Persepsi, dokter, apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [Legibility] di Kota Yogyakarta periode Februari-Mei 2007 - USD Repository

  

PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, DAN PASIEN

MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN

KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY)

DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI-MEI 2007

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh : Irwan Febriantoro

  NIM : 038114083

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY)

  

DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI-MEI 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh : Irwan Febriantoro

  NIM : 038114083

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  

PRAKATA

  Puji dan terima kasih untuk Tuhan atas berkat dan penyertaan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi, penulis memperoleh banyak bantuan, dukungan, doa, dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta .

  2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dan penguji yang selalu memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan serta selalu sabar dalam membimbing sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

  3. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini.

  4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini.

  5. Bapak Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. selaku pembimbing akademis yang selalu memberikan motivasi terhadap penulis.

  6. ”Ebes” saya Sudradjad yang selalu menjadi kebangganku terhadap hidup selama ini. Terima kasih untuk perlindungan, kebebasan, doa, dukungan moral dan materialnya selama ini.

  7. ”Memes” saya Iswanti yang selalu teguh dalam setiap kesempatan berkehidupan bersama penulis.

  8. ”Mas”Dodo, Kunti, dan Igo ”Mbik” yang menjadi motivasi penulis untuk selalu tekun dan bekerja keras didalam setiap kesempatan.

  9. Maduma Maria M. S. atas segala cinta, perhatian, doa, kasih sayang, dan kerewelannya untuk penulis selama ini.

  10. Sahabatku Budiarto, Andreas, Vian, Yulia, Wiwit, Hengky, Hermanto, Rizky, Ndaru, Taufan, Yopinus dan Vicimus untuk semangat, keceriaan, cemooh, persahabatan, dan kerja samanya selama ini.

  11. Rekan kerjaku K. Ratih ”Sirih Merah” Triuntari, atas motivasi dan kerjasamanya selama ini.

  12. Teman-teman kelas B dan seluruh angkatan 2003 atas segala kemurahan hati kalian telah menerima penulis sebagai bagian hidup kalian.

  13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

  Yogyakarta, Januari 2008 Irwan Febriantoro

  

INTISARI

Medication errors adalah kesalahan dalam proses pengobatan pasien yang

  sebenarnya dapat dihindari, akan tetapi hal tersebut tetap terjadi. Cohen menjabarkan beberapa hal yang secara umum dapat menyebabkan medication errors salah satunya adalah : komunikasi yang gagal. Medication errors potensial terjadi pada fase proses komunikasi non verbal antara dokter dan apoteker mengenai pengobatan pasien, dan resep merupakan satu – satunya alat komunikasi non verbal tersebut. Masalah yang timbul pada resep adalah adanya tulisan pada resep yang tidak jelas dan tidak lengkap. Padahal, salah satu persyaratan komunikasi yang ideal adalah adanya media komunikasi yang mampu secara optimal menghantarkan pesan. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai persepsi dokter, apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep .

  Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan survei epidemiologi deskriptif. Instrumen penelitian berupa kuisioner. Data yang diperoleh diolah dengan statistik deskriptif .

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa 46.81 % dokter dan 61.73 % apoteker, dan 18 % pasien menyatakan bahwa semua aspek kelengkapan resep penting dimuat dalam resep.

  Mengenai kemudahan pembacaan resep, 93.61 % dokter, 98.77 % apoteker, dan 69 % pasien menyatakan bahwa tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas. Sedangkan 58 % pasien menyatakan bahwa resep yang diterima tidak jelas dan tidak terbaca.

  Secara umum, seluruh responden berkecenderungan setuju apabila resep ditulis dengan jelas dan memenuhi semua aspek kelengkapan resep. Kata kunci : persepsi, dokter, apoteker, pasien, kelengkapan resep, dan legibility.

  

ABSTRACT

  Medication errors is a failure in patient treatment process that in fact can be avoided, but the situation still happen. Cohen explains general things causes medication errors, one of them is communication failure. Based in this situation, prescription must have optimally capable to submit the message. Medication errors potentially happen on non-verbal communication such as prescription. Those prescription problems are about prescription completeness and prescription legibility. Therefore, this research was about physicians, pharmacists, and patients perceptions about prescription completeness and prescription legibility.

  The research was a non experimental with a descriptive epidemiologic survey plan. The main instrument of this study was questionnaire. The achieved data analyzed by using descriptive statistics .

  The results have shown that 46.81 % physicians, 61.73 % pharmacists, and 18 % patients agreed that all completeness aspects of prescription were necessary to write on the prescription.

  While about the legibility of prescription, 93.61 % physicians, 98.77 % pharmacists, and 69 % patients declare that the prescription must be read clearly. Although 58 % patient revealed that prescriptions they got were unclear and illegible.

  Generally, entire respondents inclined that the prescription must be read clearly and fulfil completeness aspects of prescription. Key words : perception, physician, pharmacist, patient, prescriptions completeness ,and prescriptions legibility.

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................ii HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................................iv PRAKATA....................................................................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.....................................................................vii

  INTISARI..................................................................................................................viii

  

ABSTRACT ...................................................................................................................ix

  DAFTAR ISI.................................................................................................................x DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xv

  BAB I. PENGANTAR..................................................................................................1 A. Latar Belakang........................................................................................................1

  1. Perumusan masalah..............................................................................2

  2. Keaslian penelitian................................................................................3

  3. Manfaat penelitian................................................................................4

  B. Tujuan.....................................................................................................................5

  BAB II. PENELAAH PUSTAKA................................................................................6 A. Resep.......................................................................................................................6 B. Aspek kelengkapan resep........................................................................................9 C. Aspek kemudahan pembacaan tulisan dalam resep..............................................15

  D. Persepsi.................................................................................................................17

  E. Dokter...................................................................................................................18

  F. Apoteker................................................................................................................20

  G. Pasien....................................................................................................................22

  H. Pelayanan Kefarmasian.........................................................................................25

  I. Keterangan empiris...............................................................................................27

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................28 A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................................................28 B. Definisi Operasional.............................................................................................28 C. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling..............................................................29 D. Instrumen Penelitian.............................................................................................32 E. Tata Cara Penelitian..............................................................................................35 F. Keterbatasan Penelitian.........................................................................................37 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................…………….....................38 A. Karakteristik Responden.......................................................................................38

  1. Karakteristik responden dokter...........................................................38

  2. Karakteristik responden apoteker.......................................................42

  3. Karakteristik responden pasien...........................................................45

  B. Persepsi Dokter Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility)..................................................................................................46

  1. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep.....................................46

  2. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)..55

  C. Persepsi Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility)..................................................................................................61

  1. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep.................................61

  2. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)............................................................................................69

  D. Persepsi Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility)..................................................................................................72

  1. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep.....................................72

  2. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)..76

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………........81 A. Kesimpulan...........................................................................................................81 B. Saran ....................................................................................................................82 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................83 LAMPIRAN................................................................................................................86 BIOGRAFI PENULIS..............................................................................................107

  DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel I. Persentase Frekuensi Ketidaklengkapan Resep Pasien pediatri di Rumah

  Sakit I, Rumah Sakit II dan 10 Apotek di Yogyakarta Tahun 2005......14 Tabel II. Daftar pernyataan untuk dokter dan apoteker........................................33 Tabel III. Daftar pernyataan untuk pasien.............................................................34 Tabel IV. Persepsi dokter dan apoteker mengenai kelengkapan resep..................47 Tabel V. Persepsi dokter dan apoteker mengenai kemudahan pembacaan resep

  (legibility)...............................................................................................56 Tabel VI. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep .......................................72 Tabel VII. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan resep

  (legibility)...............................................................................................77

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1. Karakteristik usia responden dokter....................................................38 Gambar 2. Karakteristik jenis kelamin responden dokter.....................................39 Gambar 3. Karakteristik spesialisasi responden dokter........................................39 Gambar 4. Karakteristik tahun kelulusan responden dokter.................................40 Gambar 5. Karakteristik lama praktik responden dokter......................................40 Gambar 6. Karakteristik jumlah tempat praktik responden dokter.......................41 Gambar 7. Karakteristik rata-rata kunjungan pasien responden dokter................41 Gambar 8. Karakteristik usia responden apoteker................................................42 Gambar 9. Karakteristik jenis kelamin responden apoteker.................................43 Gambar 10. Karakteristik tahun lulus apoteker .....................................................43 Gambar 11 Karakteristik pendidikan terakhir responden apoteker.......................44 Gambar 12. Karakteristik lama menjadi APA responden apoteker........................44 Gambar 13. Karakteristik rata-rata resep setiap hari..............................................44 Gambar 14. Karakteristik usia responden pasien....................................................45 Gambar 15. Karakteristik jenis kelamin responden pasien.....................................45 Gambar 16. Karakteristik pendidikan terakhir responden pasien...........................46

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Surat ijin responden dokter.................................................................86 Lampiran 2. Surat ijin responden apoteker..............................................................87 Lampiran 3. Surat ijin responden pasien……………………………….................88 Lampiran 4. Surat ijin BAPEDA D.I.Y. .................................................................89 Lampiran 5. Surat ijin Dinas Perijinan Pemerintah Kota Yogyakarta....................90 Lampiran 6. Lembar kuesioner dokter....................................................................91 Lampiran 7. Lembar kuesioner apoteker.................................................................93 Lampiran 8. Lembar kuesioner pasien....................................................................95 Lampiran 9. Hasil kuesioner dokter........................................................................97 Lampiran 10. Hasil kuesioner apoteker……………………………………….......100 Lampiran 11. Hasil kuesioner pasien…………………………………………......103 Lampiran 12. Daftar apotek di Kota Yogyakarta....................................................105

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Medication errors adalah kesalahan dalam proses pengobatan pasien yang

  sebenarnya dapat dihindari, akan tetapi hal tersebut tetap terjadi. Medication errors merupakan hal yang sangat kritis dan harus ditangani secara tepat dan cepat.

  

Medication errors merupakan bagian yang terkait dengan patient safety. Cohen

  (1999) menjabarkan beberapa hal yang secara umum dapat menyebabkan medication

  

errors adalah : komunikasi yang gagal, kurangnya distribusi obat, perhitungan dosis

  yang salah, masalah-masalah yang terkait bagian obat-obatan, pemberian obat yang salah, dan kurangnya edukasi pasien.

  Mengacu pada penelitian Simbolon (2005), 80 responden (apoteker dan asisten apoteker) yang mengetahui tentang medication error, sebagian besar responden berpendapat bahwa resep yang tidak jelas dan tidak terbaca merupakan merupakan faktor utama penyebab medication errors.

  Medication errors potensial terjadi pada fase proses komunikasi non verbal

  antara dokter dan apoteker mengenai pengobatan pasien. Pada proses komunikasi non verbal, resep merupakan satu – satunya alat komunikasi antara dokter dan apoteker. Salah satu persyaratan sebuah komunikasi yang ideal adalah adanya media komunikasi yang memadai yang mampu secara optimal menghantarkan pesan dari pihak pemberi pesan ke pihak penerima pesan.

  Berdasarkan hal tersebut maka resep harus mempunyai kemampuan optimal dalam menyampaikan pesan dari dokter kepada apoteker mengenai terapi obat bagi pasien. Oleh karena itu, aspek persyaratan kelengkapan sebuah resep dan keterbacaan tulisan dokter dalam resep (legibility) menjadi hal yang sangat penting.

  Aspek kelengkapan sebuah resep seharusnya dipenuhi oleh dokter penulis resep sebagai salah satu langkah preventif terhadap kejadian medication errors. Akan tetapi berdasarkan penelitian Widayati dan Hartayu (2006) mengemukakan bahwa dari 2 rumah sakit dan 10 apotek yang diteliti, memberikan gambaran bahwa dari tiga tempat penelitian tidak satupun yang memenuhi semua aspek kelengkapan resep, bahkan yang menarik adalah terdapat 1 buah resep yang tidak mencantumkan nama pasien.

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) di Kota Yogyakarta.

1. Perumusan masalah

  Perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

  a. seperti apa profil persepsi dokter di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility)? b. seperti apa profil persepsi apoteker di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility)? c. seperti apa profil persepsi pasien di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility)?

2. Keaslian penelitian

  Rahmawati dan Oetari (2002) melakukan penelitian dengan judul “Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek- apotek Kotamadya Yogyakarta”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada metodologi, waktu, dan fokus penelitian. Pada penelitian ini menggunakan resep sebagai bahan penelitian, serta menggunakan kuesioner dan wawancara sebagai data pendukung.

  Simbolon (2005) melakukan penelitian dengan judul, “Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi Menyebabkan Medication Errors di Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek, waktu dan variabel penelitian.

  Penelitian oleh Widayati dan Hartayu (2006) dengan judul, “Kajian Kelengkapan Resep dan Kombinasi Obat Untuk Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Errors di 10 Apotek Kota Yogyakarta dan 2 Rumah Sakit di Yogyakarta”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek, lokasi, waktu, dan fokus penelitian.

  Pramudiarja (2006) dengan judul “Potensi Medication Errors dalam Resep Pediatri di 10 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Maret 2006 dan Persepsi Pembaca Resep yang Menanganinya (Tinjauan Aspek Kelengkapan dan Kemudahan pembacaan tulisan dalam resep)”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek, lokasi, waktu, dan fokus penelitian.

  Penelitian ini pernah dilakukan Triuntari (2007) dengan judul “Persepsi Dokter, Apoteker, Asisten Apoteker, dan Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Tulisan Dalam Resep (Legibility) di Empat Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta Periode Maret-April 2007. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada obyek, lokasi, dan waktu penelitian.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian, terutama dalam bidang pelayanan kefarmasian.

  b. Manfaat praktis

  1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pengembangan model – model resep yang ideal di Indonesia. Penelitian mengenai pengembangan model resep yang ideal akan dapat mengacu pada hasil penelitian ini, sehingga penelitian ini berkedudukan sebagai penelitian pendahuluan.

2. Sumber informasi bagi dokter dan apoteker dalam usaha mengoptimalkan komunikasi non verbal antar tenaga kesehatan.

  3. Sumber informasi bagi dokter dan apoteker dalam mengevaluasi, serta mencegah terjadinya medication errors yang disebabkan oleh ketidaklengkapan dan ketidakjelasan penulisan dalam resep.

  4. Sumber informasi bagi masyarakat mengenai pentingnya aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep, sebagai bagian dari usaha pencegahan medication errors.

B. Tujuan

  1. Tujuan umum

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dokter, apoteker dan pasien terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility) pada resep.

  2. Tujuan khusus

  Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

  a. mengetahui persepsi dokter di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility).

  b. mengetahui persepsi apoteker di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility).

  c. mengetahui persepsi pasien di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility).

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Resep Berdasarkan Kepmenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002, dan Kepmenkes No.

  1027/MenKes/SK/IX/2004 resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan, kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku (Anonim, 2002 dan 2004a).

  Menurut Scott (2000), resep merupakan pesanan untuk pengobatan yang dikeluarkan oleh dokter, dokter gigi, dan praktisi medis lainnya yang telah memiliki izin. Beberapa negara memberikan izin bagi para penulis resep yang memiliki kewenangan praktek terbatas. Sebagai contoh, dokter hewan dapat meresepkan obat hanya untuk hewan saja; dokter ahli penyakit kaki (podiatrist) dapat meresepkan obat yang digunakan untuk mengobati kaki; dokter ahli mata (optometrist) yang hanya dapat meresepkan obat untuk mengobati kelainan pada mata. Resep menunjukkan pengobatan dan dosis yang spesifik dan digunakan pada pasien dalam kurun waktu tertentu. Secara umum, obat yang diresepkan mengacu resep milik pasien.

  Joenoes (2001) menambahkan bahwa resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di apotek. Resep yang lengkap terdiri atas : 1. nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.

  2. nama kota serta tanggal resep itu ditulis dokter. 3. tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil” Nomor 1-3 di atas disebut Inscriptio.

  4. nama setiap jenis/ bahan obat yang diberikan serta jumlahnya:

  a. jenis/ bahan obat dalam resep terdiri dari : 1. remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan. 2. remedium adjuvans yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.

  3. corrigens hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris, dan odoris).

  4. constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituen obat minum umumnya air.

  b. jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam satuan berat untuk bahan padat dan satuan isi untuk cairan (tetes, mililiter, liter). Perlu diingatkan bahwa menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud adalah “gram”.

  5. cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a. pulv. = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan, obat berupa puyer.

  Nomor 4-5 di atas disebut Praescriptio.

  6. aturan pemakaian obat oleh penderita umumya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signa, biasanya disingkat S.

  7. nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamtanya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita. 8. tanda tangan atau paraf dokter/ dokter gigi/ dokter hewan yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan suatu resep itu otentik.

  Nomor 8 di atas disebut Signatura.

  Menurut Joenoes (2001), satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Pada kenyataannya resep lebih besar maknanya dari yang disebutkan di atas, karena resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan, keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Menurut undang-undang yang diperbolehkan menulis resep ialah dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Bagi dokter umum dan dokter spesialis tidak ada pembatasan mengenai jenis obat yang boleh diberikan kepada penderitanya. Bagi dokter gigi ada pembatasan, yaitu dokter gigi hanya boleh menuliskan resep berupa jenis obat yang berhubungan dengan penyakit gigi.

  Bahasa Latin digunakan dalam resep, tidak saja untuk penulisan nama-nama obat tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan atau bentuk obat, termasuk petunjuk-petunjuk aturan pemakaian obat yang pada umumnya ditulis berupa singkatan. Untuk menghindari salah interpretasi, singkatan-singkatan bahasa Indonesia untuk obat dan juga aturan pakainya sedapat mungkin dihindarkan, karena dapat meragukan makna. Beberapa alasan penggunaan bahasa Latin adalah :

  1. bahasa Latin adalah bahasa yang mati, artinya tidak dipakai lagi dalam percakapan sehari-hari. Dengan demikian bahasa ini tidak bertumbuh dengan pembentukan kosakata-kosakata baru. 2. bahasa Latin merupakan bahasa internasional dalam dunia/ profesi kedokteran dan kefarmasian, (misalnya untuk nama-nama anatomis bagian tubuh, nama penyakit dan gejala penyakit, nama bahan obat, nama bahan tumbuhan obat berkhasiat, dan sebagainya).

  3. dengan menggunakan bahasa Latin tidak akan terjadi dualisme tentang bahan/ zat yang dimaksud dalam resep.

  4. dalam hal-hal tertentu, karena faktor-faktor psikologis, ada baiknya penderita tidak perlu mengetahui bahan obat yang diberikan kepadanya (Joenoes, 2001).

B. Aspek Kelengkapan Resep

  Permenkes 26/MenKes/Per/1/1981 pasal 10 ayat 1, menyatakan bahwa resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap (Anonim, 1981a).

  Berdasarakan Kepmenkes R.I. No. 280/ MenKes/ SK/V/1981, resep juga harus memuat :

  1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan;

  2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat;

  3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;

  4. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku;

  5. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan;

  6. tanda seru atau paraf doketr untuk resep yang mengandung obat yang humlahnya melebihi dosis maksimal (Anonim, 1981b).

  Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, apoteker melakukan skrining resep meliputi :

  1. Persyaratan administratif : 1. Nama, SIP dan alamat dokter.

  2. Tanggal penulisan resep.

  3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

  4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

  5. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta.

  6. Cara pemakaian yang jelas.

  7. Informasi lannya.

  2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

  3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan (Anonim, 2004a).

  Saat menuliskan resep, penulis resep memberikan informasi dan instruksi kepada peracik obat. Informasi dan instruksi minimal yang harus dicantumkan adalah:

  1. nama, alamat, dan nomor telepon penulis resep. Ini merupakan identitas dan nomor telepon untuk menghubungi penulis resep.

  2. tanggal penulisan resep. Hal tersebut untuk mengidentifikasi tanggal ditulisnya resep tersebut. Beberapa aturan di Controlled Drugs di U.K. (United Kingdom) mengharuskan bahwa resep harus ditebus dalam kurun waktu tertentu setelah resep tersebut dibuat.

  3. nama obat beserta kekuatan dan dosisnya. Nama obat dapat dituliskan dalam bentuk nama generik ataupun nama dagangnya.

  4. dosis dan regimen dosis. Produk obat yang digunakan secara topikal seperti krim biasanya tidak memiliki dosis yang spesifik.

  5. jumlah total obat yang diracik. 6. aturan pakai. Aturan pakai dapat berupa cara pakai (oleskan secara tipis, dilarutkan dalam air) dan tempat pemakaian (di mata, telinga, kulit kepala) 7. nama, alamat, dan umur pasien. Hal tersebut untuk mengidentifikasi pasien dewasa ataupun anak-anak.

  8. tanda tangan penulis resep. Hal ini merupakan aspek legal yang diperlukan dalam penulisan resep (Rees, 2004).

  Menurut Joenoes (2001), mengenai beberapa ketentuan tentang menulis resep: 1. secara hukum dokter yang menandatangani suatu resep bertanggung jawab sepenuhnya tentang resep yang ditulisnya untuk penderitanya.

  2. resep ditulis demikian rupa sehingga dapat dibaca, sekurang-kurangnya oleh petugas di apotek.

  3. resep ditulis denga tinta atau lainnya, sehingga tidak mudah terhapus. 4. tanggal suatu resep ditulis dengan jelas. Tanggal resep ditebus oleh penderita di apotek tidak mutlak sama dengan tanggal resep yang ditulis oleh dokter; obat bisa saja baru diambil oleh penderita satu atau beberapa hari setelah resep diterimanya dari dokter (oleh karena sebab/ alasan tertentu).

  5. bila penderita seorang anak, maka harus dicantumkan umurnya. Ini penting bagi apoteker untuk mengkalkulasi apakah dosis obat yang ditulis pada resep sudah cocok dengan umur si anak. Ada nama penderita saja tanpa umur, resep tersebut dianggap untuk seorang dewasa. Pencantuman umur ini terutama berlaku bila penderita berumur 12 tahun ke bawah. 6. di bawah nama penderita hendaknya dicantumkan juga alamatnya; ini penting, dalam keadaan darurat (misalnya salah obat) penderita langsung dapat dihubungi.

  Alamat penderita di resep juga akan mengurangi kesalahan/ tertukar memberikan obat bila pada suatu waktu ada dua orang yang menunggu resepnya dengan nama yang kebetulan sama. 7. untuk jumlah obat yang diberikan dalam resep dihindari memakai angka desimal, untuk menghindari kemungkinan kesalahan.

  8. untuk obat yang dinyatakan dengan satuan Unit, jangan disingkat menjadi U. 9. untuk obat atau jumlah obat berupa cairan, dinyatakan dengan satuan ml,

  3 hindarkan menulis cc atau cm (Joenoes, 2001).

  Menurut Cohen (1999), penulis resep harus mempertimbangkan faktor individu pasiennya dalam menentukan pengobatan yang tepat sebelum menuliskan resep untuk pasiennya. Informasi yang lengkap mengenai pasien seperti umur, berat badan, fungsi hepar dan ginjal, status penyakit lain yang mungkin diderita, hasil tes laboratorium, jenis obat yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien, alergi, dan latar belakang keluarga. Faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan karena dapat berpotensi terjadi kontraindikasi dengan pengobatan yang akan diterima oleh pasien.

  Medication errors bisa terjadi karena peresepan yang tidak sesuai,

  ketidakpatuhan pasien, kesalahan pada saat peracikan, dan kesalahan pada saat pengobatan, dan berbedanya tujuan terapi dari obat dengan tujuan terapi dari pasien.

  , sering dihubungkan dengan angka rawat inap yang signifikan

  Medication errors

  pada setiap tahunnya, dan juga dihubungkan dengan angka morbiditas dan mortalitas. Resiko dari medication errors sangatlah besar untuk pasien pediatri, geriatri, dan pada pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi yang sempit. Aturan penting bagi apoteker dalam menyediakan pharmaceutical care adalah dengan mengantisipasi dan mencegah terjadinya medication errors pada pasien yang mereka layani. Panduan untuk mencegah medication errors telah dikembangkan oleh dewan dari Professional Affairs of the American Society of Health-System

  Pharmacists . Di dalamnya disinggung pula mengenai penulisan resep seperti:

  1. penulisan resep harus lengkap dan berhubungan dengan informasi kondisi pasien, nama obat, dosis, dan harus dilihat kembali oleh penulis resep untuk melihat kebenaran dan kejelasan setelah menuliskan resep. 2. penulisan singkatan harus sesuai dengan standar yang digunakan 3. aturan pakai yang tidak jelas harus dihindarkan, sedangkan obat dengan aturan pakai yang khusus harus dituliskan.

  4. kekuatan obat (contoh : 20 mg) dan jumlah obat haruslah spesifik.

  5. tata nama pada nama obat haruslah digunakan, terlebih untuk singkatan pada nama dagang obat.

  3 Nama pasien 0,00 0,00 2,12

  10 Signature 0,63 0,38 3,76

  9 Jumlah obat 0,95 0,19 3,59

  8 Kekuatan obat 3,81 5,80 48,04

  7 Alamat 63,17 100,00 81,70

  6 Nama orang tua 98,73 100,00 100,00

  5 Berat badan 65,71 100,00 98,53

  4 Umur 49,84 100,00 14,05

  2 Spesialisasi 1,90 2,38 38,40

  6. angka 0 di depan harus diimbuhi dengan tanda desimal (contoh : 0.5 ml). Angka 0 pada akhir bilangan tidak perlu digunakan (contoh : 5.0 ml) karena kegagalan pada penulisan lambang desimal dapat mengakibatkan kesalahan sebesar sepuluh kalilipat. Jika perlu, hindarkan penggunaan angka desimal (contoh : gunakan 500 mg, dan jangan gunakan 0.5 g). 7. kata “unit” (contoh : 10 unit insulin) lebih baik dituliskan daripada menyingkatnya menjadi U, yang nantinya dapat disalahartikan menjadi angka 0

  1 Nama Dokter 1,27 0,28 1,47

  Apotek (n=612) (%)

  Rumah sakit II (n=1051) (%)

  Rumah sakit I (n=315) (%)

  No Komponen Ketidaklengkapan Resep

  Tabel I. Persentase Frekuensi Ketidaklengkapan Resep Pasien pediatri di Rumah Sakit I, Rumah Sakit II dan 10 Apotek di Yogyakarta Tahun 2005

  Hasil penelitian Widayati dan Hartayu (2006), menunjukkan bahwa terdapat ketidaklengkapan resep yang dapat memicu terjadinya medication errors seperti yang tercantum pada tabel I berikut ini.

  (contoh : 10 U dapat disalah artikan menjadi 100). 8. penggunaan sistem metrik sangatlah diperlukan (Scott, 2000).

  11 Petunjuk bentuk sediaan 6,67 61,94 22,71

  Tabel I memberikan gambaran bahwa dari tiga tempat penelitian tidak satupun yang memenuhi semua aspek kelengkapan resep, bahkan yang menarik adalah terdapat 1 buah resep yang tidak mencantumkan nama pasien. Terkait dengan temuan ini maka dapat dikatakan bahwa penulisan resep pediatri sangat berisiko untuk terjadi medication errors terutama pada saat pelayanan resep di apotek.

C. Aspek Kemudahan Pembacaan Tulisan Dalam Resep

  Penulisan yang tidak jelas pada peresepan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam membaca nama obat, terutama untuk obat-obat yang memiliki nama yang serupa atau mirip. Masalah akan timbul ketika obat tersebut memiliki jalur pemberian yang berbeda dan semakin berbahaya jika ternyata memiliki dosis yang berbeda juga terutama untuk obat-obat yang memiliki jendela terapi yang sempit sehingga dapat memberikan efek yang fatal (Cohen, 1999).

  Resep harus ditulis secara jelas dan mudah dimengerti. Harus dihindari penulisan resep yang menimbulkan ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta takaran yang harus diberikan. Adalah kebiasaan yang tidak benar untuk menulis resep secara tidak jelas seperti yang terjadi sekarang ini.

  Resep harus memuat unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang diberikan dan siapa dokternya. Informasi tentang pasien mencakup nama, jenis kelamin, dan umur. Di beberapa unit pelayanan kesehatan di negara-negara tertentu, diagnosis juga sering ditulis dalam resep. Ini memungkinkan dilakukannya pengecekan ulang oleh pemberi obat (Anonim, 2000).

  Tulisan dokter dalam resep yang tidak mudah dibaca bahkan sama sekali tidak dapat dibaca oleh apoteker di apotek merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan. Hal tersebut sangat potensial untuk menimbulkan kesalahan dalam pelayanan resep (Lyons, Payne, Mc Cabe, Fielder, 1998). Hasil penelitian Lyons et

  

al , (1998) menunjukkan bahwa tulisan dokter dalam resep adalah most unlegibility

  dibandingkan dengan profesional kesehatan lainnya di Inggris yang juga berhak menulis resep (antara lain perawat). Temuan yang cukup menarik dari penelitian tersebut adalah bahwa tulisan dokter yang sulit dibaca cenderung pada penulisan huruf dan tidak pada angka. Dengan kata lain, penulisan nama obat mempunyai potensi lebih besar untuk mengalami ketidakterbacaan dibanding dengan penulisan jumlah obat maupun dosis.

  Ketelitian atau kelengkapan resep dapat disalahartikan, jika tulisan tidak jelas atau tidak dapat dibaca. Penulisan resep harus mudah dibaca dan nama penulis resep harus tercantum jika tandanya tidak terbaca. Penulis resep yang memiliki tulisan yang sulit dibaca harus bertanggung jawawab untuk menjelaskan tentang obat yang diresepkan pada pasien. Jika perlu gunakan bahasa Latin atau perintah-perintah yang lazim digunakan dalam resep dan telah disesuaikan dengan pedoman penulisan resep.

  Tulisan tangan dapat terbaca lebih jelas jika penulis resep dalam posisi duduk saat menuliskan resep. Komputer juga mempunyai peranan penting dalam mengatasi masalah tulisan yang sulit dibaca (Cohen, 1999).

  Secara umum resep yang baik adalah resep yang dapat dengan jelas dibaca (legibility), dan mengungkapkan dengan jelas apa yang harus diberikan kepada pasien (De Vries dkk,1994).

D. Persepsi

  Menurut Gibson (cit Budirahayu, 2003), persepsi merupakan penafsiran terhadap stimulus yang terorganisir yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Persepsi merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam mengambil keputusan. Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan menentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap objek yang bersangkutan. Bentuk atau sifat tindakannya tergantung dari keadaan individu yang mengamati dan mengiterpretasi.

  Persepsi menurut Walgito (1994), merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Proses penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Stimulus yang diindera oleh individu akan diorganisasikan dan diintepretasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi.

  Sedangkan menurut Wardoyo (2002), persepsi merupakan aktivitas yang

  

integrated , maka seluruh apa yang ada dalam individu seperti penilaian, pengalaman,

  keyakinan, dan aspek-aspek yang lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam individu tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi hasil dari setiap individu dapat berbeda. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi bersifat individual.

  Menurut Walgito (1994), objek yang dapat dipersepsi sangat banyak. Yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Manusia itu sendiri dapat menjadi objek persepsi. Orang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek persepsi disebut sebagai persepsi diri (self-perception). Objek persepsi dapat dibedakan atas objek yang bukan manusia dan manusia. Objek persepsi yang berwujud manusia disebut dengan person perception atau social perception sedangkan persepsi yang objeknya bukan manusia disebut sebagai non-social perception atau things perception.

E. Dokter

  Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan Perundang- undangan. Surat Izin Praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan (Anonim, 2004b).

  Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk : a. memberikan perlindungan kepada pasien.

  b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

  Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/ Kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan. Surat Izin Praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimakasud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik (Anonim, 2004b).

  Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi (Anonim, 2004b).

  Hak dokter atau dokter gigi menurut Undang-Undang No.29 Tentang Praktik Kedokteran :

  a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melakasanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur opasional; c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d. menerima imbalan jasa.

  Kewajiban dokter atau dokter gigi, antara lain :

  a. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

  b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

Dokumen yang terkait

Pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan : studi pendahuluan dengan 30 responden.

4 19 122

Persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [legibility] di Kabupaten Sleman periode Januari-Februari 2007.

0 2 107

Persepsi dokter, apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (Legibility)di empat Rumah Sakit Umum di kota Yogyakarta periode Maret-April 2007.

0 0 19

analisis resep keabsahan dan KIO

0 5 13

Kajian peresepan obat bermerek dagang terhadap obat generik ditinjau dari sisi harga, pandangan dokter, apoteker dan pasien : studi kasus 4 apotek di Kota Yogyakarta periode November dan Desember 2006 - USD Repository

0 0 144

Persepsi dokter apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [Legibility] di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta periode Maret-April 2007 - USD Repository

0 1 161

Persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [legibility] di Kabupaten Sleman periode Januari-Februari 2007 - USD Repository

0 1 105

Persepsi apoteker pengelola apotek di Kota Yogyakarta terhadap perannya dalam pelayanan resep selama di apotek - USD Repository

0 0 137

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran nafas - USD Repository

0 0 137

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran cerna - USD Repository

0 0 96