jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Dalam
hal ini, pemerintah mengambil
kebijakan
untuk
menempatkan
keterampilan bahasa Inggris dalam
Kurikulum sebagai bahasa asing
pertama yang harus dikuasai oleh
siswa sekolah menengah.
Penguasaan bahasa Inggris
sebagai keterampilan fungsional di
tingkat sekolah menengah sejauh ini
difikuskan
pada
keterampilan
membaca dengan asumsi bahwa
sumber daya manusia Indonesia akan
lebih mudah menyerap perkembangan
dan kemajuan Ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek) dengan banyak
membaca buku-buku atau referensi
bahasa Inggris. Lebih jauh, para siswa
akan lebih siap menghadapi Ujian
2
Akhir Nasional yang soal-soalnya
sebagian besar difokuskan pada
keterampilan
membaca.
Tetapi,
keterampilan
membaca
yang
merupakan keterampilan bahasa yang
bersifat reseptif menjadi kurang
berdaya guna apabila tidak diimbangi
dengan keterampilan menulis, yaitu
suatu keterampilan bahasa yang
produktif.
Keterampilan menulis dalam
bahasa Inggris perlu lebih diperhatikan
kepada
siswa
tingkat
sekolah
menengah karena beberapa alasan,
baik alasan teoritis maupun alasan
empirik.
Secara
teoritis
dapat
dinyatakan
bahwa
keterampilan
menulis bahasa Inggris berbeda
dengan keterampilan menulis bahasa
Indonesia. Seperti diungkapkan oleh
Kaplan (1966) bahwa secara universal
pola berpikir kultural suatu bangsa
berbeda satu dengan yang lainnya.
Bangsa Asia, misalnya, termasuk
bangsa Indonesia, menganut pola
berpikir dengan sistem retorik sirkular.
Artinya,
pengekspresian
ide-ide
disampaikan tidak secara langsung,
yaitu basa-basi banyak digunakan
untuk mencapai tujuan. Di lain pihak,
bangsa Barat atau non-Asia, seperti
bangsa
Inggris,
mempunyai
kecenderungan untuk memakai sistem
retorik
langsung.
Maksudnya,
kecenderungan
pencetusan
ide
diutarakan tanpa uraian berkelit.
Dengan kata lain, perbedaan pola
berpikir ini dilatar belakangi oleh
perbedaan kultur, yaitu kultur bangsa
Barat berbeda dengan kultur bangsa
Timur. Dengan demikian, perbedaan
sistem retorik ini perlu diajarkan dan
dilatihkan kepada para siswa sekolah
menengah sedini mungkin, yaitu sejak
mereka masuk sekolah menengah.
Pengamatan Peneliti terhadap
para siswa Kelas IXA di SMP Negeri 1
Kebonagung Pacitan menunjukkan
bahwa pada umumnya mereka
memiliki keterampilan menulis bahasa
Inggris yang kurang memadai, yaitu
siswa kurang terampil dalam bercerita,
berargumentasi
dan kurang kritis
dalam pengungkapan ide. Di samping
itu, siswa kurang terampil dalam
pengorganisasian ide. Lebih jauh,
berdasarkan observasi di kelas dan
interview secara informal dengan
guru-guru bahasa Inggris di sekolah
menengah terungkap bahwa guru tidak
memiliki gambaran yang jelas tentang
tatacara
mengajarkan
Writing.
Pembelajaran
Writing
menurut
pandangan para guru adalah membuat
siswa berlatih menulis sebanyakbanyaknya. Namun, bagaimana tata
cara membuat siswa dapat menulis
sebanyak-banyaknya tidak diketahui
oleh guru. Dengan kata lain, dalam
kegiatan pembelajaran Writing, guru
pada umumnya tidak memberikan
bekal yang cukup pada siswa sehingga
siswa mampu mengungkapkan buah
pikirannya dalam tulisan yang benar.
Dalam raktek pengajaran Writing pada
umumnya guru hanya memberikan
beberapa topik. Kemudia guru
meminta para siswa menuliskan
sebuah karangan berdasarkan topik
yang menjadi minatnya. Siswa tidak
dibekali tata cara yang benar
bagaimana
menemukan
ide,
bagaimana
mengembangkan
ide,
bagaimana mengelola informasi yang
diperolehnya,
dan
bagaimana
merencanakan penyajian informasi
3
yang diperolehnya dalam bentuk
tulisan yang benar. Singkatnya, siswa
dibiarkan mengembangkan ide, dan
kemudian
menyajikannya
dalam
tulisan. Akibatnya,
para
siswa
memiliki persepsi yang keliru dalam
menyajikan buah pikirannya dalam
tulisan. Mereka cenderung berorientasi
pada hasil karangan mereka saja.
Misalnya, mereka cenderung menulis
dalam kalimat yang banyak karena
mereka percaya bahwa tulisan yang
banyak adalah tulisan yang akan
mendapatkan penghargaan atau nilai
yang baik.
Pendekatan guru mengajar
Writing dengan cara tersebut di atas
tebntu
saja
kurang
dapat
dipertanggungjawabkan
secara
metodologis. Pertama, guru hanya
menutup mata pada proses yang
dilakukan siswa karena guru hanya
ingin melihat hasil karangan siswa
saja. Guru tidak mau tahu apa yang
akan dilakukan siswa tentang tatacara
menulis yang baik untuk mengahsilkan
karya tulisan yang bermutu tinggi.
Ketiga, siswa hanya akan mengejar
target untuk menulis yang sebanyakbanyaknya tanpa mengetahui cara-cara
penulisan yang benar. Singkatnya,
dengan cara mengajar yang demikian
itu, guru belum berbuat sesuatu yag
metodologis dan maksimal untuk
menghasilkan karangan siswa yang
bermutu baik. Tata cara mengajar
writing yang demikian itu, tentu saja
tidak
menguntungkan
siswa.
Sementara, para siswa kelak setelah
menyelesaikan pendidikan menengah
diharapkan
akan
melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi, yang
menuntut mereka untuk menggunakan
keterampilan menulis dengan alur
yang jelas.
Berdasarkan pengamatan –
pengamatan
tersebut
di
atas,
nampaknya ada permasalahan serius
yang perlu segera mendapatkan
penanganannya. Permasalahan tersebut
adalah, pertama adalah, kelemahan
proses berfikir logis para siswa, dan
kedua, lemahnya tatacara menyajikan
gagasan secara runtut, jelas dan
akuratdalam bentuk tulisan ilmiah.
Permasalahan tersebut memunculkan
kesan bahwa apa yang mereka tulis
hanya sekedar syarat formalitas untuk
memuaskan tugas baru saja, bukan
suatu yang dilandasi untuk berlatih
menyajikan fikiran secara baik dan
benar. Apabila praktek semacam ini
dibiarkan terjadi terus menerus,
kemajuan ilmu pengatahuan maupun
terobosan – terobosan baru khususnya
dalam bentuk tulisan berbahasa Inggris
akan sulit diharapkan.
Kaplan (1966) menyatakan
bahwa ada perbedaan tatacara pola
fikir orang Timur dengan orang Barat.
Pola fikir orang Timur cenderung
untuk berputar – putar, tidak seperti
pola fikir orang Barat yang cenderung
langsung ke satu topik. Orang Timur
akan menyampaikan beberapa gagasan
utama secara bersamaan, tanpa diikuti
dengan penjelasan untuk mempertajam
gagasan utamanya tersebut. Dalam
kerangka ini, apa yang dinyatakan oleh
Kaplan tersebut nampaknya ada
benarnya. Artinya, tatacara orang
Timur menyampaikan gagasannya
ialah berputar – putar dengan beberapa
ide yang tersaji berangkaian hampir
bersamaan
dengam
keterangan
penjelasan yang sedikit. Pola berfikir
4
seperti ini nampaknya juga terjadi
pada para siswa. Namun sebagai
golongan
terpilih
yang
akan
meneruskan ke jenjang pendidikan
tinggi, penyampaian kerangka fikir
yang
berputar
berpeluang
mengaburkan ide pokok yang akan
diutarakan.
Selain
itu,
pola
penyampaian gagasan yang berputar
berpeluang pula menimbulkan kesalah
– fahaman npada fihak – fihak yang
terlibat dalam komunikasi. Hal ini
tentu saja tidak dikehendaki dalam
dunia akademik. Olehg karena itu,
untuk menangani hal – hal yang tidak
diharapkan tersebut di atas, perlu
dilakukan upaya – upaya penanganan
secara
sistimatis
dan
ilmiah
(systematic
and
scientific
intervention).
menjadi teks yang menyatu dan
koheren.
Ditinjau dari segi teori menulis,
terdapat aspek – aspek dalam
keterampilan menulis yang harus
diperhatikan untuk menghasilkan suatu
karya tulis yang mengikuti aturan –
aturan yang telah ditentukan. Oshima
dan Hogue (1988) memberi batasan
menulis seperti berikut. Menulis
adalah pengungkapan ide atau poko –
pokok pikiran yang dijabarkan dalam 3
bagian, yaitu bagian pendahuluan,
bagian
isi,
bagian
penutupan/
koinklusi, yang diatur dalam orgahisasi
tertentu. Selanjutnya, ketiga bagian
tersebut diuraikan dalam beberapa
paragraf sehingga bagian pendahuluan
kemungkinan terdiri dari lebih satu
paragraf, bagian isi terjabar dalam lbih
dari dua paragraf, dan bagian
penutupan terdiri lebih dari satu
paragraf. Dengan demikian, satutulisan
utuh
kemungkinan
terdiri
dari
beberapa paragraf.
Sedangkan paragraf, menurut
Smalley dan Rueten (1986) adalah
rangkaian beberapa kalimat yang
mengungkapkan satu ide pokok. Ide
pokok dalam paragraf tersebut
dikembangkan
menjadi
beberapa
kalimat penunjang, Dengan demikian,
sebuah
karya
tulis
merupakan
pengorganisasian beberapa ide pokok
yang terangkum dalam beberapa
paragraf.
KAJIAN PUSTAKA
Keterampilan Menulis
Definisi Menulis
Menulis bukanlah semata –
mata masalah mentransformasikan
``bahasa`` ke dalam simbol – simbol
tertentu, namun lebih merupakan
proses berpikir (Sitorus dan Said:
1997:
1) mendefinisikan bahwa
menulis merupakan proses berpikir
yang dituangkan diatas kertas dalam
bentuk tulisan. Proses berpikir ini
mencangkup proses bagaimana ide –
ide dimunculka, dan difokuskan pada
ide – ide tertentu yang relevan dan
saling terkait. Lebih lanjut disebutkan
bahwa menulis membutuhkan usaha
berpikir yang terus menerus untuk
jangka waktu tertentu. Ketika kita
menuliska tiga kalimat atau lebih, kita
harus menyusunnya sedemikian rupa
sehingga kalimat – kalimat tersebut
Karakteristik Karya Tulis yang Baik
Telah dipaparkan sebelumnya
bahwa sebuah karya tulis terdiri dari
serangkaian paragraf yang memiliki
tatanan tertentu sehingga karya tulis
mempunyai nilai baca yang memindai.
5
Jadi, sebuah karya tulis baik
mengundang aspek – aspek atau
memiliki kriteria tertentu. Kriteria
karya tulis yang memenuhi persyaratan
menurut Smalley dan Rueten (1986)
dan Oshima dan hogue (1988) terdiri
dari beberapa aspek yang sebaiknya
diaplikasikan dalam prose3s penulisan.
Aspek – aspek tersebut meliputi aspek
penulisan paragraf, aspek unity, aspek
coherence
dan
aspek
bahasa.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a). Pertama, penulisan sebuah paragraf
yang baik pada umumnya diawali
dengan pencetusan suatu ide pokok
atau kalimat pokok pada paragraf
tersebut. Selanjutnya, ide pokok ini
diperjelas dengan ide – ide penunjang.
Maksudnya,
suatu
ide
pokok
dikembangkan menjadi kalimat –
kalimat lain untuk memberi keterangan
rinci tentang ide pokok itu. Kalimat –
kalimat penunjang dapat berupa
ilustrasi, contoh nyata, definisi, atau
data statistik dan lainnya.
Agar
kalimat – kalimat pada suatu paragraf
terangkai secara runtut, cohesion
markers (pertanda kusus) digunakan,
misalnya “dan“,”selanjutnya”,”dengan
kata lain”. Dengan munculnya
cohesion marker ini, alur ceritera
dalam paragraf itu mulus.Dalam hal
penyajian ide pokok, pendekatan yang
digunakan untuk mencetuskan ide –
ide dalam suatu paragraf terdiri dari
dua macam, yaitu pendekatan deduktif
dan pendekatan induktif. Dalam
pendekatan deduktif sebuah paragraf
sebuahparagraf
diawali
dengan
penulisan sebuah kalimat pokok yang
mengandung satu ide pokok tertentu.
Kemudian, id pokok ini diperjelas
dengan kalimat-kalimat lain yang
disebut dengan kalimat penunjang.
Sebaliknya,
dalam
pendekatan
induktif, sebuah paragraf dimulai
dengan penyajian fakta-fakta sebagai
kalimat peunjang. Berdasarkan faktafakta yang ada tersebut ditarik suatu
kesimpulan yang berfungsi sebagai ide
pokok paragraf tersebut. Dengan
demikian, dalam pendekatan deduktif,
ide pokok pokok paragraf tersebut
lazimnya terletak pada awal paragraf,
sedangkan dalam pendekatan induktif,
ide pokok paragraf tertera pada
kalimat di akhir paragraph; b). Kedua,
aspek
berikutnya
yang
harus
diperhatikan dalam penulisan paragraf
adalah unity. Artinya, kalimat-kalimat
penunjang dalam paragraf itu harus
relevan dengan ide pokok sehingga
makna dalam paragraf itu utuh; c).
Ketiga, selain unity, sebuah paragraf
perlu memiliki atribut coherence.
Menurut Smalley dan Hogue (1986)
adalah keruntutan dalam penyajian
ide-ide, baik ide pokok maupun ide
penunjang. Dengan runtutnya ide-ide
yang tersebut, alur cerita dalam
paragraf tersebut akan mulus karena
ide-ide yang terkandung dalam
paragraf tersebut akan terkait satu
dengan lainnya. Misalnya, dalam suatu
karya tulis berbentuk narasi, isi cerita
ditandai dengan muncuylnya urutan
waktu mulai dari awal sampai akhir
cerita; d). Ke-empat, aspek yang
menjadi
pertimbangan
dalam
penulisan paragraf adalah aspek
bahasa, yang mencakup pemilihan
kosa kata dan setruktur bahasa. Katakata yang dipilih sebaiknya sesuai
dengan topik pembicaraan. Begitu
pula, kalimat-kalimat yang dipakai
harus sesuai dengan kaidah-kaidah
6
bahasa yang baik dan benar.
Singkatnya, sebuah karya tulis yang
baik memiliki kriteria tertentu seperti
pembagian paragraf yang proporsional,
unity, coherence dan pemakaian
bahasa yang baik dan benar.
Beberapa hal penting dalam
pemilihan
media,
antara
lain:
a)Pemilihan media yang sesuai.
b)Faktor femiliarisasi (Keterkenalan
media); c)Perbandingan media dari
fakta ke konsep, prinsip dan prosedur;
d)
Relevan
dengan
tujuan
pembelajaran.
Sedangkan
tujuan
penggunaan media pembelajaran,
yaitu: a)Hasil belajar siswa yang lebih
efektif.; b)bertambahnya kemampuan
kognitif siswa; c)Daya serap siswa
yang tinggi.
Dengan demikian, guru dalam
menggunakan media pembelajaran
perlu memiliki
pengetahuan yang
memadai tentang media tersebut serta
terampil menggunakannya, selain
memiliki keterampilan memilih dan
menggunakan media (Hamalik, 1980).
Dengan kata lain, penggunaan media
pada
pembelajaran
memerlukan
keterampilan khusus dan mahir dalam
penyajiannya, agar siswa dapat
menerima pelajaran sesuai yang
diharapkan.
Media Pembelajaran
Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat
atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan saran dari komunikator
kepada khalayak (Cangara, 2002).
Media merupakan alat atau sarana
untuk menyampaikan atau menyajikan
sebuah pesan kepada khalayak agar
dapat
dilihat
dan
didengar.
Penggunaan media lebih efisien karena
waktu yang dibutuhkan singkat
(Sulaiman, 1998).
Media pembelajaran adalah
segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyalurkan pesan
atau informasi. Gagne menyatakan
media sebagai komponen dalam
lingkungan
siswa
yang
dapat
merangsang untuk belajar; sedangkan
menurut Briggs, media sebagai alat
fisik
menyajikan
pesan
yang
merangsang siswa untuk belajar
(Sadiman, 1986).
Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa media adalah alat
penyaji penyampaian pesan ke siswa,
yang
dapat
merangsang
atau
menimbulkan minat belajar pada
siswa. Karena itu, media pembelajaran
harus dibuat lebih menarik, mudah
dipelajari
hingga
menimbulkan
rangsangan pada siswa untuk ingin
tahu, serta ingin melanjutkan pelajaran
berikutnya.
Penggunaan Media Gambar dalam
Pembelajaran
Teknologi pendidikan adalah
suatu proses yang kompleks dan
terpadu, yang meliputi: manusia,
prosedur, ide, alat dan organisasiuntuk
menganalisa masalah serta merancang,
melaksanakan, menilai dan mengelola
usaha pemecahan masalah yang
berhubungan dengan aspek belajar
(Miarso, 1986). Dalam rangka
memenuhi tujuan ini, pemanfaatan
sumber belajar perlu diperhatikan
sebagai alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar.
7
Komponen sistem instruksional
terdiri-dari pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan lingkungan. Fungsinya,
dalam
kegiatan
siswa
sangat
menentukan karena antara siswa
dengan sumber belajar terdapat
hubungan timbal balik sebagaimana
tampak dalam kawasan teknologi
pendidikan.
Dalam kegiatan pembelajaran,
berbagai bahan yang digunakan bisa
berupa, antara lain buku pelajaran,
buku paket, media ( peraga gambar)
serta
peralatan
praktek
yang
melengkapi sebagai sarana pendidikan.
menerima pelajaran sesuai dengan
yang diharapkan (Zuriah, 2003).
Manfaat Media Gambar dalam
Pembelajaran
Untuk melatih proses berpikir
siswa tentang bagaimana menuangkan
atau memunculkan ide – ide tertentu
yang relevan dan saling terkait, penulis
beranggapan bahwa alat bantu gambar
dapat dipakai sebagai alternatif
mencapai tujuan ini. Di samping dapat
menarik
siswa,
gambar
dapat
membantu siswa menggali ide –
idenya yang selanjutnya dituangkan
dalam bentuk tulisan. Lebih dari itu,
gambar
mempunyai
beberapa
kelebihan ( Muslimin, 1997 : 2 ),
antara
lain
:
Gambar
bisa
menterjemahkan konsep yang abstrak
menjadi lebih realistis dan lebih
konkrit, dan gambar juga relatif mudah
di dapat, digunakan, dan bisa
digunakan berulang – ulang.
Menurut Lataheru (1988),
penggunaan media gambar dalam
pembelajaran menghasilkan beberapa
keuntungan, yakni: a)Media gambar
merupakan pengubah ide abstrak ke
bentuk realistis. b)Gambar bisa
diperoleh dari buku pelajaran, majalah,
surat kabar, kalender, dan literatur di
perpustakaan, c)Media gambar mudah
digunakan untuk semua jenis dan
jenjang pendidikan, d)Media gambar
dapat menghemat waktu dan tenaga
guru dalam mengajar. e)Media gambar
mampu menarik minat dan perhatian
siswa dalam belajar.
Media gambar juga memiliki
beberapa kelemahan (Lataheru, 1988),
antara lain: a)Media gambar sering
berukuran terlalu kecil karena jika
Pengertian Media Gambar
Media gambar termasuk salah
satu alat yang membantu anak untuk
aktif, praktek bersama-sama teman
sekelas atau lebih dengan penanaman
kerukunan, kerjasama, gotong-royong,
saling
membantu
dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.
Peragaan media gambar sangat
membantu anak untuk beradaptasi
serta mengajak mereka ke alam nyata
yang tidak abstrak, memahami
kenyataan hingga mereka memiliki
memori untuk dikembangkan pada saat
mereka setelah dewasa, sebagai tenaga
terampil yang aktif di era globalisasi
dengan pengetahuan dasar yang
dimiliki.
Peragaan mengajak anak didik
untuk aktif mengamati pada hal yang
bersifat nyata dengan membimbing
mereka dan mengajak mereka untuk
memiliki kreatifitas dan karya nyata
disertai dengan penjelasan dari guru
secara berkesinambungan bagi siswa
yang bermasalah agar mereka dapat
8
dibuat dalam kelompok besar akan
memakan biaya besar; b)Gambar
umumnya hanya 2 dimensi, dimensi
lain tak tampak; c)Pola gerak secara
utuh pada gambar tak tampak kecuali
dengan pola dan gerak tertentu;
d)Media gambar bisa menghasilkan
interpretasi dan tanggapan berbeda
pada gambar yang sama.
penguasaan atau keterampilan dan
sikap yang diperoleh siswa selama
mengikuti pelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam bentuk angka.
Bentuk Prestasi Belajar
Bentuk prestasi belajar yang
dijadikan
acuan
pengembangan
instrumen
penilaian
adalah
kemampuan siswa dalam menulis
bahasa Inggris yang merupakan
kegiatan proses berpikir siswa dalam
menuangkan ide-ide dalam bentuk
tulisan.
Taksonomi
Bloom
menyebutnya
dengan
taraf
kemampuan kognitif, yang meliputi
domain kognitif sebagai berikut:
a)Pengetahuan (ingatan). Pengetahuan
menyangkut tingkah laku siswa yang
ditekankan pada kemampua mengingat
atau mengenal kembali materi yang
telah dipelajari. Dalam taksonomi
Bloom,
pengetahuan
merupakan
sasaran belajar yang aling rendah;
b)Pemahaman. Pemahaman diartikan
sebagai kemampuan menerapkan
makna dari materi yang tela dipelajari.
Tingkah laku pada tingkat ini dapat
dideteksi
dan
kemampuan
menerjemahkan materi dari bentuk
satu ke bentuk yang lainnya.
Kemampuan pada tingkat ini memiliki
tingkat yang lebih baik dibandingkan
kemampuan yang berupa pengetahuan;
c)Penerapan. Penerapan merupakan
kemampuan untuk menggunakan apa
yang telah dipelajari ke dalam situasi
yang konkrit dan baru. Tingkah laku
pada tingkat ini, meliputi kemampuan
siswa untuk menggunakan konsep,
metode, hukum, teori yang terdapat
pada suatubidang ilmu. Hasil belajar
pada tingkat ini mencerminkan
Prestasi Belajar
Definisi Prestasi Belajar
Belajar pada dasarnya adalah
proses perubahan tingkah laku, proses
belajar yang dialami siswa di harapkan
akan mengahasilkan suatu perubahan
dan perubahan itu salah satu tampak
dalam prestasi belajar yang diperoleh
siswa terhadap prestasi yang diberikan
oleh guru. Prestasi belajar tersebut
berbeda – beda sifatnya tergantung
dari bidang yang sedang dipelajarinya.
Dalam setiap jenis apapun, yang
menjadi titik tolak selalu merupakan
proses dari perbuatan yang menentuka
kategori hasil akan menghasilkan
ketentuan menganai jalan yang harus
sampai pada hasil belajar yang tertuju
pada prestasi belajar.
Prestasi belajar berarti hasil
belajar yang dicapai siswa dalam
belajar. Winkel (1990), mendefinisikan
bahwa Prestasi belajar adalah suatu
proses mental yang mengarah pada
penguasaan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dengan
keterampilan proses dan dilaksanakan
agar menimbulkan tingkah laku
progresif dan adaptif.
Dengan
demikian,
dapat
dikatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang telah dicapai dalam
belajar
berupa
pengetahuan,
9
pengertian
yang
lebih
tinggi
dibandingkan pemahama; d)Analisis.
Analisis menyangkut pemahaman dan
penerapan, hanya letak penekananya
yang
berbeda.
Pemahaman,
penekanannya pada arti dan isi materi
pelajaran.
Sedangkan
penerapan,
penekananya pada mengingat dan
menggunakan materi yang pernah
dipelajari menurut prinsip tertentu.
Sementara, analisis menekankan pada
pembahasan materi menjadi bagianbagian yang lebih detail; e)Sintesis.
Sintesis merupakan kemampuan siswa
untuk memadukan teori yang satu
dengan yang lain, prinsip yang satu
denga yang lain, hukum yang satu
dengan hukum yang lain sehingga
menghasilkan suatu teori, prinsip atau
hukum yang sifatnya baru. Untuk
tingkatan ini, siswa benar-benar
dituntut kreatifitasnya; f)Evaluasi.
Evaluasi ini merupakan tingkatan
tertinggi dalam domain kognitif. Pada
tingkat ini, siswa dituntut untuk
mempertimbangkan suatu pernyataan,
uraian, pekerjaan berdasarkan kriteria
tertentu yang telah ditetapkan.
Pertimbangan- pertimbangan ini harus
memiliki landasan yang kuat dan jelas.
pokok, sebab dengan menilai prestasi
belajar, sekaligus banyak hal yang
dapatdicapai, misalnya pencapaian
aspek-aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor.
Forijati (1998) menyatakan
manfaat pelaksanaan penilian atau
evaluasi, meliputi bagi guru, yaitu
dengan evaluasi dapat memberikan
umpa balik kepada guru sebagai dasar
untuk memperbaiki proses belajar
mengajar dan sebagai perbaikan
program bagi siswa agar mencapai
prestasi belajar yang lebih tinggi.
Sedangkan bagi siswa, yaitu dengan
adanya evaluasi maka siswa dapat
mengetahui nilai kemajuan hasil
belajar.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting dan Subyek Penelitian
Subyek yang dikenai tindakan
dalam PTK ini adalah 35 siswa kelas
IX A SMP Negeri 1 Kebonagung
Pacitan. Dipilihnya Kelas IX A ini
dengan alasan karena kemampuan
rata-rata
siswa
paling
rendah
dibanding dengan kelas-kelas lain.
Pelaksanaannya, mulai bulan
Pebruari 2009 hingga April 2009 pada
Semester Genap Tahun Pelajaran
2008/2009.
Penilaian Prestasi Belajar
Penilaian prestasi belajar sering
disebut dengan istilah penilaian hasil
belajar. Untuk mengetahui hasil belajar
siswa, maka guru mengadakan
penilaian terhadap keseluruhan hasil
belajar siswa. Penilaian merupakan
penentuan taraf penguasaan atau
kemampuan siswa sebagaimana yang
ditetapkan dan diharapkan dicapai
untuk setiap mata pelajaran. Penilaian
terhadap prestasi belajar dianggap
Rancangan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
ini dilaksanakan dalam 3 siklus yang
masing – masing siklus melalui 4
tahapan kegiatan, yaitu: 1)Membuat
rencana tindakan;
2)Melaksanakan
tindakan; 3)Mengadakan pemantauan;
4)Mengadakan refleksi.
Rancangan tindakan dalam
penelitian ini, meliputi:
10
dilakukan guru serta perubahan
perilaku
siswa
selama
proses
pembelajaran;
2)Catatan
lapangan.Tehnik ini dipakai untuk
merekam atau mencatat data tentang
situasi kelas selama pembelajaran;
3)Kuesioner.Tehnik ini digunakan
untuk meminta respon siswa terhadap
setrategi mengajar yang dilakukan
guru; 4)Assesment. Tehnik ini
digunakan untuk memperoleh data
tentang prestasi belajar yang dicapai
siswa setelah pembelajaran berakhir.
Rancangan tindakan siklus I
Kegiatannya,
meliputi:
1)Menunjukkan gambar; 2)Membantu
siswa menemukan ide – ide yang
mungkin muncul dari masing –masing
gambar; 3)Meminta siswa membuat
kalimat; 4)Memonitor kegiatan siswa;
5)Mengumpulkan pekerjaan siswa.
Rancangan tindakan siklus II
Kegiatannya,
meliputi:
1)Menunjukkan
gambar
berseri;
2)Meminta
siswa
menjodohkan
kalimat – kalimat dengan gambar yang
sesuai; 3)Meminta siswa menuliskan
kalimat yang sesuai dengan urutan
gambar atau
cerita dalam betuk
paragraph; 4)Meunjukkan gambar
berseri yang lain; 5)Meminta siswa
menulis kalimat berdasarkan gambar –
gambar dan menyusunnya menjadi
paragraf.
Metode Analisa data
Data yang diperoleh dianalisa
secara deskriptif kualitatif dan hasil
``assesment``
dianalisa
secara
kuantitatif.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Pra Siklus
Setelah diadakan pre-tes yakni
dengan meminta siswa menulis cerita
berdasarkan gambar yang diberikan
dan dianalisa hasilnya, peneliti
memperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1.1 Keterampilan Menulis
Siswa pada Pra Siklus
Rancangan tindakan siklus III
Kegiatannya,
meliputi
:
1)Menunjukkan gambar; 2)Meminta
siswa
memilih
kalimat
yang
berhubungan
dengan
gambar;
3)Meminta siswa mengurutkan kalimat
tersebut untuk memperoleh cerita yang
padu; 4)Memberikan gambar yang
kurang lebih sama dengan gambar
sebelumnya; 5)Meminta siswa menulis
paragraf yang menceritakan gambar
tersebut.
NO.
(1)
1.
2.
3.
4.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam PTK ini adalah:
1)Observasi. Tehnik ini digunakan
untuk mengumpulkan data mengenai
pelaksanaan
pembelajaran
yang
5.
ASPEK
(2)
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherensi
Tata
Bahasa
Ejaan
F
(3)
23
∑ SISWA
%
TOTAL
(4)
(5)
65
35
17
16
14
49
45
40
17
48
Tabel 1.1 di atas menunjukkan
bahwa dari 35 siswa: a)Ada 65% siswa
dapat menulis cerita sesuai dengan
11
gambar yang diberikan. Ini berarti
masih banyak siswa yang belum
memahami gambar atau mungkin tidak
bisa mengungkapkan idenya dalam
bahasa Inggris ; b). Sebanyak 49 %
siswa dapat menulis cerita dengan
runtut; c)Sebanyak 45 % siswa dapat
menulis cerita dengan padu; d).
Sebanyak 40 % siswa dapat
menggunakan pola kalimat atau tata
bahasa dengan baik dan benar
meskipun sederhana ; e). Ada 48%
siswa dapat menggunakan kosa kata
yang berkaitan dengan gambar dengan
ejaan yang benar.
yang benar, d) 51% siswa dapat
menulis cerita dengan runtut; e) 49 %
siswa dapat menulis cerita dengan
padu.
.
Siklus II
Setelah kegiatan belajar mengajar
pada Siklus II berakhir, kesimpulan
yang dapat dikemukakan adalah
berikut :
Tabel 1.3 Keterampilan Menulis
Siswa Pada Siklus 2
NO.
(1)
1.
Siklus I
Setelah
kegiatan
belajar
mengajar pada siklus I berakhir, hasil
penelitian Siklus I adalah sebagai
berikut :
Tabel 1.2 Keterampilan Menulis
Siswa pada Siklus 1
NO.
ASPEK
(1)
(2)
1.
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherens
i
Tata
Bahasa
Ejaan
2.
3.
4.
5.
F
(3
)
24
∑ SISWA
% TOTAL
(4
(5)
)
70
18
17
51
49
16
47
19
54
2.
3.
4.
5.
ASPEK
(2)
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherens
i
Tata
Bahasa
Ejaan
F
(3)
26
∑ SISWA
%
TOTAL
(4)
(5)
73
35
19
18
54
51
18
51
20
58
Tabel 1.3 di atas menunjukkan
dari 35 siswa: a) 73% siswa dapat
menulis kalimat sesuai dengan
gambar; b) 51% siswa dapat
menggunakan tata bahasa yang relatif
baik dan benar, c) 58 % siswa dapat
menggunakan
kosa
kata
yang
berkaitan dengan topic dengan ejaan
yang benar, d) 54% siswa dapat
menulis cerita dengan runtut; e) 51 %
siswa dapat menulis cerita dengan
padu.
.
Siklus III
Setelah kegiatan belajar mengajar
pada Siklus II berakhir, kesimpulan
yang dapat dikemukakan adalah
berikut :
Tabel 1.4 Keterampilan Menulis
35
Tabel 1.2 di atas menunjukkan
bahwa dari 35 siswa: a)70% siswa
dapat menulis kalimat sesuai dengan
gambar;
b)47%
siswa
dapat
menggunakan tata bahasa yang relatif
baik dan benar, c)54% siswa dapat
menggunakan
kosa
kata
yang
berkaitan dengan topic dengan ejaan
12
Siswa pada Siklus 3
NO.
ASPEK
(1)
1.
(2)
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherens
i
Tata
Bahasa
Ejaan
2.
3.
4.
5.
F
(3)
28
gambar; b) 65 % siswa dapat
menggunakan tata bahasa yang relatif
baik dan benar, c) 65 % siswa dapat
menggunakan
kosa
kata
yang
berkaitan dengan topic dengan ejaan
yang benar, d) 61% siswa dapat
menulis cerita dengan runtut; e) 61 %
% siswa dapat menulis cerita dengan
padu.
∑ SISWA
%
TOTAL
(4)
(5)
79
35
21
21
61
61
20
59
23
65
Proses Analisa Data
Hasil analisa data perkembangan
keterampilan menulis siswa secara
keseluruhan dapat dilihat pada grafik
1.1 berikut ini:
Tabel 1.4 di atas menunjukkan
dari 35 siswa: a) 79% siswa dapat
menulis kalimat sesuai dengan
Grafik 1.1 Perkembangan Keterampilan Menulis Siswa
Grafik 1.1 di atas menunjukkan
ada
peningkatan
Keterampilan
Menulis Siswa pada tiap aspek
penilaian, yaitu: 1)Pada Komponen
relevansi,
terjadi
peningkatan
sebanyak 5% dari Pra siklus (565%) ke
Siklus 1(70%). Selanjutnya, dari siklus
1 ke siklus 2 (73%) terjadi peningkatan
sebanyak 3 %. Adapun dari sikus 2 ke
siklus 3 (79%) terjadi peningkatan
sebanyak 6 %; 2) Pada komponen
Kohesi, terjadi peningkatan sebanyak
2% dari Pra siklus ke Siklus 1. Namun
demikian, dari sikus 1 ke siklus 2 tidak
terjadi peningkatan. Sedangkan dari
siklus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 2 %; 3) Pada komponen
koherensi,
terjadi
peningkatan
sebanyak 4% dari Pra siklus ke Siklus
1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi
peningkatan sebanyak 2 % serta dari
sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 10 %; 4) Pada komponen
tata bahasa, terjadi peningkatan
sebanyak 7% dari Pra siklus ke Siklus
1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi
13
peningkatan sebanyak 4 % serta dari
sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 8 %; 5) Pada komponen
ejaan, terjadi peningkatan sebanyak
6% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 8 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
3 %.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil-hasil
penelitian di atas, disimpulkan bahwa
penggunaan media gambarr berseri
dapat
meningkatkan
ketrampilan
menulis siswa di tiap komponen yang
dinilai, yaitu komponen relevansi,
kohesi, koherensi, tata bahasa dan
ejaan. Hasil-hasil penilaian di tiap
komponen tesebut adalah sebagai
berikut:
Terjadi peningkatan sebanyak
2% dari Pra siklus ke Siklus 1. Namun
demikian, dari sikus 1 ke siklus 2 tidak
terjadi peningkatan. Sedangkan dari
siklus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 2 %
Komponen koherensi
Terjadi peningkatan sebanyak
4% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 2 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
10 %.
Komponen tata bahasa
Terjadi peningkatan sebanyak
7% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 4 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
8 %.
Komponen relevansi
Terjadi peningkatan sebanyak
5% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 3 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
6 %.
Komponen ejaan
Terjadi peningkatan sebanyak
6% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 8 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
3 %.
Komponen Kohesi
14
DAFTAR RUJUKAN:
Cangara, H. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Tirta Pustaka.
Forijati. 1998. Penelitian dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Karya Bersama.
Hamalik, Oemar. 1980. Media Pendidikan. Bandung: CV. Alumni.
Kasbolah dan Sulistyo. 1997. “The Role of English in the Era of Global Information”.
Bahasa dan Seni. Februari 1997.
Kaplan, R.B. 1996. “Cultural Thought Patterns in Intercultural Education.” Language
Learning. 1966.
Lataheru, Jhon D. 1988. Media Pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Depdikbud.
Miarso, Yusuf Hadi, Dkk. 1986. Tehnologi Pedidikan. Jakarta: Rajawali.
Muslimin. 1997. The Students’ Ability to Use Cohession Devices and Their
Acheivement in Writing. Tesis S1. Tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris, FPBS IKIP Malang.
Oshima dan Hogue. 1988. “Developing Paragraph Organization Skills at the College
Levels.” Forum, XXII.
Rahmajanti, S. dan M. Anugerahwati. 1988. “The Importance of English in the Era of
Free Trade”. Makalah. Disajikan dalam seminar Students’ Day. Malang:
Universitas Islam Malang.
Smalley, R.M. dan M.K. Ruetten. 1986. Refining Composition Skill Rhetoric and
Grammar for ESL Students. 2nd Edition. New York: Macmillan Publishing
Company.
Sitorus dan Habirudin Said. 1997. Some Samples of Teaching Writing Materials.
Materi LKI PKG Bahasa Inggris 1997/1998.
Sudiman, Arief S. Dkk. 1986. Media pendidikan. Jakarta: Press Telkom.
Sulaiman, Dadang. 1998. Metodologi Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
UPT SMP 1 Kebonagung. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pacitan.
Winkel W.S. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Zuriah, Nurul. 2003. Penelitian Tindakan dalam Bidang Pendidikan dan Sosial.
Pacitan. Bayu Media Publishing.
DALAM MENULIS PARAGRAF
MELALUI MEDIA GAMBAR BERSERI
Oleh:
ANY SUPRAPNO
SMP Negeri 1 Kebonagung Pacitan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rancangan pembelajaran Writing
dengan media gambar berseri mampu meningkatkan ketrampilan menulis paragraph
bagi siswa. Subyek penelitian ini adalah 35 siswa kelas IX A SMP Negeri 1
Kebonagung Pacitan. Pelaksanaannya, mulai bulan Januari 2009 hingga Juni 2009
pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2008/2009. Penelitian ini dilaksanakan dalam
3 siklus. Teknik pengumpulan data melalui Observasi, Catatan lapangan, Kuesioner
dan Assesment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan menulis siaswa
meningkat pada tiap komponen, yaitu: 1) Pada komponen relevansi, terjadi
peningkatan sebanyak 5% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2
terjadi peningkatan sebanyak 3 % serta dari sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 6 %; 2) Pada komponen Kohesi, terjadi peningkatan sebanyak 2% dari Pra
siklus ke Siklus 1. Namun demikian, dari sikus 1 ke siklus 2 tidak terjadi
peningkatan. Sedangkan dari siklus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak 2 %;
3) Pada komponen koherensi, terjadi peningkatan sebanyak 4% dari Pra siklus ke
Siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan sebanyak 2 % serta dari
sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak 10 %; 4) Pada komponen tata
bahasa, terjadi peningkatan sebanyak 7% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari siklus 1
ke siklus 2 terjadi peningkatan sebanyak 4 % serta dari sikus 2 ke siklus 3 terjadi
peningkatan sebanyak 8 %; 5) Pada komponen ejaan, terjadi peningkatan sebanyak
6% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 8 % serta dari sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak 3 %.
Kata kunci : Prestasi, menulis, media
PENDAHULUAN
Dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan SMP Negeri 1
Kebonagung
Pacitan
(2008),
disebutkan bahwa pengajaran bahasa
Inggris
ditujukan
untuk
mengembangkan
kemampuan
berkomunikasi
yang
meliputi
keterampilan membaca, menyimak,
berbicara
dan
menulis
secara
seimbang. Hal ini diartikan bahwa para
siswa yang sudah dinyatakan lulus
SMP seharusnya bisa membaca dan
mengerti wacana – wacana yang
ditulis dalam Bahasa Inggris, baik
wacana naratif, deskriptif maupun
wacana yang berbentuk brosur, iklan,
surat, jadwal, dan lain sebagainya.
1
Mereka
seharusnya
juga
bisa
menyimak dan mengerti pembicaraan
orang lain, baik gurunya, temannya
atau orang asing secara langsung
maupun lewat radio, televisi atau
media elektronik lainnya. Bertanya
jawab secara sederhana dengan orang
lain idealnya juga harus bisa
dilakukan, termasuk keterampilan
menulis dalam bahasa Inggris.
Keterampilan menulis paragraf
pendek-paling banyak 8 kalimat
menurut kurikulum tersebut dan
menulis pesan dan surat sederhana
sebenarnya juga harus dikuasai siswa.
Namun
seringkali
penguasaan
keterampilan menulis siswa lemah.
Keterampilan menulis ini dianggap
sulit. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya perhatian guru pada
pengajaran menulis di kelas. Di
samping itu teknik mengajar guru
kurang bervariasi. Penguasaan kosa
kata dan tata bahasa siswa yang rendah
juga menjadi salah satu penyebab.
Padahal keterampilan menulis, sebagai
salah satu keterampilan berbahasa,
juga perlu mendapat perhatian yang
proposional sebagaimana ke tiga
keterampilan berbahasa lainnya.
Pada era globalisasi saat ini
tidak dapat dipungkiri bahwa peran
bahasa Inggris di kancah internasional
menjadi semakin penting. Maksudnya,
pemakaian bahasa Inggris sebagai
bahasa perhubungan global akan
semakin intensif dan ekstensif dalam
berbagai segi kehidupan aktivitas
internasional, misalnya dalam forum
politik,
bisnis
atau
ekonomi,
komunikasi dan informatika, dan lain
sebagainya. Dengan situasi seperti itu,
tentunya
berimplikasi
bahwa
penguasaan bahasa Inggris bagi suatu
bangsa tidak dapat dihindarkan apabila
eksistensi bangsa tersebut ingin
diperdulikan secara internasional oleh
bangsa-bangsa di dunia (Kasbolah dan
Sulistyo, 1997).
Singkatnya, penguasaan bahasa
Inggris merupakan syarat utama bagi
aset sumber daya manusia Indonesia
agar
mereka
mampu
menjalin
hubungan komunikasi di dunia
internasional. Hal ini semakin
mendesak
dengan
terlibatnya
Indonesia dalam kancah perdagangan
bebas yang berlaku sejak tahun 2003
(Rachmajanti
dan Anugerahwati,
1988). Dengan demikian, lulusan
sekolah menengah harus memiliki
kompetensi bahasa Inggris yang
memadai demi tuntutan permintaan
tenaga kerja terampil yang semakin
bersaing untuk konsumsi luar negeri
serta
pemenuhan
persyaratan
melanjutkan
studi
ke
jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Dalam
hal ini, pemerintah mengambil
kebijakan
untuk
menempatkan
keterampilan bahasa Inggris dalam
Kurikulum sebagai bahasa asing
pertama yang harus dikuasai oleh
siswa sekolah menengah.
Penguasaan bahasa Inggris
sebagai keterampilan fungsional di
tingkat sekolah menengah sejauh ini
difikuskan
pada
keterampilan
membaca dengan asumsi bahwa
sumber daya manusia Indonesia akan
lebih mudah menyerap perkembangan
dan kemajuan Ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek) dengan banyak
membaca buku-buku atau referensi
bahasa Inggris. Lebih jauh, para siswa
akan lebih siap menghadapi Ujian
2
Akhir Nasional yang soal-soalnya
sebagian besar difokuskan pada
keterampilan
membaca.
Tetapi,
keterampilan
membaca
yang
merupakan keterampilan bahasa yang
bersifat reseptif menjadi kurang
berdaya guna apabila tidak diimbangi
dengan keterampilan menulis, yaitu
suatu keterampilan bahasa yang
produktif.
Keterampilan menulis dalam
bahasa Inggris perlu lebih diperhatikan
kepada
siswa
tingkat
sekolah
menengah karena beberapa alasan,
baik alasan teoritis maupun alasan
empirik.
Secara
teoritis
dapat
dinyatakan
bahwa
keterampilan
menulis bahasa Inggris berbeda
dengan keterampilan menulis bahasa
Indonesia. Seperti diungkapkan oleh
Kaplan (1966) bahwa secara universal
pola berpikir kultural suatu bangsa
berbeda satu dengan yang lainnya.
Bangsa Asia, misalnya, termasuk
bangsa Indonesia, menganut pola
berpikir dengan sistem retorik sirkular.
Artinya,
pengekspresian
ide-ide
disampaikan tidak secara langsung,
yaitu basa-basi banyak digunakan
untuk mencapai tujuan. Di lain pihak,
bangsa Barat atau non-Asia, seperti
bangsa
Inggris,
mempunyai
kecenderungan untuk memakai sistem
retorik
langsung.
Maksudnya,
kecenderungan
pencetusan
ide
diutarakan tanpa uraian berkelit.
Dengan kata lain, perbedaan pola
berpikir ini dilatar belakangi oleh
perbedaan kultur, yaitu kultur bangsa
Barat berbeda dengan kultur bangsa
Timur. Dengan demikian, perbedaan
sistem retorik ini perlu diajarkan dan
dilatihkan kepada para siswa sekolah
menengah sedini mungkin, yaitu sejak
mereka masuk sekolah menengah.
Pengamatan Peneliti terhadap
para siswa Kelas IXA di SMP Negeri 1
Kebonagung Pacitan menunjukkan
bahwa pada umumnya mereka
memiliki keterampilan menulis bahasa
Inggris yang kurang memadai, yaitu
siswa kurang terampil dalam bercerita,
berargumentasi
dan kurang kritis
dalam pengungkapan ide. Di samping
itu, siswa kurang terampil dalam
pengorganisasian ide. Lebih jauh,
berdasarkan observasi di kelas dan
interview secara informal dengan
guru-guru bahasa Inggris di sekolah
menengah terungkap bahwa guru tidak
memiliki gambaran yang jelas tentang
tatacara
mengajarkan
Writing.
Pembelajaran
Writing
menurut
pandangan para guru adalah membuat
siswa berlatih menulis sebanyakbanyaknya. Namun, bagaimana tata
cara membuat siswa dapat menulis
sebanyak-banyaknya tidak diketahui
oleh guru. Dengan kata lain, dalam
kegiatan pembelajaran Writing, guru
pada umumnya tidak memberikan
bekal yang cukup pada siswa sehingga
siswa mampu mengungkapkan buah
pikirannya dalam tulisan yang benar.
Dalam raktek pengajaran Writing pada
umumnya guru hanya memberikan
beberapa topik. Kemudia guru
meminta para siswa menuliskan
sebuah karangan berdasarkan topik
yang menjadi minatnya. Siswa tidak
dibekali tata cara yang benar
bagaimana
menemukan
ide,
bagaimana
mengembangkan
ide,
bagaimana mengelola informasi yang
diperolehnya,
dan
bagaimana
merencanakan penyajian informasi
3
yang diperolehnya dalam bentuk
tulisan yang benar. Singkatnya, siswa
dibiarkan mengembangkan ide, dan
kemudian
menyajikannya
dalam
tulisan. Akibatnya,
para
siswa
memiliki persepsi yang keliru dalam
menyajikan buah pikirannya dalam
tulisan. Mereka cenderung berorientasi
pada hasil karangan mereka saja.
Misalnya, mereka cenderung menulis
dalam kalimat yang banyak karena
mereka percaya bahwa tulisan yang
banyak adalah tulisan yang akan
mendapatkan penghargaan atau nilai
yang baik.
Pendekatan guru mengajar
Writing dengan cara tersebut di atas
tebntu
saja
kurang
dapat
dipertanggungjawabkan
secara
metodologis. Pertama, guru hanya
menutup mata pada proses yang
dilakukan siswa karena guru hanya
ingin melihat hasil karangan siswa
saja. Guru tidak mau tahu apa yang
akan dilakukan siswa tentang tatacara
menulis yang baik untuk mengahsilkan
karya tulisan yang bermutu tinggi.
Ketiga, siswa hanya akan mengejar
target untuk menulis yang sebanyakbanyaknya tanpa mengetahui cara-cara
penulisan yang benar. Singkatnya,
dengan cara mengajar yang demikian
itu, guru belum berbuat sesuatu yag
metodologis dan maksimal untuk
menghasilkan karangan siswa yang
bermutu baik. Tata cara mengajar
writing yang demikian itu, tentu saja
tidak
menguntungkan
siswa.
Sementara, para siswa kelak setelah
menyelesaikan pendidikan menengah
diharapkan
akan
melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi, yang
menuntut mereka untuk menggunakan
keterampilan menulis dengan alur
yang jelas.
Berdasarkan pengamatan –
pengamatan
tersebut
di
atas,
nampaknya ada permasalahan serius
yang perlu segera mendapatkan
penanganannya. Permasalahan tersebut
adalah, pertama adalah, kelemahan
proses berfikir logis para siswa, dan
kedua, lemahnya tatacara menyajikan
gagasan secara runtut, jelas dan
akuratdalam bentuk tulisan ilmiah.
Permasalahan tersebut memunculkan
kesan bahwa apa yang mereka tulis
hanya sekedar syarat formalitas untuk
memuaskan tugas baru saja, bukan
suatu yang dilandasi untuk berlatih
menyajikan fikiran secara baik dan
benar. Apabila praktek semacam ini
dibiarkan terjadi terus menerus,
kemajuan ilmu pengatahuan maupun
terobosan – terobosan baru khususnya
dalam bentuk tulisan berbahasa Inggris
akan sulit diharapkan.
Kaplan (1966) menyatakan
bahwa ada perbedaan tatacara pola
fikir orang Timur dengan orang Barat.
Pola fikir orang Timur cenderung
untuk berputar – putar, tidak seperti
pola fikir orang Barat yang cenderung
langsung ke satu topik. Orang Timur
akan menyampaikan beberapa gagasan
utama secara bersamaan, tanpa diikuti
dengan penjelasan untuk mempertajam
gagasan utamanya tersebut. Dalam
kerangka ini, apa yang dinyatakan oleh
Kaplan tersebut nampaknya ada
benarnya. Artinya, tatacara orang
Timur menyampaikan gagasannya
ialah berputar – putar dengan beberapa
ide yang tersaji berangkaian hampir
bersamaan
dengam
keterangan
penjelasan yang sedikit. Pola berfikir
4
seperti ini nampaknya juga terjadi
pada para siswa. Namun sebagai
golongan
terpilih
yang
akan
meneruskan ke jenjang pendidikan
tinggi, penyampaian kerangka fikir
yang
berputar
berpeluang
mengaburkan ide pokok yang akan
diutarakan.
Selain
itu,
pola
penyampaian gagasan yang berputar
berpeluang pula menimbulkan kesalah
– fahaman npada fihak – fihak yang
terlibat dalam komunikasi. Hal ini
tentu saja tidak dikehendaki dalam
dunia akademik. Olehg karena itu,
untuk menangani hal – hal yang tidak
diharapkan tersebut di atas, perlu
dilakukan upaya – upaya penanganan
secara
sistimatis
dan
ilmiah
(systematic
and
scientific
intervention).
menjadi teks yang menyatu dan
koheren.
Ditinjau dari segi teori menulis,
terdapat aspek – aspek dalam
keterampilan menulis yang harus
diperhatikan untuk menghasilkan suatu
karya tulis yang mengikuti aturan –
aturan yang telah ditentukan. Oshima
dan Hogue (1988) memberi batasan
menulis seperti berikut. Menulis
adalah pengungkapan ide atau poko –
pokok pikiran yang dijabarkan dalam 3
bagian, yaitu bagian pendahuluan,
bagian
isi,
bagian
penutupan/
koinklusi, yang diatur dalam orgahisasi
tertentu. Selanjutnya, ketiga bagian
tersebut diuraikan dalam beberapa
paragraf sehingga bagian pendahuluan
kemungkinan terdiri dari lebih satu
paragraf, bagian isi terjabar dalam lbih
dari dua paragraf, dan bagian
penutupan terdiri lebih dari satu
paragraf. Dengan demikian, satutulisan
utuh
kemungkinan
terdiri
dari
beberapa paragraf.
Sedangkan paragraf, menurut
Smalley dan Rueten (1986) adalah
rangkaian beberapa kalimat yang
mengungkapkan satu ide pokok. Ide
pokok dalam paragraf tersebut
dikembangkan
menjadi
beberapa
kalimat penunjang, Dengan demikian,
sebuah
karya
tulis
merupakan
pengorganisasian beberapa ide pokok
yang terangkum dalam beberapa
paragraf.
KAJIAN PUSTAKA
Keterampilan Menulis
Definisi Menulis
Menulis bukanlah semata –
mata masalah mentransformasikan
``bahasa`` ke dalam simbol – simbol
tertentu, namun lebih merupakan
proses berpikir (Sitorus dan Said:
1997:
1) mendefinisikan bahwa
menulis merupakan proses berpikir
yang dituangkan diatas kertas dalam
bentuk tulisan. Proses berpikir ini
mencangkup proses bagaimana ide –
ide dimunculka, dan difokuskan pada
ide – ide tertentu yang relevan dan
saling terkait. Lebih lanjut disebutkan
bahwa menulis membutuhkan usaha
berpikir yang terus menerus untuk
jangka waktu tertentu. Ketika kita
menuliska tiga kalimat atau lebih, kita
harus menyusunnya sedemikian rupa
sehingga kalimat – kalimat tersebut
Karakteristik Karya Tulis yang Baik
Telah dipaparkan sebelumnya
bahwa sebuah karya tulis terdiri dari
serangkaian paragraf yang memiliki
tatanan tertentu sehingga karya tulis
mempunyai nilai baca yang memindai.
5
Jadi, sebuah karya tulis baik
mengundang aspek – aspek atau
memiliki kriteria tertentu. Kriteria
karya tulis yang memenuhi persyaratan
menurut Smalley dan Rueten (1986)
dan Oshima dan hogue (1988) terdiri
dari beberapa aspek yang sebaiknya
diaplikasikan dalam prose3s penulisan.
Aspek – aspek tersebut meliputi aspek
penulisan paragraf, aspek unity, aspek
coherence
dan
aspek
bahasa.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a). Pertama, penulisan sebuah paragraf
yang baik pada umumnya diawali
dengan pencetusan suatu ide pokok
atau kalimat pokok pada paragraf
tersebut. Selanjutnya, ide pokok ini
diperjelas dengan ide – ide penunjang.
Maksudnya,
suatu
ide
pokok
dikembangkan menjadi kalimat –
kalimat lain untuk memberi keterangan
rinci tentang ide pokok itu. Kalimat –
kalimat penunjang dapat berupa
ilustrasi, contoh nyata, definisi, atau
data statistik dan lainnya.
Agar
kalimat – kalimat pada suatu paragraf
terangkai secara runtut, cohesion
markers (pertanda kusus) digunakan,
misalnya “dan“,”selanjutnya”,”dengan
kata lain”. Dengan munculnya
cohesion marker ini, alur ceritera
dalam paragraf itu mulus.Dalam hal
penyajian ide pokok, pendekatan yang
digunakan untuk mencetuskan ide –
ide dalam suatu paragraf terdiri dari
dua macam, yaitu pendekatan deduktif
dan pendekatan induktif. Dalam
pendekatan deduktif sebuah paragraf
sebuahparagraf
diawali
dengan
penulisan sebuah kalimat pokok yang
mengandung satu ide pokok tertentu.
Kemudian, id pokok ini diperjelas
dengan kalimat-kalimat lain yang
disebut dengan kalimat penunjang.
Sebaliknya,
dalam
pendekatan
induktif, sebuah paragraf dimulai
dengan penyajian fakta-fakta sebagai
kalimat peunjang. Berdasarkan faktafakta yang ada tersebut ditarik suatu
kesimpulan yang berfungsi sebagai ide
pokok paragraf tersebut. Dengan
demikian, dalam pendekatan deduktif,
ide pokok pokok paragraf tersebut
lazimnya terletak pada awal paragraf,
sedangkan dalam pendekatan induktif,
ide pokok paragraf tertera pada
kalimat di akhir paragraph; b). Kedua,
aspek
berikutnya
yang
harus
diperhatikan dalam penulisan paragraf
adalah unity. Artinya, kalimat-kalimat
penunjang dalam paragraf itu harus
relevan dengan ide pokok sehingga
makna dalam paragraf itu utuh; c).
Ketiga, selain unity, sebuah paragraf
perlu memiliki atribut coherence.
Menurut Smalley dan Hogue (1986)
adalah keruntutan dalam penyajian
ide-ide, baik ide pokok maupun ide
penunjang. Dengan runtutnya ide-ide
yang tersebut, alur cerita dalam
paragraf tersebut akan mulus karena
ide-ide yang terkandung dalam
paragraf tersebut akan terkait satu
dengan lainnya. Misalnya, dalam suatu
karya tulis berbentuk narasi, isi cerita
ditandai dengan muncuylnya urutan
waktu mulai dari awal sampai akhir
cerita; d). Ke-empat, aspek yang
menjadi
pertimbangan
dalam
penulisan paragraf adalah aspek
bahasa, yang mencakup pemilihan
kosa kata dan setruktur bahasa. Katakata yang dipilih sebaiknya sesuai
dengan topik pembicaraan. Begitu
pula, kalimat-kalimat yang dipakai
harus sesuai dengan kaidah-kaidah
6
bahasa yang baik dan benar.
Singkatnya, sebuah karya tulis yang
baik memiliki kriteria tertentu seperti
pembagian paragraf yang proporsional,
unity, coherence dan pemakaian
bahasa yang baik dan benar.
Beberapa hal penting dalam
pemilihan
media,
antara
lain:
a)Pemilihan media yang sesuai.
b)Faktor femiliarisasi (Keterkenalan
media); c)Perbandingan media dari
fakta ke konsep, prinsip dan prosedur;
d)
Relevan
dengan
tujuan
pembelajaran.
Sedangkan
tujuan
penggunaan media pembelajaran,
yaitu: a)Hasil belajar siswa yang lebih
efektif.; b)bertambahnya kemampuan
kognitif siswa; c)Daya serap siswa
yang tinggi.
Dengan demikian, guru dalam
menggunakan media pembelajaran
perlu memiliki
pengetahuan yang
memadai tentang media tersebut serta
terampil menggunakannya, selain
memiliki keterampilan memilih dan
menggunakan media (Hamalik, 1980).
Dengan kata lain, penggunaan media
pada
pembelajaran
memerlukan
keterampilan khusus dan mahir dalam
penyajiannya, agar siswa dapat
menerima pelajaran sesuai yang
diharapkan.
Media Pembelajaran
Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat
atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan saran dari komunikator
kepada khalayak (Cangara, 2002).
Media merupakan alat atau sarana
untuk menyampaikan atau menyajikan
sebuah pesan kepada khalayak agar
dapat
dilihat
dan
didengar.
Penggunaan media lebih efisien karena
waktu yang dibutuhkan singkat
(Sulaiman, 1998).
Media pembelajaran adalah
segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyalurkan pesan
atau informasi. Gagne menyatakan
media sebagai komponen dalam
lingkungan
siswa
yang
dapat
merangsang untuk belajar; sedangkan
menurut Briggs, media sebagai alat
fisik
menyajikan
pesan
yang
merangsang siswa untuk belajar
(Sadiman, 1986).
Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa media adalah alat
penyaji penyampaian pesan ke siswa,
yang
dapat
merangsang
atau
menimbulkan minat belajar pada
siswa. Karena itu, media pembelajaran
harus dibuat lebih menarik, mudah
dipelajari
hingga
menimbulkan
rangsangan pada siswa untuk ingin
tahu, serta ingin melanjutkan pelajaran
berikutnya.
Penggunaan Media Gambar dalam
Pembelajaran
Teknologi pendidikan adalah
suatu proses yang kompleks dan
terpadu, yang meliputi: manusia,
prosedur, ide, alat dan organisasiuntuk
menganalisa masalah serta merancang,
melaksanakan, menilai dan mengelola
usaha pemecahan masalah yang
berhubungan dengan aspek belajar
(Miarso, 1986). Dalam rangka
memenuhi tujuan ini, pemanfaatan
sumber belajar perlu diperhatikan
sebagai alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar.
7
Komponen sistem instruksional
terdiri-dari pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan lingkungan. Fungsinya,
dalam
kegiatan
siswa
sangat
menentukan karena antara siswa
dengan sumber belajar terdapat
hubungan timbal balik sebagaimana
tampak dalam kawasan teknologi
pendidikan.
Dalam kegiatan pembelajaran,
berbagai bahan yang digunakan bisa
berupa, antara lain buku pelajaran,
buku paket, media ( peraga gambar)
serta
peralatan
praktek
yang
melengkapi sebagai sarana pendidikan.
menerima pelajaran sesuai dengan
yang diharapkan (Zuriah, 2003).
Manfaat Media Gambar dalam
Pembelajaran
Untuk melatih proses berpikir
siswa tentang bagaimana menuangkan
atau memunculkan ide – ide tertentu
yang relevan dan saling terkait, penulis
beranggapan bahwa alat bantu gambar
dapat dipakai sebagai alternatif
mencapai tujuan ini. Di samping dapat
menarik
siswa,
gambar
dapat
membantu siswa menggali ide –
idenya yang selanjutnya dituangkan
dalam bentuk tulisan. Lebih dari itu,
gambar
mempunyai
beberapa
kelebihan ( Muslimin, 1997 : 2 ),
antara
lain
:
Gambar
bisa
menterjemahkan konsep yang abstrak
menjadi lebih realistis dan lebih
konkrit, dan gambar juga relatif mudah
di dapat, digunakan, dan bisa
digunakan berulang – ulang.
Menurut Lataheru (1988),
penggunaan media gambar dalam
pembelajaran menghasilkan beberapa
keuntungan, yakni: a)Media gambar
merupakan pengubah ide abstrak ke
bentuk realistis. b)Gambar bisa
diperoleh dari buku pelajaran, majalah,
surat kabar, kalender, dan literatur di
perpustakaan, c)Media gambar mudah
digunakan untuk semua jenis dan
jenjang pendidikan, d)Media gambar
dapat menghemat waktu dan tenaga
guru dalam mengajar. e)Media gambar
mampu menarik minat dan perhatian
siswa dalam belajar.
Media gambar juga memiliki
beberapa kelemahan (Lataheru, 1988),
antara lain: a)Media gambar sering
berukuran terlalu kecil karena jika
Pengertian Media Gambar
Media gambar termasuk salah
satu alat yang membantu anak untuk
aktif, praktek bersama-sama teman
sekelas atau lebih dengan penanaman
kerukunan, kerjasama, gotong-royong,
saling
membantu
dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.
Peragaan media gambar sangat
membantu anak untuk beradaptasi
serta mengajak mereka ke alam nyata
yang tidak abstrak, memahami
kenyataan hingga mereka memiliki
memori untuk dikembangkan pada saat
mereka setelah dewasa, sebagai tenaga
terampil yang aktif di era globalisasi
dengan pengetahuan dasar yang
dimiliki.
Peragaan mengajak anak didik
untuk aktif mengamati pada hal yang
bersifat nyata dengan membimbing
mereka dan mengajak mereka untuk
memiliki kreatifitas dan karya nyata
disertai dengan penjelasan dari guru
secara berkesinambungan bagi siswa
yang bermasalah agar mereka dapat
8
dibuat dalam kelompok besar akan
memakan biaya besar; b)Gambar
umumnya hanya 2 dimensi, dimensi
lain tak tampak; c)Pola gerak secara
utuh pada gambar tak tampak kecuali
dengan pola dan gerak tertentu;
d)Media gambar bisa menghasilkan
interpretasi dan tanggapan berbeda
pada gambar yang sama.
penguasaan atau keterampilan dan
sikap yang diperoleh siswa selama
mengikuti pelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam bentuk angka.
Bentuk Prestasi Belajar
Bentuk prestasi belajar yang
dijadikan
acuan
pengembangan
instrumen
penilaian
adalah
kemampuan siswa dalam menulis
bahasa Inggris yang merupakan
kegiatan proses berpikir siswa dalam
menuangkan ide-ide dalam bentuk
tulisan.
Taksonomi
Bloom
menyebutnya
dengan
taraf
kemampuan kognitif, yang meliputi
domain kognitif sebagai berikut:
a)Pengetahuan (ingatan). Pengetahuan
menyangkut tingkah laku siswa yang
ditekankan pada kemampua mengingat
atau mengenal kembali materi yang
telah dipelajari. Dalam taksonomi
Bloom,
pengetahuan
merupakan
sasaran belajar yang aling rendah;
b)Pemahaman. Pemahaman diartikan
sebagai kemampuan menerapkan
makna dari materi yang tela dipelajari.
Tingkah laku pada tingkat ini dapat
dideteksi
dan
kemampuan
menerjemahkan materi dari bentuk
satu ke bentuk yang lainnya.
Kemampuan pada tingkat ini memiliki
tingkat yang lebih baik dibandingkan
kemampuan yang berupa pengetahuan;
c)Penerapan. Penerapan merupakan
kemampuan untuk menggunakan apa
yang telah dipelajari ke dalam situasi
yang konkrit dan baru. Tingkah laku
pada tingkat ini, meliputi kemampuan
siswa untuk menggunakan konsep,
metode, hukum, teori yang terdapat
pada suatubidang ilmu. Hasil belajar
pada tingkat ini mencerminkan
Prestasi Belajar
Definisi Prestasi Belajar
Belajar pada dasarnya adalah
proses perubahan tingkah laku, proses
belajar yang dialami siswa di harapkan
akan mengahasilkan suatu perubahan
dan perubahan itu salah satu tampak
dalam prestasi belajar yang diperoleh
siswa terhadap prestasi yang diberikan
oleh guru. Prestasi belajar tersebut
berbeda – beda sifatnya tergantung
dari bidang yang sedang dipelajarinya.
Dalam setiap jenis apapun, yang
menjadi titik tolak selalu merupakan
proses dari perbuatan yang menentuka
kategori hasil akan menghasilkan
ketentuan menganai jalan yang harus
sampai pada hasil belajar yang tertuju
pada prestasi belajar.
Prestasi belajar berarti hasil
belajar yang dicapai siswa dalam
belajar. Winkel (1990), mendefinisikan
bahwa Prestasi belajar adalah suatu
proses mental yang mengarah pada
penguasaan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dengan
keterampilan proses dan dilaksanakan
agar menimbulkan tingkah laku
progresif dan adaptif.
Dengan
demikian,
dapat
dikatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang telah dicapai dalam
belajar
berupa
pengetahuan,
9
pengertian
yang
lebih
tinggi
dibandingkan pemahama; d)Analisis.
Analisis menyangkut pemahaman dan
penerapan, hanya letak penekananya
yang
berbeda.
Pemahaman,
penekanannya pada arti dan isi materi
pelajaran.
Sedangkan
penerapan,
penekananya pada mengingat dan
menggunakan materi yang pernah
dipelajari menurut prinsip tertentu.
Sementara, analisis menekankan pada
pembahasan materi menjadi bagianbagian yang lebih detail; e)Sintesis.
Sintesis merupakan kemampuan siswa
untuk memadukan teori yang satu
dengan yang lain, prinsip yang satu
denga yang lain, hukum yang satu
dengan hukum yang lain sehingga
menghasilkan suatu teori, prinsip atau
hukum yang sifatnya baru. Untuk
tingkatan ini, siswa benar-benar
dituntut kreatifitasnya; f)Evaluasi.
Evaluasi ini merupakan tingkatan
tertinggi dalam domain kognitif. Pada
tingkat ini, siswa dituntut untuk
mempertimbangkan suatu pernyataan,
uraian, pekerjaan berdasarkan kriteria
tertentu yang telah ditetapkan.
Pertimbangan- pertimbangan ini harus
memiliki landasan yang kuat dan jelas.
pokok, sebab dengan menilai prestasi
belajar, sekaligus banyak hal yang
dapatdicapai, misalnya pencapaian
aspek-aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor.
Forijati (1998) menyatakan
manfaat pelaksanaan penilian atau
evaluasi, meliputi bagi guru, yaitu
dengan evaluasi dapat memberikan
umpa balik kepada guru sebagai dasar
untuk memperbaiki proses belajar
mengajar dan sebagai perbaikan
program bagi siswa agar mencapai
prestasi belajar yang lebih tinggi.
Sedangkan bagi siswa, yaitu dengan
adanya evaluasi maka siswa dapat
mengetahui nilai kemajuan hasil
belajar.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting dan Subyek Penelitian
Subyek yang dikenai tindakan
dalam PTK ini adalah 35 siswa kelas
IX A SMP Negeri 1 Kebonagung
Pacitan. Dipilihnya Kelas IX A ini
dengan alasan karena kemampuan
rata-rata
siswa
paling
rendah
dibanding dengan kelas-kelas lain.
Pelaksanaannya, mulai bulan
Pebruari 2009 hingga April 2009 pada
Semester Genap Tahun Pelajaran
2008/2009.
Penilaian Prestasi Belajar
Penilaian prestasi belajar sering
disebut dengan istilah penilaian hasil
belajar. Untuk mengetahui hasil belajar
siswa, maka guru mengadakan
penilaian terhadap keseluruhan hasil
belajar siswa. Penilaian merupakan
penentuan taraf penguasaan atau
kemampuan siswa sebagaimana yang
ditetapkan dan diharapkan dicapai
untuk setiap mata pelajaran. Penilaian
terhadap prestasi belajar dianggap
Rancangan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
ini dilaksanakan dalam 3 siklus yang
masing – masing siklus melalui 4
tahapan kegiatan, yaitu: 1)Membuat
rencana tindakan;
2)Melaksanakan
tindakan; 3)Mengadakan pemantauan;
4)Mengadakan refleksi.
Rancangan tindakan dalam
penelitian ini, meliputi:
10
dilakukan guru serta perubahan
perilaku
siswa
selama
proses
pembelajaran;
2)Catatan
lapangan.Tehnik ini dipakai untuk
merekam atau mencatat data tentang
situasi kelas selama pembelajaran;
3)Kuesioner.Tehnik ini digunakan
untuk meminta respon siswa terhadap
setrategi mengajar yang dilakukan
guru; 4)Assesment. Tehnik ini
digunakan untuk memperoleh data
tentang prestasi belajar yang dicapai
siswa setelah pembelajaran berakhir.
Rancangan tindakan siklus I
Kegiatannya,
meliputi:
1)Menunjukkan gambar; 2)Membantu
siswa menemukan ide – ide yang
mungkin muncul dari masing –masing
gambar; 3)Meminta siswa membuat
kalimat; 4)Memonitor kegiatan siswa;
5)Mengumpulkan pekerjaan siswa.
Rancangan tindakan siklus II
Kegiatannya,
meliputi:
1)Menunjukkan
gambar
berseri;
2)Meminta
siswa
menjodohkan
kalimat – kalimat dengan gambar yang
sesuai; 3)Meminta siswa menuliskan
kalimat yang sesuai dengan urutan
gambar atau
cerita dalam betuk
paragraph; 4)Meunjukkan gambar
berseri yang lain; 5)Meminta siswa
menulis kalimat berdasarkan gambar –
gambar dan menyusunnya menjadi
paragraf.
Metode Analisa data
Data yang diperoleh dianalisa
secara deskriptif kualitatif dan hasil
``assesment``
dianalisa
secara
kuantitatif.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Pra Siklus
Setelah diadakan pre-tes yakni
dengan meminta siswa menulis cerita
berdasarkan gambar yang diberikan
dan dianalisa hasilnya, peneliti
memperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1.1 Keterampilan Menulis
Siswa pada Pra Siklus
Rancangan tindakan siklus III
Kegiatannya,
meliputi
:
1)Menunjukkan gambar; 2)Meminta
siswa
memilih
kalimat
yang
berhubungan
dengan
gambar;
3)Meminta siswa mengurutkan kalimat
tersebut untuk memperoleh cerita yang
padu; 4)Memberikan gambar yang
kurang lebih sama dengan gambar
sebelumnya; 5)Meminta siswa menulis
paragraf yang menceritakan gambar
tersebut.
NO.
(1)
1.
2.
3.
4.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam PTK ini adalah:
1)Observasi. Tehnik ini digunakan
untuk mengumpulkan data mengenai
pelaksanaan
pembelajaran
yang
5.
ASPEK
(2)
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherensi
Tata
Bahasa
Ejaan
F
(3)
23
∑ SISWA
%
TOTAL
(4)
(5)
65
35
17
16
14
49
45
40
17
48
Tabel 1.1 di atas menunjukkan
bahwa dari 35 siswa: a)Ada 65% siswa
dapat menulis cerita sesuai dengan
11
gambar yang diberikan. Ini berarti
masih banyak siswa yang belum
memahami gambar atau mungkin tidak
bisa mengungkapkan idenya dalam
bahasa Inggris ; b). Sebanyak 49 %
siswa dapat menulis cerita dengan
runtut; c)Sebanyak 45 % siswa dapat
menulis cerita dengan padu; d).
Sebanyak 40 % siswa dapat
menggunakan pola kalimat atau tata
bahasa dengan baik dan benar
meskipun sederhana ; e). Ada 48%
siswa dapat menggunakan kosa kata
yang berkaitan dengan gambar dengan
ejaan yang benar.
yang benar, d) 51% siswa dapat
menulis cerita dengan runtut; e) 49 %
siswa dapat menulis cerita dengan
padu.
.
Siklus II
Setelah kegiatan belajar mengajar
pada Siklus II berakhir, kesimpulan
yang dapat dikemukakan adalah
berikut :
Tabel 1.3 Keterampilan Menulis
Siswa Pada Siklus 2
NO.
(1)
1.
Siklus I
Setelah
kegiatan
belajar
mengajar pada siklus I berakhir, hasil
penelitian Siklus I adalah sebagai
berikut :
Tabel 1.2 Keterampilan Menulis
Siswa pada Siklus 1
NO.
ASPEK
(1)
(2)
1.
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherens
i
Tata
Bahasa
Ejaan
2.
3.
4.
5.
F
(3
)
24
∑ SISWA
% TOTAL
(4
(5)
)
70
18
17
51
49
16
47
19
54
2.
3.
4.
5.
ASPEK
(2)
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherens
i
Tata
Bahasa
Ejaan
F
(3)
26
∑ SISWA
%
TOTAL
(4)
(5)
73
35
19
18
54
51
18
51
20
58
Tabel 1.3 di atas menunjukkan
dari 35 siswa: a) 73% siswa dapat
menulis kalimat sesuai dengan
gambar; b) 51% siswa dapat
menggunakan tata bahasa yang relatif
baik dan benar, c) 58 % siswa dapat
menggunakan
kosa
kata
yang
berkaitan dengan topic dengan ejaan
yang benar, d) 54% siswa dapat
menulis cerita dengan runtut; e) 51 %
siswa dapat menulis cerita dengan
padu.
.
Siklus III
Setelah kegiatan belajar mengajar
pada Siklus II berakhir, kesimpulan
yang dapat dikemukakan adalah
berikut :
Tabel 1.4 Keterampilan Menulis
35
Tabel 1.2 di atas menunjukkan
bahwa dari 35 siswa: a)70% siswa
dapat menulis kalimat sesuai dengan
gambar;
b)47%
siswa
dapat
menggunakan tata bahasa yang relatif
baik dan benar, c)54% siswa dapat
menggunakan
kosa
kata
yang
berkaitan dengan topic dengan ejaan
12
Siswa pada Siklus 3
NO.
ASPEK
(1)
1.
(2)
Relevansi
dengan
gambar
Kohesi
Koherens
i
Tata
Bahasa
Ejaan
2.
3.
4.
5.
F
(3)
28
gambar; b) 65 % siswa dapat
menggunakan tata bahasa yang relatif
baik dan benar, c) 65 % siswa dapat
menggunakan
kosa
kata
yang
berkaitan dengan topic dengan ejaan
yang benar, d) 61% siswa dapat
menulis cerita dengan runtut; e) 61 %
% siswa dapat menulis cerita dengan
padu.
∑ SISWA
%
TOTAL
(4)
(5)
79
35
21
21
61
61
20
59
23
65
Proses Analisa Data
Hasil analisa data perkembangan
keterampilan menulis siswa secara
keseluruhan dapat dilihat pada grafik
1.1 berikut ini:
Tabel 1.4 di atas menunjukkan
dari 35 siswa: a) 79% siswa dapat
menulis kalimat sesuai dengan
Grafik 1.1 Perkembangan Keterampilan Menulis Siswa
Grafik 1.1 di atas menunjukkan
ada
peningkatan
Keterampilan
Menulis Siswa pada tiap aspek
penilaian, yaitu: 1)Pada Komponen
relevansi,
terjadi
peningkatan
sebanyak 5% dari Pra siklus (565%) ke
Siklus 1(70%). Selanjutnya, dari siklus
1 ke siklus 2 (73%) terjadi peningkatan
sebanyak 3 %. Adapun dari sikus 2 ke
siklus 3 (79%) terjadi peningkatan
sebanyak 6 %; 2) Pada komponen
Kohesi, terjadi peningkatan sebanyak
2% dari Pra siklus ke Siklus 1. Namun
demikian, dari sikus 1 ke siklus 2 tidak
terjadi peningkatan. Sedangkan dari
siklus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 2 %; 3) Pada komponen
koherensi,
terjadi
peningkatan
sebanyak 4% dari Pra siklus ke Siklus
1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi
peningkatan sebanyak 2 % serta dari
sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 10 %; 4) Pada komponen
tata bahasa, terjadi peningkatan
sebanyak 7% dari Pra siklus ke Siklus
1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi
13
peningkatan sebanyak 4 % serta dari
sikus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 8 %; 5) Pada komponen
ejaan, terjadi peningkatan sebanyak
6% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 8 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
3 %.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil-hasil
penelitian di atas, disimpulkan bahwa
penggunaan media gambarr berseri
dapat
meningkatkan
ketrampilan
menulis siswa di tiap komponen yang
dinilai, yaitu komponen relevansi,
kohesi, koherensi, tata bahasa dan
ejaan. Hasil-hasil penilaian di tiap
komponen tesebut adalah sebagai
berikut:
Terjadi peningkatan sebanyak
2% dari Pra siklus ke Siklus 1. Namun
demikian, dari sikus 1 ke siklus 2 tidak
terjadi peningkatan. Sedangkan dari
siklus 2 ke siklus 3 terjadi peningkatan
sebanyak 2 %
Komponen koherensi
Terjadi peningkatan sebanyak
4% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 2 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
10 %.
Komponen tata bahasa
Terjadi peningkatan sebanyak
7% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 4 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
8 %.
Komponen relevansi
Terjadi peningkatan sebanyak
5% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 3 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
6 %.
Komponen ejaan
Terjadi peningkatan sebanyak
6% dari Pra siklus ke Siklus 1 dan dari
siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan
sebanyak 8 % serta dari sikus 2 ke
siklus 3 terjadi peningkatan sebanyak
3 %.
Komponen Kohesi
14
DAFTAR RUJUKAN:
Cangara, H. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Tirta Pustaka.
Forijati. 1998. Penelitian dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Karya Bersama.
Hamalik, Oemar. 1980. Media Pendidikan. Bandung: CV. Alumni.
Kasbolah dan Sulistyo. 1997. “The Role of English in the Era of Global Information”.
Bahasa dan Seni. Februari 1997.
Kaplan, R.B. 1996. “Cultural Thought Patterns in Intercultural Education.” Language
Learning. 1966.
Lataheru, Jhon D. 1988. Media Pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Depdikbud.
Miarso, Yusuf Hadi, Dkk. 1986. Tehnologi Pedidikan. Jakarta: Rajawali.
Muslimin. 1997. The Students’ Ability to Use Cohession Devices and Their
Acheivement in Writing. Tesis S1. Tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris, FPBS IKIP Malang.
Oshima dan Hogue. 1988. “Developing Paragraph Organization Skills at the College
Levels.” Forum, XXII.
Rahmajanti, S. dan M. Anugerahwati. 1988. “The Importance of English in the Era of
Free Trade”. Makalah. Disajikan dalam seminar Students’ Day. Malang:
Universitas Islam Malang.
Smalley, R.M. dan M.K. Ruetten. 1986. Refining Composition Skill Rhetoric and
Grammar for ESL Students. 2nd Edition. New York: Macmillan Publishing
Company.
Sitorus dan Habirudin Said. 1997. Some Samples of Teaching Writing Materials.
Materi LKI PKG Bahasa Inggris 1997/1998.
Sudiman, Arief S. Dkk. 1986. Media pendidikan. Jakarta: Press Telkom.
Sulaiman, Dadang. 1998. Metodologi Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
UPT SMP 1 Kebonagung. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pacitan.
Winkel W.S. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Zuriah, Nurul. 2003. Penelitian Tindakan dalam Bidang Pendidikan dan Sosial.
Pacitan. Bayu Media Publishing.