Pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan : studi pendahuluan dengan 30 responden.
INTISARI
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Studi pada tahun 2001 oleh FDA menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya oleh karena itu resep racikan tidak dapat dihiraukan keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien mengenai resep racikan melalui eksplorasi pengetahuan, sikap, dan harapan mengenai resep racikan dari sudut pandang pasien yang dilakukan di wilayah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara kualitatif menggunakan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan content analysis.
Kesimpulan yang didapat adalah 46% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai resep racikan, 37% responden dalam kategori tingkat pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan rendah. Sikap responden 34% dalam kategori positif, 10% bersikap sedang dan 56% bersikap negatif. Tingkat harapan responden sebanyak 86% memiliki harapan tinggi dan 14% responden termasuk dalam kategori harapan rendah. Perlu dipertimbangkan reliabilitas alat ukur pada aspek pengetahuan dan harapan dikategorikan cukup reliabel, sedangkan pada aspek sikap dikategorikan agak reliabel.
(2)
ABSTRACT
Prescription is a written request from a doctor or dentist to pharmacist, either in paper or electronic so pharmacist can prepare or create, mix, and give the medicine to the patient. In 2001, a study by FDA showed that out of 650 dispensary will produce 13 million prescriptions annually. Therefore, the existence of compounded prescription can not be ignored. The aims of this study is to determine the patient's perception of compounded prescription from the patient's viewpoint through the exploration knowledge, attitudes, and expectations regarding compounded prescription in the Magelang and Sleman regency, Yogyakarta.
This study was a descriptive observational research with quantitative approach which was supported by qualitative data exploration using interviews. The data were analyzed using descriptive statistics and content analysis.
The conclusion are 46% of respondents have a good level of knowledge about the compounded prescription, 37% of respondents in the medium-level knowledge category, and 17% of respondents with a low level. The 34% respondents in the have a positive attitude, 10% in the medium attitude category, and 56% in the negative attitude category. The 86% respondents have high expectations category and 14% respondents have a low expectations. To consider the reliability of measuring instruments on knowledge aspect and expectations aspect are quite reliable categorized, whereas the attitude aspect categorized unreliable.
(3)
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN
MENGENAI RESEP RACIKAN
(STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lisania Ines
NIM: 118114001
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
i
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN
MENGENAI RESEP RACIKAN
(STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lisania Ines
NIM: 118114001
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(5)
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
Skripsi yang diajukan oleh:
Lisania Ines
NIM: 118114001
telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama :
Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.
(6)
iii
PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
Oleh: Lisania Ines NIM: 118114001
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 24 Juni 2015
(7)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Keberhasilan bukan datang dari orang lain,
Melainkan dari kerja keras dan jerih payah kita sendiri
Saat saat yang luar biasa sulit dalam perjuangan adalah pertanda bahwa kesuksesan sudah mendekat – Merry Riana
Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Segala hormat syukur hanya bagi Tuhan
(8)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 8 Juni 2015
Penulis
(9)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Lisania Ines
Nomor Mahasiswa : 118114001
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
Beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 8 Juni 2015
Yang Menyatakan
(10)
vii PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya
dengan perkenan-Nyalah skripsi yang berjudul “PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)” dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada setiap pihak yang terlibat
dalam penyusunan naskah ini :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang
sabar dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya ini.
2. Seluruh responden yang telah berkontribusi besar selama dilaksanakannya
penelitian ini
3. Para dosen penguji yang telah member kritik dan saran dalam
penyelesaian naskah skripsi ini.
4. Seluruh pihak yang memberikan izin penelitian.
5. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang
mendukung dilakukannya penelitian ini.
6. Keluarga yang setia memberi doa dan dukungan.
7. Seluruh teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan
2011.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu
mendukung, memberikan semangat dan mendoakan selama penyusunan
(11)
viii
Akhir kata, penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan karya ini sehingga penulis terbuka menerima kritik dan saran
untuk menyempurnakan karya ini.
(12)
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan Masalah ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 5
a. Manfaat Teoritis ... 5
(13)
x
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan Umum ... 6
2. Tujuan Khusus ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker ... 7
B. Resep Racikan ... 7
C. Identifikasi Kerusakan Obat ... 8
D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien ... 9
E. Pengetahuan ... 10
F. Sikap ... 10
G. Harapan ... 11
H. Keterangan Empiris ... 12
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 13
B. Variabel Penelitian ... 13
C. Definisi Operasional ... 14
D. Responden ... 16
1. Populasi ... 16
2. Sampel ... 16
E. Metode Sampling ... 18
F. Instrumen Penelitian ... 19
G. Uji Pemahaman Bahasa ... 20
(14)
xi
1. Uji Kuisioner Sebagai Alat Ukur ... 21
2. Uji Validitas ... 22
3. Uji Reliabilitas ... 23
I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 26
J. Metode Pengumpulan Data ... 26
K. Tata Cara Penelitian ... 27
1. Observasi Awal ... 27
2. Permohonan Ethical Clearance ... 28
3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta dalam Penelitian ... 28
4. Pengambilan Data ... 29
5. Tata Cara Analisis Data ... 30
L. Kelemahan Penelitian ... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 34
1. Jenis Kelamin ... 34
2. Usia ... 35
3. Pendidikan Terakhir ... 37
4. Pekerjaan ... 38
B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan ... 39
C. Sikap Responden Tentang Obat Racikan ... 55
D. Harapan Responden Tentang Resep Racikan ... 67
(15)
xii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN ... 86
(16)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) ... 27
Tabel II. Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi ... 34
Tabel III. Distribusi Jawaban Kuisioner Tingkat Pengetahuan Responden 37
Tabel IV. Distribusi Jawaban Kuisioner Sikap Responden ... 53
(17)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30 ... 47
Gambar 2. Distribusi Sikap Responden dengan N=30 ... 63
(18)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Panduan Wawancara Untuk Responden ... 85
Lampiran 2. Form Data Diri Responden ... 87
Lampiran 3. Inform Consent ... 88
Lampiran 4. Kuisioner ... 89
Lampiran 5. Output Data ... 92
(19)
xvi INTISARI
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Studi pada tahun 2001 oleh FDA menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya oleh karena itu resep racikan tidak dapat dihiraukan keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien mengenai resep racikan melalui eksplorasi pengetahuan, sikap, dan harapan mengenai resep racikan dari sudut pandang pasien yang dilakukan di wilayah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara kualitatif menggunakan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan content analysis.
Kesimpulan yang didapat adalah 46% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai resep racikan, 37% responden dalam kategori tingkat pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan rendah. Sikap responden 34% dalam kategori positif, 10% bersikap sedang dan 56% bersikap negatif. Tingkat harapan responden sebanyak 86% memiliki harapan tinggi dan 14% responden termasuk dalam kategori harapan rendah. Perlu dipertimbangkan reliabilitas alat ukur pada aspek pengetahuan dan harapan dikategorikan cukup reliabel, sedangkan pada aspek sikap dikategorikan agak reliabel.
(20)
xvii ABSTRACT
Prescription is a written request from a doctor or dentist to pharmacist, either in paper or electronic so pharmacist can prepare or create, mix, and give the medicine to the patient. In 2001, a study by FDA showed that out of 650 dispensary will produce 13 million prescriptions annually. Therefore, the existence of compounded prescription can not be ignored. The aims of this study is to determine the patient's perception of compounded prescription from the patient's viewpoint through the exploration knowledge, attitudes, and expectations regarding compounded prescription in the Magelang and Sleman regency, Yogyakarta.
This study was a descriptive observational research with quantitative approach which was supported by qualitative data exploration using interviews. The data were analyzed using descriptive statistics and content analysis.
The conclusion are 46% of respondents have a good level of knowledge about the compounded prescription, 37% of respondents in the medium-level knowledge category, and 17% of respondents with a low level. The 34% respondents in the have a positive attitude, 10% in the medium attitude category, and 56% in the negative attitude category. The 86% respondents have high expectations category and 14% respondents have a low expectations. To consider the reliability of measuring instruments on knowledge aspect and expectations aspect are quite reliable categorized, whereas the attitude aspect categorized unreliable.
(21)
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Fenomena perkembangan resep racikan beberapa tahun terakhir ini
didorong oleh berapa faktor antara lain dokter mulai lebih sadar dan peduli
terhadap jumlah dosis yang diberikan kepada pasiennya, terutama untuk
individualisasi dosis yang tidak terdapat di pasaran dan tidak diproduksi oleh
pabrik. Selain itu kejadian yang tidak diharapkan banyak terjadi karena kesalahan
perhitungan dosis dan kesulitan bahan baku untuk pembuatan dalam skala besar
(Allen, 2002), sehingga resep racikan dianggap sebagai sesuatu hal yang cukup
penting dalam dunia pengobatan. Sebuah studi pada tahun 2001 oleh Food and
Drug Administration (FDA) menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan
menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya, sehingga keamanan penggunaan
resep memerlukan perhatian khusus dan tidak dapat dihiraukan (Anonim, 2010).
Beberapa pertimbangan dokter dalam memilih resep racikan antara lain
seperti faktor terapi yaitu :
1. Dokter dapat menyesuaikan dengan kondisi klinis pasien
2. Keterbatasan bentuk sediaan obat
3. Dosis obat yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
4. Lebih mudah diminum untuk anak-anak
5. Dapat memodifikasi rasa sesuai yang diinginkan
Pernyataan ini di dapatkan dari hasil penelitian terhadap 22 dokter di lima
(22)
Penggunaan obat yang tidak rasional di Indonesia juga masih sering terjadi,
misalnya seperti kejadian polifarmasi, dimana seorang pasien rata-rata
mendapatkan 3 hingga 5 jenis obat dalam setiap lembar resep, penggunaan
antibiotik yang berlebihan (43%), waktu konsultasi yang singkat yang rata-rata
berkisar hanya 3 menit saja, serta kepatuhan pasien dalam meminum obat yang
masih kurang (Syamsudin, 2011).
Meracik adalah sebuah kegiatan mencampur, memodifikasi, membagi obat
dengan cara mengubah dosis dan menyesuaikan takaran. Di era ini pengobatan
sudah mengutamakan pengobatan secara individu namun terkadang ada
ketidaksesuaian produk jadi (dari pabrik) dengan kebutuhan pasien, sehingga obat
racikan akan menjadi solusi bagi masalah ini (Allen, 2002).
Melihat fenomena diatas, dengan banyaknya resep racikan yang dapat
dihasilkan setiap tahunnya, serta banyaknya penelitian yang sudah dilakukan
untuk meneliti terkait dengan obatnya dan kebanyakan hanya melihat dari satu sisi
saja yakni untuk mendukung kepentingan si penulis resep. Penulis resep tidak
pernah mengetahui dan membandingkan apakah resep racikan jauh lebih
ekonomis untuk pasien jika dibandingkan dengan sediaan jadi yang berasal dari
pabrik, hal inilah yang mendorong untuk mengetahui lebih jauh pendapat dari
sudut pandang pasien maupun keluarga pasien terkait dengan pengalaman resep
(23)
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
menggali pandangan terkait dengan resep racikan dari sudut pandang pasien. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan
sebagai berikut :
a. Seperti apa pengetahuan pasien mengenai resep racikan ?
b. Bagaimana sikap pasien terhadap resep racikan ?
c. Seperti apa harapan pasien terhadap resep racikan ?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian yang
berhubungan denganresep racikan yaitu antara lain :
a. Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis dan Interaksi Obat Resep Racikan
Untuk Pasien Pediatrik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli
2007 (Cahyono, 2007).
Penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental deskriptif
evaluatif. Penelitian ini menggunakan jumlah data sebanyak 408 lembar
resep racikan. Hasil dari penelitian ini adalah :
Penggunaan obat racikan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Bethesda periode Juli 2007 sebesar 78%. Penggunaan obat racikan
pada bangsal anak lebih besar dibanding obat non racikan. Racikan dengan
2 komposisi paling sering digunakan dengan jumlah penggunaan sebesar
(24)
dengan indikasi referensi. Terdapat 17 jenis racikan dengan 401
penggunaan yang memerlukan penyesuaian dosis. Terdapat 5 jenis racikan
dengan 209 penggunaan yang berpotensi untuk terjadi interaksi obat.
b. Evaluasi Medication Error (ME) Resep Racikan Pasien Pediatrik di
Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Pada Bulan Juli Tahun 2007
(Tinjauan Fase Dispensing) (Hinlandou, 2008).
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif cross sectional.
Penelitian ini menggunakan sebanyak 456 resep dari populasi sebanyak
954 resep. Dengan wawancara sebanyak 6 orang asisten apoteker, 16
orang tua pasien dan 1 orang apoteker penanggung jawab Farmasi Rawat
Jalan RS Bethesda. Hasil dari penelitian ini adalah :
Penyebab Medication Error pada fase dispensing oleh pihak
farmasi adalah kesalahan pada desain dan implementasi sistem. Usaha
pencegahan yang selama ini telah dilakukan oleh dokter seperti : tidak
memperburuk suasana, segera memberikan penyelesaian masalah,
menenangkan pasien, dan memberikan penjelasan kepada pasien. Dari
pihak farmasi upaya pencegahan ME dilakukan seperti pemeriksaan ulang
selama proses pelayanan resep, melakukan pekerjaan dengan konsentrasi
(25)
c. Prevalensi dan Evaluasi Interaksi Farmakokinetik Resep Racikan Pada
Lima Puskesmas di Kabupaten Sleman Periode Desember 2013
(Komaladewi, 2008).
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional
deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Hasil dari
penelitian ini adalah :
Jenis obat yang sering diresepkan adalah obat dengan kelas terapi
obat anti alergi atau antihistamin. Obat racikan lebih sering diresepkan
untuk anak-anak. Kombinasi 2 resep racikan yang paling sering
diresepkan. Bentuk sediaan racikan yang paling sering digunakan adalah
pulveres sebanyak. Tidak ditemukan interaksi farmakokinetik. Menurut
pendapat apoteker obat racikan masih dapat digunakan sebagai salah satu
pilihan bentuk sediaan obat.
Selama ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
pendapat pasien mengenai resep racikan yaitu pengetahuan, sikap dan harapan
pasien mengenai resep racikan.
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai pendapat pasien tentang
(26)
b. Manfaat Praktis
Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung antara lain :
1) Dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti dan masyarakat serta
instalasi terkait mengenai pendapat pasien tentang resep racikan.
2) Dapat menjadi salah satu acuan, tambahan informasi dan referensi bagi
peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian yang berkaitan
dengan pendapat pasien megenai resep racikan.
3) Dengan penelitian ini, diharapkan adanya perbaikan atau peningkatan
mutu dan kualitas pelayanan kesehatan kefarmasian terutama sesuai
dengan harapan yang disampaikan oleh responden.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuitingkat pengetahuan, sikap dan
harapan pasien mengenai resep racikan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai resep racikan.
b. Mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan.
(27)
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(PERMENKES RI, 2014) apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut
Setiawan (2014), apoteker adalah ahli dalam ilmu obat-obatan yang berwenang
membuat obat untuk dijual. Menurut Daris (2008) apoteker bertugas untuk
membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat, membungkus dan
menempatkan obat dalam wadah atau bungkus yang tepat serta memeriksa dan
memberi etiket dengan teliti. Apoteker bertugas untuk memberikan informasi dan
konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga kesehatan lain dan juga masyarakat.
Apoteker dapat melayani resep maupun non resep, dengan wewenang meracik,
mencampur, membuat, membungkus dan menyerahkan obat, serta mengelola
apotek yang mencakup perencanaan, penyimpanan, penyerahan, pelaporan dan
pengawasan.
B. Resep Racikan
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PERMENKES RI,
2014). Resep racikan biasanya diberikan dalam bentuk pulveres atau biasa dikenal
dengan serbuk terbagi, yang mengandung arti sejumlah serbuk yang dibagi dalam
(28)
bahan pengemas lain yang cocok atau sesuai. Pelayanan resep adalah proses
kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai
dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada
pasien (Syamsuni, 2006).
C. Identifikasi Kerusakan Obat
Untuk mengetahui apakah obat sudah rusak atau belum dapat diihat
misalnya untuk :
1. Tablet akan terjadi perubahan pada warna, bau dan rasa, timbul bintik– bintik noda, lubang-lubang, pecah, retak, terdapat benda asing, menjadi
bubuk dan lembab.
2. Tablet salut akan terjadi perubahan salutan seperti pecah, basah, lengket
satu dengan lainnya dan terjadi perubahan warna.
3. Kapsul, maka cangkang kapsul menjadi lembek, terbuka sehingga isinya
keluar, melekat satu sama lain, dapat juga melekat dengan kemasan.
4. Puyer akan terjadi perubahan warna, timbul bau, timbul noda
bintik-bintik, lembab sampai mencair.
5. Salep atau krim atau lotion atau cairan akan terjadi perubahan warna, bau,
timbul endapan atau kekeruhan, mengental, timbul gas, memisah menjadi
dua bagian, mengeras, sampai pada kemasan atau wadah menjadi rusak
(29)
D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien
Resep racikan dapat menjadi salah satu penolong bagi pasien khusus yang
alergi terhadap bahan-bahan tambahan yang ada dalam sediaan jadi dari pabrik,
misalnya laktosa, pengawet, pewarna, bahan perekat, dan gula. Resep racikan ini
dapat dibuat dengan obat yang terdiri dari bahan generiknya saja dan dapat
disesuaikan dengan individu pasien tersebut sehingga dapat menjadi salah satu
solusi atau penolong pasien yang mengalami alergi terhadap bahan tambahan
seperti yang sudah disebutkan diatas. Dengan kata lain, Seorang apoteker dapat
menciptakan kembali obat dengan sebuah racikan, bahkan jika hanya satu orang
di dunia ini yang membutuhkan resep tersebut, mereka masih bisa
mendapatkannya berkat adanya resep racikan (Pavlic, 2013).
Beberapa obat memiliki rasa yang sangat tidak dapat diterima oleh
beberapa pasien, yang membuat pasien tidak nyaman untuk mengkonsumsi obat
tersebut. Seorang apoteker dapat meracik, menambahkan rasa atau membuatnya
lebih enak tanpa mengorbankan efektivitas obat itu sendiri. Hal ini sangat
bermanfaat ketika berhadapan dengan pasien yang mungkin menolak untuk
mengkonsumsi obat-obatan, seperti anak-anak, pasien lanjut usia, atau bahkan
hewan peliharaan (Pavlic, 2013).
Seorang pasien mungkin memerlukan obat-obatan dalam bentuk sediaan
yang bervariasi. Misalnya, pasien yang memiliki kesulitan menelan tablet
mungkin akan lebih mudah untuk mengkonsumsi obat dalam bentuk cair dengan
(30)
E. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kumpulan sejumlah fakta dan teori yang dapat
digunakan seseorang memecahkan dan menjawab masalah yang ditemuinya.
Pengetahuan dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Fakta-fakta yang
didapat dikumpulkan dan dipahami sebagai teori yang kemudian digunakan
sebagai jawaban dari berbagai jenis fenomena kehidupan. Pengetahuan juga dapat
diperoleh dengan cara tradisional (non ilmiah) ataupun dengan cara ilmiah
(modern) yang dilakukan dengan penelitian (Notoadmojo, 2010).
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) seorang individu dapat dikatakan
tahu apabila dapat merespon secara lisan ataupun tertulis dengan memberikan
jawaban terkait suatu topik tertentu. Respon berupa jawaban inilah yang disebut
dengan pengetahuan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan pertanyaan mengenai
isi materi yang akan diteliti. Rumusan kalimat pertanyaan ini harus
memperlihatkan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kalimat ini digunakan
dalam penyusunan kuisioner (Budiman dan Riyanto, 2013).
F. Sikap
Sikap adalah bentuk perilaku seseorang terhadap hal-hal yang ditemuinya
misalnya benda atau suatu fenomena. Sikap ini membutuhkan stimulus untuk
menghasilkan respon. Sikap dapat digolongkan menjadi dua jenis yakni sikap
yang memihak atau mendukung (favourable) atau sikap yang beorientasi
(31)
kesiapan individu untuk memberikan respon terhadap suatu objek (Budiman dan
Riyanto, 2013).
Sikap merupakan aspek afektif sehingga membutuhkan cara pengukuran
yang berbeda dibandingkan aspek kognitif seperti pengetahuan. Hasil pengukuran
sikap dikelompokkan menjadi positif yang ditunjukkan dengan dukugan, negatif
yang ditunjukkan dengan penolakan individu, dan netral atau kategori sedang
yang ditunjukkan dengan tidak mendukung maupun menolak. Pernyataan untuk
aspek seperti ini dimaksudkan untuk mencari tahu dukungan atau penolakan
seseorang terhadap suatu konsep sikap dalam rentang nilai tertentu. Oleh karena
itu pernyataan sikap ditunjukkan dengan bentuk positif, netral dan negatif dengan
skala Likert (Budiman dan Riyanto, 2013).
G. Harapan
Harapan atau asa memiliki arti yang berbeda dengan sikap. Snyder
(2000) menyatakan harapan adalah keseluruhan dari kemampuan yang dimiliki
individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang diinginkan, bersamaan
dengan motivasi yang dimiliki untuk menggunakan jalur tersebut. Harapan
didasarkan pada harapan positif dalam pencapaian tujuan.
Snyder (2000) menyatakan harapan adalah keadaan termotivasi yang
positif. Weil (2000) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi harapan, yaitu dukungan sosial, kepercayaan
(32)
Skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap dan juga harapan.
Selain dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan harapan, skala
Likert juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran persepsi dan pendapat
seseorang akan suatu kejadian atau fenomena (Budiman dan Riyanto, 2013).
H. Keterangan Empiris
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
fenomena resep racikan yang terjadi dalam masyarakat. Explorasi pengalaman
atau pendapat responden yang akan menjadi kekuatan utama dalam mengetahui
tingkat pengetahuan responden tentang resep racikan, sikap responden terhadap
resep racikan, dan harapan pasien kedepannya terhadap resep racikan. Di sisi lain
dengan munculnya gambaran jawaban mengenai fenomena resep racikan maka
akan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan
(33)
13 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara
kualitatif. Pendekatan secara kualitatifnya sendiri menggunakan metode
wawancara dan hasilnya digunakan untuk mendukung hasil data kuantitatif.
Dalam penelitian survei dan wawancara ini tidak dilakukan intervensi
atau perlakuan terhadap variabel, tetapi hanya mengamati terhadap fenomena
sosial yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena resep racikan
melalui pandangan pasien. Penelitian ini melibatkan pasien maupun keluarga
pasien penerima resep racikan sebagai responden. Dengan demikian penelitian ini
menggambarkan fakta-fakta yang terjadi serta menggali informasi yang
dibutuhkan sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya(Notoadmodjo, 2010).
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel. Variabel pertama adalah
pengetahuan pasien tentang resep racikan, variabel kedua adalah sikap pasien
terhadap resep racikan, dan variabel ketiga adalah harapan pasien terhadap resep
(34)
C. Definisi Operasional
1. Responden penelitian merupakan pasien yang pernah menerima resep
racikan dan atau keluarga yang menerima resep racikan.
2. Resep racikan adalah resep yang diterima oleh responden. Resep racikan
yang diterima adalah dengan komposisi campuran 2 obat atau lebih yang
melalui proses peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, dan
pengemasan kembali oleh apoteker.
3. Jenis obat racikan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi obat
generik maupun obat dengan nama dagang.
4. Resep racikan yang dimaksud meliputi puyer atau pulveres, pulvis, cream,
dry sirup, sirup racikan dan bentuk lain yang mengalami proses peracikan
dan pencampuran obat baik di instalasi farmasi rumah sakit maupun
apotek.
5. Persepsi responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan oleh responden untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
baik tertulis melalui kuisioner maupun lisan melalui sesi wawancara.
Persepsi responden tentang resep racikan merupakan rangkaian intisari
dari pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan.
6. Pengetahuan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentang pengetahuan resep racikan. Pernyataan
(35)
kuisioner bagian satu dan bagian dua (Lampiran 4) maupun pernyataan
secara lisan melalui sesi wawancara.
Menurut Khomsan (2000) hasil pengukuran pengetahuan dapat
dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Kategori baik, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
3. Kategori buruk, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%
7. Sikap responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan tentang sikap responden terhadap resep racikan
sesuai dengan pengalaman responden. Pernyataan ini dapat berupa
pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar kuisioner
bagian ketiga (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi
wawancara.
Sikap digolongkan menjadi dua jenis yaitu positif dan negatif.
Positif ditunjukkan dengan memihak atau mendukung (favourable),
sedangkan negative ditunjukkan dengan penolakan individu atau tidak
mendukung (unfavourable).
Pengukuran sikap dikategorikan sama dengan pengetahuan :
1. Kategori positif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
(36)
8. Harapan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait harapan responden terhadap resep
racikan kedepannya. Harapan responden juga dapat berupa ungkapan
responden secara langsung atau spontan (tanpa adanya pertanyaan)
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
teruatama pelayanan kefarmasian yang pernah dialaminya. Pernyataan ini
dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar
kuisioner bagian keempat (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan
melalui sesi wawancara.
Pengukuran harapan dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Kategori tinggi, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
3. Kategori rendah, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%
D. Responden Penelitian 1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah pasien penerima obat racikan yang berada
di wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta dan Kabupaten Magelang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti. Sampel dalam
(37)
dan memenuhi syarat kriteria inklusi. Dalam pembahasan pada bab ke empat,
nama-nama responden disebutkan dengan inisial sesuai kode yang sudah dibuat.
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini mengacu pada Hardon,
Hodgkin, and Fresle (2004) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak
harus menggunakan jumlah sampel yang besar atau banyak untuk dapat
mencerminkan atau menggambarkan sebuah populasi, bisa menggunakan jumlah
sampel kecil untuk mendapatkan penelitian yang efektif. Jumlah sampel yang
digunakan bisa dimulai dari 20 sampel hingga 30 sampel.
Kriteria inklusi responden adalah sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi responden yaitu mereka yang pernah menerima resep
racikan, atau pernah menebuskan resep racikan untuk keluarganya
maksimal 3 bulan sebelum pengambilan data (data diambil pada bulan
Desember sehingga 3 bulan sebelum pengambilan data artinya dimulai
dari bulan September).
b. Menyatakan bersedia, kooperatif dan menyetujui untuk menjadi
responden.
c. Mampu berkomunikasi dengan baik
d. Umur responden minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun.
e. Sampel yang diambil untuk penelitian tidak dihitung berdasarkan rumus
(38)
Kriteria eksklusi responden adalah ketika :
a. Responden menolak untuk ikut serta dalam penelitian ini
b. Responden merupakan responden yang memiliki basic atau berlatar
belakang sebagai tenaga kesehatan
Kriteria responden tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan tertentu
(purposes) yaitu untuk menggali pandangan – pandangan dari berbagai sudut pandang yang berkaitan erat dengan variabel yang diteliti, yaitu resep racikan.
Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah disebutkan dengan
tujuan untuk mendapatkan pandangan mengenai resep racikan berdasarkan pada
hal-hal yang pernah dialami oleh responden sebagai user (yang menggunakan obat
racikan). Responden ditemukan dengan cara accidental yakni di wilayah
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang.
Dari 30 responden yang diambil tidak dapat mewakili atau tidak
merepresentasi populasi di seluruh wilayah Kabupaten Sleman maupun
Kabupaten Magelang karena pengambilan sample dilakukan dengan cara
accidental (secara non random).
E. Metode Sampling
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah dengan
menggunakan accidental sampling. Menurut Sugiyono (2005), teknik accidental
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan cara siapa saja yang bertemu
(39)
sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah menerima
obat racikan. Dipilih teknik accidental sampling dengan tujuan untuk
mempercepat penemuan responden dan untuk mempercepat proses pengambilan
data.
F. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner berisi 4 bagian
pertanyaan dan panduan wawancara berupa pertanyaan terbuka (open questions)
yang disusun untuk menggambarkan dan mengeksplorasi pendapat pasien terkait
dengan resep racikan. Pertanyaan terbuka (open question) menghasilkan jawaban
yang belum diketahui atau ditentukan sebelumnya. Responden bebas
menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Tukiran, 2012).
Pengambilan data tidak hanya menggunakan kuisioner tetapi juga
dilakukan dengan metode wawancara. Pada tahap ini dibantu dengan recorder
sebagai alat perekam hasil wawancara.
Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang bertujuan untuk
mengukur sikap dalam suatu penelitian, yang dimaksud dengan sikap oleh
Thurstone adalah :
1. Pengaruh atau penolakan
2. Penilaian
3. Suka atau tidak suka
(40)
Skala Likert diekpresikan mulai dari yang paling negatif, netral sampai
ke yang paling positif dalam bentuk : sangat tidak setuju, tidak setuju, tidak tahu
(netral), setuju, dan sangat setuju. Pada umumnya akan ada pemberian angka yang
digunakan sebagai simbol (Sarwono, 2006).
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat bagian.
Bagian yang pertama merupakan isian singkat dengan sifat pertanyaan terbuka
(open questions), bagian kedua dengan sifat pertanyaan tertutup (close questions)
dengan pilihan jawaban “ya”, “tidak” dan“tidak tahu”, bagian ketiga dengan sifat pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak” dan bagian keempat dengan sifat pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap jawaban yang benar pada kuisioner bagian kedua diberi nilai 1, jawaban salah dan
jawaban “tidak tahu” diberi nilai 0. Pada kuisioner bagian ketiga dan keempat setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0 (Pulungan,
2010).
G. Uji Pemahaman Bahasa
Uji kuisioner ini dilakukan dengan uji pemahaman bahasa. Uji
pemahaman bahasa dilakukan untuk mendapatkan gambaran bahwa responden
yang akan digunakan sebagai penelitian tidak mengalami kesulitan dalam
memahami pertanyaan yang diajukan. Tujuan lain dalam uji pemahaman bahasa
ini adalah untuk mendapatkan masukan terhadap kuisioner sehingga bisa segera
dikoreksi agar responden tidak kesulitan dalam memahami pertanyaan.
Responden pada uji pemahaman bahasa ini adalah sebanyak 10 orang
(41)
dengan target penelitian. Responden memberikan penilaian terhadap konten
kuisioner dalam hal kemudahan memahami dan kemudahan menjawab
pertanyaan. Uji pemahaman bahasa ini dilakukan di lokasi penelitian yaitu di
wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang. Dengan pembagian sebagai
berikut : 4 responden dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) X, 3 responden
dari Klinik Anak Y dan 3 responden dari tempat praktek Dokter Z.
H. Uji Kuisioner, Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Kuisioner Sebagai alat ukur
Setelah kuisioner sebagai alat ukur selesai disusun belum berarti
kuisioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data.
Kuisioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika sudah diuji
validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk
mengetahui sejauh mana alat ukur (kuisioner) yang telah disusun tadi
memiliki validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010).
Uji validitas dan reliabilitas merupakan sesuatu langkah yang harus
dilakukan sebelum penelitian dilakukan agar dapat diketahui setiap item-item
pertanyaan adalah sahih, layak, valid dan konsisten. Jika tidak dilakukan uji,
hasil penelitian yang diperoleh akan sulit untuk dipercaya karena item-item
(42)
2. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuisioner
yang diukur mampu mengukur apa yang hendak diukur maka perlu diuji
korelasi nilai tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner tersebut.
Apabila kuisioner tersebut telah memiliki validitas konstruk berarti semua
item (pertanyaan) yang ada di dalam kuisioner itu mengukur konsep yang kita
ukur (Notoatmodjo, 2010).
Validitas dikategorikan menjadi validitas isi (content validity),
validitas konstruk (contruct validity), dan validasi berdasarkan kriteria
(criterion-related validity) (Azwar, 2012). Validitas konten berpedoman pada
penilaian dari pihak yang memiliki keahlian di bidangnya (expert judgement).
Para ahli menganalisis aitem dalam konten dengan proporsi yang sesuai
(Profetto-McGrath dkk., 2010). Prosedur pengujian validitas konten
sebaiknya melibatkan minimal dua orang yang ahli dalam bidangnya (Waltz,
Strickland, dan Lenz, 2010).
Penilaian konten kuisioner dilihat dari keselarasan konten dengan
tujuan pengukuran kuisioner. Bila masih terdapat pertanyaan yang kurang
selaras dan kurang jelas maka segera direvisi dengan dikonsultasikan kepada
ahli dibidang yang sesuai dengan cakupan kuisioner. Dalam penelitian ini
pengujian validitas telah dilakukan berdasarkan Content Validity dan telah
dinyatakan valid, sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas konstruk
(43)
Validasi penelitian ini hanya melibatkan satu ahli yang sekaligus sebagai
pembimbing dalam penelitian ini. Alasan hanya melibatkan satu ahli karena
keterbatasan waktu penelitian, jika digunakan dua ahli maka akan memakan
waktu lebih lama dalam penelitian.
3. Uji Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap sama bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan
menggunakan alat ukut yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Uji reliabilitas dilakukan atas 30 responden. Jumlah sampel
sebanyak 30 orang dipilih karena data 30 orang dianggap telah mewakili
distribusi normal. Menurut Notoatmodjo (2010), responden yang digunakan
untuk uji coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat
dimana penelitian tersebut harus dilaksanakan. Dengan kata lain responden
yang digunakan untuk uji coba instrumen adalah responden diluar sampel
yang memiliki karakteristik yang mirip dengan target. Uji coba instrumen ini
dilaksanakan di lokasi penelitian dalam waktu yang berbeda. Dalam
penelitian ini data 30 responden dalam uji reliabilitas sekaligus digunakan
sebagai data penelitian dan telah dilakukan pada lokasi penelitian. Hal ini
dilakukan karena prevalensi resep racikan tergolong kecil sehingga sulit
(44)
Pignato and Birnie (2014) yang menyatakan bahwa di Amerika terdapat
sekitar 1% dari 30 juta resep yang merupakan resep racikan.
Dalam mengukur reliabilitas dapat digunakan metode Alpha
Cronbach’s (α). Metode ini merupakan teknik pengujian reliabilitas suatu tes atau angket yang sering digunakan karena dapat dipakai pada tes atau angket
dengan jawaban atau pilihan terdiri dari dua pilihan atau lebih (Notoatmodjo,
2010).
Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya
suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung
diwakili dengan nilai alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau
tingkat signifikan 5%. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbanch
diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut
dikelompokkan dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran
kemantapan alpha dapat diinterpretasikan seperti tabel berikut (Sugiyono,
2006) :
Tabel I. Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) (Sugiyono, 2006).
Alpha Tingkat Reliabilitas 0,00 – 0,20 Kurang Reliabel >0,20 – 0,40 Agak Reliabel
>0,40 – 060 Cukup Reliabel >0,60 – 0,80 Reliabel >0,80 – 1,00 Sangat Reliabel
Reliabilitas Test dilakukan dengan Alpha Cronbach’s untuk melihat tingkat kehandalan kuesioner. Reliabilitas test sudah dilakukan dua kali dan
(45)
Cronbach’s untuk variabel pengetahuan sebesar 0,459, untuk variabel sikap sebesar 0,315 dan untuk variabel harapan 0,476. Untuk meningkatkan
reliabilitasnya maka dilakukan revisi dan eliminasi pada beberapa pertanyaan.
Peningkatan reliabilias terjadi pada reliabilitas test yang kedua namun
tidak terlalu signifikan. Hasil pengujian reliabilitas yang kedua menunjukkan
bahwa tingkat reliabilitas kuesioner ini termasuk dalam kriteria yang cukup
reliabel untuk variabel pengetahuan dan harapan dengan koefisien Alpha
Cronbach’s masing-masing sebesar 0,465 dan 0,476 yaitu berada pada interval (0,4 s/d 0,6) dengan kriteria cukup reliabel. Untuk variabel sikap memiliki
koefisien Alpha Cronbach’s sebesar 0,325 yaitu berada pada interval (0,2 s/d 0,4) dengan kriteria agak reliabel atau dapat dikatakan masuk dalam kriteria rendah.
Setelah melakukan dua kali test reliabilitas maka diputuskan untuk menggunakan
hasil reliabilitas test yang kedua.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kuesioner yang telah disusun
memiliki tingkat reliabilitas yang rendah yaitu pemahaman yang kurang dari
responden terhadap setiap pertanyaan. Selain itu perbedaan persepsi antara
responden dengan pembuat kuisioner juga dapat menjadi salah satu faktor
penyebab kuisioner memiliki tingkat reliabilitas yang rendah. Untuk memperkecil
perbedaan persepsi antara responden dengan pembuat kuisioner maka sedapat
mungkin kuisioner dibuat dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
oleh responden. Beberapa hal inilah yang mungkin menyebabkan responden
memberikan jawaban bias atas pertanyaan tersebut, karena responden
(46)
adalah kondisi psikologis responden yang kurang nyaman untuk memberikan
penilaian atas jawaban responden, dimana responden sebagian adalah pasien dan
sebagian adalah anggota keluarga pasien, sehingga dalam kondisi menunggu
pelayanan obat, kondisi demikian dirasa kurang tepat untuk memberikan penilaian
atas layanan resep racikan ini.
I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Magelang, meliputi RSUD X, Klinik Anak Y, dan beberapa responden ditemukan
melalui dokter Z. Penelitian dimulai dengan permohonan izin penelitian pada
bulan September 2014 hingga pengambilan data yang dimulai pada bulan
Desember 2014. Penelitian dilakukan pada pukul 09.00 – 16.00 WIB. Pengambilan data dilakukan dalam waktu satu bulan.
J. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data pada responden (pasien) dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Data kuantitatif, yaitu data yang dapat dinyatakan dalam bentuk
angka-angka, dengan cara pengisian kuisioner oleh responden (Lampiran 4).
2. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berupa angka dalam bentuk
pernyataan yang diperoleh dengan teknik wawancara.
Sebelum pengambilan data dilakukan, calon responden diberi penjelasan
umum mengenai penelitian ini, tujuan, dan manfaatnya. Calon responden diminta
(47)
cara menandatangani formulir persetujuan berpartisipasi (inform consent)
(Lampiran 3). Calon responden mempunyai hak sepenuhnya untuk bersedia atau
tidak bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Jumlah responden tidak
ditentukan dari awal. Batasan penghentian pengumpulan data dengan metode
wawancara ini adalah jika sudah terjadi saturasi/kejenuhan data. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara (Lampiran 1). Wawancara
dilakukan berdasarkan persetujuan dari responden, proses wawancara juga
direkam dengan bantuan recorder.
K. Tata Cara Penelitian 1. Observasi Awal
Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang terencana,
meliputi melihat, mendengar dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas atau
situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010).
Tahap ini merupakan tahap awal jalannya penelitian. Melakukan
penyusunan proposal penelitian, dan melakukan survey serta pengumpulan
informasi ke Rumah Sakit X, Klinik Anak Y dan Dokter Z untuk memperoleh
informasi mengenai tata cara dan penyesuaian teknis mengenai pengambilan data
di tempat yang sudah disebutkan di atas. Penyesuaian teknis ini dilakukan agar
proses pengambilan data tidak mempengaruhi atau mengganggu kegiatan
pelayanan yang sedang berlangsung di tempat pengambilan data tersebut. Tahap
(48)
2. Permohonan Ethical Clearance
Dalam melaksanakan penelitian khususnya dengan subyek manusia, maka
harus dipahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam
menentukan dirinya, sehingga penelitian dilaksanakan benar-benar menjunjung
tinggi kebebasan manusia (Hidayat dan Aziz, 2007). Permohonan izin berupa
Ethical Clearance yang diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk
memenuhi etika penelitian dengan menggunakan sampel manusia.
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian Widayati dan
Yuliani (2015) dengan judul utama : “Menyikapi Pro dan Kontra Resep Racikan”. Penelitian ini mengungkapkan bagaimana persepsi pasien terhadap resep racikan.
Ijin diterbitkan dan disetujui pada tanggal 21 November 2014 dengan Ref :
KE/FK/245/EC (Lampiran 6).
3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta dalam Penelitian
Permohonan kerjasama dengan responden berupa inform consent dan
pengisian form data diri responden. Inform consent merupakan surat persetujuan
bukti tertulis yang bersikan pernyataan kesediaan responden untuk ikut serta
dalam penelitian ini. Responden yang menyetujui untuk ikut dalam penelitian ini
diminta untuk mengisi inform consent yang berisi nama, beberapa pernyataan
kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan memberikan tanda
(49)
saksi dapat menuliskan nama dan juga tanda tangan. Data diri pasien berisi nama,
umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, email (bila ada), nomor
telepon, dan alamat pasien
4. Pengambilan Data
Responden yang bersedia mengikuti penelitian ini diminta untuk mengisi
form data diri terlebih dahulu dapat dilihat pada Lampiran 2. Proses pengambilan
data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah respoden diminta untuk
mengisi kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil dari kuisioner ini
merupakan sumber data kuantitatif. Data yang diambil meliputi bagian 1 dan 2
yang merupakan bagian untuk menggali pengetahuan pasien, bagian 3 untuk
mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan dan bagian 4 untuk mengetahui
harapan pasien.
Tahap kedua pada proses pengambilan data ini adalah tahap wawancara
dengan bantuan panduan wawancara (Lampiran 1) untuk menggali pendapat
pasien mengenai resep racikan sebagai sumber data kualitatif. Panduan
wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek
apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah
aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian
interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut dijabarkan secara
kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan
(50)
5. Tata Cara Analisis Data
Data kuantitatif didapatkan dari hasil kuisioner yang kemudian dianalisis
deskriptif. Data – data karakteristik responden diolah secara statistik deskriptif yang meliputi frekuensi, persentase dan median. Data karakteristik ini disajikan
dalam bentuk tabel atau diagram (Moleong, 2008).
Data kualitatif didapatkan dari hasil wawancara yang kemudian dianalisis
menggunakan content analysis. Content analysis adalah sebuah metode untuk
mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematis dan objektif yang
bertujuan untuk mengukur variable tertentu (Prasad, 2008). Penganalisisan ini
didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan
informasi, kemudian data yang diperoleh dianalisis sehingga diharapkan muncul
gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian (Burhan, 2007).
Selanjutnya dibahas secara mendalam setiap pertanyaan pada kuisioner
yang sudah diberikan dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan
penelitian sebelumnya maupun pendapat para ahli. Hasil analisis data kuantitatif
tersebut disajikan dalam bentuk naratif disertai dengan pembahasan mendalam
yang didukung dengan hasil data kualitatif.
L. Kelemahan Penelitian
Sebagian responden membawa anak dengan usia dibawah lima tahun
(balita) yang menyebabkan proses pengambilan data untuk satu responden
berlangsung lebih lama bahkan melebihi waktu yang ditentukan yaitu maksimal
(51)
pengisian kuisioner menjadi tidak maksimal karena responden terganggu oleh
balita tersebut. Seharusnya agar pengambilan data lebih maksimal dapat dilakukan
dengan cara mengunjungi rumah responden satu persatu, sehingga responden
dapat memberikan jawaban dengan lebih maksimal karena responden tidak
sedang dalam keadaan menunggu pelayanan obat. Jika pengambilan data
dilakukan dalam waktu yang tidak terburu-buru maka diharapkan responden tidak
memberikan jawaban yang bias. Dalam penelitian ini tidak dilakukan kunjungan
ke rumah responden satu-persatu untuk mempersingkat pengambilan data dan
masa penelitian.
Kelemahan lain yakni dalam mengkalibrasi alat atau instrumen
penelitian. Instrumen yang dibuat belum maksimal atau belum masuk kedalam
kategori reliabel karena hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini masih rendah
yaitu kurang dari 0,6. Menurut syarat yang ada, dinggap reliabel jika nilai Alpha
Cronbach lebih dari 0,6. Seharusnya revisi dan eliminasi tidak hanya dilakukan
sekali saja. Revisi, eliminasi dan reliability test pada kuisioner dilakukan hingga
kuisioner masuk dalam kategori valid. Dalam penyusunan kuisioner sebaiknya
melibatkan minimal dua ahli atau lebih sehingga diharapkan hasil yang didapat
lebih maksimal. Penelitian ini hanya melibatkan satu ahli untuk menilai validitas
kuisioner, satu kali revisi dan eliminasi pada pertanyaan kuisioner dan dua kali
reliability test karena keterbatasan waktu penelitian yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan revisi, eliminasi dan reliability test berulang-ulang. Dengan
hanya melibatkan satu orang ahli, satu kali revisi, eliminasi dan dua kali reliability
(52)
Penelitian ini dapat dikembangkan dengan melalukan pembagian
menjadi beberapa judul penelitian. Yang dimaksud dibagi dalam beberapa judul
penelitian adalah misalnya dengan membuat sebuah judul penelitian yang hanya
fokus terhadap instrumennya saja, sehingga akan dihasilkan sebuah instrumen
yang valid dan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Penelitian selanjutnya
dapat mengangkat tentang bagaimana hasil penggunaan dari instrumen yang
sudah valid dan reliabel tersebut, penelitian lain dapat dilakukan misalnya dengan
mengkorelasikan beberapa variabel seperti tingkat pendidikan, keadaan ekonomi,
pekerjaan dan umur dengan tingkat pengetahuan, sikap dan harapan pasien.
Diharapkan dengan adanya pembagian penelitian ini dapat menghasilkan sebuah
penelitian dengan hasil yang lebih fokus dengan validitas dan reliabilitas yang
tinggi.
Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling dalam proses
pengambilan sampel. Pengambilan sampel hanya dengan teknik accidental
sampling tidak dapat merepresentasikan populasi, oleh karena itu peneliti
selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian ini dapat melakukan
pengambilan sampel dengan teknik multistage cluster sampling. Multistage
cluster sampling adalah pengambilan sampel sebuah kelompok atau gugusan
(cluster) bukan merupakan unit individu yang dilakukan membagi wilayah
populasi ke dalam sub-sub wilayah, dan tiap sub wilayah dibagi kedalam
bagian-bagian yang lebih kecil, dan seterusnya (Notoatmodjo, 2010). Pemilihan lokasi
pengambilan sampel ini dilakukan secara random misalnya pada sebuah
(53)
pembagian wilayah pengambilan sampel, maka dapat dilakukan accidental
sampling untuk pengambilan sampel pada tiap wilayah kecil dalam kabupaten
tersebut. Walaupun prevalensi resep racikan kecil, namun tetap memungkinkan
pengambilan sampel secara acak yakni dengan teknik multistage cluster sampling
seperti yang telah dijelaskan. Dengan bantuan gabungan dua metode ini, maka
sampel mampu merepresentasikan atau menggambarkan populasi pasien penerima
(54)
34 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden
Penelitian ini menggunakan pasien atau keluarga pasien yang pernah
menerima obat racikan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang sebagai
responden. Sebanyak 30 responden diberi kuesioner sebagai alat ukur. Data
lengkap mengenai karakteristik sosiodemografi keseluruhan responden dapat
dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi
Kategori Klasifikasi Jumlah (N=30) Persentase (%) Usia ≤ 33 tahun 16 53,3
< 33 tahun 14 46,7 Jenis Kelamin Laki-laki 10 33,3 Perempuan 20 66,7
Pekerjaan IRT 5 16,7
PNS 3 10,0
Swasta 17 56,7
Tani 2 6,7
Mahasiswa 3 10,0
Pendidikan SD 8 26,7
SMP 4 13,3
SMA 10 33,3
Universitas 8 26,7
Berdasarkan karakteristik sosiodemografi yang diperoleh di atas, maka
dapat dijelaskan untuk setiap karakteristik sosiodemografi, sebagai berikut :
1. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang mendapat obat racikan adalah perempuan sebesar 66,7% atau
(55)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh Kristina, Prabandari dan Sudjaswadi (2007), yang sejalan
dengan hasil penelitian Hebeeb dan Gearhart (1993) serta Worku dan Abebe
(2003) yang menyatakan jenis kelamin berhubungan dengan perilaku pengobatan
sendiri. Tse, Chung dan Munro (1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa
responden perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara
rasional. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, responden perempuan
banyak terlibat dalam pengobatan anggota keluarganya dibandingkan dengan
responden laki-laki. Dengan demikian, baik langsung ataupun tidak, hal tersebut
akan mempengaruhi perilaku pengobatan sendirinya.
2. Usia
Rentang usia kurang dari atau sama dengan 33 tahun merupakan kategori
usia yang paling banyak menjadi responden penelitian (53,3%). Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS, 2007), rentang usia tersebut termasuk ke dalam kategori usia
muda yang idealnya telah bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berada pada usia produktif, sehingga jika menderita suatu
penyakit atau gangguan kesehatan dapat mengakibatkan tidak mampu bekerja
atau beraktifitas seperti biasanya. Dengan demikian upaya pencarian pengobatan
pada responden yang berusia kurang dari 33 tahun dilakukan dengan segera
sehingga tingkat produktifitasnya dalam bekerja tidak terganggu.
Rentang usia yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara 18 – 65 tahun dengan rata-rata umur 33 tahun. Dipilih umur dengan rentang 18-65
(56)
dimaksudkan agar memudahkan penelitian dalam menemukan responden. Alasan
lain dalam pemilihan rentang usia ini adalah umur 18 tahun menurut World
Health Organization (WHO, 2015) dianggap dewasa awal, sehingga diharapkan
sudah dapat memberikan pendapat dengan bertanggungjawab, sedangkan umur 65
tahun adalah umur lanjut usia yang masih dapat berkomunikasi dengan baik. Dari
penelitian ini dapat dilihat hasil responden yang kurang dari 33 tahun sebesar 47%
dan lebih dari 33 tahun adalah 53%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), yang menyatakan bahwa kelompok
umur di bawah 30 tahun secara fisiologis masih sehat, sehingga kemungkinan
untuk menggunakan obat-obatan masih sedikit. Hal ini memberikan peluang
terjadinya permasalahan yang berhubungan dengan pengobatan (drug related
problem) yang kecil. Sebaliknya, kelompok umur lebih dari 30 tahun mulai
merasakan tidak optimal kesehatannya atau mengalami tanda-tanda penyakit
degeneratif. Hal ini menyebabkan meningkatnya penggunaan obat, dan peluang
terjadinya drug related problem semakin besar, sehingga mengakibatkan
ketidakrasionalan penggunaan obat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Shankar, Partha dan Shenoy (2002) serta Worku et al. (2003) yang berpendapat
bahwa kelompok umur kurang dari 30 tahun lebih banyak yang melakukan
(57)
3. Pendidikan terakhir
Dari penelitian ini diperoleh hasil, responden yang memiliki latar belakang
pendidikan Sekolah Dasar (SD) atau tidak dapat menyelesaikan pendidikan 9
tahun sebanyak 26,7%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 13,3%,
Sekolah Menengah Atas 33% dan Universitas sebanyak 26,7%. Ekonomi didalam
sebuah keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam tingkat pendidikan
individu.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh Mutiarini (2012) yang menemukan bahwa mayoritas responden
yang menebus resep kembali di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Budi Asih mayoritas berpendidikan menengah kebawah yaitu tingkat
SMA kebawah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan, yakni 73%
responden berpendidikan menengah kebawah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), responden dengan pendidikan tinggi
tidak mudah terpengaruh dengan iklan obat di media dan lebih banyak membaca
label pada kemasan obat sebelum mengkonsumsi obat. Mereka juga lebih sering
menggunakan obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Figueras, Caamano dan Gestal-Otero
(2000), yang menyatakan bahwa responden berpendidikan tinggi lebih banyak
yang melakukan pengobatan sendiri secara rasional. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, semakin rasional dan berhati-hati dalam memilih obat
(58)
4. Pekerjaan
Sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS (2007) yang menyatakan
bahwa angkatan kerja penduduk diatas 15 tahun berada pada sektor perdagangan,
rumah tangga dan jasa akomodasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang
menunjukkan bahwa pegawai swasta merupakan mata pencaharian yang paling
didominasi oleh responden yaitu sebesar 56,7%. Warga yang bekerja sebagai ibu
rumah tangga sebanyak 5 orang (16,7%), Pegawai Negri Swasta (PNS) sebanyak
3 responden atau 10%, Tani sebanyak 2 responden atau 6,7% dan mahasiswa
sebanyak 3 responden atau sebesar 10%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan
sendiri yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), responden yang bekerja
umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, sering berhubungan
dengan dunia luar ataupun berinteraksi dengan rekan kerjanya. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Supardi, Sampurno dan Notosiswoyo (2002), yang
menyatakan bahwa pekerjaan (bekerja atau tidak bekerja) berhubungan signifikan
dengan perilaku pengobatan sendiri. Ibu yang bekerja mempunyai perilaku
pengobatan sendiri yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Menurut Kristina dkk. (2007), probabilitas perilaku pengobatan sendiri
yang rasional akan meningkat jika tingkat pendidikan responden tinggi, responden
bekerja, responden dengan sikap yang baik dan pengetahuan tentang pengobatan
(59)
B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan
Kuesioner yang diberikan kepada responden berisi 11 pertanyaan. Tabel
III menjelaskan distribusi jawaban dari kuesioner yang mengukur tingkat
pengetahuan responden.
Tabel III. Distribusi Jawaban Kuesioner Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30
No. Soal Pengetahuan
Jumlah responden menjawab benar Persentase (%)
Soal No.1 : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari
beberapa bahan obat berkhasiat 25 83,3 Soal No. 2 : Obat racikan dibuat dengan mencampur
beberapa bahan obat berkhasiat
21 70,0
Soal No. 3 : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan 13 43,3
Soal No. 4 : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul 27 90,0 Soal No. 5 : Obat racikan berbentuk serbuk dapat
digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak)
13 43,3
Soal No. 6 : Orang yang sulit menelan akan mudah menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air
27 90,0
Soal No. 7 : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak
25 83,3
Soal No. 8 : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus
22 73,3
Soal No. 9 : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya
30 100,0
Soal No. 10 : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak
20 66,7
Soal No. 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer)
(60)
Setiap pertanyaan dalam kuisioner tersebut memiliki makna
masing-masing yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Soal nomor satu : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan
obat berkhasiat
Pertanyaan tersebut berisi tentang pengertian obat racikan dimana
sebagian besar responden memahami isi dari pertanyaan tersebut. Hal ini
sesuai dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
sebanyak 83,3% responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
Sejumlah 83,3% responden telah memahami bahwa obat yang terdiri dari
beberapa bahan obat berkhasiat yang dicampur menjadi satu merupakan
pengertian dari obat racikan. Masih terdapat 16,7% responden lainnya yang
belum mengetahui pengertian dari resep racikan dengan menjawab “tidak” atau “tidak tahu”.
Apabila seseorang telah memahami maksud dari obat racikan dengan
baik maka akan meningkatkan angka keberhasilan dalam pengobatan.
Terdapat beberapa keuntungan jika seseorang telah memahami obat racikan
dengan baik, yaitu pengobatan yang dilakukan aman dan efektif. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden sudah
mengetahui tentang obat racikan. Setelah responden mengetahui arti atau
pengertian dari resep racikan maka diharapkan responden dapat memberikan
pandangan atau pendapat terkait dengan resep racikan sesuai dengan
(61)
2. Soal nomor dua : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan
obat berkhasiat
Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat
berkhasiat. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh responden
sebanyak 70%. Obat Racikan merupakan campuran beberapa bahan
berkhasiat dengan dosis yang sudah ditentukan oleh dokter, yang berfungsi
untuk dapat mengobati sakit yang diderita pasien. Sebanyak 30% responden
lainnya menjawab tidak pada pertanyaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa
responden tersebut belum mengetahui bahwa obat racikan dibuat dengan cara
mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pengetahuan responden yang
masih kurang akan obat racikan juga dapat menjadi salah satu faktor yang
akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini.
3. Soal nomor tiga : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan
Bentuk obat racikan dapat berupa cairan. Pengetahuan tersebut belum
dipahami dengan baik oleh sebagian besar responden (56,7%). Hanya
terdapat 43,3% responden yang mengetahui bahwa obat racikan juga terdapat
dalam bentuk cair, misalnya sirup atau dry sirup. Dry Sirup merupakan bentuk
sirup kering yang berada dalam bentuk serbuk atau butiran formulasi farmasi,
yang dikemas dengan botol kering untuk menjaga stabilitas bahan. Pada saat
akan dikonsumsi baru direkonstitusi dengan aqua (Switzer, 2014). Selama ini
sebagian besar masyarakat mengenal puyer (bentuk padat atau serbuk) sebagai
(62)
ternyata obat racikan juga ada dan bisa berupa cairan. Responden mengetahui
berbagai macam bentuk obat racikan sesuai dengan pengalamannya dalam
mendapatkan obat racikan.
4. Soal nomor empat : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul
Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul. Pertanyaan ini
menggambarkan salah satu bentuk obat racikan yang dikemas dalam kapsul.
Sebanyak 90% responden memilih jawaban yang benar, karena sebagian besar
masyarakat sudah mengetahui bahwa kapsul lazim digunakan untuk
mempermudah konsumsi obat, baik obat herbal maupun kimia. Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), biasanya digunakan untuk
menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh obat tertentu, sehingga untuk
menutupi rasa yang tidak enak. Sebagian besar kapsul dibuat dengan metode
kompresi atau pengempaan, yaitu dibuat dengan metode cetak, dengan cara
menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang
cetakan. Responden yang menjawab salah hanya sebesar 10%, ketidaktahuan
mereka mungkin disebabkan karena pengalaman mereka tentang obat racikan
yang selama ini mereka dapatkan hanya dalam bentuk serbuk atau puyer,
bukan dalam bentuk kapsul, karena menganggap bahwa bentuk kapsul
(63)
5. Soal nomor lima : Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk
pemakaian luar (misalnya : bedak)
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 56,7% responden yang tidak
dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Hanya 43,3% responden
menjawab benar. Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat
kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi (pulvis) (Anief, 2006). Tingginya angka ketidaktahuan
bahwa obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pengobatan luar
ini menandakan bahwa masyarakat belum mengetahui dengan baik macam
atau bentuk obat racikan.
Menurut resep dokter obat racikan dalam bentuk serbuk hanya
digunakan untuk mengobati penyakit yang direkomendasikan oleh dokter
tersebut, bukan untuk penyakit yang lain. Dalam praktiknya banyak
masyarakat yang menganggap bahwa dalam racikan obat dapat juga untuk
pengobatan luar seperti gatal dan luka sehingga tingkat pengetahuan mereka
tentang pemakaian obat racikan serbuk masih rendah.
6. Soal nomor enam : Orang yang sulit menelan lebih mudah menggunakan obat
racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air
Terdapat 90% responden yang menjawab benar pertanyaan ini berarti
sebagian besar responden sudah memahami bahwa obat racikan dalam bentuk
puyer sangat membantu bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan
(64)
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI, 2015) biasanya pasien
yang kesulitan dalam menelan obat bentuk tablet ini adalah geriatri dan
pediatri. Pasien geriatri lemah atau sulit untuk menelan tablet, jika tertinggal
di mulut, dapat menyebabkan ulserasi. Jika memungkinkan akan sangat
membantu bila dapat berdiskusi dengan pasien untuk pemberian obat dalam
bentuk cairan maupun puyer, demikian juga sama halnya dengan pasien
pediatri yang belum mampu menelan tablet atau kapsul. Sebanyak 10%
responden lainnya yang menjawab salah. Ada beberapa keuntungan bagi
pasien maupun tenaga medis dalam penggunakan obat racikan dalam bentuk
serbuk (puyer) diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Ikawati (2010) :
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan anak secara lebih tepat.
b) Biayanya bisa ditekan menjadi lebih murah.
c) Obat yang diserahkan kepada pasien hanya satu macam, walaupun
mengandung banyak komponen.
7. Soal nomor tujuh : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai
anak-anak
Hasil jawaban responden terhadap pengetahuan ini menunjukkan
sebanyak 83,3% responden mengetahui bahwa obat racikan dapat ditambah
berbagai macam rasa, hal ini dimaksudkan agar memudahkan orang tua untuk
memberikan obat kepada anak-anak, karena selama ini obat racikan dalam
bentuk puyer berasa pahit. Untuk mengatasi rasa pahit ini, biasanya dokter
(1)
Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak
7.3333 2.851 .144 .453
Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus
7.4333 2.668 .210 .432
Obat racikan disimpan di tempat sejuk kering dalam kemasan asli
7.1667 3.178 .000 .470
Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak
7.5000 2.741 .130 .461
obat racikan yang
kekentalannya berubah berarti sudah rusak
7.4333 2.668 .210 .432
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
(2)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted Menurut saya obat racikan
bermanfaat 6.2000 1.614 .327 .260
Menurut saya obat racikan
dibutuhkan 6.2333 1.564 .268 .255
Menurut saya obat racikan
praktis untuk digunakan 6.1667 1.799 .000 .330
Saya selalu sembuh jika
menggunakan obat racikan 6.4333 1.564 .029 .356
Menurut saya menebus obat racikan harus menunggu dengan waktu yang relatif lama
6.4667 1.430 .136 .294
Saya biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan
6.3333 1.816 -.158 .428
Saya tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung
6.3333 1.333 .368 .169
Menurut saya puyer yang saya
simpan mudah rusak 6.7000 1.390 .127 .302
tidak pernah mendapat info komposisi, jumlah bahan pada kemasan obat racikan
(3)
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.476 7
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted berharap pelayanan dalam
pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat
5.1333 1.085 .024 .498
berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat diperbaiki
5.2333 .875 .206 .448
berharap ada infomasi yang
lebih rinci tentang penggunaan 5.1667 .833 .496 .331
berharap ada infomasi yang lebih rinci tentang
penyimpanan
5.1667 .833 .496 .331
berharap ada infomasi yang lebih rinci tentang komposisi obat
5.1667 .833 .496 .331
berharap ada infomasi yang
lebih lebih rinci 5.1667 1.109 -.086 .547
berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen
(4)
Frequency Table
Pengetahuan Resep Racikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 5 17.0 17.0 17.0
Sedang 11 37.0 37.0 53.3
Baik 14 46.7 46.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Sikap resep racikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Negatif 17 56.0 56.0 56.0
Cukup 3 10.0 10.0 96.7
Positif 10 34.0 34.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Harapan pasien tentang obat racikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Rendah 4 14.0 14.0 3.3
Cukup 0 0 0 20.0
Tinggi 26 86.0 86.0 100.0
(5)
(6)