PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON

PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG

TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh :

TUGINI

NIM. 21413037

  

FAKULTAS SYARI’AH

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.

  Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

  Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa: Nama : Tugini NIM : 21413037 Judul : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP

RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA

  dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Was salamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 29 Maret 2018 Pembimbing

   Drs. Badwan, M. Ag

  NIP. 195612021980031005

KEMENTERIAN AGAMA RI

  Jl. Nakula Sadewa No. 09 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail PENGESAHAN Skripsi Berjudul PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA

  Oleh: Tugini

  NIM: 21413037 Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 02 April 2018, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Hukum (SH).

  Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Sidang : Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.

  Sekertaris Sidang : Drs. Badwan, M. Ag. Penguji I : Evi Ariyani, M. H Penguji II

  : Sukron Ma’mun, M. Si Salatiga, 05 April 2018 Dekan Fakultas Syariah

  Dr. Siti Zumrotun, M.Ag

  

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DAN

KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN

  Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Tugini NIM : 21413037 Jurusan

  : Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas

  : Syari’ah Judul Skripsi : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON

PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA

  Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk di Publikasikan oleh Perpustakaan IAIN Salatiga

  Salatiga, 29 Maret 2018 Yang menyatakan Tugini NIM: 21413037

  

MOTTO

  “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh- sungguh urusan yang lain.”

  

(QS Al-Insyiroh : 6-7)

  “Bekerjalah engkau seakan hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah hanya kepada Allah seolah olah akan mati besok pagi”

  

(Al hadist)

  “Gantungkan cita – citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang - bintang”

  

(Ir. Soekarno)

  “Hidup kaya raya, Mati masuk surga”

  

(Anonim)

  “Sukses adalah ketika mampu menyelesaikan masalah”

  

(Anonim)

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini dipersembahkan untuk: 1.

  ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA Yang telah memberikan jalan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  2. Bapak (Sumarno Atmojo) dan ibu (Lafifa Widiastuti) tercinta yang telah memberikan do’a, inspirasi, motivasi, dorongan, perhatian, dan bantuan disetiap langkahku dalam mewujudkan cita-citaku ini.

  3. Bapak (alm) Damiri dan ibu Sutiyem, orang tua kandung saya tercinta yang telah membesarkan aku dengan penuh kasih sayang serta menggenggam Do’a disetiap langkahku, walaupun kita tidak tinggal bersama, namun inilah wujud dari salah satu do’amu.

  4. Bapak Drs. Badwan, M. Ag selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga skripsi dapat selesai dengan maksiaml sesuai dengan yang diharapkan.

5. Sahabat – sahabat, adik-adik, dan seluruh keluarga besar di P.A. SAHAL-

  SUHAIL yang telah memacu semangat belajarku dengan iringan do’a disetiap langkahku.

  6. Sahabat – sahabat seperjuanganku Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2013 yang selalu memberikan warna dalam menempuh pemndidikan di IAIN Salatiga.

  

Kata Pengantar

  Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kepada kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

  • – Nya penulisan sekripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yag di harapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan oleh
  • – Nya, sehingga penulis dapat menyusun penulisan sekripsi ini.

  Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi, kekasih, spirit

  • – perubahan Rasulullah SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan.

  Penulisan Sekripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari

  ’ah yang berjudul : “Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon Pedagang Buah Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar Blauran Salatiga”. Penulis mengakui bahwa dalam menyususn penulisan sekripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi

  • – tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata
  • – kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.

  Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga.

  3. Ibu Evi Ariyani, M. H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah IAIN Salatiga.

  4. Bapak Drs. Badwan, M. Ag, Selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan penulisan sekripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

  5. Ibu Luthfiana Zahriani, M. H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi, sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.

  6. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi Fakultas Syari’ah yang tidak bisa penulis sebut satu persatu yang selalu memeberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun.

  7. Sahabat – sahabatku selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga Lindut, Intan, Ijah, Diana, Umik, Aenun, mas Mujito, dan mb Yayan yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

  8. Teman – temanku Dopel, Mumun, yang tidak banyak membantu lebih banyak merepotkan, tetapi selalu memberikan warna dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi.

  9. Ipin (Diena Surianas Tutie) yang selalu menuruti keinginan saya walaupun kadang dia tidak suka.

  10. Riyana Gumun, Oviana, Ihah dan faoziyah yang selalu saya ributi dan ganggu untuk memeberikan lembaran-lembaran skripsi ini ke bapak dosen.

  11. Teman – teman Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2013 di IAIN Salatiga yang telah banyak memberikan cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga.

  12. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun memberikan kontribusi hebat dalam penyusunan skripsi ini.

  Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya, Amiin.

  Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisisnya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan sekripsi ini, sehingga mudah dipahami.

  Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

  Salatiga, 29 Maret 2018

  

ABSTRAK

  Tugini. 2018. Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon Pedagang Buah Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar Blauran Salatiga .

  Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M. Ag.

  Kata Kunci: Pandangan Islam, Respon Pedagang, Pelaksanaan Tera.

  Pelaksanaan tera ulang sangat dibutuhkan dalam kegiatan ukur mengukur dan takar menakar untuk mengurangi resiko kecurangan, termasuk dalam kegiatan jual beli dan berdagang. Seorang pedagang harus mengikuti sidang tera ulang yang sudah dijadwalkan sesuai dengan aturannya. Sidang tera ulang pedagang membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pelaksanaan tera ulang pedagang, apa saja kendala yang dihadapi para petugas tera, dan bagaimana pandangan Islam terhadap pelaksanaan tera ulang tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tera ulang, kendala yang dihadapi serta solusinya, dan pandangan Islam terhadap respon pedagang dalam pelaksanaan tera ulang timbangan meja.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dengan metode pengumpulan data, observasi, wawancara, dan studi pustaka. Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif sosiologis dengan cara meneliti bahan

  • – bahan perpustakaan yang merupakan data sekunder, sedangkan penelitian hukum sosiologis/ empiris dilakukan dengan meneliti data primer yang diperoleh secara langsung di lapangan.

  Berdasarkan penelitian yang diperoleh, penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan tera ulang pedagang buah di Pasar Blauran Salatiga tersebut sudah berjalan setiap tahunnya sesuai dengan masa berlaku tanda tera dan Undang- Undang No 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, hanya saja respon dan keantusiasan para pedagang yang masih sedikit dan kurang pemahaman akan pentingnya sidang tera tersebut yang membuat para pedagang kurang tanggap. Serta sanksi atau hukuman yang kurang tegas dari pemerintah membuat para pedagang tidak begitu menghiraukan. Dari segi hukum Islam masih ada pedagang yang tidak mau ditera sehingga meragukan timbangan yang digunakan dan memicu kecurangan timbangan serta mengurangi takaran yang dilarang dalam syari’at Islam.

  DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................... i

NOTA PEMBIMBING ............................................................................ ii

PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. iv

MOTTO ................................................................................................... v

PERSEMBAHAN .................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .............................................................................. vii

ABSTRAK ................................................................................................ x

DAFTAR ISI ............................................................................................ xi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penleitian ................................................... 6 D. Telaah Pustaka .............................................................................. 7 E. Metode Penelitian .......................................................................... 8 F. Sistematika Penulisan..................................................................... 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan umum tentang jual beli.................................................... 12 B. Tinjauan umum tentang timbangan ................................................ 29 BAB III HASIL PENELITIAN A. Deskripsi tempat penelitian ............................................................ 41 B. Pelaksanaan Tera Ulang Pedagang Buah di Pasar Blauran Salatiga .......................................................................................... 45 C. Kendala yang di hadapi para petugas dan solusinya ...................... 50

  

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON

PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA ........... 53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 58 B. Saran ............................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 60 LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap

  dimensi kehidupan umat manusia, tak terkecuali dalam urusan perekonomian. Sistem nilai dalam Islam mendialeksikan nilai nilai ekonomi dengan nilai aqidah dan etika. Kegiatan ekonomi ini tidak semata berbasis nilai materi, namun juga terdapat sandaran nilai ibadah didalamnya (Ghazaly, 2010:12).

  Salah satu kegiatan ekonomi yaitu perdagangan dimana kegiatan itu memiliki peran yang sangat fital dalam kehidupan manusia. Sektor perdagangan dianggap cukup menjanjikan dalam meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia. Sektor ini mendatangkan keuntungan yang realtif besar bagi para pelakunya (Subakti, 2013: 2). Perdagangan biasanya dilakukan di tempat- tempat yang sering dikunjungi oleh orang- orang diantaranya pasar, pasar yang merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli yang selalu ada transaksi didalamnya. Baik itu hanya sekedar melihat lihat, maupun membeli barang barang yang dibutuhkan.

  Pengurangan timbangan merupakan suatu fenomena yang terjadi dalam dunia bisnis atau perdagangan. Fenomena ini terjadi sejak zaman dahulu dan berlanjut hingga sekarang. Lihat saja di pasar- pasar yang ada. Tidak sedikit para pedagang yang mengurangi timbangan. Para pedagang timbangan tradisional, cara mengurangi timbangan biasanya dilakukan dengan mengganjal timbangan tersebut sehingga memberikan pengukuran yang lebih berat dari berat barang sebenarnya. Mereka memang mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda yaitu dari keuntungan harga barang dan keuntungan jumlah atau berat barang yang dikurangi. Tapi hal itu tentu saja sangat merugikan konsumen atau pembeli. Ini adalah fenomena yang memperihatinkan sekaligus merusak.

  Islam sangat mengutamakan kebaikan dalam bisnis. Karena semua kecurangan dalam bisnis diharamkan. Dan salah satu kecurangan yang diharamkan itu adalah mengurangi timbangan. Sehingga pembeli dirugikan karena tertipu oleh sang penjual. Pembeli menerima barang tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya.

  Di pasar- pasar tradisional banyak ditemukan pedagang yang melakukan kecurangan dalam mengukur, menakar, atau menimbang barang. Banyak pedagang yang menggunakan takaran dan timbangan “bermain” dalam menggunakan alat-alat ini demi mendapatkan keuntungan yang berlipat-ganda. Kecurangan yang dilakukan baik dalam bentuk penggunaan alat- alat yang tidak layak lagi maupun “bermain” dalam isi atau berat bersih. Berat barang yang seharusnya satu kg (seberat 10 ons), misalnya, ternyata setelah ditimbang kembali hanya sekitar sembilan ons. Hal ini sudah menjadi pengalaman keseharian di pasar tradisional. Di sisi lain, Islam telah memberikan aturan tentang masalah takaran dan timbangan ini.

  Yang menjadi prihatin adalah kurangnya kesadaran dari pedagang akan kerugian atau akibat yang diterima bagi para pembeli dengan perilaku yang dilakukannya, padahal pemerintah sendiri telah melakukan berbagai cara untuk meminimalisir hal tersebut dengan mengadakan sidang tera ulang bagi seluruh pedagang yang ada di pasar, namun hanya sebagian diantara mereka yang melakukan yang lainnya lebih baik diam dan masa bodoh.

  Sidang tera tersebut dilakukan oleh Dinas Perdagangan didampingi oleh petugas baik dari Pasar maupun Balai Metrologi, yang mana apabila para pedagang sudah melakukan sidang tera maka akan dibubuhi cap tanda tera yang sah, kegiatan sidang tersebut dilakukan setiap satu tahun sekali.

  Dalam Alquran disebutkan secara tegas perintah untuk menyempurnakan takaran secara adil, sekaligus ancaman bagi orang yang melakukan kecurangan. Terdapat norma bahwa setiap muslim harus menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil, dan itu disebutkan secara berulang-ulang. Surat

  Al Isra’: 35 menyebutkan perintah untuk bagus dalam takaran atau timbangan,

  

            

  Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih

                 

  “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang

  yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi .” (QS. Al Muthoffifin: 1-3).

  Kalimat Al Muthoffifin ditafsirkan dengan ayat selanjutnya, yaitu mereka yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi secara sempurna, tanpa boleh ada kekurangan. Namun saat mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka malah mengurangi. Bisa jadi dengan alat takaran atau timbangan yang mereka curangi. Mereka bisa pula berbuat curang dengan enggan menyempurnakan takaran atau timbangan, atau semisal itu. Ini sama saja merampas harta manusia tanpa lewat jalan yang benar.

  Jika ancaman bagi yang berbuat curang dalam timbangan- timbangan atau takaran saja seperti itu, bagaimanakah lagi dengan orang yang merampas dan mencuri, tentu lebih parah dari Al Muthoffifin. Demikian penjelasan dari Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya.

  Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Quran Al ‘Azhim berkata bahwa yang dimaksud dengan Al Muthoffifin adalah berbuat curang ketika menakar dan menimbang. Bentuknya bisa jadi, ia meminta pula, ia meminta untuk dikurangi jika ia menimbangkan untuk orang lain. Itulah mengapa akibatnya begitu pedih yaitu dengan kerugian dan kebinasaan. Itulah yang dinamakan wail (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 508).

  Dalam hadist juga dijelaskan akan pentingnya menyempurnakan timbangan secara adil dan jujur.

  

(Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam

dan Muhammad bin Aqil bin Khuwailid keduanya berkata; telah

menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid berkata, telah

menceritakan kepadaku Bapakku berkata, telah menceritakan kepadaku

Yazid An Nahwi bahwa Ikrimah menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas

ia berkata, "Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah,

mereka adalah orang-orang yang paling buruk dalam menimbang. Maka

Allah menurunkan ayat: '(Celakalah bagi orang-orang yang curang dalam

timbangan) ', Setelah itu mereka berlaku jujur dalam timbangannya."

(H.R. IBNUMAJAH nomor 2214 dalam Sunan Ibnu Majah Lidwa Pustaka

i-Software).

  Fenomena yang terjadi di pasar tradisional seperti diceritakan di atas, memunculkan permasalahan yang perlu kita waspadai dan minimalisir. Dan oleh itu penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam dengan judul “ Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon Pedagang Buah Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar Blauran Salatiga” B.

  Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan Tera Ulang pedagang buah di Pasar Blauran

  Salatiga? 2. Apa kendala yang dihadapi para Petugas Tera dalam melaksanakan

  Tera Ulang Pedagang Buah Di Pasar Blauran Salatiga? 3. Bagaimana Pandangan Hukum Islam terhadap Respon Pedagang dalam pelaksanaan tera ulang Timbangan Meja di Pasar Blauran

  Salatiga? C. Tujuan dan kegunaan penelitian 1.

  Tujuan penelitian a.

  Untuk mengetahui pelaksanaan tera ulang pedagang buah.

  b.

  Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi para petugas dalam melaksanakan Tera Ulang Pedagang Buah.

  c.

  Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap Respon Pedagang Buah dalam pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Pasar Blauran Salatiga? 2. Kegunaan penelitian

  Dalam penelitian ini penulis mengharapkan bahwa penelitian ini tidak hanya berguna untuk pribadi tetapi dapat juga berguna bagi orang lain. Beberapa kegunaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: a.

  Bagi Akademik 1)

  Menambah wawasan dan pengetahuan terutama pada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya yang ingin mendalami permasalahan ini. 2)

  Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh civitas akademika sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.

  b.

  Bagi Praktisi 1)

  Bagi Dinas Perdagangan Kota Salatiga, dapat dijadikan bahan tambahan dalam menjalankan sistem sistem yang akan diterapkan bagi para pedagang dengan baik yang sesuai syariah Islam.

  2) Dapat dijadikan pedoman bagi pedagang untuk lebih jujur dan berhati hati dalam bersikap dan bertindak.

  D.

  Telaah pustaka Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pelaksanaan tera ulang, anatar lain: Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Supendi Mahasiswa Fakultas

  Syari’ah dan Hukum, Universitas Negeri Islam Sultan Syarif Kasim Riau dengan judul “Pelaksanaan Penimbangan Dalam Jual Beli Buah Kelapa Sawit Ditinjau Ekonomi Islam”. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa pelaksanaan penimbangan dalam jual beli tersebut tetap sah, namun sistem penimbangan yang dilakukan belum sesuai dengan hukum Islam atau ekonomi Islam karena dalam penimbangan terdapat kelebihan yang diambil dengan cara bathil, dan kelebihan tersebut adalah riba dan haram hukumnya.

  Skripsi yang ditulis oleh Rasgi Suyasmas Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan judul “Pelaksanaan Tera Ulang oleh Balai Metrologi Di Pasar Tradisional Kota Pariaman dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa pelaksanaan tera ulang berjalan dengan benar dan jujur dengan kesadaran para pedagang dan penegak hukum akan pentingnya ukuran yang sesuai, dan ketegasan penegak hukum dalam memberikan sanksi yang menjadi efek jera bagi pedagang.

  Skrip si yang ditulis Suryanata Mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul “Standarisasi Takaran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum “PASTI PAS!” Dalam Perspektif Hukum Islam”. Dalam tulisannya ia mengatakan bah wa SPBU “PASTI PAS!” telah melakukan standarisasi takaran sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, seluruh alatnya telah lolos uji tera ulang dengan batas toleransi. Dan menurut Perspektif Islam SPBU “PASTI PAS!” tidak termasuk jual beli yang dilarang.

  E.

  Metode penelitian 1.

  Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang lokasinya di Pasar Blauran Salatiga dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini deskriptif analitis adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran mengenai fakta- fakta, sifat- sifat serta hubungan anatara fenomena yang diselidiki (Nasir, 1999: 63). Sedangkan penelitian kualitatif adalah bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif , berupa kata- kata lisan atau dari orang- orang dan perilaku yang diamati (Moloeng, 2000: 3). Dalam penelitian yang diteliti adalah pelaksanan tera ulang, dan kendala yang dihadapi para petugas tera serta solusi mengatasinya, sedangkan data- data diperoleh dari pedagang, pegawai dinas perdagangan.

2. Sumber data

  Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.

  Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada objek sebagai sumber informasi yang dicari (Nata, 2000: 39). Adapun sumber data primer adalah dari para pedagang buah itu sendiri dan juga petugas Balai Metrologi Dinas Perdagangan tentang pelaksanaan tera ulang serta kendala yang dihadapi para petugas tera.

  b.

  Data sekunder data yang diperoleh secara tidak langsung dari subjek penelitinya, yaitu di ambil dari undang

  • – undang, buku– buku, artikel, dan sumber lainnya yang memiliki hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

3. Metode pengumpulan data 1.

  Observasi yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, mengenai fenomena sosial dengan gejala

  • – gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan (Subagyo, 1991: 231). dalam hal ini penulis melakukan pengamatan di pasar Blauran Salatiga, timbangan yang digunakan para pedagang dan anak timbangannya, serta proses penimbangan barang yang dilakukan pedagang pada saat melayani pembeli.

  2. Interview atau wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu (Moloeng, 2000: 148). sedangkan jenis interview atau wawancara yang digunakan oleh penulis adalah jenis pedoman interview yang tidak terstruktur, yakni pedoman wawancara yang hanya memmuat garis

  • – garis besar pertanyaan yang akan diajukan (Arikunto, 1997: 231). dalam hal ini penulis bertanya langsung kepada Pedagang dan Pegawai Dinas Perdagangan Kota Salatiga.

  3. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal– hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan foto foto yang berkaitan dengan pembahasan (Arikunto, 1997: 206). Dalam hal ini penulis memperoleh data dari buku

  • – buku dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, dan foto foto pada saat dilakukan wawancara dengan pedagang maupun dengan petugas penera, dan pada saat melakukan observasi mengamati timbangan yang digunakan.
F.

  Sistematika penulisan Untuk memberikan kemudahan dalam penyusunan laporan penelitian ini, maka penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

  BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II Landasan teori yang terdiri dari tinjauan umum tentang jual beli, rukun dan syarat jual beli, jual beli yang diperbolehkan, dan jual beli yang dilarang menurut hukum Islam, dan tinjauan umum tentang timbangan, tera dan tera ulang.

  BAB III Hasil Penelitian dan pembahasan yang terdiri dari deskripsi Tempat Penelitian, Pelaksanan Tera Ulang. BAB IV Pandangan Hukum Islam terhadap Respon Pedagang Buah dalam pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja di Pasar Blauran Salatiga.

  BAB V Penutup yang berisi kesimpulan yang memuat semua kesimpulan dari semua pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Jual beli (al-

  bay’) secara bahasa adalah memindahkan hak

  milik terhadap benda dengan akad saling mengganti dan saling memiliki (Aziz, 2010: 23).

  Jual beli menurut bahasa adalah memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan yang tertentu). Menurut istilah jual beli adalah pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar menyerahkan dan menerima (Ijab dan Qabul) dengan cara yang diizinkan (Rifai,1976:183). Jual beli adalah tukar menukar barang dengan adanya barang dan saling ikhlas atau menerima.

  Menurut pengertian syari’at jual beli yaitu pertukaran harga atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang diperbolehkan (Sabiq,1987:45). Secara terminologi ada beberapa definisi jual beli yang dikemukakan oleh para ulama fikih, sekalipun substansinya dan tujuan masing masing definisi adalah sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu dan atau tukar menukar sesuatu dengan barang yang sama dengan tata cara yang benar. Jual beli (al-buyyu) adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkaan hak milik dengan ganti yang dapat

  Definisi sebagian ulama yang mengatakan bahwa jual adalah menukar satu harta dengan harta lain dengan cara khusus merupakan definisi yang bersifat toleran karena menjadikan jual beli sebagai alat tukar menukar, sebab pada dasarnya akad tidak harus saling tukar menukar akan tetapi menjadi bagian dari konsekuensinya, kecuali jika dikatakan seperti:”akad yang mempunyai sifat saling tukar menukar artinya menuntut adanya satu pertukaran” (Aziz,2010: 5).

  Jual beli secara histori dapat menggunakan dua cara yaitu, dengan tukar menukar barang (barter) atau dengan jual beli dengan sistem uang, yaitu alat tukar yang sah menurut hukum (Anshori, 2009: 40).

  Menurut Ali Fikri yang dikutip oleh Ahmad (2010:175), bahwa pendapat dari hanafiah menyatakan jual beli memiliki dua arti, yaitu: a.

  Arti khusus, jual beli adalah menukar barang dengan mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau menukar barang dengan barang dengan cara yang sesuai dengan syari’at.

  b.

  Arti umum, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara yang khusus, harta mencakup zat barang atau uang.

  2. Dasar hukum jual beli Dasar hukum pelaksanaan jual beli sudah diatur baik dalam

  Al- qur’an maupun As-sunnah diantaranya: a.

  Surah Al-Baqarah ayat 275

  … …        

  “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

  b.

  Surah An-nisa ayat 29

          …          

  “Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan

  jalan bathil kecuali dengan jalan perniagaan yag berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”.

  3. Rukun dan syarat jual beli Dalam jual beli memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar proses jual beli tersebut dapat sah dan sesuai dengan syariat. Dalam jual beli ada perbedaan pendapat antara ulama Hanafiyah dengan Jumhur ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu Ijab (ucapan membeli dari pembeli) dan Qabul (ucapan menjual dari penjual). Menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli tersebut adalah kerelaan antara keduanya untuk melakukan jual beli tersebut (Hasan, 2004: 19).

  Jual beli merupakan suatu akad, dan sah apabila sudah memenuhi rukun dan syarat jual beli. Menurut jumhur ulama terdapat empat rukun jual beli yang harus dipenuhi yaitu (Hasan, 2004:38).:

  a) Orang yang berakad (Adanya penjual dan pembeli).

  b) Sighat (lafal Ijab dan Qabul). Ijab adalah perkataan penjual misal, “saya jual barang ini seharga 20.000”. Qabul adalah perkataan pembeli misal, “saya beli barang ini seharga 20.000”

  c) Ada barang yang diperjualbelikan.

  d) Ada nilai tukar pengganti barang.

  Adapun syarat syarat jual beli sesuai dengan rukun yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut: (Haroen, 2007: 155).

  1) Syarat orang yang berakad

  Para ulama fikih sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat: a)

  Berakal. Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.

  Adapun anak kecil yang mumayyiz, menurut ulama Hanafiyah, apabila akad yang dilakukan membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan sedekah maka akadnya sah.

b) Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda.

  Artinya, seorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual dan pembeli.

  Misalnya, Mahfud membeli dan menjual barangnya sendiri, maka akad jual belinya tidak sah.

  2) Syarat-syarat yang terkait dengan Ijab dan Qabul

  Para ulama berpendapat bahwa unsur utama dari jual beli yaitu kerelaan atau keikhlasan dari kedua belah pihak. Kerelaan atau keikhlasan kedua belah pihak dapat dilihat dari Ijab dan Qabul yang dilakukan. Menurut mereka Ijab dan Qabul perlu diucapkan dengan jelas dalam transaksi-transaksi yang mengikat kedua belah pihak, seperti akad sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam dan usaha lainnya. Akan tetapi terhadap transaksi yang mengikat salah satu pihak, seperti wakaf, hibah, dan wasiat tidak perlu Qabul cukup dengan mengucapkan Ijab saja.

  Apabila Ijab dan Qabul sudah diucapkan dalam jual beli maka kepemilikan barang atau uang sudah berpindah tangan dari pemilik asalnya. Barang yang dibeli berpindah tangan menjadi milik pembeli, dan uang atau alat tukarnya berpindah menjadi milik penjual (Shiddiq,dkk, 2010:73). Maka dari itu, para ulama fikih berpendapat bahwa syarat

  Ijab dan Qabul adalah sebagai berikut: (Haroen, 2010: 116).

  a) Orang mengucapkan telah baliq dan berakal

  b) Qabul sesuai dengan ijab. Misal, penjual berkata: “saya jual mangga ini dengan harga 10.000, kemudian si pembeli bilang “saya beli mangga ini dengan harga 10.000. apabila dalam Ijab Qabul tersebut ada yang tidak sesuai atau sama, maka jual beli tersebut tidak sah.

  c) Ijab Qabul dilakukan dalam satu majelis, yaitu antara penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi berada ditempat yang sama dan waktu yang sama pula.

  Namun seiiring berkembangnya zaman yang semakin maju, dimana Ijab dan Qabul sekarang tidak diucapkan lagi, melainkan mereka menggunakan bahasa tubuh dimana sang pembeli mengambil barang dan kemudian membayar kepada penjual tanpa ada ucapan menyerahkan dan menerima. Seperti jual beli yang biasa dilakukan ketika berbelanja di swalayan atau toko toko yang sistem belanjanya mengambil sendiri. Didalam fikih Islam, jual beli seperti itu disebut

  Ba’i Al-Mua’thah karena menunjukkan adanya unsur ridha atau ikhlas antara kedua belah pihak.

  3) Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan (ma’qud alaih)

  Adapun syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan diantaranya yaitu: a)

  Barangnya harus ada, atau tidak ada ditempat, akan tetapi penjual tersebut bersedia untuk mengadakan barang tersebut. Misal Toko Barokah karena kiosnya kecil tidak dapat menampung stok banyak, oleh karenanya stok tersebut ditaruh di gudang, dan penjual tersebut bersedia mengambilkan barang yang diinginkan pembelinya.

b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat untuk manusia.

  Oleh karena itu, bangkai, khamr, dan darah, tidaklah sah menjadi objek atau barang dalam jual beli, karena menurut syara’ barang atau benda tersebut tidak dapat bermanfaat untuk manusia muslim.

  c) Milik seseorang. Barang yang bukan miliknya atau belum dimilikinya tidak diperbolehkan untuk diperjual belikan. Misal menjual ikan yang ada di laut, atau emas yang masih berada di dalam tanah, karena ikan dan emas tersebut belum menjadi hak miliknya.

  d) Boleh diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli.

  4) Syarat-syarat nilai tukar atau harga barang

  Unsur terpenting dalam jual beli yaitu nilai tukar dari barang yang dijualbelikan pada zaman sekarang ini yaitu uang. Terkait dalam masalah nilai tukar ini para ulama

  fikih membedakan menjadi dua yaitu al-tsaman dan al- si’r.

  Menurut mereka al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku diantara para penjual penjual secara nyata, dan al-

  si’r

  adalah harga barang yang diterima para pedagang sebelum mereka menjual kepada konsumen atau pembeli.

  Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa harga yang diberikan untuk sesama pedagang harusnya berbeda dengan harga yang akan diberikan kepada para pembeli. Dalam praktiknya pada zaman sekarang seperti toko yang melayani pembelian secara grosir dan eceran harganya harus berbeda.

4. Macam Macam Jual Beli

  a) Jual beli yang diperbolehkan

  Jual beli yang diperbolehkan menurut syari’at Islam terbagi menjadi beberapa diantaranya jual beli dilihat dari hukumnya, ada dua jenis yaitu jual beli yang sah menurut hukum dan jual beli batal untuk hukum, dan dari segi obyek benda yang diperjualbelikan, dan dari segi orang atau pelaku dalam jual beli tersebut (Suhendi, 2010:75).

  Dilihat dari obyek benda yang diperjualbelikan diantaranya:

  1. Jual beli benda yang kelihatan.

  Pada saat melakukan akad jual beli, barang atau benda yang akan diperjualbelikan harus ada atau terlihat oleh kedua belah pihak. Seperti kalau membeli buah di pasar.

  2. Jual beli yang disebutkan sifatnya (jual beli as-salam).

  Jual beli as-salam adalah jual beli yang proses pembayarannya tidak langsung diterima atau tidak tunai, jual beli ini dulunya meminjamkan barang yang harganya seimbang dengan barang tersebut, maksudnya perjanjian yang penyerahan barangnya disimpan terlebih dahulu sampai batas waktu kesepakatan yang telah ditentukan.

  3. Jual beli benda yang tidak ada Jual beli yang dilarang karena barang atau bendanya belum diketahui atau belum terlihat dan tidak pasti, apakah barang tersebut milik sendiri, curian, ataupun barang titipin, sehingga akan merugikan salah satu pihak (Supendi, 2011:75-77). b) Jual beli yang sah, tapi dilarang 1.

  Membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasar, padahal dia tidak menginginkan barang tersebut, akan tetapi semata-mata agar orang lain tidak dapat membeli barang itu.

  2. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam khiyar.

  3. Mencegat orang-orang yang datang dari desa di luar kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka smapai ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga pasar. Hal tersebut tidak diperbolehkan karena karena dapat merugikan orang desa yang datang, dan menngecewakan serta tidak mendukung gerakan pemasaran karena barangnya tidak sampai pasar.

  4. Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat umum memerlukan barang tersebut. Hal ini tidak diperbolehkan karena menimbun barang dilarang oleh agama.

  5. Menjual barang yang berguna, kemudian dijadikan alat maksiat oleh yang memebelinya.

  6. Jual beli yang disertai tipuan. Yang berarti dalam jual beli tersebut ada unsur tipuannya. Baik dari pihak penjual maupun pembelinya, pada barang ataupun ukuran dan timbangannya. Semua ulama sepakat bahwa perbuatan itu sangat tercela dalam agama, menurut akal pemikiran kita pun tercela.

  c) Jual beli yang terlarang 1.

  Jual beli dengan transaksi riba Secara umum riba dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:

  (a) Riba Nasi’ah Nasi’ah artinya penundaan, yaitu riba yang

  terjadi dalam suatu transaksi karena adanya unsur penundaan, baik yang terjadi dalam jual beli maupun dalam transaksi hutang piutang. Riba

  Nasi’ah merupakan jenis riba yang populer pada

  jaman jahiliyah. Contoh

  riba Nasi’ah yang popular

  adalah riba yang terdapat dalam qardl (hutang piutang) yaitu seseorang memberikan qardl kepada pihak lain sejumlah uang dalam tempo yang disepakati, dan pihak mustaqrdl (orang yang berhutang) harus membayar pada waktu yang disepakati dengan sejumlah tambahan tertentu sesuai dengan waktu yang disepakati pula (Azzam, 2010: 218).

  (b) Riba Fadhl Riba Fadhl adalah tambahan pada salah

  pertukaran dua barang yang sama saat terjadi tukar menukar secara tunai. Hal ini biasanya terjadi dalam suatu transaksi pertukaran atau jual beli, di mana penjual dan pembeli melakukan akad jual beli antara barang yang sama (sejenis) tetapi terdapat perbedaan kuantitas. Riba Fadhl adalah jenis riba yang diharamkan melalui hadis nabi, contohnya yaitu apabila seseorang menukar gandum dengan gandum tetapi tidak sama ukurannya (Azzam, 2010: 218).

2. Jual beli yang mengandung unsur gharar

  Setiap transaksi jual beli yang memberi peluang terjadinya persengketaan, karena barang yang dijual tidak transparan,atau ada unsur penipuan yang dapat membangkitkan permusuhan antara dua pihak yang bertransaksi, atau salah satu pihak menipu pihak lain dilarang oleh nabi Saw, transaksi yang mengandung

Dokumen yang terkait

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN GRIYA BANK SYARIAH MANDIRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 119

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN BAGI HASIL SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (Studi Kasus di BMT Tumang Cabang Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 150

STUDI ANALISIS PERANAN ADVOKAT NON MUSLIM DALAM MENANGANI PERKARA DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 100

ANALISIS PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DI DALAM PRODUK ASURANSI MITRA MABRUR PLUS DI AJB BUMIPUTERA UNIT SYARIAH SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 97

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM BARTER (Studi di Desa Benowo Kecanmatan Bener Kabupaten Purworejo) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 1 92

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 1 88

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN BAGI HASIL SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (Studi Kasus di BMT Tumang Cabang Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 1 147

PENGUPAHAN DI TOKO PINTAR 3 PASAR BANDARJO UNGARAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum

0 0 93

ANALISIS KERJASAMA ANTARA PUBLISHER DAN GOOGLE ADSENSE DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 108