SISTEM POLITIK DALAM ISLAM Disusun untuk

SISTEM POLITIK DALAM ISLAM
Disusun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Muhammadun,S.Ag,M.Si

Disusun oleh :
Nama
: Aris Susilo Wibowo
NIM
: 2014-11-017
Kelas
:IA
Progdi
: Manajemen Ekonomi

PROGAM STUDI MANAJEMEN

Fakultas Ekonomi

Universitas Muria Kudus
2014 / 2015


1

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya Tuhan
semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam penyusunan makalah
Pendidikan Agama Islam ini. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat memenuhi tugas Pendidikan
Agama Islam.Makalah ini juga menguraikan beberapa materi mengenai Sistem Politik
dalam Islam dan juga untuk mempermudah pemahaman kepada kita semua, khususnya
mahasiswa Universitas Muria Kudus.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyampaikan terimakasih kepada yang
turut serta membantu dalam penyelasaian makalah ini baik moril maupun materil. Kepada
para orangtua dari kami yang telah memberi support dan motivasi untuk pembuatan
makalah ini. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing kami, kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa dari hasil
makalah ini.Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang
berguna bagi kita bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca

pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusunmakalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini.
Kudus, 3 Desember 2014

Penyusun
2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….......... 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. …..2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………...3
A. Latar belakang ………………………………………………………………...3
B. Rumusan masalah ……………………………………………………………..4
C. Tujuan ………………………………………………………………………....4
BAB II PEMBAHASAN……………...……………………………………….... …...5
A. Definisi Sistem Politik Islam…….…………………………………….....…..5
B. Kedudukam Sistem Politik dalam Islam..…………… ………………….. …..7
C. Prinsip-prinsip Dasar atas siasat dalam Islam……………………………. .....10

D. Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum Internasional….….. ….….15
E. Kontibusi umat Islam terhadap Politik di Indonesia…………………………..18
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………21
B. SARAN……………………………………………………………………..…..21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………............22

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda.Namun, Islam
memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu adil.Dalam Al-Qur’an
memang aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik pada jaman
Rasullullah SAW sangatlah baik.Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
mendorong masyarakatnya menjalankan syari’at Islam.

Indonesia adalah sebuah negara Islam terbesar di dunia, namun bila
dikatakan negara Islam, dalam prakteknya islam kurang di aplikasikan dalam sistem

pemerintahan baik itu politik maupun demokrasinya. Hal itu berpengaruh besar
dalam berbagai aspek kehidupan manusia di Indonesia, terutama pada sistem yang
berlaku dalam pemerintahan Indonesia. Contoh kecil adalah maraknya korupsi yang
dikarenakan kurang transparannya pemerintahan di indonesia. Hal tersebut di atas
membuat penulis membahas tentang Islam dalam aspek politik dan demokrasi
dalam suatu negara dalam makalah ini.

Disini kita akan membahas tentang peranan agama Islam dalam
perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi
berdasarkan Al-Qur’an, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa Rasulullah
SAW.

4

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat kami rumuskan beberapa permasalahan,

yaitu :


1.

Apa Pengertian Sistem Politik dalam Islam?

2.

Apa asas-asa yang digunakan di politik islam ?

3.

Bagaimana kedudukan Sistem Politik dalam Islam?

4.

Apa saja Prinsip-prinsip dasar atau Siasat dalam Islam?

5.

Apa Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum Internasional?


6.

Apa prinsip utama sistem politik islam ?

7.

Bagaimana Kontribusi Umat Islam terhadap Politik di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai

berikut :

1.

Mengetahui pengertian dari Sistem Politik Islam.

5


2.

Mengetahui kedudukan Sistem Politik Islam.

3.

Mengetahui prinsip-prinsip dasar atau siasat dalam Islam.

4.

Mengetahui prinsip-prinsip hukum antar agama atau hukum Internasional.

5.

Mengetahui kontribusi umat Islam terhadap politik di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
6


A. Pengertian Sistem Politik Islam
Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu system, artinya
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu
totalitas atau susunan yang teratur dengan pandangan, teori, dan asas.
Sedangkan kata politik pada mulanya berasal dari bahasa Yunani atau Latin,
politicos atau politicus, yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari
kata polis, yang berati kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik
diartikan sebagai “segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya)
mengenai pemerintahan”. Kata Islam, adalah agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci al-Qur’an yang diturunkan ke
dunia melalui wahyu Allah SWT. Sedangkan secara harfiyah, Politik Islam
disebut juga Fiqh Siyasah yang dapat diartikan sebgai mengurus, mengendali
atau memimpin sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“ Adapun Bani Israel dipimpin oleh Nabi mereka “

Fiqh siyasah dalam konteks terjemahan diartikan sebagai materi yang
membahas mengenai ketatanegaraan dalam Islam (Sistem Politik).Dengan

7


demikian, sistem politik Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang
berdasarkan nilai-nilai Islam.

Islam memang memberikan landasan kehidupan umat manusia secara
lengkap, termasuk di dalamnya kehidupan politik. Tetapi Islam tidak
menentukan secara konkrit bentuk kekuasaan politik seperti apa yang diajarkan
dalam Islam. Itulah sebabnya, kemudian terjadi perbedaan pendapat di kalangan
umat Islam dalam merumuskan sistem politik Islam.

Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW menunjukkan, bahwa beliau
memegang kekuasaan politik di samping kekuasaan agama. Ketika beliau
dengan para sahabat hijrah ke Madinah, kegiatan dan aktivitas yang mereka
lakukan dalam kehidupan sehari-hari ntuk menciptakan sistem kehidupan yang
stabil dan harmonis serta kondusif adalah mempersatukan seluruh penduduk
Madinah dalam satu sistem sosial politik dibawah kekuasaan beliau, yang
dikenal dengan Perjanjian Madinah. Rasulullah tidak memaksa kaum Yahudi,
Nasrani, dan pemeluk agama lainnya untuk memeluk agama Islam, tetapi beliau
menginginkan semua penduduk Setelah Rasulullah memiliki kekuasaan secara
politik di Madinah, beliau juga menjalin kesepakatan dengan penguasa Mekah

agar tidak terjadi perselisihan diantara kedua kekuasaan tersebut.Sekalipun
dalam perkembangan selanjutnya penguasa Mekah mengingkari perjanjian
yang telah mereka tanda tangani, sehingga memicu peperangan yang cukup
hebat dan dahsyat, seperti perang Badar, perang Uhud, dan lain-lain.

Dalam kamus bahasa Arab modern, kata politik biasanya di terjemahkan
dengan kata siyasah.Kata ini terambil dari akar kata sasa-yasusu, yang biasa
diartikan mengemudi, mengendalikan, mengatur, dan sebagainya. Dari akar
kata yang sama, ditemukan kata sus, yang berarti penuh kuman, kutu atau
rusak, sementara dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata yang terbentuk dari

8

akar kata sasa-yasusu, namun ini bukan berarti bahwa al-Qur’an tidak
menguraikan masalah sosial politik.

Banyak ulama ahli Al-Qur’an yang menyusun karya ilmiah dalam bidang
politik dengan menggunakan al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan,
bahkan Ibnu Taimiyah (1263-1328) menamai salah satu karya ilmiahnya
dengan al-Siyasah al-Syar’iyah (Politik Keagamaan).Uraian al-Qur’an tentang

politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-ayat yang menjelaskan
tentang hukum.Kata ini pada mulanya berarti “menghalangi atau melarang
dalam rangka perbaikan”. Dari akar kata yang sama, terbentuk kata hikmah,
yang pada mulanya berarti kendali. Makna ini sejalan dengan asal makna kata
sasa-yasusu-sais-siyasah, yang berarti mengemudi, mengendalikan, pengendali
dan cara pengendalian (M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir
Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, 1997 : 417).

Kata siyasah,sebagaimana dikemukakan diatas, diartikan dengan politik,
dan juga sebagaimana terbaca, sama dengan kata hikmat. Disisi lain, terdapat
persamaan makna antara kata hikmah dan politik. Sementara ulama
mengartikan hikmah sebagai kebijaksanaaan, atau kemampuan menangani
suatu masalah, sehingga mendatangkan manfaat atau menghindarkan madharat.
Dengan demikian, sistem politik Islam adalah suatu konsepsi yang berisikan
antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan Negara,: siapa
pelaksana kekuasan tersebut, apa dasar, dan bagaimana cara untuk menentukan
kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa
pelaksana kekuasaan itu bertanggung jawab, dan bagaimana bentuk tanggung
jawab berdasarkan nilai-nilai agama Islam (sesuai dengan ajaran Islam, yaitu
Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad).

B.

Asas-Asas Sistem Politik Islam

9

1. HAKIMIYAAH ILAHIYYAH
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan
hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak
Allah. Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa terasutama kepada
sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan
Uluhiyyah.
2. RISALAH
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan
manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad saw adalah suatu
asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah
maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang
perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir
dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
3. KHILAFAH
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi
ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah
diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang
Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia
bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah
yang menjadi Pemilik yang sebenar.
C.

Kedudukan Sistem Politik dalam Islam
Sampai saat ini, umat Islam berbeda pendapat tentang kedudukan politik
dalam syari’at Islam, paling tidak dalam hubungan antara Islam dan
ketatanegaraan. Dalam hal ini ada tiga aliran/pendapat, antara lain :
a.

Pendapat pertama yang berpendirian, bahwa Islam bukanlah semata-mata
agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara
manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah agama yang sempurna dan
lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia,
10

termasuk kehidupan bernegara. Tokoh-tokoh utama dari pendapat ini antara
lainSyeikh Hassan al-Banna, Sayyid Quthb, Syeikh Muhammad Rasyid
Ridha, dan yang paling vokal dan agresif adalah Maulana Abul A’la alMaududi.
b.

Pendapat kedua yang berpendirian, bahwa Islam adalah agama dalam
pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.
Menurut pendapat ini, Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang Rasul
biasa, seperti hal nya Rasul-rsul sebelumnya, dengan tugas tunggal
mengajak manusia kembali
kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti
luhur, akhlakul karimah, akhlak yang mulia, dan Nabi tidak pernah di
maksud kan untuk mendirikan dan mengepalai satu Negara. Diantara
tokoh-tokoh yang terkemuka dari pendapat ini adalah Ali abdul Raziq dan
Dr. Thaha Husein.

c.

Pendapat ketiga yang menolak pendapat, bahwa Islam adalah suatu agama
yang

serba

lengkap,

dan

bahwa

dalam

Islam

terdapat

sistem

ketatanegaraan, tetapi golongan ini juga menolak anggapan, bahwa Islam
adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan
antara manusia dan Maha Penciptanya saja. Tokoh yang menonjol adalah
Dr.Mohammad Husein Haikal.
Sejarah membuktikan bahwa Nabi, kecuali sebagai Rasul, meminjam
istilah Harun Nasution, beliau adalah kepala agama dan juga kepala Negara.
Nabi menguasai suatu wilayah Yatsrib yang kemudian diganti oleh Baginda
Rasul dengan nama Madinah al-Munawwarah (kota yang bersinar) sebagai
wilayah kekuasaan Nabi dan pusat pemerintahannya dengan piagam Madinah
sebagai aturan dasar kenegaraannya.(Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan
dan Pemikiran, 1996 : 227)
Kedudukan Nabi Muhammad SAW memimpin umat Islam dalam
negaranya sendiri tampak pada amal-amal dalam kegiatan pemerintahan Negara
(politik Islam), misalnya soal mengadili sengketa di antara umat (judikatif),
11

mengatur dan mengutus pejabat ke daerah-daerah untuk keamanan umat Islam
(eksekutif), dan selalu mengadakan musyawarah (legislatif).
Setelah Nabi wafat, kedudukan beliau sebagai kepala Negara di gantikan
Abu Bakar Sidiq, yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,
selanjutnya disebut khalifah.Sistem pemerintahannya disebut Khilafah.Sistem
khilafah ini berlangsung hingga kepemimpinan berada di bawah kekuasaan
khalifah terakhir, Ali Ibnu Abi Thalib. Selepas itu,sistem pemerintahan yang
di ambil adalah dalam bentuk kerajaan. Dalam sistem ini tidak memilih
khalifah secara demokratis, melainkan di angkat secara turun temurun dan
berlangsung hingga akhir abad ke
tujuh belas, saat Turki Usmani mulai mengalami kekalahan-kekalahan dari
bangsa Eropa.Akhir abad tujuh belas hampir semua negara Islam mauk dalam
perangkap penjajahan Barat. Lamanya penjajahan di negara satu dengan
negara lainnya tidak sama.
Dengan

semangat

perjuangan

yang

tinggi

dan

rasa

senasib

sepenanggungan, maka pada awal abad ke sembilan belas, negara-negara
Islam mulai melepaskan diri satu persatu dari kolonialisme Barat yang sangat
kejam.Saat yang bersamaan, muncul lah nasionalisme-nasionalisme.
Menurut Harun Nasution, khilafah (pemerintahan) yang timbul sesudah
wafatnya Nabi Muhammad SAW tidak mempunyai bentuk kerajaan, tetapi
lebih dekat kepada republik, dalam arti, kepala negara di pilih dan tidak
mempunyai sifat turun temurun.
Kalau kita melihat perkembangan politik Islam di negara Indonesia,
paling tidak ada beberapa hal yang kita perlu pikirkan dan mengamasnya ke
dalam perspektif religio politik baru tentang hubungan antara Islam dan
Negara, antara lain sebagai berikut :


Pertama, dalam pandangan mereka, tidak ada bukti yang tegas
bahwa al-Qur’an dan Sunnah Nabi mewajibkan kaum muslimin
untuk mendirikan negara Islam.
12



Kedua, mereka mengakui bahwa Islam memberi seperangkat
prinsip sosial politik. Meskipun demikian, mereka memandang
bahwa Islam bukanlah ideology. Karenanya dalam pandangan
mereka, ideologi Islam itu tidak ada, bahkan menurut sebagian
dari mereka, ideologisasi Islam dapat dianggap sebagai mereduksi
Islam.



Ketiga, karena Islam di fahami sebagai agama yang kekal dan
universal. Maka, pemahaman kaum muslimin terhadapnya tidak
boleh dibatasi hanya kepada pengertian formal dan legalnya,
khususnya yang dibangun dalam konteks ruang dan waktu
tertentu.



Keempat, mereka percaya bahwa hanya Allah SWT yang
mengetahui kebenaran mutlak. Perlu sekali kaum muslim untuk
mengembangkan toleransi beragama, baik secara internal maupun
eksternal termasuk tentunya dalm sistem politik Islam.

D.

Prinsip-prinsip Dasar atas Siasat dalam Islam
Sebagai ummat Islam, maka tentu saja kita mengambil prinsip-prinsip dasar
berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber referensi dan rujukan dalam
berbagai hal termasuk dalam urusan politik.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam
mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di
implementasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar
tersebut adalah :
a) Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.

13

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama
yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
(Q.S. al-Mukminun: 52)”.
b) Kemestian

bemusyawarah

dalam

menyelesaikan

masalah-masalah

ijtihadiyah.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. (QS Asy Syura : 38)”.
c) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum

di

antara

manusia

supaya

kamu

menetapkan

dengan

adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.( Q.S. an-Nisa: 58)”.
d) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang
kekuasaan).
14

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(Q.S. An-Nisa: 59)”.
e) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat
Islam.

“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka
damaikanlah antara kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada keduaduanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah yang berbuat
15

aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah. Maka jika telah
kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah
berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya.
(Q.S. al-Hujurat:9)”.
f) Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan
agresi dan invasi.

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian,
(tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah
tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah:
190)”.
g) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.
h) Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan
keamanan.

16

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orangorang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya
akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan).
(Q.S. al-Anfal: 60)”.
i) Keharusan menepati janji.

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu
(terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat.
(Q.S. an-Nahl:91)”.
17

j) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
(Q.S. al-Hujurat: 13)”
k) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat.

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk
Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
18

antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya.
(Q.S. al-Hasyr: 7)”.
E.

Prinsip Utama Sistem politik Islam
1. MUSYAWARAH
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan
ketua negara dan oarang-oarang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam
pentatbiran ummat. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan
penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan
di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah
berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang
timbul dikalangan ummat melalui proses ijtihad.
2. KEADILAN
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem
sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip
keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi
segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk
keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa
di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu
bapa dan anak-anaknya.
3. KEBEBASAN
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang
berteruskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan
yang sebenar adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan
Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara
Islam.
4. PERSAMAAN

19

Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan
menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut peringkatperingkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan
berada di bawah kuatkuasa undang-undang.
5. HAK MENGHISAB PIHAK PEMERINTAH
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan
terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak
pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan
dengan urusan dan pentatbiran negara dan ummat. Hak rakyat untuk
disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk
menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian
yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan
menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.
F.

Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum Internasional
Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyampaikan ajaran Allah kepada
seluruh umat manusia, tanpa dibatasi oleh wilayah, perbedaan ras dan warna kulit,
bahasa dan perbedaan-perbedaan lainnya. Setiap orang di penjuru dunia manapun
yang beriman kepada Allah dalam arti menempatkan al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah sebagai acuan, paradigma hidupnya, maka orang tersebut adalah umat
Nabi Muhammad SAW. Begitu juga negara manapun yang melandaskan sistem
perundang-undangannya

berdasarkan

al-Qur’an

dan

Sunnah

Rasulullah

Muhammad SAW, maka negara tersebut adalah negara Islam. Namun dalam
kenyataannya kita juga saling berhubungan dengan negara
lain yang harus di jalin dengan baik dan benar, jadi diperlukan adanya prinsipprinsip politik luar negeri dalam Islam.
Hukum Islam, di samping mengatur soal-soal agama, juga mengatur persoalan
kemasyarakatan. Maksudnya, hukum Islam, di samping sebagai dasar-dasar

20

peribadatan, berfungsi pula sebagai dasar-dasar hukum dan akhlak yang mengatur
hubungan antara sesama manusia.Bahkan, hukum Islam bukan hanya meletakkan
dasar hubungan dalam arti yang sempit, tetapi mencakup segala aspek hidup dan
kehidupan yang ada.
Hukum Islam menjunjung tinggi huquq al-insaniyyah tanpa mengenal
diskriminasi agama, warna kulit, dan kebangsaan.Selain itu, hukum Islam juga
mengakui hak milik pribadi, namun melarang menumpuk kekayaan, merampas,
dan eksploitasi. Dengan kata lain, hukum Islam mengakui hak milik perorangan,
tetapi kepentingan sosial tidak boleh diabaikan.
Dalam skop yang lebih luas, hukum Islam menyeru agar seluruh umat
manusia yang berlainan asal dan kebangsaan, warna kulit dan agamanya,
menegakkan persaudaraan kemanusiaan secara menyeluruh, sehingga humanisme
benar-benar terwujud dalam kehidupan umat manusia.
Itulah sebabnya sehingga hukum Islam mengatur hubungan antara bangsa dan
negara, baik di waktu damai maupun di waktu perang.Bahkan, sampai pada
mendirikan badan Internasional yang bertugas untuk menyelesaikan pertikaian
yang terjadi di antara mereka. Apabila ada bangsa dan negara yang tidak mau
tunduk, maka dengan kekuatan badan itu dapat memaksa menyelesaikan
pertikaian-pertikaian yang terjadi, demi tegaknya kebenaran dan terjaminnya
keadilan.Pada garis besarnya, objek pembahasan sistem politik Islam, meliputi :

 Siasah Dusturiyah atau Hukum Tata Negara.
Membahas hubungan pemimpin dengan rakyatnya serta
industri-industri yang ada di negara itu sesuai dengan kebutuhan
rakyat untuk kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat itu
sendiri, yang biasanya meliputi :

21

1) Persoalan imamah, hak dan kewajibannya.
2) Persoalan rakyat, status, hak, dan kewajiban.
3) Persoalan ba’iat.
4) Persoalan Waliyatul Ahdi.
5) Persoalan perwakilan.
6) Persoalan ahlu al-halli wa al-aqdi.
7) Wizarahdan pembagiannya.

 Siasah Dauliyah atau Hukum Internasional dalam Islam.
Pembahasan siasah dauliyahdalam Islam berorientasi pada
permasalahan sebagai berikut :
1) Damai adalah asas hubungan Internasional
2) Memperlakukan tawanan perang secara manusiawi.
3) Kewajiban suatu negara terhadap negara lain.
4) Perjanjian-perjanjian

Internasional.

Dan

syarat-syarat

mengikuti perjanjian antara lain :
a. Yang melakukan perjanjian memiliki kewenangan.
b. Memiliki kerelaan.
c. Isi perjanjian dan objeknya tidak dilarang oleh
agama Islam.

22

d. Perjanjian penting harus ditulis.
e. Saling memberi dan menerima (take and give).
5) Perjanjian ada yang selamanya (mu’abbad) dan sementara
(mu’aqqat).
6)
7)

Perjanjian terbuka dan tertutup.
Mentaati perjanjian dan siasah dauliyahdengan orang
asing.

 Siasah Maaliyah.
Dalam siasah maaliyah permasalahan yang biasanya dibahas
adalah sebagai berikut :
1) Prinsip-prinsip kepemilikan harta.
2) Tanggung jawab sosial yang kokoh.
3) Zakat, harta karun, kharaj (pajak), ghanimah (rampasan
perang) dan fa’i.
4) Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli
waris.
5) Bea cukai barang import.
6) Eksploitasi

Sumber

lingkungan.

23

Daya Alam

yang

berwawasan

G. Kontribusi Umat Islam terhadap Politik di Indonesia

Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasinal tidak bisa dipandang
sebelah mata.Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam ini selalu
punya pengaruh besar.Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era
berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita
tidak lepas dari pengaruh umat Islam.Salah satu penyebabnya adalah karena umat
Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam
sangat di anjurkan agar penganut nya senantiasa memberikan kontribusi sebesarbesarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik
menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi
bangsa ini.
Sekarang mari kita amati kontribusi umat Islam dalam perpolitikan
Nasional di setiap era bangsa ini :
1. Era Kerajaan-kerajaan Islam Berjaya
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan Nasional punya akar sejarah yang
cukup panjang.Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah
berdiri beberapa kerajaan Islam besar.Kejayaan kerajaan Islam di tanah air
berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi
2. Era Kolonial dan Kemerdekaan Orde Lama
Peranan

Islam

dan

umatnya

tidak

dapat

dilepaskan

terhadap

pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa
kemerdekaan.Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi
kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan
dengan ideologi tertentu macam komunisme.Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil

24

besar terhadap perumusan NKRI.Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai
nasionalisme hingga perumusan Undang-undang.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan
agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam
Jakarta.Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya
protes dari kaum umat beragama lainnya.Kemudian, pada tanggal 18 Agustus
1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.

3. Kemerdekaan Orde Baru
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya
asas di dalam negara.Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh
ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam.Hal ini menyebabkan terjadinya
kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam.Politik Islam terpecah
menjadi dua kelompok.


Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam
suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah.



Kelompok kedua adalah kaum subtansialis

yang mendukung

pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia
politik.
4. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan
reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa
pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), ketua NahdatulUlama. Muncul juga nama Nurcholis Majid
(Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga muncul Amin

25

Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah
umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.Umat Islam
mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan
label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan
Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh
menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik
dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara
lain

PKB,

PKU,

PNU,

PBR,

PKS,

PKNU,

dan

lain-lain.

Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya
umat Islam untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat
Islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus
menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal,
cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang
tangguh.Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya
sebagai rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi
bangsa ini.

26

BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan bahwa
definisi politik dari sudut pandang Islam adalahsebuah aturan tentang
pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Politik Islam = Fiqh Siyasah,
Semua sumber politik Islam yang kita pelajari adalah bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadist. Dalam fikih siasah disebutkan bahwa garis besar fikih siasah meliputi :
1. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
2. Siasah Dauliyyah (Politik yang mengatur Hubungan antara satu Negara
Islam dengan

negara Islam lain atau dengan negara sekuler lainya)

3. Siasah Maaliyyah (Sistem Ekonomi Negara)
B.

SARAN
Sebaiknya para pemimpin yang ada di Indonesia baik itu presiden ataupun
pemimpin-pemimpin yang ada didaerah bawah, menggunakan sistem politik Islam
yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist. Dari sinilah rakyat Indonesia akan
hidup rukun dan makmur.

27

DAFTAR PUSTAKA

Djazuli. 2009. Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu
Syari’ah. Jakarta .Kencana.
Iqbal, Muhammad. 2007. Fiqh Siyasah: Kontestualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta. Jaya
Medi Pratama
Salim, Abdul Muin. 1994. Fiqh Siyasah; Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an.
Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Syarif, Mujar Ibnu. 2008. Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam. Jakarta.
Erlangga
http://politik.kompasiana.com/2013/03/24/agama-dan-negara-tiga-aliran-besar-tentanghubungan-islam-dan-politik-539750.html pada Senin, 27 Mei 2013 07.46
John L. Esposito, Islam dan Politik, Penerjemah Joesoef Sou’yb, Jakarta Bulan Bintang,
1990.

28