BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kreativitas - UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS IV PADA MATERI KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA MELALUI METODE TEBAK KATA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU DI SD NEGERI 3 PLIKEN - r

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kreativitas

  a. Pengertian Kreativitas Ghufron (2011:103-104) berpendapat bahwa kreativitas adalah prestasi yang istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru berdasarkan bahan, informasi, data atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna dan bermanfaat, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan. Sedangkan menurut Hurlock (2010:3-4), kreativitas umumnya dianggap sinonim dengan imajinasi dan fantasi dari karenanya merupakan bentuk permainan mental.

  Menurut Jarolimek (1986:337), creative art is widely used in

  social studies instruction because many topic and activities inspire creative expression. Hal tersebut menjelaskan bahwa kreatif dapat

  digunakan dalam instruksi studi sosial, karena banyak topik dan aktivitas yang dapat menginspirasi ekspresi kreatif atau kreativitas.

  Kreativitas tidak hanya dapat dinilai dengan produk, melainkan bisa dengan ide-ide baru yang muncul dari anak. Ide-ide tersebut dapat dijadikan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu

  9

  10 masalah. Seperti halnya metode pembelajaran Tebak Kata yang akan diterapkan peneliti, metode tersebut merangsang kreativitas siswa dalam menemukan ide-ide berupa kosakata, supaya pasangannya mengerti apa yang dimaksud. Pembelajaran demikian dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam ide-ide yang ditemukan, sehingga tidak menuntut adanya produk yang nyata. Jarolimek (1986:338) berpendapat bahwa: art work of this type is not evaluated

  in terms of the product produced but in terms of the satisfactions the experience it self gives the youngster.

  Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kegiatan ini tidak dievaluasi dari segi produk yang dihasilkan, tetapi dalam hal kepuasan pengalaman sendiri yang diberikan siswa. Siswa yang bisa memecahkan suatu masalah berdasarkan ide-ide atau informasi yang diberikan pasangannya akan memiliki kepuasan tersendiri. Kepuasan tersebut dapat meningkatkan kreativitas siswa, sehingga akan mempengaruhi pula prestasi belajar siswa.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah segala upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru berdasarkan ide-ide, informasi, bahan, dan data serta dalam memecahkan masalah menggunakan daya khayal dan kekuatan imajinasi atau cara berfikir. Kreativitas tidak selalu menghasilkan suatu produk, namun bisa berupa ide-ide yang muncul

  11 dari siswa itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan penggunaan metode pembelajaran Tebak Kata yang akan diterapkan oleh peneliti.

  Metode Tebak Kata menuntut kreativitas siswa dalam menggali ide-ide baru dalam mencari kosakata, sehingga pasangannya dapat memecahkan suatu masalah, pemecahan masalah tersebut memerlukan kerjasama yang baik.

  b. Ciri-Ciri Kepribadian Kreatif Menurut Munandar (2009:71), ciri-ciri memiliki kepribadian yang kreatif, antara lain: (1) rasa ingin tahu yang mendalam, (2) sering mengajukan pertanyaan yang baik, (3) memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah, (4) bebas dalam menyatakan pendapat, (5) mempunyai rasa keindahan yang mendalam, (6) menonjol dalam salah satu bidang seni, (7) mampu melihat suatu masalah dari berbagai macam segi/sudut pandang, (8) mempunyai rasa humor yang luas, (9) mempunyai daya imajinasi, dan (10) orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.

  Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan 5 indikator yang sesuai dengan metode yang digunakan, yaitu metode pembelajaran Tebak Kata. Indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut: (1) mandiri dalam berfikir, (2) memberikan gagasan/usul terhadap suatu masalah, (3) mempunyai daya imajinasi, (4) mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang, dan (5) orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.

  12

  c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Ambalie dalam Ghufron (2011:123-124) mengemukakan beberapa faktor penting yang mempengaruhi kreativitas, diantaranya:

  (1) kemampuan kognitif, meliputi pendidikan formal dan informal. Faktor ini memengaruhi keterampilan sesuai dengan bidang dan masalah yang dihadapi individu yang bersangkutan; (2) disiplin, karakterisitik kepribadian yang berhubungan dengan disiplin diri, kesungguhan dalam menghadapi frustasi, dan kemandirian. Faktor- faktor ini akan memengaruhi individu dalam menghadapi masalah dan menemukan ide-ide yang kreatif untuk memecahkan masalah; (3) motivasi intrinsik sangat memengaruhi kreativitas seseorang, karena motivasi intrinsik dapat membangkitkan semangat individu untuk belajar sebanyak mungkin guna menambah pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Dengan demikian, individu dapat mengemukakan ide secara lancar, dapat memecahkan masalah dengan luwes, mampu mencetuskan ide-ide yang orisinal, dan mampu mengelaborasi ide.

  Menurut Munandar (2009:37-38), motivasi untuk kreativitas, pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya, untuk mewujudkan dirinya, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas seseorang. Dorongan ada pada

  13 setiap orang dan bersifat internal, ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan.

  London (1975:159) berpendapat bahwa: So far, it sounds like motive

  and stimulus mean the same thing. They almost do, but not quite. A stimulus is anything that arouses you; a motive is any internal thing that arouses you, anything in your body. So all motives are stimuli, but external stimuli are not motives.

  Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa di dalam motivasi terdapat motif atau stimulus. Stimulus adalah segala sesuatu yang dapat membangkitkan atau memberikan dorongan dari dalam diri seseorang. Dengan adanya dorongan tersebut, dapat membangkitkan kreativitas siswa dalam memecahkan dan menemukan ide-ide baru. (4) lingkungan sosial, kreativitas juga dipengaruhi lingkungan sosial, yaitu tidak adanya tekanan-tekanan dari lingkungan sosial, seperti pengawasan, penilaian maupun pembatasan-pembatasan dari pihak luar.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif, disiplin, motivasi intrinsik, dan lingkungan sosial dapat mempengaruhi kreativitas. Motivasi intrinsik memiliki pengaruh dalam membangkitkan semangat belajar siswa. Hal tersebut dapat merangsang cara berfikir siswa dalam memecahkan masalah, sehingga dapat membangkitkan kreativitas.

  14 d. Membangkitkan Kreativitas di Sekolah

  Munandar (2009:109-112) berpendapat bahwa guru tidak dapat mengajarkan kreativitas, tetapi ia dapat memungkinkan kreativitas muncul, memupuknya, dan merangsang pertumbuhannya. (1) Sikap Guru

  Cara yang paling baik bagi guru untuk mengembangkan kreativitas siswa adalah dengan mendorong motivasi intrinsik.

  Motivasi intrinsik akan tumbuh, jika guru memungkinkan anak untuk bisa diberi otonomi sampai batas tertentu di kelas. beberapa peneliti menugaskan anak membaca teks ilmu pengetahuan sosial dengan tiga cara intruksi yang berbeda: a) tidak diarahkan (non-

  directed ), b) tidak diawasi tetapi diarahkan (non-controlling but directed ), dan c) diawasi plus diarahkan (controlling and directed)

  (2) Falsafah Mengajar Falsafah mengajar yang mendorong kreativitas anak secara keseluruhan, adalah sebagai berikut: a) belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan; b) anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik; c) anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif; d) anak perlu merasa nyaman dan dirangsang di dalam kelas. Hendaknya, tidak ada tekanan dan ketegangan; e) anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebanggaan di dalam kelas; f) guru merupakan narasumber, bukan polisi atau dewa.

  Anak harus menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman

  15 dengan guru; g) guru memang kompeten, tetapi tidak perlu sempurna; h) anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka, baik dengan guru maupun teman sebaya; i) kerja sama selalu lebih daripada kompetisi; j) pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap guru dan falsafah mengajar guru dapat membangkitkan dan mendorong kreativitas siswa di sekolah. Suasana kelas juga mempengaruhi kreativitas anak. Lingkungan yang nyaman dapat pula membangkitkan kreativitas anak, karena anak jauh dari tekanan dan ketegangan.

2. Prestasi Belajar

  a. Pengertian Prestasi Belajar Arifin (2009:12) berpendapat bahwa kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda, yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa

  Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

  Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan, antara lain dalam kesenian, olah raga, dan pendidikan,

  16 khususnya pembelajaran. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.

  Hamdani (2011:138-139) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat pencapaian pengetahuan siswa dalam menerima dan mengolah informasi yang diberikan dalam jangka waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor. Prestasi belajar menunjukkan motivasi intrinsik dan kreativitas serta tingkat pengetahuan siswa.

  b. Fungsi prestasi belajar Arifin (2009:12-13) berpendapat bahwa prestasi belajar

  

(achievement) semakin terasa penting untuk dibahas, karena

  mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain: (1) Prestasi belajar

  17 sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik; (2) prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, (3) prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. (4) prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan, (5) prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

  Fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Disamping itu, prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan atau bimbingan terhadap peserta didik.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar memiliki fungsi mendorong siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan. Apabila siswa memiliki prestasi yang tinggi, maka siswa akan selalu ingin meningkatkan prestasinya agar tidak tersaing oleh temannya, begitu pula sebaliknya siswa yang memiliki prestasi rendah akan lebih berusaha agar bisa mengejar prestasi temannya.

  Oleh karena itu, prestasi dapat meningkatkan kualitas pendidikan suatu

  18 sekolah atau institusi pendidikan. Prestasi dapat menjadi tolok ukur dan umpan balik bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran.

  c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Menurut Ahmadi (2008:138), prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu.

  Yang tergolong faktor internal adalah:

  1. Faktor jasmaniah (fisiologi), baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh.

  2. Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas: a) Faktor intelektif, yang meliputi: faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat, dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki. b) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu, seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

  3. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

  Yang tergolong faktor eksternal, ialah: a) Faktor sosial yanag terdiri atas: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok. b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian. c) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.

  19

  4. Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.

  Hamdani (2011:139-142) berpendapat bahwa pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).

  (1) Faktor intern

  Faktor intern adalah faktor yang berasal dari siswa. Faktor ini antara lain sebagai berikut.

  a) Kecerdasan (intelegensi), kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

  b) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologis, kondisi jasmaniah atau fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.

  c) Sikap, yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak suka, atau acuh tak acuh. Dalam diri siswa harus ada sikap yang positif (menerima) kepada sesama siswa atau kepada gurunya. Sikap positif ini akan menggerakannya untuk belajar. Adapun siswa yang sikapnya negatif (menolak) kepada sesama siswa atau gurunya tidak akan menjadi kemauan untuk belajar.

  20 d) Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar atau kegiatan. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi hasil belajarnya.

  e) Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

  Bakat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang- bidang studi tertentu.

  f) Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting, karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar.

  (2) Faktor ekstern

  Menurut Slameto dalam Hamdani (2011:145), faktor ekstern yang dapat memengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

  a) Keadaan keluarga, keluarga merupakan lingkungan tempat pertama kali seseorang memperoleh pendidikan dari orang tua.

  Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang terdorong untuk belajar, b) Keadaan sekolah, sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, c) Lingkungan masyarakat, lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh terhadap

  21 perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak lebih banyak bergaul dengan lingkungan tempat ia berada.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datangnya dari dalam diri siswa, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi dari luar diri siswa.

3. Media Pembelajaran

  a. Pengertian Media Menurut Sadiman (2009:6-7), kata media berasal dari bahasa

  Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Sedangkan Arsyad (2007:3) berpendapat bahwa secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

  22 Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi, dalam pembelajaran media yang digunakan selalu berbeda, sesuai dengan materi dan metode yang digunakan. Media yang digunakan dapat berupa media visual, media audio, dan media audiovisual. Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan media visual yang berupa media kartu untuk materi keragaman suku bangsa dan budaya pada kelas IV SD Negeri 3 Pliken.

  b. Fungsi dan Manfaat Media Levie & Lentz (1982) dalam Arsyad (2007:16-17) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris.

  Fungsi atensi, media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

  Fungsi afektif, media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar.

  Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

  23 Fungsi kognitif, media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

  Fungsi kompensatoris, media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

  Selain itu, ada kegunaan atau fungsi media dalam proses pembelajaran. Menurut Sadiman (2009:17-18), secara umum, media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka), (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, (3) penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik, dan (4) masalah dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dalam kemampuannya dalam: (a) memberikan perangsang yang sama; (b) mempersamakan pengalaman; (c) menimbulkan persepsi yang sama.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi dan manfaat media bagi berlangsungnya pembelajaran sangat berpengaruh pada tujuan pembelajaran. Selain media berfungsi sebagai penyalur pesan, media juga dapat membangkitkan semangat belajar

  24 siswa dalam proses pembelajaran. Media dapat menarik perhatian siswa, sehingga siswa dapat lebih aktif dan berani menyampaikan pendapat. Dengan media siswa lebih mudah dalam menerima dan mengingat materi pelajaran. Siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, sehingga berpengaruh pada kreativitas dan prestasi siswa.

  c. Macam-Macam Media Media bukan hanya terdiri dari satu atau dua jenis, melainkan terdiri dari barbagai macam jenis. Menurut Djamarah (2010:124), media dilihat dari jenisnya dibagi menjadi 3, yaitu (1) media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam, (2) media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan, (3) media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsure gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media memiliki keanekaragaman dan keunikan tersendiri. Penggunaan media akan optimal apabila sesuai dengan kebutuhan. Dari berbagai jenis media yang telah dijelaskan, hendaknya guru dalam menggunakan media harus memilih dan mempertimbangkannya, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pada materi keragaman suku bangsa dan budaya di kelas IV SD Negeri 3 Pliken, peneliti akan

  25 menggunakan media kartu yang pembuatannya mudah dan penggunaannya tidak sulit. Media tersebut termasuk media visual dan media yang sederhana, karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan siapa saja bisa membuat.

4. Model Pembelajaran Kooperatif

  a. Pengertian Kooperatif Menurut Suprijono (2009:54-55), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

  Solihatin (2009:4) mengungkapkan bahwa, cooperative

  learning meangandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku

  bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

  Isjoni (2011:16-17) berpendapat bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang

  26 lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.

  Menurut Slavin (2005:4-5), ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan.

  Salah satunya adalah berdasarkan penelitian dasar yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu.

  Selain itu, Borich (2008:364) juga berpendapat bahwa:

  Cooperative learning is important in helping learners acquire from the curriculum the basic cooperative attitudes and values they need to think independently inside and outside your classroom.

  Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pembelajaran kooperatif merupakan hal yang penting dalam membantu peserta didik memperoleh dari kurikulum sikap dan nilai-nilai dasar kooperatif yang mereka butuhkan untuk berpikir secara mandiri di dalam atau di luar kelas.

  Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan dua orang atau lebih, melibatkan kerja sama antar anggota, sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dan tujuannya akan tercapai. Pembelajaran tersebut berpusat pada siswa, sehingga dapat membuat siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaram kooperatif membantu siswa memenuhi yang mereka butuhkan untuk berpikir secara mandiri, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

  b. Prosedur Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono (2009:65-66), sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase.

  Tabel 2.1 Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif

  Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik.

  Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Fase 2: Present information. Menyajikan informasi.

  Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. Fase 3: Organize students into learning teams. Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar.

  Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Fase 4: Assist team work and study. Membantu kerja tim dan belajar.

  Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya. Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi

  Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan.

  Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

  Fase pertama, guru mengklarifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan, karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.

  27

FASE-FASE PERILAKU GURU

  28 Fase kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Fase ketiga, kekacauan bisa terjadi pada fase ini, oleh sebab itu transisi pembelajaran dari dan ke kelompok- kelompok belajar harus diorkestrasi dengan cermat. Pada fase ketiga ini, terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya.

  Fase keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya.

  Fase kelima, guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Fase keenam, guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada peserta didik.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prosedur model pembelajaran kooperatif adalah (1) guru harus menjelaskan tujuan pembelajaran terlebih dahulu, agar siswa dapat termotivasi dan membangkitkan kreativitas, (2) guru menyampaikan informasi dan menjelaskan aturan-ataran atau metode yang akan dilakukan siswa, (3) guru membentuk kelompok atau pasangan dalam menyelesaikan masalah kelompok, (4) tiap kelompok dalam memecahkan masalah didampingi oleh guru, sehingga siswa dapat

  29 mendapat bimbingan dan arahan, (5) pada akhir pembelajaran, guru melakukan kegiatan evaluasi, dan (6) kelompok yang menyelesaikan tugasnya dengan baik akan berpengaruh pada prestasi siswa.

  c. Unsur-Unsur Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Lie (2008:35), untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan.

  (1) Saling Ketergantungan Positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. (2) Tanggung Jawab Perseorangan

  Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

  (3) Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.

  30 (4) Komunikasi Antaranggota

  Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur yang mendukung tercapainya keberhasilan dalam pembelajaran. Dalam pemerolehan prestasi atau hasil yang maksimal ditentukan dari kreativitas dan usaha siswa sendiri. Siswa akan memperoleh hasil yang baik, apabila didukung dengan usaha yang baik pula.

  Siswa harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan, dan berusaha agar menjadi yang terbaik. Maka dari itu, guru harus mempersiapkan penyusunan tugas yang diberikan siswa, agar siswa bertanggung jawab terhadap tugasnya.

  Tatap muka antara kelompok dengan guru sangat diperlukan, karena dengan tatap muka siswa dapat mempertanyakan segala sesuatu yang belum jelas kepada guru. Selain itu, komunikasi dengan guru, komunikasi antar anggota kelompok juga perlu. Setiap siswa memiliki kemampuan berkomunikasi yang berbeda, ada yang pandai dan ada yang kurang cakap, sehingga secara tidak langsung siswa yang kurang cakap dapat berlatih cara berkomunikasi. Oleh karena itu,

  31 pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa dalam melakukan komunikasi dan bersosialisasi.

  d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Learning Isjoni (2011:21) berpendapat bahwa tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman- temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.

  Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.

  Johnson dalam Isjoni (2011:23-24) berpendapat bahwa

  

cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan

  akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki tujuan sebagai berikut: (1) meningkatkan prestasi dan motivasi siswa, karena pembelajaran yang

  32 menyenangkan dan siswa menjadi lebih aktif, (2) melatih kerja sama antar anggota, sehingga dapat mempererat tali persahabatan, (3) menumbuhkan sikap saling menghargai pendapat orang lain, (4) dengan suasana yang menyenangkan membuat siswa lebih mudah dalam menyerap materi, (5) melatih cara berfikir kritis, sehingga dapat meningkatkan nilai akademis, dan (6) meningkatkan toleransi siswa terhadap keanekaragaman.

  e. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2011: 24-25) mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran ini adalah: (1) saling ketergantungan yang positif, (2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, (3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, (4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, (5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, dan (6) memiliki banyak kesempatan untuk meng- ekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

  Kelemahan model pembelajaran cooperative learning bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam, yaitu: (1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu, (2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai, (3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

  Keunggulan pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2005:5), pembelajaran kooperatif berjalan dengan baik dan dapat diaplikasikan untuk semua jenis kelas, termasuk kelas-kelas yang khusus untuk anak-anak berbakat, kelas pendidikan khusus, dan bahkan untuk kelas dengan tingkat kecerdasan “rata-rata”, dan khususnya sangat diperlukan dalam kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan. Pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukannya menjadi masalah. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar untuk mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa pendidikan khusus terbelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka, ini jelas melengkapi alasan pentingnya untuk menggunakan pembelajaran kooperatif dalam kelas-kelas yang berbeda.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan dan kelemahan yang dapat menjadi bahan pertimbangan.

  Keunggulan pembelajaran kooperatif, antara lain: (1) siswa saling bekerja sama dalam hal yang positif, (2) siswa dapat memahami dan menerima setiap perbedaan, (3) siswa ikut mengelola kelas, sehingga suasana kelas menjadi nyaman, (4) terciptanya suasana kelas yang menyenangkan, sehingga suasana menjadi lebih hidup dengan keaktifan siswa, (5) antara guru dengan siswa dapat lebih bersahabat, dan (6) semua siswa sama, tidak ada perbedaan prestasi akademik siswa.

  Kelemahan pembelajaran kooperatif, antara lain: (1) memakan banyak waktu, tenaga dan pikiran, dalam mempersiapkan pembelajaran, (2) memerlukan biaya, fasilitas, sarana dan prasarana, dan alat yang memadai, (3) meluasnya pembahasan topik pada setiap kelompok, sehingga menyimpang dari target, dan (4) diskusi hanya didominasi oleh satu orang, sehingga yang lain menjadi pasif.

  Faithurrohman (2007:55) berpendapat bahwa metode secara harfiah berarti „cara‟. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “mengajar” sendiri berarti memberi pelajaran. Jadi, metode mengajar adalah cara-cara menyajikan bahan pelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang sama pentingnya dengan komponen- komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan.

  34

5. Metode Pembelajaran Tebak Kata

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode adalah salah satu cara menyampaikan informasi kepada siswa, sehingga siswa dapat aktif dalam mengikuti pembelajaran. Untuk menciptakan suasana yang aktif dan menyenangkan, peneliti menggunakan metode Tebak Kata dalam pembelajaran, terutama pada materi keragaman suku bangsa dan budaya kelas IV SD Negeri 3 Pliken.

  Menurut Suprijono (2009:131) Langkah-langkah metode pembelajaran Tebak Kata adalah sebagai berikut: a) Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ±45 menit.

  b) Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas.

  c) Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10 x 10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5 x 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan di telinga.

  d) Sementara siswa membawa kartu 10 x 10 cm membacakan kata-kata yang tertulis di dalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10 x 10 cm. Jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.

  e) Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu), maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.

  35

  36 f) Dan seterusnya sampai semua pasangan maju ke depan.

  Metode tebak kata tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Borich (2008:364) bahwa: . . . . we exchange our information and

  

knowledge with that of others, who have acquired different information

and knowledge in different ways. This exchange shapes our views and

perspectives.

  Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kita saling bertukar informasi dan pengetahuan dengan orang lain, yang telah memperoleh informasi yang berbeda dan pengetahuan, dengan cara yang berbeda. Pertukaran ini membentuk pandangan dan perspektif.

  Menurut Jarolimek (1986:342), . . . . to focus attention on a

central idea, to help children organize ideas, to extend vocabulary.

  Dengan demikian, kreativitas juga memerlukan keterampilan untuk memusatkan perhatian pada ide sentral, untuk membantu anak mengatur ide-ide dan untuk memperluas kosakata. Kosakata tersebut digunakan sebagai kisi-kisi dalam pemecahan masalah dalam metode pembelajarn Tebak Kata.

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode Tebak Kata adalah metode yang dapat merangsang kreativitas siswa, karena siswa dapat bertanya, mempertanyakan, dan menemukakan gagasan dalam memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan pertukaran informasi dan pertukaran tersebut menimbulkan perspektif yang dapat memudahkan dalam memecahkan masalah. Siswa dituntut kreatif dalam menemukan kosakata, sehingga pasangannya mengetahui apa yang dimaksud. Dengan demikian,

  37 kreativitas dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Metode Tebak Kata dapat diterapkan pada pelajaran IPS, karena selain anak menjadi tertarik untuk belajar juga memudahkan dalam menanamkan konsep dalam ingatan siswa.

  Borich (2008:366) berpendapat bahwa: . . . . the interaction

  usually is one on one, with verbal messages directed to individuals one at a time and adjusted to their zones of maximum response opportunity.

  Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa interaksi biasanya satu lawan satu, dengan pesan verbal yang ditujukan kepada perorangan satu per satu dalam suatu waktu dan disesuaikan dengan zona mereka memperoleh kesempatan untuk merespon secara maksimum.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi yang dilakukan perorangan atau satu lawan satu dapat lebih mudah memperoleh informasi secara verbal. Informasi tersebut akan direspon, sehingga dapat memecahkan suatu masalah. Hal tersebut sangat diperlukan dalam pembelajaran yang menggunakan metode Tebak Kata, karena diperlukan kreativitas dalam mencari kosakata.

  Menurut peneliti, metode Tebak Kata memiliki keunggulan dan kelemahan sebagai berikut.

  Kelebihan metode Tebak Kata, antara lain: (1) sangat menarik, karena siswa dapat belajar sambil bermain, (2) mudah mengajak siswa untuk aktif dan kreatif, (3) bertambahnya kosakata anak, (4) siswa akan lebih tertarik dan termotivasi dalam belajar, dan (5) memudahkan

  38 siswa dalam mengingat informasi atau mempermudah penanaman konsep.

  Kelemahan metode Tebak Kata, antara lain: (1) memakan banyak waktu, (2) apabila siswa sering menjawab salah, maka tidak semua siswa dapat maju, karena waktu yang terbatas, (3) siswa sulit mengarahkan kata kunci, ketika pasangannya belum menjawab benar.

6. Ilmu Pengetahuan Sosial

  a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sapriya (2009:7) berpendapat bahwa mata pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dengan Afandi (2011:53)

  IPS terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpadu, seperti: antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, ilmu hukum, filosofi, ilmu politik, psikologi, agama dan manusia. Solihatin (2009:14-15) berpendapat bahwa ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya.

  Lingkungan masyarakat di mana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.

  39 Menurut Zimbardo (1980:81),

  “in the social learning view, behavior, personal factors, and environmental factors all operate as interlocking determinants of each other”.

  Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa dalam pandangan pembelajaran sosial, perilaku, faktor personal, dan faktor lingkungan semua beroperasi sebagai penentu satu sama lain. Dalam ilmu sosial terdapat perilaku atau sikap dalam bermasyarakat, sehingga dapat berhubungan dengan individu lain.

  Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang terintegrasi dengan berbagai ilmu sosial dan di dalamnya terdapat hubungan antara manusia dengan masyarakat atau lingkungan tempat anak didik tumbuh dan berkembang serta berbagai permasalahan yang harus dihadapi anak didik.

  Menurut Savage (1996:10), “argues that definition of social

  studies states an important emphasis on content from academic disciplines. Thought some content in social studies programs is drawn from many fields, programs today continue to place particularly heavy emphases on information drawn from history and such social science discipline as geography, political science, economics, sociology, anthropology, psychologry, archaeology, and law

  ”.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPS atau ilmu sosial penting dalam disiplin ilmu, yang terdapat dalam berbagai bidang, seperti ilmu sejarah, geografi, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi, arkeologi, dan hukum.

  40 b. Tujuan IPS

  Solihatin (2009:15) berpendapat bahwa pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Sapriya (2009:12), IPS ditingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga Negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga Negara yang baik.

  Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah memberikan pengetahuan untuk mendidik peserta didik agar memiliki kemampuan, sehingga dapat menjadi warga Negara yang berkepribadian baik dan memiliki peranan yang penting dalam masyarakat. Peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dapat menyelesaikan masalah, baik masalah pribadi maupun masalah sosial.

  41 c. Dimensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

  Sapriya (2011: 47) berpendapat bahwa program pendidikan IPS yang komprehensif adalah program yang mencakup empat dimensi yaitu:

  1. Dimensi Pengetahuan (Knowledge) Secara konseptual, pengetahuan (Knowledge) hendaknya mencakup: (1) fakta, (2) konsep, dan (3) generalisasi yang dipahami oleh siswa. Fakta adalah data yang spesifik tentang peristiwa, objek, orang dan hal-hal yang terjadi (perisriwa).

Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE GUIDED NOTE TAKING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MATERI KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA SISWA KELAS V SDN AMPELDENTO 02 KABUPATEN MALANG

0 4 15

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 NEGARARATU

0 22 49

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 SERDANG KECAMATAN TANJUNGBINTANG

0 21 53

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN METODE BERMAIN KARTU HURUF DAN ANGKA PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 3 KEBAGUSAN KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

5 37 70

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA PELAJARAN IPS KELAS IV SD NEGERI I GUNUNG REJO KECAMATAN WAYLIMA KABUPATEN PESAWAN

0 7 56

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SDN 1 WONOANTI TRENGGALEK PADA BIDANG STUDI IPS TENTANG KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SNOWBALL THROWING SEMESTER I TAHUN 20132014

0 0 9

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SEMESTER I TAHUN 20152016 PADA BIDANG STUDI IPS MATERI KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA DENGAN MENERAPKAN METODE MIND MAPPING DI SDN 2 KARANGANOM KECAMATAN DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK

0 0 10

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE BERBANTU MEDIA KARTU KATA PADA SISWA KELAS IV SD 4 GETASSRABI GEBOG KUDUS

0 0 21

PENGGUNAAN MEDIA FLASHCARD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS KELAS IV MATERI KERAGAMAN SUKU BANGSA SETEMPAT DI MI MIFTAHUL HUDA 01 KALIMARO KECAMATAN KEDUNGJATI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2017/2018 - Test Repository

1 2 140

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOLABORASI MODEL QUANTUM TEACHING DAN SNOWBALL THROWING PADA MATERI KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA MATA PELAJARAN IPS KELAS V MI MUHAMMADIYAH NGASINAN KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN

0 3 162