PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN (StudiKasus di DesaKecandranKecamatanSidomukti Kota Salatiga) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

  

PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN

(StudiKasus di DesaKecandranKecamatanSidomukti Kota

Salatiga)

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

FERI FIRDAUS

  

NIM. 214-13-017

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI ’AH

  

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2018

  

MOTTO

Ridhollah Fi RidholWalidain

Ridho Allah terletakpadaRidhokedua orang tua PERSEMBAHAN Alhamdulilah puji syukur kepada Allah SWT dengan izin-Nya

  Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang mendukung penulis dalam menuntut ilmu.

  1. Bapak Muhammad Nasori dan ibu Khotijah yang saya hormati dan saya cintai yang telah bersusaha payah menuntun perjalanan kaki saya agar tetap berada pada jalan yang di ridhoi Allah SWT.

  2. Kakek

  H. Muhammad ImrondanHj. Rukanah yang telahmemberikando’adandukungankepadapenulis

  3. Keluarga besar H. RusmandanAlmHj. Khuzaemah yang telah memberikan do’a, dukungan moral maupun material.

  4. Ketigaadiksaya yang sayasayangi Faisal Ikhsani, NajihaNisaRizkia, dan Muhammad Rizkiputra.

  5. Kakak-kakaksepupusayaFakhriyandanSukriNiami yang selalumemberikanarahan, motivasidandukungankepadapenulis.

  6. Sahabat-sahabat tercinta saya NurlailatulMaghfiroh, AnidaKUmalasari, NurulAzizah, IlhamIndrawan, Diana wulansari, IntanFadlilah, MaulinaHandayani

  7. Pak Inam dan bu Inung yang selalu menjadi motifasi buat hidup saya.

  8. Kawan-kawan Hukum Ekonomi Syari’ah 2013 IAIN Salatiga.

KATA PENGANTAR

  

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun dalam mengarungi proses pembelajaran akademik di jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Salatiga.

  Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan.

  Dalam penyelesaian penyusunan skripsiini, yang berjudul “Praktik Jual

  

Beli Musiman (Studi Kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga) sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1

  dalam Hukum Ekonomi Syariah, pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, tentunya tidak terlepas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skribsi ini dapat terselesaikan dengan segala kekurangannya. Karenannya patutlah penyusun mengucapkan terimakasih kepada mereka yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  3. Bapak Dr. Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si., selaku Wakil Dekan Fakultas Syariah.

  4. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.

  5. Bapak Moh. Khusen, M.Ag., M.A., selaku dosen pembimbing akademik.

  6. Bapak Sukron Ma‟mun,S.HI,M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenagannya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penulis skripsi ini.

  7. Bapak ibu dosen serta karyawan Institut Agama Islam Negeri Salatigayang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  8. Para Narasumber di Desa Kecandran yang telah memberikan informasi kepada penulis yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

  9. Ayahanda Muhammad Nasori dan Ibunda Khotijah yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri Salatiga dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

  10. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah angkatan2013 di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.

  Penyusun menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiyah ini. Penyusun berharap skripsi ini bermanfaat khususnya bagi peyusun dan para pembaca pada umumnya.atas bantuan yang diberikan kepada penyusu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang layak, Amin

  Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 14 Maret 2018 Penulis FERI FIRDAUS NIM. 214 13 017

  

ABSTRAK

  Firdaus, Feri 2018. “Praktik Jual Beli Musiman (Studi Kasus di desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga).

  Skripsi Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Ekonimu Syari‟ah. Institut Agama Islan Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Sukron Ma‟mun, S.HI,M.Si.

  Kata Kunci: Praktik, jual beli, musiman.

  Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang dengan barang atau uang dengan barang. Jual beli dikatakan sah atau tidaknya tergantung dari terpenuhinya rukun-rukun dan syarat akad. Jualbeli yang dilakukan di Desa Kecandran adalah jual beli musiman. Jual beli ini dilakukan karena faktor ekonomi dan kebutuhan mendesak. Sebagaimana yang terjadi dalam praktik jual beli musiman bahwa buah kelengkeng, duku dan durian yang dibeli belum jelas atau belum kelihatan wujudnya. Melihat permasalahan tersebut penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah praktik jual beli musiman di Desa Kecandran? Bagaimanakah menurut perpsektif Hukum Islam tentang praktik jual beli musiman di DesaKecandran?

  Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang meggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat diskriptif metode yang dipakai menggunakan pendekatan normative sosiologis yang dikaitkan dengan Hukum Islam. Kemudian ditarik sebuah kesimpulan akhir mengenai praktik jual beli musiman.

  Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan jual beli musiman di Kecandran awal mulanya karena factor ekonomi dan sistemnya satu pohon kelengkeng dibayar lima musim sekali, pohon duku dibayar tiga musim sekali dan durian satu tahun sekali. Apabila buah kelengkeng setiap satu musim gagal panen maka akan digantikan musim berikutnya. Kalau buah duku apabila gagal panen juga yang memanen adalah pemilik pohon tetapi cuma digantikan selama satu musim saja. Berbeda lagi dengan durian tidak akan mendapatkan ganti rugi dari pemilik pohon atau penjual. Mengenai pelaksanaan jual beli musiman di Desa Kecandran dalam pandangan Hukum Islam terdapat sifat gharar karena terdapat ketidakjelasan suatu barang yang belum terlihat tetapi sudah dilakukan pembayaran diawal.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................. i LEMBAR BERLOGO ............................................................................... ii NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii PENGESAHAN ......................................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................. v MOTTO...................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii KATA PENGANTAR ............................................................................... viii ABSTRAK ................................................................................................. xi DAFTAR ISI .............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv

  BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 Rumusan Masalah ......................................................................... 4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6 Metode Penelitian .......................................................................... 7 Sistematika Penulisan .................................................................... 12 BAB II TEORI JUAL BELI DALAM ISLAM Pengertian Jual Beli........................................................................ 14 Macam-macam Jual Beli ................................................................ 17 Dasar Hukum Kebolehan Jual Beli ................................................ 19 Rukun dan Syarat Jual Beli ............................................................ 22 Khiyar dalam Jual Beli ................................................................... 27 Pengertian Gharar dan Dasar Hukum............................................ 30 Macam-macam Gharar .................................................................. 31

  Haramnya Gharar dalam Jua Beli ................................................. 33 Jual beli Buah-buahan .................................................................... 34

  

BAB III DESA KECANDRAN DAN TRADISI JUAL BELI MUSIMAN

Profil Desa Kecandran ................................................................... 37 LetakGeografis ............................................................................... 38 Demografi ...................................................................................... 45 Kondisi Sosiologis dan Kultural masyarakat Kecandran ............... 48 Potensi pertanian dan perkebunan di Kecandran ........................... 50

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM Praktik Jual Beli Musiman ............................................................. 53 Perspektif Hukum Islam Tentang Praktik Jual Beli Musiman ....... 58 BAB V PENUTUP Kesimpulan ................................................................................... 66 Saran-saran .................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN A.

  Biografi Penulis B. Nota Pembimbing Skripsi C. Surat Permohonan Izin Penelitian D.

  Lembar Konsultasi E. Surat Keterangan Kegiatan F. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif G.

  Surat Rekomendasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna karena

  manusia diberikan kelebihan akal untuk berfikir dan menjalankan kehidupannya. Dengan kelebihan tersebut, manusia harus bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia yang perlu pemilahan untuk dijalani atau di tinggalkan.

  Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhanya sendiri atau dengan kata lain manusia harus bekerjasama dengan manusia lainya, misalnya dalam hal tukar-menukar barang dengan jual beli, atau sewa-menyewa atau hutang-piutang dan lain-lain.

  Ketergantungan antar manusia ini membuat manusia hidup secara berkumpul atau berdekatan agar saling melengkapi antara satu dengan lainya. Kerjasama dengan sesama adalah dianjurkan menurut Islam. Setiap muslim dianjurkan bekerja apapun selama pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan syari‟at Islam.

  Masalah sosial yang sering timbul dan mengakibatkan perselisihan antar manusia adalah karena tidak dijalankannya undang-undang syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dalam hal muamalah, termasuk jual beli yang merupakan pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Pasaribu, 1996: 33). Berbagai aturan telah dijelaskan dalam Islam seperti aturan dalam jual beli. Perkataan jual beli sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan beli”. Sebenarnya kata “jual” dan “beli” mempunyai arti yang satu sama lainya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli. Dengan demikian perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan di pihak yang lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli. Seperti yang ada pada Al-Quran Surat Al-Baqarah 275 yang membahas tentang jual beli.

      

  “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” Dalam kegiatan masyarakat, khususnya di Desa Kecandran terdapat transaksi jual beli yakni hasil panen buah seperti kelengkeng, duku dan durian yang disebut jual beli musiman. Dimana dalam transaksi jual beli ini, jika ada warga yang membutuhkan uang serta dalam keadaan yang sangat mendesak dan dia menjual hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian kepada orang lain dengan cara musiman.

  Menurut pengamatan sementara di Desa Kecandran, dari segi kegiatan jual beli hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian yaitu dimana pihak penjual menjual hasil panenya kepada pihak pembeli dengan kesepakatan untuk beberapa musim panen, yaitu tiga kali musim untuk duku, lima kali musim panen untuk buah kelengkeng. Kesepakatan yang kedua yaitu jika hasil panen buah kelengkeng, duku, durian baik maka hasil panen tersebut dimiliki oleh si pembeli, dan apabila hasil panen buah kelengkeng, duku tersebut tidak baik maka hasil panen tersebut dimiliki oleh si penjual. Tetapi untuk buah durian ketika gagal panen tidak mendapatkan ganti dimusim berikutnya karena pembelianya setiap satu musim sekali. Jika sudah sampai lima kali musim panen dengan hasil panen yang baik maka hasil panen pohon kelengkeng tersebut akan kembali lagi pada pihak penjual. Untuk buah duku tiga kali musim apabila ada musim gagal panen maka digantikan satu kali musim kedepan. Tetapi untuk buah durian ketika gagal panen tidak mendapatkan ganti dimusim berikutnya karena pembelianya setiap satu musim sekali. Disini penjual dan pembeli merupakan orang Islam. Sedangkan dalam jual beli hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian ini, terdapat suatu hal yang meragukan bila di lihat dari norma Hukum Islam. Seperti pemilik pohon yang menjual hasil panen dengan kesepakatan bahwa hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian tersebut nantinya akan kembali lagi kepada penjual setelah selesai.

  Syarat dalam jual beli sangatlah banyak, dalam melaksanakan jual beli membutuhkan syarat-syarat untuk melakukan jual beli. Jual beli yang dilakukan yaitu harus terhindar dari gharar. Gharar yaitu jual beli yang barangnya tidak bisa diketahui keadaanya, seperti binatang yang masih dalam kandungan, ikan di air yang menggenang, daging sebelum di sembelih dan lain-lain. Gharar disini dijelaskan yang wujudnya belum dipastikan diantara ada dan tiada, tidak diketahui kualitasnya dan kuantitasnya atau sesuatu yang tidak bisa di serahterimakan(Djuwaini, 2002: 85). Dalam praktik jual beli yang saya teliti disini yaitu buah kelengkeng, duku dan durian yang dibeli belum jelas atau belum kelihatan wujudnya. Jual beli gharar itu merupakan jual beli yang dilarang jadi tidak ada alasan bagi kita untuk melakukan jual beli yang seperti ini.

  Fenomena tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut dan membahas bagaimana praktik transaksi jual beli buah kelengkeng, duku dan durian musiman tersebut menurut pandangan tokoh agama di Desa Kecandran, kemudian ditinjau dalam Hukum Islam. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam sebuah skripsi yang berjudul: PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN (Studi kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Salatiga).

  B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimanakah praktik jual beli musiman di desa Kecandran? 2. Bagaimanakah menurut perspektif Hukum Islam tentang praktik jual beli musiman?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Mengetahui bagaimana praktik jual beli musiman di desa Kecandran.

2. Mengetahui bagaimana menurut perspektif Hukum Islam tentang praktik jual beli musiman di desa Kecandran.

D. Tinjauan Pustaka

  Tinjauan pustaka pada dasarnya adalah untuk menentukan apa yang telah diteliti orang lain yang berhubungan dengan topik yang akan dilakukan peneliti. Penelitian ini menganalisis tentang

  “Praktik Jual Beli Musiman (Studi Kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga)”. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan

  perbandingan peneliti yaitu sebgai berikut: Pertama, skripsi yang ditulis oleh Tsamrotul Fikriyyah (2008) UIN

  Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap kontrak pohon mangga di Desa Pawidean Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu” skripsi tersebut membahas tentang sewa pohon mangga menggunakan sistem musiman seperti satu musim atau dua musim, ada juga yang menggunakan sistem tahunan. Pohon mangga yang disewakan itu oleh penyewa untuk diambil buahnya, sebagai hasil atau kemanfaatan barang yang disewakan. Hal ini sudah m enjadi kebiaasan di kalangan masyarakat, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akses pada tanggal 17 Januari 2018).

  Kedua, skripsi yang ditulis oleh Farida Khiftiyani Ifda (2016) STAIN Ponorogo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli sawah tahunan di Desa Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo” skripsi tersebut membahas tentang sewa menyewa sebidang tanah kepada pembeli tetapi akad yang digunakan adalah akad jual beli .Dimana pihak penjual menyewakan sebidang tanah kepada pembeli dalam batas atau waktu tertentu diakses pada tanggal 17 Januari 2018).

  Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Mantoro Adi (2014) STAIN Ponorogo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli buah jambu alpukat musiman (Studi kasus di Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Sumatra Selatan). Skripsi ini membahas mengenai penetapan harga dalam jual beli buah jambu alpukat. Cara yang pertama sudah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli dengan demikian sesuai dengan Hukum Islam dimana ada kesepakatan yang menunjukan kerelaan kedua belah pihak dengan adanya suatu paksaan. Cara kedua tidak memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli dengan demikian tidak sah dan tidak sesuai dengan Hukum Islam. Mengenai penetapan harga jual beli buah jambu alpukat musiman tidak bertentangan dengan Hukum Islam karena secara „urf (termasuk „urf‟amm) kebiasaan yang sudah berlaku turun temurun dan terjadi sampai sekarang diseluruh Kecamatan Warkuk Ranau Selatan diakses pada tanggal 17 Januari 2018).

E. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan kepada masyarakat guna menjelaskan dan memberi sekumpulan data tentang praktik jual beli musiman. Dan juga penelitian ini mempunyai hal-hal yang positif dan bermanfaat. Setelah mendapatkan data-data sebagai alternatif untuk mencari informasi teori yang benar dalam transaksi jual beli musiman.

  1. Bagi Akademik a.

  Menambah wawasan dan pengetahuan pada penulis yang ingin mendalami permasalahan ini.

  b.

  Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh civitas akademik sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

  2. Bagi Praktisi a.

  Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menjalankan sistem jual beli yang baik dan sesuai syari‟at Islam.

  b.

  Dapat dijadikan referensi bagi masyarakat sebelum melakukan perjanjian jual beli.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a.

  Pendekatan

  a) Pendekatan Hukum Normatif

  Menurut Soekanto (2010) Hukum Normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

  b) Pendekatan Sosiologis

  Pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang dasar tujuannya adalah permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan masalah, faktor, praktik jual beli, maka pendekatan ini digunakan untuk mengetahui realitas yang ada di masyarakat.

  b.

  Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (fieldresearch) dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif sebagai metode untuk pengumpulan data kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011: 6). Penelitian ini adalah Studi kasus seperti yang telah diterangkan di atas bahwasanya penulis akan melaksakan observasi dan wawancara langsung pada objek kajian sehingga penelitin berada pada lapangan bersama narasumber yang ada. Adapaun lokasi penelitian yaitu berada di Desa Kecandran Kec. Sidomukti Kota. Salatiga.

  Peneliti akan menggali permasalahan dan mempelajari praktik jual beli musiman yang sudah terjadi di Desa Kecandran, Salatiga.

2. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian

  Penelitian ini berlokasi di Desa Kecandaran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dengan subyek penelitian praktik jual beli musiman yang telah terjadi di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Lokasi ini dipilih oleh peneliti karena : 1.

  Akademis Karena sistem jual beli ini sangat langka ditemukan di Desa-desa lainnya.

2. Praktis

  Karena di Desa ini sudah ada jual beli seperti ini lokasinya dekat dan mudah dijangkau.

3. Kebutuhan dan Sumber Data Penelitian

  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui praktik jual beli musiman yang telah terjadi di desa kecandran kecamatan sidomukti kota salatiga. Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperolehm (Moleong, 2000: 144). Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a.

  Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari peneliti dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut (Idrus, 2009: 86). Jadi sumber data primer yang didapat dari peneliti ini adalah wawancara langsung antara penjual dengan pembeli di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

  b.

  Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama,bukan asli) yang memiliki informasi atau data tersebut. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah dengan telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal yang serupa.

4. Teknik Pengumpulan Data a.

  Observasi (pengamatan) Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis (Idrus, 2009: 101). Observasi yang dilakukan penulis ini untuk mendapatkan data tentang bagaimana praktik jual beli buah kelengkeng secara musiman ini.

  b.

  Wawancara Merupakan tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara langsung dalam interview ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai perncari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai informan atau responden (Romy, 1990: 71). Dalam penelitian ini penulis melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan antara penjual dan pembeli yang melakukan praktik jual beli musiman, sebagai pelaku sosial yang mengetahui dan mendapatkan informasi sebanyak- banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.

  5. Analisis Data

  Analisi data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Analisi data yang dapat digunakan adalah data primer dan sekunder, dengan menggunakan pola pikir deduktif yang menganalisis sistem jual beli menurut Hukum Islam. Setelah pengumpulan data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direkduksi, dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moloeng, 2011: 288).

  6. Pengecekan Keabsahan Data

  Dalam penelitian ini teknik keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap data itu (Moloeng, 2002: 178).

  Berdasarkan pendapat moloeng diatas, maka penulis melakukan perbandingan data yang telah diperoleh. Yaitu data-data primer yang diperoleh dari observasi dan wawancara yang sesuai fakta-fakta yang ditemui di lapangan, sehingga kebenaran dari data yang diperoleh dapat dipercaya dan meyakinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.

G. Sistematika Penelitian

  Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah serta mudah dipahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka peneliti akan menyajikan karya ilmiah ini kedalam bentuk sistematika penelitian yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan dalam bab ini berisi mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,Tinjauan Pustaka, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penelitian. BAB II: Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang jual beli

  menurut perspektif hukum Islam, diantaranya pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, syarat dan rukun jual beli, khiyar dalam jual beli, pengertian gharar dan dasar Hukum, jual beli buah-buahan dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan jual beli.

BAB III : Berisi tentang gambaran umum objek penelitian lokasi penelitian di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. BAB IV : Berisi tentang praktik jual beli musiman di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dan perspektif Hukum Islam terhadap praktek jual beli musiman di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. BAB V : Berisi kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan akhir

  dari penulisan skripsi. Dalam bab ini mengemukakan keseluruhan kajian yang merupakan jawaban dari permasalahan dan juga dikemukakan tentang saran-saran, penutup sebagai rangkaian dari penutup.

BAB II TEORI JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al- Bai‟, al- Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah SWT berfirman:

      

  Artinya : “mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”.(Q.S. Faathir.29).

  Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-pasal 1540 BW. Pasal tersebut untuk masa sekarang ini tentu saja tidak cukup untuk mengatur segala bentuk atau jenis perjanjian jual beli yang ada dalam masyarakat, akan tetapi cukup untuk mengatur tentang dasar-dasar perjanjian jual beli.

  Dalam pasal 1457 BW diatur tentang pengertian jual beli. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Miru, 2012: 134).

  Muamalat ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan seperti jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam meminjam urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainya (Rasjid, 2014: 278).

  Menurut luqhawinya “jual beli” itu artinya saling menukar (pertukaran). Menurut pengertian syari‟at, jual beli ialah: pertukaran harta atas saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Ghazali, 2002: 214).

  Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).

  

         

             

 

  Artinya : “janganlah kamu saling memakan harta sesamamu

  

dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku

dengan suka sama-suka di antara kamu

  ”.(Q.S. An-Nisa: 29). Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.

  Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain.

  Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukaranya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat dilearisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu (Suhendi , 2014: 69).

  Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:

  1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar merelakan.

  2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara.

  3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesusai dengan syara.

  4. Tukar menukar benda dengan denda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan).

  5. Penukaran denda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.

  6. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.

  Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa inti dari jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara‟ dan disepakati(Suhendi Hendi, 2014: 68).

  Nawawi (juz III, 1995:599) menyatakan bahwa jual beli pemilikan harta benda dengan secara tukar menukar yang sesuai dengan ketentuan syariah.

B. Macam-Macam Jual Beli

  Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam, yakni jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum. Dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.

  Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk: 1.

  Jual beli benda yang kelihatan, ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras di pasar.

  2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak ada tunai (kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang menyerahkan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu.

  3. Jual beli yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak (Suhendi, 2014: 75). Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian, dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan:

  1. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat karenan isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang di pandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan pernyataan.

  2. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat menyurat sama halnya ijab kabul dengan ucapan, misalnya via Pos dan Giro.

  3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah

  mu‟athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan kabul (Suhendi, 2014: 77).

C. Dasar Hukum Kebolehan Jual Beli

  Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW (Ghazali, 2010: 66). Orang yang sedang melakukan transaksi jual beli tidak dilihat sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Bagi penjual, ia sedang memenuhi kebutuhan pembeli. Sedangkan bagi pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan keuntungan yang sedang dicari oleh penjual. Atas dasar inilah aktifitas jual beli merupakan aktifitas mulia, Islam memperkenanya (Afandi, 2009: 54).

  Jual beli telah disahkan oleh Al- Quran, sunnah, dan ijma‟.

  Adapun dalil dari Al-Quran yaitu firman Allah SWT:

       “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

  (QS.Al- Baqarah(2): 275)”

  Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-

  bai‟yang dapat

  dijadikan referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum, maka ia dapat dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang lainya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras, bangkai, dan yang lainya dari apa yang disebutkan dalam sunnah dan ijma‟ para ulama akan larangan tersebut (Azzam, 2010: 26).

  Di tempat lain, Allah berfirman dalam Q.S An- Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi:

   

   Artinya:

  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama- suka diantara kamu”

  Allah telah mengharamkan memakan harta oranglain dengan cara batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad yang rusak yang tidak boleh secara syara‟ baik karena ada unsur riba atau

  (tidak diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak seperti

  jahalah

  minuman keras, babi, dan yang lainya dan jika yang diakadkan itu adalah harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualian dalam ayat di atas adalah terputus karena harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual-belikan. Ada juga yang mengatakan isti

  tsna‟

  (pengecualian) dalam ayat bermakna lakin (tetapi) artinya, akan tetapi, makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan antara penjualan dan pembelian.

  Adapun dalil sunah diantaranya adalah hadist yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”sesungguhnya jual beli itu atas dasar saling ridha”. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama,

  Nabi Muhammad SAW menjawab:”usaha seseorang dengan tanganya sendiri, dan setiap jual beli yang mabrur.” Jual beli yang mabrur adalah setiap jual beli yang tidak ada dusta dan hianat, sedangkan dusta itu adalah menyembunyikan aib barang dari penglihatan pembeli. Adapun makna hianat ia lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia menyifatkan dengan sifat yang tidak benar atau memberi tahu harga yang dusta (Azzam, 2010: 27).

  Sedangkan para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad jual beli. Ijma‟ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun harus ada kompensasi sebagai imbal baliknya. Sehingga dengan disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara untuk merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya, manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dan bantuan orang lain (Djuawaini, 2008: 73).

D. Rukun dan Syarat Jual Beli Di kalangan fuqaha terdapat perbedaan mengenai rukun jual beli.

  Menurut fuqaha kalangan Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan kabul. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun jual beli terdiri dari akad (ijab dan kabul), „aqid (penjual dan pembeli), ma‟qud alaih (objek akad).

  Akad adalah kesepakatan (ikatan) antara pihak pembeli dengan pihak penjual. Akad ini dapat dikatakan sebagai inti dari proses berlangsungnya jual beli, karena tanpa adanya akad tersebut, jual beli belum dikatakan sah. Disamping itu akad ini dapat dikatakan sebagai bentuk kerelaan (keridhaan) antara dua belah pihak. Kerelaan memang tidak dapat dilihat, karena ia berhubungan dengan hati (batin) manusia, namun indikasi adanya kerelaan tersebut dapat dilihat dengan adanya ijab dan kabul antara dua belah pihak (Huda, 2011: 55).

  Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan berhubungan dengan hati, kerelaan dapat diketahui melalui tanda-tanda lahirnya, tanda yang jelas menunjukan kerelaan adalah ijab dan kabul, Rasulullah SAW bersabda :

  ْنَع َّلَٕا ِن اَنْث ِا َّنَق َتَْ َيَ َلَ َل اَق م ص ُّ ِبَِّنلا ِنَع ضر َةَرْي َرُه ِبِ َأ ْنَع )يذمتَلا و دواد وب ا هور( ٍض ا َرَت

  “dari abi hurairah R.A. dari Nabi SAW bersabda: janganlah dua orang

  yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai” (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi).

  ص )ةامج نباةاور( ٍضاّرَت ُّ ِبَِّنلا َلاَق ْنَع ُعْيَبْلا اَمَّهِا م

  “Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya jual beli hanya sah dengan

  saling merelakan ” (Riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majah).

  Jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul, ini adalah pendapat jumhur. Menurut fatwa ulama syafiiyah, jual beli barang-barang yang kecilpun harus ijab dan kabul, tetapi menurut imam Al-Nawawi dan ulama mutaakhirin Syafi‟iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang- barang yang kecil dengan tidak ijab dan qabul seperti membeli sebungkus rokok (Suhendi, 2014: 70).

  Oleh karena perjanjian jual beli ini merupakan perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesusatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat syahnya jual beli. Adapun yang menjadi rukun dalam perbuatan hukum jual beli terdiri dari :

1. Adanya pihak penjual dan pembeli 2.

  Adanya uang dengan benda, dan 3. Adanya lafaz. Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi, sebab andai kata salah satu rukun tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli.

  Agar jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan pihak pembeli sah, haruslah dipenuhi syarat-syarat yaitu :

1. Penjual dan Pembeli.

  a.

  Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang. Batal akad anak kecil, orang gila, orang bodoh, sebab mereka tidak pandai mengendalikan harta. Oleh karena itu, anak kecil, orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya, Allah berfirman:

  ُثْؤُث َلَ َو )ة:ءٓآسنلا( ْ ُكَُلاَوْمَا َءٓآَهَف ُّسلاا ؤ “Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang- orang yang bodo

h” (Al-Nisa:5)

  Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh diserahkan kepada orang bodoh. „Illat larangan tersebut ialah karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta, orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam mengelola harta sehingga orang gila dan anak kecil juga tidak sah melakukan ijab qabul.

  b.

  Kehendak sendiri (bukan pksaan) Tidak sah jika ada unsur pemaksaan terhadap hartanya tanpa kebenaran karena tidak ada kerelaan darinya. c.

  Tidak mubazir (pemborops), sebab harta orang yang mubazir itu ditangan walinya.

  d.

  Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama selain Islam sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang- orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin, firman-Nya:

          “Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin” (Al-Nisa:141)

  (Suhendi, 2014: 74-75).

2. Ma‟qud „Alaih (barang atau harga).

  Menurut Aziz (2010: 47) bahwa al- ma‟uqud alaih adalah harga dan barang yang dihargakan. Untuk melengkapi keabsahan jual beli, barang atau harga harus memenuhi syaratnya yaitu: a.

  Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan benda-benda seperti anjing, babi dan yang lainnya. b.

  Memberi manfaat menurut syara‟, maka dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara‟, seperti menjual babi, kala, cicak dan yang lainnya.

  c.