HUBUNGAN MERTUA DAN MENANTU : STUDI KASUS KELUARGA IDEAL DALAM RUMAH TANGGA BURUH PABRIK PEREMPUAN DI DESA DRADAHBLUMBANG KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN.
(Studi Kasus Keluarga Ideal dalam Rumah Tangga Buruh Pabrik Perempuan di
Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi
Oleh:
NILA PUTRI SILFANA
NIM. B75212065
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J U R U S A N I L M U S O S I A L
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Nila Putri Silfana, 2016. Hubungan Mertua dan Menantu (Studi Kasus Keluarga Ideal dalam Rumah Tangga Buruh Pabrik Perempuan di Desa Dradah Blumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan). Skripsi progam studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Hubungan, Mertua, Menantu.
Kehidupan keluarga yang terdapat mertua dan menantu perempuan dalam satu rumah selalu menarik untuk dibahas. Ada dua rumusan masalah yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: Pertama, Bagaimana hubungan antara mertua dengan menantu buruh pabrik perempuan di Desa Dradah Blumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan? Kedua, Bagaimana persepsi mertua tentang perilaku menantu buruh pabrik perempuan di Desa Dradah Blumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dalam hal ini, peneliti menggunakna teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan oleh Robert K. Merton. data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskripsi dan dianalisis dengan menggunakan teori fungsionalisme struktural.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: (1) Hubungan antara mertua dan menantu terbagi menjadi dua macam yaitu asosiatif dan disasosiatif. Munculnya hubungan baik atau buruk tergantung aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sosial. Terciptanya hubungan asosiatif manakala keduanya dapat bekerja sama dengan baik. Menantu memiliki rasa hormat kepada mertuanya, dan mertua memiliki kesadaran atas peralihan seluruh tugas domestik yang harus dikerjakan oleh mertua. Terciptanya hubungan disasosiatif ditandai dengan seringnya gap yang terjadi, hal tersebut dikarenakan menantu belum bisa menganggap bahwa ibu mertuanya seperti ibu sendiri. Sehingga ia sangat mudah tersinggung dengan ucapan ibu mertua dan mengadukan baik kepada orang tua kandung maupun kepada suaminya. Terbatasnya waktu menantu dirumah yang disebabkan oleh kesibukan kerja sebagai buruh pabrik membuat mertua yang beralih menanggung seluruh pekerjaan domestik. (2) Mertua di Desa Dradahblumbang ingin menganggap menantunya seperti anak sendiri. Namun jika menantu memiliki perilaku yang cenderung buruk kepada mertuanya, maka akan memunculkan rasa tidak senang di hati mertua kepada menantu. Hal itu yang membuat mertua dan menantu seakan menjaga jarak, sehingga terjadi kerenggangan dalam hubungan mereka. Jadi senang atau tidaknya mertua kepada menantu tergantung sikap yang diwujudkan oleh menantu kepada mertuanya.
(7)
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi Konseptual ... 7
F. Metode Penilitian ... 9
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 10
2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 12
3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 13
4. Tahap-Tahap Penelitan ... 14
5. Tekhnik Pengumpulan Data ... 17
(8)
G. Sistematika Pembahasan ... 23
BAB II : STRUKTURAL FUNGSIONAL – ROBERT K. MERTON DAN PEKERJA BURUH PABRIK A. Kajian Pustaka ... 25
B. Kajian Teoretik ... 41
C. Penelitian Terdahulu ... 54
BAB III : HUBUNGAN MERTUA-MENANTU DALAM RUMAH TANGGA BURUH PABRIK A. Masyarakat Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan ... 57
1. Kondisi Geografis dan Monografi ... 57
2. Mata Pencaharian ... 61
3. Agama ... 62
4. Pendidikan... 63
5. Sarana dan Prasarana Desa ... 64
B. Hubungan Antara Mertua dengan Menantu Buruh Pabrik Perempuan... 67
1. Asosioatif ... 68
a. Pekerjaan Rumah Tangga ... 69
b. Ekonomi ... 72
c. Pola Asuh Anak ... 74
2. Disasosiatif ... 75
1. Masalah Pekerjaan Rumah Tangga ... 76
2. Masalah Ekonomi ... 81
3. Masalah Pola Asuh Anak ... 89
4. Masalah Komuniikasi ... 90
5. Masalah Perbedaan Pola Pikir ... 92
C. Persepsi Mertua tentang Perilaku Menantu Buruh Pabrik Perempuan... 96
(9)
E. Implikasi Teori ... 103 1. Fungsi Hubungan Keluarga ... 106 a. Fungsi Manifes dalam Permasalahan Kebutuhan ... 106 b. Fungsi Laten dalam Beban Ganda Rumah Tangga .... 106 2. Disfungsi Peran dalam Rumah tangga ... 107 3. Keseimbangan Keluarga Ideal Sempurna sampai
Keluarga Ideal Tidak Sempurna ... 108 BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 113 B. Saran ... 115 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara
2. Dokumen Lain yang Relavan 3. Jadwal Penelitian
4. Surat Keterangan Bukti Penellitian 5. Biodata Penelitian
(10)
Tabel 1.1 Nama-nama Informan Penelitian ... 14
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia... 60
Tabel 3.3 Mata Pencaharian Menurut Sektor ... 61
(11)
Gambar 2.1 Pola Alur Pikir Teori ... 52 Gambar 3.1 Konfirmasi Temuan Data Dengan Teori ... 104
(12)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga terbentuk dari susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan. Menjalin perkawinan tentu melalui persetujuan kedua belah pihak. Oleh karena itu dalam sebuah pernikahan tidak sekedar berhubungan antara suami dengan istri saja, namun ditengahnya juga berhubungan dengan keluarga dari pasangan. Dari adanya pernikahan, berarti adanya penyatuan dua individu untuk membentuk keluarga.
Setiap pasangan tentu merencanakan mau tinggal dimana setelah menikah, hal ini perlu dipikirkan agar suami dan istri sama-sama sesuai dengan keinginan masing-masing. Umumnya ada dua pilihan dalam hal memilih tempat tinggal setelah menikah. Pilihan pertama adalah tinggal bersama pasangan saja. Dalam arti, pasangan tersebut tinggal dengan suami dan istri tanpa orang tua baik di rumah sendiri maupun rumah sewa. Kedua adalah ikut tinggal bersama orang tua. Ikut tinggal bersama orang tua ini bisa jadi tinggal bersama orang tua suami atau tinggal bersama orang tua istri. Dengan adanya faktor ekonomi, usia, dan lain sebagainya merupakan faktor yang mendorong anak dan menantu mengambil keputusan untuk tinggal satu rumah dengan mertua mereka.
(13)
Berkaitan dengan tempat tinggal, persoalan sesungguhnya adalah jika tinggal bersama orang tua suami. Mereka pasti melakukan culture shock yakni adaptasi dengan mertua atau keluarga baru yang bagi sebagian orang hal yang sangat sulit dilakukan. Nyatanya, memang tidak sedikit menantu yang mengeluhsulit membangun hubungan baik dengan mertuanya dengan berbagai alasan. Adanya dua generasi atau lebih yang tinggal bersama, terutama antara ibu mertua dan menantu wanita cenderung berpotensi mengalami perdebatan, karena kedua wanita tersebut sama-sama memiliki tugas untuk mengatur rumah tangga di dalam satu rumah yang sama.Ibu mertua memiliki ketegangan emosional yang lebih tinggi dari pada ayah mertua. Kebanyakan mereka mempunyai kriteria yang ideal terhadap menantu perempuan. Jika ada bagian yang tidak memenuhi syarat maka tidak akan jauh dari problematika.
Secara lahiriah, antara mertua dan menantu perempuan tidak memiliki hubungan darah, namun mereka mempunyai hubungan kekerabatan yang kental melalui ikatan pernikahan puteranya. Artinya hubungan menantu– mertua ini merupakan hubungan skunder yang dihasilkan dari hubungan primer, yaitu pernikahan. Dengan demikian tidak mengherankan jika harapan-harapan pada diri mertua dan menantu jarang bisa bertemu.
Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring terletak diujung selatan kota Lamongan. Terdapat lima Dusun pada Desa ini, antara lain: Blumbang, Carangban, Sempu, Dradah, Tarek. Pekerjaan utama warga pada sektor
(14)
agraris, hal itu sejalan dengan letak geografis Desa yang jauh dari kota. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesibukan disawah. Kebanyakan warga menghabiskan waktu disawah dari pagi hingga sore hari. Namun pekerjaan sawah dilakoni secara musiman, artinya ada beberapa bulan yang mengharuskan warga pergi ke sawah seperti pada saat musim tanam dan musim panen, selain itu ada beberapa bulan yang membuat warga tidak memiliki rutinitas disawah seperti pada musim peralihan antara tanam dan panen. Pada musim peralihan tersebut kebanyakan ibu-ibu berada di rumah dan melakukan pekerjaan domestik sebagaimana mestinya. Sebagai seorang petani, banyak waktu yang bisa dituangkan untuk mengurus rumah tangga dan mengurus anak. Hubungan dengan anggota keluarga terutama mertua tergolong baik karena sering berkomunikasi dan menantu sanggup melakukan tugasnya di rumah.
Pada tahun 2014 terdapat pembangunan beberapa pabrik di Desa Dradahblumbang. Yakni Gudang Garam dibangun di Dusun Tarek, pabrik Intercraft dibangun di Dusun Sempu dengan memproduksi triplek dari serpihan kayu, dan Alaf Denada dibangun di Dusun Sempu Dukuhan Tegal Rejo.
Kaum perempuan tidak terkecuali ibu-ibu banyak yang direkrut sebagai karyawan pada bidang produksi. Hal tersebut menjadi sesuatu yang baru bagi warga desa Dradahblumbang. Sebagai pekerja pabrik, mereka dituntut berada di tempat kerja dari pukul 06:00 harus berada di lokasi kerja dan selesai pukul
(15)
16:00, bahkan selesai jam kerja masih banyak yang mengambil jam lembur hingga pukul 20:00. Keadaan ini membuat ibu-ibu tidak memiliki waktu lebih untuk keluarga. Pekerjaan mengalihkan dirinya dari kewajiban-kewajiban mengurus rumah dan tanggung jawab mendidik anak. Keadaan semakin parah apabila tinggal bersama orang tua suami yaitu mertua. Mertua memiliki hak penuh dalam menilai menantu, apalagi terdapat anggapan bahwa perempuan bertanggung jawab atas segala pekerjaan reproduktif maupun pekerjaan domestik yang terkait dengan organisasi rumah tangga.2
Menantu perempuan dengan ibu mertua yang tinggal serumah perlu mendapat perhatian khusus. Karena akan secara otomatis terdapat perbedaan usia, pendidikan, nilai, tradisi, gaya hidup, sikap dan latar belakang sosial. Kondisi menantu yang sibuk bekerja sehingga pekerjaan rumah terbengkalai, mengakibatkan rasa tidak segan dari mertua. Tingkah laku dan sikap menantu perempuan biasanya menimbulkan teguran-teguran dan kritikan-kritikan dari ibu mertua. Tanggapan ibu mertua yang penuh dengan kritikan dan tidak diimbangi dengan pengertian dan penjelasan akan menimbulkna ketidaknyamanan bagi menantu perempuan. Apabila menantu perempuan tidak dapat menerima kritikan tersebut dengan bijak, bisa saja menantu perempuan menjadi tersinggung dan hubungan keduanya menjadi lebih renggang, baik karena terdapat ketegangan diantara keduanya maupun jarang berkomunikasi karena sibuk bekerja.
2
(16)
Melihat kehidupan keluarga yang dinamis ini dan adanya kesenjangan antara mertua dan menantu di Desa Dradahblumbang, menarik untuk dilakukan penelitian mengenai “Hubungan Menantu dan Mertua, Studi Kasus Keluarga Ideal dalam Rumah Tangga Buruh Pabrik Perempuan di Desa DradahBlumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan“ untuk melihat erat tidaknya hubungan keduanya, maka penelitian difokuskan pada ibu mertua yang tinggal bersama anak dan menantu perempuan yang bekerja di pabrik Gudang Garam, Intercraft dan Alaf Denada.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dikaji lebih mendalam diarahkan pada:
1. Bagaimana hubungan antara mertua dengan menantu buruh pabrik perempuan di Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan?
2. Bagaimana persepsi mertua tentang perilaku menantu buruh pabrik perempuan di Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan?
(17)
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini dapat memberikan data yang riil dan alamiah mengenai
Hubungan menantu buruh pabrik perempuan dan mertua yang Ideal di Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan. 2. Memberikan informasi mengenai persepsi mertua tentang perilaku
menantu buruh pabrik perempuan di Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini tentunya peneliti mendapatkan hasil yang sangat berharga. Adapun manfaat dalam melakukan penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi teoritis, metodelogis dan empiris bagi kepentingan akedemis.
2. Secara Praktis
Penelitian tentang ”Hubungan Mertua Dan Menantu (Studi Kasus Keluarga Ideal dalam Rumah Tangga Buruh Pabrik Perempuan di Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan)” ini diharapkan menjadi :
(18)
a. Bahan referensi terutama bagi pengambil kebijakan untuk mengetahui Hubungan sosial dan permasalahannya masyarakat kaum buruh pabrik sehingga dapat dicarikan penyelesaiannya yang efektif.
b. Bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin lebih mendalami penelitian tentang Hubunganyang terjadi pada masyarakat buruh pabrik.
c. Bahan referensi dalam rangka pengembangan khazanah ilmu pengetahuan.
E. Metode Penilitian
Metodologi penilitian berasal dari kata “Metodologi” yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan.3 Metodologi dalam pembuatan usulan penelitian ini menggambarkan tentang tatacara pengumpulan data yang diperlukan guna menguji hipotesa atau menjawab permasalahan yang ada. Dalam kegiatan ilmiah, metodologi merupakan hal yang penting untuk menentukan secara teoritis teknik operasional yang dipakai sebagai pegangan dalam mengambil langkah-langkah.4
3
Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 1.
4
(19)
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Melalui pendekatan tersebut, peneliti berupaya memecahkan misteri makna berdasarkan pengalaman peneliti dan objek kajiannya. Makna merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman seseorang dari kehidupan sosialnya bersama orang lain. Makna bukan sesuatu yang lahir dari pengalaman dari objek penelitian atau peneliti, akan tetapi menjadi bagian terbesar dari kehidupan objek penelitian.5
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah atau natural setting, sehingga metode penelitian ini sering disebut sebagia metode naturalistik.6
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yakni studi kasus. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer.7 Studi kasus akan melibatkan peneliti dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap perilaku seorang individu. Di samping itu, studi kasus juga dapat
5
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2011), 5.
6
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), 1-2.
7
(20)
mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, dan berbagai bentuk unit sosial yang lainnya. Jadi, studi kasus dikenal sebagai studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci dan mendalamserta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer.8
Studi kasus dikategorikan ke dalam tiga tipologi, yakni: studi kasus eksplanatoris, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua kompenen atau gejala. Penelitian ini bertitik pada pertanyaan “bagaimana”. Studi kasus eksploratoris, penelitian yang bertujuan untuk menguji suatu teori untuk meemperkuat atau menolak teori hasil penelitian yang sudah ada.9 Penelitian ini bertitik pada pertanyaan “mengapa”. Dan Studi kasus deskriptif, studi mengenai frekuensi dan distribusi suatu penyakit pada manusia atau masyarakat menurut karakteristik orang yang menderita, tempat kejadian, dan waktu kejadian. Penelitian ini bertitik pada pertanyaan “apakah”.10
Peneliti akan menggunakan satu diantara tiga jenis studi kasus yang dianggap relavan dalam penelitian.
8
Bungin, Penelitian Kualitatif, 20
9“Jenis penelitian studi kasus: studi kasus deskriptif, eksploratori, dan eksplanatori”
, Pyutz punk, diakses13Maret 2016, vheqputry.blogspot.com/20/11/16/jenis-penelitian-studi-kasus-studi.html?m=1.
10
(21)
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam pembuatan permasalahan, harus sekaligus dipikirkan lokasi mana yang relavan dan menguntungkan apabila hendak dilakukan penelitian. Lokasi penelitian adalah suatu areal dengan batasan yang jelas agar tidak menimbulkan kekaburan dengan kejelasan daerah atau wilayah tertentu.
Penelitian ini memilih di Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan sebagai lokasi penelitian. Banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja di pabrik menjadikan wajah baru bagi hubungan kekerabatan dengan keluarga dirumah, terutama mertua. Desa tersebut menjadi sasaran yang sangat membantu untuk menentukan data yang diambil, sehingga lokasi ini sangat menunjang untuk dapat memberikan informasi yang valid.11
Sedangkan waktu penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah dalam jangka waktu kurang lebih 1 bulan, pada tanggal 16 Mei 2016 sampai 15 Juni 2016.
3. Pemilihan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini istilah yang digunakan untuk subjek penelitian adalah informan. Melalui informan, peneliti akan memperoleh informasi mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan dirinya sendiri ataupun
11
(22)
tentang lingkungan tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.12 Pemilihan informan
dan informan kunci lebih menekankan pada data apa yang hendak dicari. Subjek yang peneliti pilih adalah seluruh mertua yang tinggal bersama menantu perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik. Mertua tidak dibatasi ayah maupun ibu, akan tetapi yang lebih diprioritaskan adalah ibu mertua. Karena kasus-kasus yang sering terdengar lebih banyak melibatkan antara menantu perempuan dengan ibu mertua, selain itu keterlibatan Ibu mertua dalam wawancara lebih intensif. Pemerintahan Desa juga terlibat sebagai informan untuk mengetahui kondisi masyarakatnya saat ini. Untuk mengetahui data informan secara lengkap dapat dilihat dengan tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1 Data Informan (
12
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Yogyakarta: Erlangga, 2009), 246.
No Nama Usia Alamat Keterangan
1 Kari Muji Santoso
50 Dusun Blumbang Perangkat Desa 2 Siswanto 57 Dusun Carangban Perangkat Desa 3 Bu Sunoto 52 Dusun Blumbang Mertua (satu rumah) 4 Payem 49 Dusun Tarek Mertua (satu rumah) 5 Khoirriyah 72 Dusun Sempu Mertua (satu rumah) 6 Srimonah 61 Dusun Dradah Mertua (satu rumah) 7 Kasiama 55 Dusun Tarek Mertua (satu rumah) 8 Lastri 58 Dusun Sempu Mertua (satu rumah) 9 Bu Hengki 43 Dusun Blumbang Mertua (satu rumah) 10 Astuti 46 Dusun Carangban Mertua (satu rumah) 11 Srini 44 Dusun Dradah Mertua (beda rumah) 12 Ika 27 Dusun Tarek Menantu
(23)
Sumber: (Observasi peneliti dengan warga Desa Dradahblumbang, khususnya Ibu mertua yang tinggal satu rumah dengan menantu perempuan).
4. Tahap-Tahap Penelitan
Dalam menyusun suatu rancangan penelitian, peneliti harus benar-benar memahami bagaimana langkah-langkah harus ditempuh dalam proses penelitian. Secara garis besar, tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan penelitain ada dua tahap yaitu tahap pra lapangan dan tahap lapangan.
a. Tahap Pra Lapangan
Berikut adalah urutan tahap pra lapangan : 1) Menyusun Rancangan Penelitian
Penyusunan rancangan penelitian ini berupa usulan penelitian yang sebelumnya telah didiskusikan bersama dosen. Kemudian usulan tersebut diajukan kepada Ketua Prodi Sosiologi, yang berisi tentang latar belakang masalah, fenomena yang terjadi di lapangan, dan problematika yang berisi tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
2) Memilih Lapangan Penelitian
Peneliti memilih Desa Dradahblumbang kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan. Di Desa ini terdapat banyak
(24)
mertua yang tinggal bersama menantu perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik.
3) Menjajaki dan Menilai Lapangan
Peneliti pergi dan menjajaki Desa Dradahblumbang untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di lapangan. Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga, dan kemudahan untuk mendapatkan data juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian. 4) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Peneliti memilih seorang informan yang mampu memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Selain itu informan harus memiliki pengalaman yang sesuai dengan fokus kajian penelitian. Peneliti dapat memanfaatkan informan tersebut untuk melancarkan penelitian. 5) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau kebutuhan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini. Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, kamera, hand phohe atau tape recorder untuk merekam serta alat tulis untuk mancatat.
6) Mengatur Perizinan
Sebelum diadakannya penelitian, peneliti memohon surat izin ke pihak Prodi Sosiologi untuk ditanda tangani, yang
(25)
selanjutnya diserahkan kepada pihak yang akan dijadikan tempat penelitian.
b. Tahap Lapangan
Adapun tahap lapangan, tersusun sebagai berikut : 1) Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri
Untuk memasuki suatu lapangan penelitian, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu, disamping itu peneliti perlu mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental dalam menghadapi subyek yang akan diteliti di lapangan.
2) Memasuki Lapangan
Dalam hal ini perlu adanya hubungan yang baik antara peneliti dengan subyek yang diteliti sehingga tidak ada batasan khusus antara peneliti dengan subyek, pada tahapan ini peneliti berusaha menjalin keakraban dengan tetap menggunakan sikap dan bahasa yang baik serta sopan, agar subyek menerima peneliti dan memahami bahasa serta sikap yang digunakan. Peneliti juga mempertimbangkan waktu yang digunakan dalam melakukan wawancara dan pengambilan data yang lainnya dengan semua kegiatan yang dilakukan oleh subyek.
5. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standart untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data
(26)
menentukan menentukan kualitas data yang terkumpul dan kualitas data yang akan menentukan kualitas hasil penelitian.13 Bila di lihat dari sumber
datanya, maka pengumpulan dat adapat menggunakan sumber primer dan sumber skunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dan sumber skunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.14 Data-data yang dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara merupakan data primer. Sedangkan data-data yang dikumpulkan dengan teknik dokumtasi merupakan data skunder.
a. Observasi
Obsevasi adalah kegiatan mengamati dan mencermati serta melakukan pencatatan data informasi yang sesuai dengan konteks penelitian. Teknik observasi diharapkan dapat menjelaskan atau menggambarkan secara luas dan rinci tentang masalah-masalah yang dihadapi.15
Dalam melakukan observasi, peneliti memperhatikan tempat yang banyak terdapat mertua tinggal serumah dengan menantunya,
13
Mohammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 211.
14
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 62.
15
Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian: Dalam perspektif Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sastra (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 71.
(27)
terdapat pelaku yang memainkan peran sebagai orang yang ideal dan terdapat buruh pabrik perempuan.16
b. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada peneliti. Wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.17
Sasaran yang dituju adalah tokoh masyarakat dan mertua. Peneliti akan memilih waktu yang paling tepat untuk menemui informan. Sebelum melakukan wawancara, peneliti akan membawa pedoman wawancara, alat tulis, dan alat perekam suara.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan kumpulan data bentuk tulisan yang berupa monumen, artefak, foto.18
Dokumentasi ini merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Keuntungan menggunakan dokumentasi biayanya relatif murah, waktu dan tenaga lebih efisien.19 Dalam pengambilan dokumentasi,
16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 28.
17
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), 64.
18
Bungin, Penelitian Kualitatif, 125.
19
(28)
peneliti ambil dari internet, mengambil foto informan secara langsung, meminta data ke Balai Desa Dradahblumbang.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan mnyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Langkah-langkah analisis data diantaranya:
a. Reduksi data
Data yang di dapat dari lapangan langsung di tulis dengan rapi dan terinci. Mereduksi tulisan tersebut dilakukan dengan cara memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.20
b. Penyajian data
Miles mengemukakan bahwa yang dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang jelas dan singkat yang memberikan kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.21Penyajian data ini bertujuan agar dapat melihat gambaran
20
Imam Suprayogo, Metode Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 194.
21
(29)
keseluruhan dari hasil penelitian atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitain tersebut.
b. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan di dasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik. Hasil analisi merupakan jawaban dari persoalan penelitian yang telah diterpakan.22
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Seluruh data yang diperoleh dari lapangan yang telah dipisahlan kemudian disusun untuk mencari pola, hubungan dan kecenderungan hingga sampai pada tahap kesimpulan. Temuan atau data dapat dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Dalam usaha meningkatkan derajat kepercayaan data dan mengupayakan hasil penelitian benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi. Maka pengujian keabsahan data penelitian dilakukan dengan cara trianggulasi.
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Terdapat empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
22
(30)
a. Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh. Trianggulasi ini dapat dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2) Membandungkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatannya secara pribadi.
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitan dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain.
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
b. Trianggulasi dengan metode, terdapat dua strategi untuk memeriksa derajat kepercayaan, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Trianggulasi dengan penyelidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data.
(31)
d. Trianggulasi dengan teori, penggunaan berbagai perspektif untuk menafsirkan sebuahdata. Penggunaan beragam teori dapat membantu memberikan pemahaman yang lebih baik saat memahami data. Jika beragam teori menghasilkan kesimpulan analisis sama, maka validitas ditegakkan.23
F. Sistematika Pembahasan
1. BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang tentang hubungan mertua dan menantu di Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan. Setelah itu menentukan rumusan masalah, menyertakan tujuan, dan manfaat penelitian.
2. BAB II Kerangka Teoretik
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran serta penjelasan tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian. Peneliti juga akan memberikan penjelasan teori tindakan sosial yang digagas oleh Max weber untuk menganalisis data agar sesuai dengan tema penelitian. Selain itu, peneliti akan memberikan alasan kepada setiap pembaca ketika peneliti mengambil referensi dari penelitian yang terdahulu.
23
(32)
3. BAB III Penyajian Data Dan Analisis Data
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang seluruh data-data yang telah diperoleh, baik data-data primer maupun data-data sekunder. Penyajian data akan dibuat secara tertulis dan juga disertakan gambar-gambar atau tabel serta bagan yang mendukung data. Setelah ituakan dilakukan penganalisahan data dengan menggunakan teori tindakan sosial.
4. BAB IV Penutup
Dalam bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dari setiap permasalahan dalam penelitian. Selain itu, peneliti juga memberikan rekomendasi kepada para pembaca laporan penelitian ini. Pada bab ini, peneliti juga memberikan kesimpulan dari beberapa permasalahan dan menyertakan rekomendasi kepada para pembaca.
(33)
22
BAB II
STRUKTURAL FUNGSIONAL – ROBERT K. MERTON
DAN PEKERJA BURUH PABRIK
A. Kajian Pustaka
1. Hubungan Mertua Dan Menantu
Hubungan atau Relation adalah kesinambungan interaksi antara dua individu atau lebih, kelompok-kelompok atau antara individu dengan kelompok yang sifatnya asosiatif dan disasosiatif.24 Asosiatif merupakan sebuah hubungan yang mengindikasikan adanya gerak pendekatan atau penyatuan.25 Asosioatif terbagi menjadi tiga bentuk, antara lain:
a. Kerja Sama
Kerja sama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.26
24
Soerjono Soekamto, Kamus Sosiologi (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1993), 424.
25
Muchammad Ismail, dkk, Pengantar Sosiologi, (Surabaya: IAIN SA Press, 2013), 120.
26
(34)
b. Akomodasi
Akomodasi sebenarnya merupakan cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lain. Sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.27
c. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang perorangan dan juga meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasi dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan kelompok. Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok.28
Sedangkan disasosiatif merupakan sebuah hubungan yang mengindikasikan adanya gerak kearah perpecahan.29 Disasosiatif memiliki tiga bentuk, anatara lain:
a. Persaingan
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada
27
Ibid., 83.
28
Ibid., 88. 29
(35)
suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.30
b. Kontravensi (Contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian dan keraguan terhadap kepribadian seseorang.31
c. Pertentangan (Conflict)
Pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan dengan disertai ancaman atau kekerasan.32 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mertua adalah sebutan dalam hubungan atau sistem kekerabatan yang merujuk pada orang tua istri atau suami.33 Sedangkan menantu adalah sebutan dalam hubungan
30
Soekanto, Sosiologi, 99.
31
Ibid., 104.
32
Ibid., 107.
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia: edisi ke tiga (Jakarta:Balai Pustaka,1990), 737.
(36)
atau sistem kekerabatan yang merujuk padaistri atau suami dari anak.34 Istri dari anak laki-laki disebut menantu perempuan, dan suami dari anak perempuan disebut menantu laki-laki.
Jadi yang dimaksud dengan hubungan mertua dan menantu adalah terjadinya interaksi antara mertua dengan menantu yang menghasilkan penyatuan maupun perpecahan.
Mertua sama halnya dengan orang tua, keduanya memiliki tugas dan tanggung jawab sama dalam keluarga. Orang tua atau mertua yang ideal memiliki beberapa ciri-ciri, diantaranya:
a. Ciri-Ciri Orang Tua Ideal
Ciri-ciri pokok orang tua yang ideal, pada dasarnya berkisar aspek-aspek logis, etis, dan estetis yang dapat dinamakan kebenaran atau ketepatan, keserasian dan keindahan. Ketiga aspek itu sebenarnya merupakan hal-hal yang seharusnya serasi dalam kehidupan sehari-hari, yang terwujud dalam tingkah laku sehari-hari manusia.
Ciri pertama adalah orang tua seyogyanya bersikap tindak logis (sa’benere). Artinya, orang tua dapat membuktikan atau apa mana yang benar dan yang salah. Tampaknya hal ini tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan, akan tetapi bagaimana hal itu diterapkan dalam hubungan dengan anak-anak. Sebab ada anggapan kuat, bahwa orang
34
(37)
tua tidak perlu memberikan landasan pembenaran apabila beliau ingin menerapkan sesuatu pada anak-anaknya.
Ciri yang kedua adalah bahwa orang tua seyogyanya bersikap tindak etis (sa’mestine). Artinya, bersikap tindak yang didasarkan pada patokan tertentu, sehingga tidak asal saja atau sembrono.
Ciri yang ketiga adalah bahwa orang tua itu seyogyanya bersikap tindak estetis (sakepenake). Artinya adalah, seharusnya orang tua hidup enak, tanpa mengakibatkan ketidakenakan pada pihak lain. b. Lingkungan Sosial-Budaya Bersahaja dan Orang Tua Ideal dulu
Kalau ciri-ciri lingkungan sosial-budaya bersahaja ditelaah kembali sejenak, maka akan tampak betapa kuatnya peranan adat-istiadat. Adat-istiadat itu menjadi landasan bagi hubungan dalam keluarga dan masyarakat setempat, yang secara relatif menentukan perkembangan kepribadian seseorang.
Apa yang dikatakan orang tua yang berkisar pada masalah-masalah etis, pada dasarnya dianggap benar. Pembuktian mengenai kebenaran itu tidak begitu diharapkan, karena orang tua dianggap sebagai salah satu panutan. Disamping tindak etis, maka sikap tindak estetis juga agak menonjol. Sikap tindak estetis tersebut berkisar pada
pola kehidupan yang tidak “ngoyo” (artinya enak) tanpa mengganggu orang tua atau pihak lain. Orang Jawa memberikan istilah “sak’kepenake”. Artinya hidup enak tetapi tidak seenaknya sendiri.
(38)
Sikap tindak demikian itu pada dasarnya ke tujuan untuk menciptakan ketentraman dalam diri seseorang maupun dalam hubungannya dengan pihak-pihak lain.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa orang tua ideal dulu adalah orang tua yang mempunyai sikap tindak sebagai berikut:
Tidak sembrono. Tidak serakah.
Mampu tidak berkekurangan, akan tetapi juga tidak serba berkelebihan.
Tidak berlarut-larut.
Hidup enak tanpa merugikan diri sendiri maupun pihak-pihak lainnya. Artinya memberikan ketentraman pada diri sendiri maupun dalam pergaulan hidup.
c. Lingkungan Sosial-Budaya Madya Orang Tua Ideal Kini
Pada masa kini, orang tua tetap dianggap sebagai panutan, akan tetapi bila dibandingkan dengan masa lalu isinya sudah berubah. Dewasa ini, anak-anak mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk menjalani pendidikan formal. Ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang diajarkan di sekolah-sekolah membangkitkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk mengungkapkan kebenaran dan keinginan untuk menguji kebenaran itu.
(39)
Orang tua ideal adalah orang tua yang mampu mempertemukan pola lama dengan pola baru. Pola baru itu sebenarnya merupakan pemberian tekanan pada sikap tindak logis yang memberikan dapat mantap pada sikap tindak yang dianut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang tua ideal kini, adalah orang tua yang mampu bersikap tindak logis, disamping menyerasikan dengan sikap tindak etis dan estetis. Ketidakmampuan berbuat demikian, tercermin dalam
sikap tindak yang serba “terlalu”. Misalnya sikap tindak estetis
menjadi pola hidup yang seenaknya, sehingga merugikna banyak orang. Pola hidup seenaknya tersebut, merupakan salah satu akibat masuknya pengaruh materialisme yang diterima melalui saringan apapun juga. Sikap tindak logis tersebut kemudian dicampuradukkan dengan materialisme yang tidak terkendali, sehingga anak didik cenderung untuk menirunya karena kemudahan melakukan hal itu. d. Lingkungan Sosial-Budaya Modern dan Orang Tua Ideal Mendatang
Aspek spiritual kehidupan manusia secara implisit ada dalam ciri-ciri lingkungan sosial-budaya modern, sepanjang hal itu disadari oleh manusia yang menciptakan lingkungan tersebut. Masyarakat Indonesia sebenarnya dapat belajar banyak dari kelemahan-kelemahan masyarakat barat yang dianggap modern. Masyarakat Barat modern agak menyampingkan segi spiritualistis kehidupan manusia, sehingga terjerumus dalam kehidupan materialistis yang negatif.
(40)
Salah satu akibat berkembangnya materialisme negatif pada masyarakat Barat, bhawa orang tua yang ideal adalah orang tua yang bersikap materialisme. Sikap tindak demikian kemudian menimbulkan konsumerisme yang memperbudak manusia untuk mendapatkan kekayaan material yang sebanyak-banyaknya.35
2. Keluarga Ideal
Untuk memahami arti keluarga Ideal, perlu memahami pengertian keluarga dan Ideal secara terpisah.
a. Keluarga
Menurut Anton M. Moeliono menjelaskan bahwa keluarga ialah satuan kekerabatna yang sangat mendasar di masyarakat yang terdiri atas ibu, bapak, dan anak. Dalam masyarakat yang lebih besar, keluarga merupakan kelompok primer dalam masyarakat yang terbentuk mulai dari hasrat dan keinginan individu untuk menyatu dengan individu lain untuk menciptakan regenerasi secara berkelanjutan.36
Dari segi keberadaan anggota keluarga, maka keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (ectended family).
35
Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga (Jakarta: Rineka cipta, 2004), 6-10
36
Muhammad Fahrur Rozi, “Konsep Keluarga dalam Pendidikan Islam”, Jurnal Idrus, Volume 6 no. 2 (2011):251.
(41)
Keluarga inti adalah keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial yaitu ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah. 37 Struktur keluarga yang demikian menjadikan keluarga sebagai orientasi bagi anak, yaitu keluarga tempat ia dilahirkan. Adapun orang tua menjadikan keluarga sebagai wahan prokreasi, karena keluarga inti terbentuk setelah sepasang laki-laki dan perempuan menikah dan memiliki anak. Dalam keluarga inti hubungan antara suami istri bersifat saling membutuhkan dan mendukung layaknya persahabatan, sedangkan anak-anak tergantung pada orang tuanya dalam hal pemenuhan kebutuhan afeksi dan sosiaolisasi.
Sedangkan keluarga batih merupakan satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi, misalnya terdiri dari keluarga inti yang hidup bersama keluarga lainnya seperti, nenek, kakek, paman, bibi, pembantu, dan lain-lain yang tinggal dalam satu rumah. Bentuk pertama dari keluarga batih yang banyak ditemui di masyarakat adalah keluarga bercabang (stem family). Keluarga bercabang terjadi manakala seorang anak yang sudah menikah masih tinggal masih tinggal dalam rumah orang tuanya. Bentuk kedua dari kelaurga batih adalah keluarga berumpun (lineal family). Bentuk ini terjadi manakala lebih dari satu anak yang sudah menikah tetap tinggal bersama kedua orang tuanya. Bentuk ketiga dari keluarga batih adalah keluarga
37
(42)
beranting (fully extended). Bentuk ini terjadi manakala di dalam suatu keluarga terdapat generasi ketiga (cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal bersama.38
Terdapat tujuh macam fungsi keluarga diantaranya:
1) Fungsi Pengaturan Keturunan
Fungsi disini ialah untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual. Dalam tata kelakuan (mores) dilarang melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita yang belum memiliki ikatan suami dan istri.
2) Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan
Fungsi ini adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak membentuk personalitinya. Anak-anak itu lahir tanpa bekal sosial, agar si anak dapat berpartisipasi maka harus disosialisasi oleh orang tuanya tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
3) Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi
Fungsi disini ialah untuk hubungan suami istri dan anak-anak dapat dipandang sebagai teman-teman sekerja yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan dalam kerja sama.
38
(43)
4) Fungsi Pelindung
Fungsi disini ialah untuk memberikan perlindungan anggota keluarganya dari faktor-faktor yang mengancam akan keselamatan tersebut.
5) Fungsi Penentuan Status
Perubahan status ini biasanya melakukan perkawinan. Hak-hak istimewa keluarga, misalnya menggunakan hak milik tertentu dan lain sebagainya. Jadi status dapat di peroleh melalui assign status, maupun ascribed status.
6) Fungsi pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan ini berkewajiban untuk memelihara setiap anggota keluarganya yang sedang sakit atau sudah lanjut usia yang sudah tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari, akan tetapi seiring perkembangan masyarakat yang sudah maju dan kompleks sebagian besar fungsi pemeliharaan di alihkan kepada instansi misal seperti panti jompo, rumah sakit dan lain sebagainya.
7) Fungsi Afeksi
Fungsi disini ialah untuk kebutuhan kasih dan sayang orang tua terhadap anak, tanpa itu anak akan menjadi nakal sebab tidak merasakan perhatian atau kasih sayang.39
39
(44)
b. Ideal
Dalam Kamus Ilmiah Populer yang ditulis oleh Windy Novia kata ideal diartikan sebagai pikiran yang diwarnai emosi dari satu kepribadian (watak, garis, kelakuan) sebagai penggambaran atas suatu tujuan, menurut ide atau cita-cita (keinginan), angan-angan, cocok dengan ide, sesuai dengan cita-cita, sempurna dan cita-cita.40 Dari definisi tersebut, penulis dapat menjelaskan yang arti keluarga ideal adalah keluarga yang melihat segala perubahan dan tantangan kehidupan yang lebih mengutamakan prinsip, sehingga apapun yang dilakukan harus dengan cara yang sesuai untuk mencapai tujuan. c. Keluarga Ideal
Pengertian keluarga ideal menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas adalah keluarga yang senantiasa berlandasakan pada keharmonisan rumah tangga. Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi ketentraman jiwa, rasa cinta dan kasih sayang.41
Keadilan dan pergaulan yang baik antar seluruh anggota keluarga adalah landasan utama untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera. Untuk itu harus memperhatikan beberapa aspek di bawah ini:
40
Windy Novia, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta: Wacana Intlektual, 2009), 187.
41
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah (Jakarta: Pustaka At-Taqwa, 2009), 161.
(45)
1) Ilmu agama dan keimanan keluarga, tiang penyangga utama rumah tangga adalah agama dan moral, rumah tangga hendaknya bersih dari segala bentuk kesyirikan dan tradisi jahiliyah, serta semarak dengan aktifitas ibadah seperti sholat, puasa, membaca al-Quran dna berzdikir sehingga rumah terlihat hidup dan sehat secara jasmani dan rohani.42
2) Mempunyai waktu bersama keluarga, pasangan pernikahan yang lebih sering menikmati kebersamaan dan berbagi perasaan yang piositif akan lebih mampu serta terampil dalam mengelola konflik yang terjadi, sekaligus memantapkan kebersamaan visi tentang masa depan pernikahan mereka.43
3) Mempunyai komunikasi yang baik antara anggota keluarga, komunikasi dan dialog yang sehat serta intensif memang menjadi salah satu kunci keharmonisan keluarga. Komunikasi dapat dijadikan seni untuk mempengaruhi orang lain.44
4) Komitmen bersama yang meliputi saling percaya menghargai, berbagi, menerima, memaafkan, bersikap terbuka, berfikir positif, intropeksi, sabar dan syukur.
42
Abu Muhammad Izuddin Al-Qossam, Bahtrera Cinta Menuju Keluarga Sakinah (Bengkulu: Rawi Pustaka, 2011), 21
43
Deny Riana, Refresh Your Family (Bandung: MQ Publishing, 2007), 51.
44
(46)
5) Mengatasi berbagai macam krisis yang mungkin terjadi dengan cara positif dan konstruktif, dengan demikian akan menimbulkan kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
6) Adanya hubungna dan ikatan yang erat antar anggota keluarga. Apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memilik Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya keluarga ideal, diantaranya ialah:
1) Faktor Kesejahteraan jiwa
Rendahnya frekuensi pertengkaran atau percekcokan di rumah, saling mengasihi dan saling membutuhkan serta saling tolong menolong antar sesama anggota keluarga45 adalah tanda kesejahteraan jiwa pasangan suami istri. Prinsip yang diunggulkan bagi pasangan suami istri adalah jangan saling berbantahan. Sebagai alternatif yang alami dari perbantahan, yaitu diskusi terbuka antara pasangan suami istri. Jadi, mungkin sekali kedua belah pihak berdiskusi tentang suatu permasalahan yang terjadi di
45
Perdamaian, Persepsi Pegawai Pengadilan Agama Balikpapan Tentang Ketidak Idealan Sebagai Sebab Perceraian (Balikpapan: Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah, 2010), 15.
(47)
antara mereka, tetapi perlu dijaga jangan sampai meningkat ke tingkat pertengkaran.46
2) Faktor Kesehatan Fisik
Agama Islam sangat memperhatikan kesehatan manusia dan memerintahkan mereka agar menjaga kebersihan dan menjauhi hal-hal yang najis atau kotor, serta menganjurkan agar manusia berolahraga.47 Kerupawanan tidak akan sempurna kecuali dibarengi dengan kesehatan tubuh. Orang yang sehat tubuhnya akan menjadi rupawan, elok dan menawan, sementara orang yang sakit-sakitan akan berkurang kerupawanannya. Ada penyakit- penyakit yang membuat tubuh menjadi jelek, dan ada yang dapat melemahkan tubuh dan membuatnya tidak bias melaksanakan kewajiban suami-istri serta tidak akan pernah bisa berhasil dan sukses.48 Dengan demikian, nampaklah bahwa Islam sangat menganjurkan pengikutnya agar memiliki tubuh yang prima serta sehat dan tidak sakit-sakitan. Hingga dia akan melangkah menuju pernikahan dalam keadaan siap dan sehat, serta dengan berbekal anugerah akal yang baik dan jiwa yang prima.
46
Makmun Mubayidh, Saling Memahami dalam Bahtera Rumah Tangga (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), 318-319.
47
Muhammad Washfi, Mencapai Keluarga Barokah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005), 152.
48
(48)
3) Faktor Ekonomi
pernikahan memang tidak cukup dengan hanya mengandalkan cinta. Dengan disyariatkannya suami untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga, jelas terlihat bahwa dalam sebuah pernikahan juga diperlukan kemampuan ekonomi. Artinya, tak bisa dipungkiri bahwa faktor ekonomi tak bias dianggap remeh. Kita semua menyadari bahwa hidup berumah tangga mengharuskan adanya pembiayaan.49 Dengan demikian, maka anggaran belanja rumah tangga harus diatur dengan sebaik- baiknya. Uang harus digunakan sebagai bagian kuat dari suatu mainan dalam hubungan suami istri. Sebab, uang merupakan suatu tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab satu pihak, baik sedikit maupun banyak.50
Sulitnya memberikan batasan yang umum, tentang keluarga yang ideal, maka satu-satunya cara untuk mengukur kebahagiaan keluarga adalah dengan menggunakan standar keidealan keluarga yang telah ditetapkan oleh beberapa pakar atau ahli.51 Menurut para pakar
49
Riana, Refresh Your Family, 78.
50
Butsainah As-Sayyid Al-Iraqi, Rahasia Pernikahan Bahagia (Bogor: Griya Ilmu, 2006), 148.
51
Perdamaian, Persepsi Pegawai Pengadilan Agama Balikpapan Tentang Ketidak Idealan Sebagai Sebab Perceraian, 16.
(49)
mengenai permasalahan rumah tangga, maka keluarga bahagia adalah keluarga yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketakwaan kepada Allah SWT.
2) Hubungan yang harmonis antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam keluarga dan masyarakat.
3) Terjamin kesehatan jasmani, rohani dan sosial. 4) Cukup sandang, pangan, papan.
B. Kajian Teoritik
1. Konsep Fungsi
Keberadaan keluarga sangat berpengaruh bagi individu-individu yang hidup didalamnya. Setiap individu tidak mungkin hidup tanpa bergaul dengan keadaan sekitar. Hidup dalam satu rumah tangga perlu berinteraksi diantara sesama anggota keluarga. Segala interaksi tersebut mengarahkan kerja sama antar anggota keluarga untuk mengisi kekosongan sehingga tercipta keseimbangan. Dan untuk dapat bertahan hidup seluruh anggota keluarga harus memenuhi keperluan dasar atau menjalankan fungsi tertentu.52
52
(50)
Istilah “fungsi” telah banyak digunakan dalam berbagai ilmu dan kerap
diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan oleh pihak yang menduduki posisi atau memiliki peran tertentu. Fungsi tersebut menjadi piranti terbentuknya adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu. Dalam sebuah struktur masyarakat, terdapat bagian-bagian dimana ada fungsi positif dan fungsi yang mengarah ke sisi negatif.
Setiap orang melakukan tugas dan melaksanakan fungsi seperti yang telah digariskan oleh aturan. Kegiatan satu orang dengan orang lain dilakukan dalam suatu sistem interaksi antar orang dan kelompok. Setiap individu yang bersama individu lain memiliki sumbangan tersendiri bagi berlangsungnya kebersamaan dalam keluarga tersebut. Individu merupakan elemen dari masyarakat, jaringan hubungan antara individu dengan orang lain yang terpola mencerminkan struktur elemen-elemen yang stabil. Kegiatan seperti itu dilakukan dengan mantap dan stabil: artinya dari hari ke hari beralih ke bulan dan beralih ke tahun, kegiatan yang dilakukan relatif sama, hampir tidak berubah.
Jaringan hubungan yang terpola tersebut mencerminkan struktur elemen-elemen yang terintegrasi dengan baik. Artinya elemen-elemen yang membentuk struktur memiliki kaitan dan jalinan yang bersifat saling mendukung dan saling ketergantungan antara satu dengan lainnya. Hubungan yang terjalin dan bersifat saling mendukung dan saling
(51)
ketergantungan tersebut membuahkan struktur elemen-elemen terintegrasi dengan baik.
Fungsi dari elemen-elemen yang terstruktur dibangun dari nilai di antara para anggotanya. Nilai tersebut berasal dari kesepakatan yang telah ada dalam suatu masyarakat seperti adat kebiasaan, tata perilaku, maupun kesepakatan yang baru dibuat.53
Menjalankan fungsi merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan, hal itu senantiasa dilaksanakan demi bertahan atau berlangsungnya keutuhan keluarga. Pada Desa Dradahblumbang, fungsi mertua dan menantu yang sudah baku bisa saja berubah ketika menantu menjadi buruh pabrik. Artinya suatu item yang sudah fungsional dapat diganti dengan unsur lain, akan tetapi kebutuhan fungsional tetap terpenuhi.
2. Perkembangan Awal Perspektif Fungsional
Jika dicoba dilacak ke belakang, perspektif fungsionalisme dimulai oleh
kajian August Comte tentang “hukum tiga tahap” perkembangan masyarakat
tidak melihat perilaku manusia sebagai individu, tetapi pendekatan yang berorientasi pada masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Comte menyatakan bahwa masyarakat akan berkembang dalam tiga tahap, yaitu tahap teologis, metafisik, dan positif. Turner dan Maryanski menjelaskan bahwa gagasan Comte mengilhami munculnya perspektif fungsionalisme sebagai berikut:
53
(52)
Comte dalam bukunya mencoba mengaitkan sosiologi dengan penelitian empiris yang bisa nenghasilkan hukum organisasi sosial manusia. Selanjutnya hukum tersebut bisa digunakan untuk mereorganisasikan masyarakat dan mempertahankan keseimbangan.54
Ilmuan lain yang memiliki andil dalam perkembangan awal fungsionalisme ialah Herbert Spencer. Spencer membuat persamaan yang terdapat antara organisme biologis dengan kehidupan sosial, ia menyatakan bahwa masyarakat seperti organisme.55 Sebagai suatu sistem, masyarakat menurut Spencer memiliki fungsi mempertahankan kelangsungan sistem secara keseluruhan. Baginya setiap masyarakat memiliki empat problem yang harus diatasi, yaitu produksi, reproduksi, regulasi dan distribusi. Kontribusi penting dari Herbert Spencer terhadap perspektif fungsionalisme yakni konsepnya tentang equilibrium sosial. Spencer melihat equilibrium merupakan kondisi masyarakat yang berada dalam kondisi penuh dengan harmoni sosial, stabil, dan terintegrasi.
Bagi kaum fungsionalis seperti Durkheim, masyarakat terdiri dari bagian-bagian yang terintegrasi dan saling tergantung. Dimana masing-masing bagian melaksanakan fungsi. Dalam bukunya The Division of Labour in Society, Durkheim menemukan bahwa pembagian kerja memberikan dasar baru solidaritas dalam masyarakat yang mengalami diferensiasi dengan cepat. Durkheim menghubungkan konsep sistem sosial
54
Rahma Sugihartati, Perkembangan Masyarakat Informasi & teori Sosial Koontemporer (Jakarta: Kencana, 2014), 2-3.
55
(53)
dengan konsep solidaritas sosial dan integrasi sosial. Dalam karya Rules of The Sociological Method, Durkheim menjelaskan bahwa analisis mengenai fakta sosial muncul dari analisis fungsional. Fungsi integrasi masyarakat menjadi kenyataan yang sudah ada dengan sendirinya, dan tugas sosiologi adalah mempelajari sistem hubungan menggunakan statistik dan metode yang lain untuk menganalisis hal tersebut.56
Tokoh terkemuka dari perspektif fungsional ialah Talcot Parsons, masyarakat menurut Parson harus memiliki empat fungsi imperatif dan merupakan karakteristik sistem sosial. Secara lebih rinci keempat fungsi tersebut dikenal dengan nama AGIL, yang merupakan perpanjangan dari fungsi A (Adaptation), G (Goal Attainment), I (Integrasi), L (Latent maintenance).
Sebagai seorang sosiolog yang paling berpengaruh di Amerika di zaman itu, Parson banyak mencurahkan waktunya untuk menyusun suatu teori sosial yang mengintegrasikan seluruh pemikiran dalam suatu kerangka teori yang utuh. Dalam mengembangkan teori sistem tindakan, Parson menyatakan ada empat tipe tindakan yang saling interelasi satu dengan lain. Tipe tersebut antara lain: sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian dan sistem organisme perilaku.
Organisme perilaku, menurut Parson adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri atau mengubah
56
(54)
lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan sistem tujuan dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menangani integrasi dengan cara mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi untuk bertindak.57
Lembaga sosial sebagai unsur struktur dianggap dapat memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup dan pemeliharaan masyarakat. Lembaga sosial mempunyai fungsinya masing-masing dan dalam hubungan antara satu dengan yang lainnya. Sosiologi mempunyai perhatian utama terhadap struktur dan fungsinya, maka perspektif tersebut dinamakan teori struktural fungsional.58
Teori fungsionalisme menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Asumsi dasar dari teori ini ialah setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak ada atau akan hilang dengan sendirinya. Teori ini cenderung melihat sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem
57
Ibid,. 6.
58
(55)
yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dalam beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi masyarakat.59
Masyarakat menurut struktural fungsional terdiri dari bagian-bagian yang saling ketergantungan, ketergantungan disini diartikan bahwa setiap struktur akan berfungsi dan berpengaruh terhadap struktur yang lain. Maka ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.
3. Fungsi dan Disfungsi : Robert K. Merton
Robert K. Merton banyak melontarkan kritik sekaligus menyempurnakan teori Talcot Parson. Merton sendiri dalam pengembangan teorinya tentang analisis fungsional banyak mengacu pada penulis besar, seperti Max Weber, William I. Thomas dan Emile Durkheim. Karyanya sebetulnya lebih banyak berupa esai yang menyempurnakan aspek tulisan klasik teoretikus besar sebelumnya, khususnya Talcot Parson.
Merton mulai mengembangkan analisis fungsionalnya dengan menunjukkan asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme. Tiga dalih dasar yang dikritik Merton antara lain:
59
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2011), 21.
(56)
1. Postulat kesatuan fungsional masyarakat, semua kepercayaan sosial dan budaya dan praktik yang distandarkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan juga sebagai individu-individu dalam masyarakat. Merton beranggapan bahwa dalil pertama hanya berlaku pada masyarakat primitif, bukan masyarakat secara keseluruhan. Kepercayaan, budaya dan praktik bersifat fungsional bagi suatu kelompok (menunjang integrasi) akan tetapi disfungsional (mempercepat kehancuran) bagi kelompok lain.60
2. Postulat fungsionalisme universal, semua bentuk sosial dan budaya yang distandarkan mempunyai fungsi-fungsi positif. Menurut merton postulat kedua bertolak belakang dari dunia nyata karena adat kebiasaan, ide, kepercayaan dan seterusnya belum tentu memiliki fungsi positif bagi masyarakat.61
3. Postulat Indispensability, aspek masyarakat yang distandardisasi tidak hanya mempunyai fungsi-fungsi positif, tetapi juga menggambarkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya sebagai satu kesatuan. Artinya tidak ada struktur dan fungsi lain yang dapat bekerja sama baiknya dengan struktur dan fungsi yang ada dalam masyarakat.
60
Margaret M. Polama, Sosiologi Kontemporer (Yogyakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), 36.
61
George ritzer, Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 427.
(57)
Menurut Merton ada berbagai alternatif struktur dan fungsional yang ada di dalam masyarakat dan tidak dapat dihindari. 62
Robert K. Merton seorang penggagas dari teori ini berpendapat bahwa perhatian Struktur Fungsional harus lebih banyak ditujukan kepada fungsi-fungsi dibandingkan dengan motif-motif subjektif (tujuan atau orientasi) dan efek konsekuensi dari tindakan.63 Fungsi adalah bagian dimana unsur-unsur sosial atau budaya memainkan peranannya dalam masyarakat yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem.64 Tidak semua tindakan memiliki fungsi yang berakibat positif, di luar itu ada fungsi yang merupakan konsekuensi yang tidak disadari dan tidak dikehendaki. Maka dari itu Merton mengajukan satu konsep yang disebut disfungsi. Disfungsi merupakan konsekuensi yang menurunkan taraf adaptasi dan penyesuaian. Sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif bagi sistem sosial.65 Terdapat konsep lain dari sifat fungsi yakni fungsi manifes (manifest) dan fungsi laten (latent). Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan (intended), sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan. Pemikiran ini dapat dihubungkan dengan konsep lain Merton yakni akibat yang tidak diharapkan
62
Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), 576.
63
Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 22.
64
Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, 564.
65
(58)
(unanticipated consequences). Tindakan mempunyai akibat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Meski setiap orang menyadari akibat yang diharapkan, analisis sosiologi diperuntukkan untuk menemukan akibat yang tak diharapkan ini.
Seperti Parsons, Merton menekankan tindakan yang berulang kali atau yang baku, yang berhubungan dengan bertahannya suatu sistem sosial di mana tindakan itu berakar. Merton menyatakan bahwa objek apapun dapat dianalisis secara struktural-fungsional harus merepresentasikan unsur-unsur standar, yaitu yang berpola dan berulang. Ia menyebut hal ini sebagai peran sosial, peran institusional, proses sosial, pola kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, dan alat kontrol sosial.66 Sesuatu yang baku di masyarakat belum tentu fungsional. Adanya berbagai perbedaan kepentingan yang saling bertentangan antar kelompok dan organisasi yang berbeda dalam suatu masyarakat yang kompleks akan menyebabkan pola adaptasi yang fungsional bagi satu kelompok, namun justru disfungsional bagi kelompok lain. Merton menunjukkan bahwa struktur bisa saja disfungsional untuk sistem secara keseluruhan namun demikian struktur itu terus bertahan hidup (ada).67
Melalui konsep fungsi, disfungsi, manifest, dan laten ini menjadi piranti bagi peneliti untuk mengetahui hubungan sosial yang terbentuk antara
66
Sugihartati, Perkembangan Masyarakat Informasi & teori Sosial Koontemporer, 8. 67
(59)
mertua dengan menantu. Melalui teori tersebut peneliti akan menemukan fungsi sosial, disfungsi, manifest maupun laten yang terbentuk dalam kehidupan mertua yang memiliki menantu bekerja.
Struktur sosial dan anomi, merton mendefinisikan kebudayaan sebagai
“sekumpulan nilai-nilai normative terorganisir yang mengatur prilaku yang lazim bagi para anggota suatu masyarakat atau kelompok” dan struktur sosial sebagai sekumpulan hubungan-hubungan sosial terorganisir yang dengan berbagai cara masyarakat para anggota masyarakat atau kelompok. Anomi terjadi apabila ada pemisahan tajam antara norma-norma dan dan tujuan-tujuan budaya dan kemampuan para anggota kelompok terstruktur secara sosial untuk bertindak selaras dengannya.68
Untuk memahami implikai teori Struktural Fungsional yang digunakan penulis, dapat dilihat pada gambar 2.1 alur pikir teori di bawah ini
68
(60)
Gambar 2.1
Pola Alur Pikir Teori Struktural Fungsional
“Robert K. Merton”
(Sumber: Soerjono Soekanto dan diolah oleh peneliti)
Agar lebih jelas peneliti menjelaskan uraian peta alur berfikir teori yang dapat dipahami di bawah ini:
1. Mayarakat terdiri dari bagian-bagian saling bergantung yang melaksanakan tindakan berulang dan berpola.
2. Masing bagian masyarakat tersebut akan memberikan kontribusi pada kesejahteraan dan kestabilan masyarakat (keseimbangan).
4
Kondisi-kondisi situasional
1
Masyarakat
5
Konsekuensi
6
Keseimbangan 6
Fungsi Manifes 6
Fungsi Laten 3
Fungsi 6
Disfungsi
7
Keseimbangan 1
Masyarakat
2
(61)
3. Untuk mencapai keseimbangan, masing-masing setiap bagian dalam masyarakat harus melaksanakan fungsi.
4. Masyarakat selalu dihadapkan pada berbagai kondisi situasional. Kondisi situasional tersebut mempengaruhi masyarakat dalam menjalankan fungsi dan berimbas pada bertahan atau tidaknya keseimbangan.
5. Kondisi situasional tersebut membuat masyarakat dihadapkan pada konsekuensi yang mempengaruhi sistem.
6. Konsekuensi memunculkan fungsi manifest dan fungsi laten, serta memunculkan disfungsional bagi masyarakat lain.
7. Meskipun masyarakat selalu mengalami perubahan secara berangsur-angsur namun tetap memelihara keseimbangan.
8. Keseimbangan merupakan hal yang yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat sebagai sistem sosial guna tercipta harmoni sosial dan terintegrasi.
Struktur Fungsional dapat dilihat pada mertua dan menantu yang tinggal dalam satu rumah. Keduanya tentu memiliki peraturan tersendiri untuk mengatur mekanisme suatu jalannya kehidupan masyarakat. Disinilah empat konsep fungsionalisme struktural merton dapat dilihat. Ketika individu yang menempati struktur tertentu mampu menjalankan peran dan fungsinya maka dalam konsep merton, fungsi itu berjalan. Dan saat individu yang sudah
(62)
berada dalam struktur masyarakat tidak menjalankan fungsinya maka hal itu dikatakan disfungsi.
Untuk manifest dan laten terdapat pada individu tertentu, fungsi manifest dapat dilihat pada mertua maupun menantu yang merasa diuntungkan karena dalam masyarakat tentunya keuntungan itu merupakan suatu hal yang diharapakan oleh individu. Fungsi laten dapat dilihat pada individu yang berada posisi yang tidak nyaman dan bisa dikatakan posisi tertindas, ketidak nyamanan bukan merupakan suatu hal yang diharapkan individu.
C. Penelitian Terdahulu
Peneliti menganggap penting terhadap hasil penelitian terdahulu yang masih memiliki relevansi dengan tema penelitian ini. Dengan mengacu pada hasil penelitian itu akan mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian atau menjadi pedoman penelitian.
Adapun hasil penelitian terdahulu yang relevan adalah Skripsi yang disusun oleh Hanif basyariyah, Nomor Induk Mahasiswa: B03303005, tahun 2007, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Dakwah, Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam, dengan judul skripsi Konseling Keluarga Dalam Mengatasi Kesenjangan Komunikasi Antara Menantu Dan Mertua Di Desa Pabean Sedati Sidoarjo. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, skripsi diatas memaparkan seorang menantu yang mengalami
(63)
kesenjangan komunikasi dengan mertuanya. hal ini dikarenakan minimnya waktu untuk berkomunikasi akibat kurangnya pemahaman dalam membaca karakteristik seseorang, kesadaran diri dan penyesuaian diri yang masih rendah. Sehingga terjadi kesenjangan dalam berkomunikasi antara menantu dengan mertuanya. Dengan adanya penelitian terdahulu, maka dapat mengetahui persamaan dan perbedaan dengan skripsi yang akan dibahas sekarang. Adapun persamaan peneliti sekarang dengan penelitian Hanif Basyariyah adalah sama-sama terjadi konflik antara mertua dengan menantu. Dan perbedaannya adalah fokus kajian dari masing-masing peneliti. Fokus kajian yang diteliti oleh Hanif Basyariyah adalah tentang kesenjangan komunikasi. Sedangkan fokus yang diteliti sekarang adalah melihat hubungan yang terjalin antara mertua dan menantu.
Penelitian yang dilakukan oleh Massayu Trisna Widoretno dari jurusan Bimbingan Konseling dan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan,Universitas Negeri Malang pada tahun 2011 dengan judul Hubungan antara Kecemasan dengan Penyesuaian Diri Menantu Perempuan yang Tinggal Serumah dengan Mertua Perempuan. Massayu Trisna Widoretno menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis Deskriptif dan korelasional pada 41 orang menantu perempuan yang tinggal serumah dengan mertua perempuan di Desa Karangduren. Teknik analisi data untuk melihat gambaran kecemasan dan penyesuaian diri adalah analisis deskriptif, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dengan penyesuaian diri menggunakan analisis
(64)
korelasi Product Moment. Dari hasil penelitian Massayu Trisna Widoretno menunjukkan bahwa (1) menantu yang memiliki kecemasan tinggi sebanyak 41% dan rendah sebanyak 59%, (2) menantu yang memiliki penyesuaian diri tinggi sebanyak 59% dan rendah sebanyak 41%, (3) terdapat hubungan negatif antara kecemasan dengan penyesuaian diri menantu perempuan yang tinggal serumah dengan mertua perempuan. Artinya semakin tinggi kecemasan menantu perempuan maka semakin rendah penyesuaian dirinya.
Perempuan yang tinggal dengan mertua perempuan otomatis akan berada di lingkungan dan bersama orang-orang yang baru dan dengan cara hidup yang baru. Hal tersebut akan menimbulkan kecemasan yang akan mempengaruhi penyesuaian diri menantu perempuan. Hal ini sangat relavan dengan penelitian tentang Hubungan mertua dan menantu, karena meneliti sebuah keluarga yang di dalamnya tinggal bersama mertua. Sehingga dapat diketahui salah satu faktor yang membentuk Hubungan, yaitu penyesuaian diri pada mertua dan menantu. Perbedaan yang mendasarinya adalah fokus penelitiannya. Penelitian tersebut mengukur tingkat kecemasan dan penyesuaian diri menantu, sedangkan penelitian ini melihat Hubungan yang terbentuk antara mertua yang tinggal bersama menantu perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik.
(65)
54
BAB III
HUBUNGAN MERTUA–MENANTU DALAM RUMAH TANGGA BURUH
PABRIK
A. Masyarakat Desa Dradahblumbang Kecamatan Kedungpring Kabupaten
Lamongan
1. Kondisi Geografis Dan Monografi
Sejarah Desa Dradahblumbang tidak terlepas dari sejarah masyarakat Kelurahan Dradah dan Kelurahan Blumbang. Desa ini awalnya terbagi menjadi 2 Kelurahan Dradah dan Kelurahan Blumbang dengan 2 kepala desa yaitu kepala Desa Blumbang yang bernama Truno Sarip dan kepala desa Dradah bernama Niti Leksono dengan masa jabatan antara tahun 1919-1922.
Pada saat itu Kelurahan Blumbang hanya memangku 1 wilayah yaitu di Dukuan Blumbang dan Kelurahan Dradah memangku 4 wilayah yaitu Dukuan carangbang, Dukuan Dradah, Dukuan Tarik dan Dukuan Sempu. Pada tahun 1922-1982 Kelurahan ini dijadikan satu dengan nama Kelurahan Dradah dan pada saat itu kepala desa dijabat oleh H. Iksan.
Karena adanya semangat perubahan pada tahun 1983 Kelurahan Dradah berubah nama menjadi Desa Dradahblumbang dengan memangku 5 wilayah Dusun yaitu Dusun Blumbang, Dusun carangbang, Dusun Dradah, Dusun
(66)
Tarik dan Dusun Sempu. Dan masa jabatan H. Iksan berakhir pada tahun 1990.
Adapun kepala desa yang pernah menjabat hingga sekarang adalah: Niti Leksono dan Truno Sarip (tahun 1919 s.d 1922), H. Iksan (tahun 1922 s.d 1990), M. Agus Maswan (tahun 1990 s.d 2007), dan Kari Muji Santoso (tahun 2007 s.d sekarang).69
Desa yang terletak di ujung selatan kabupaten Lamongan ini memiliki luas wilayah sebesar 1.19,93 ha. Secara administratif, Desa Dradahblumbang terletak di Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah selatan berbatasa dengan KRPH Dradah, sebelah timur berbatasan dengan Desa Mlati, sebelah barat berbatasan dengan Desa Yungyang, dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Warungering. Sedangkan batas wilayah kecamatannya sebelah selatan berbatas dengan kecamatan Ngimbang, sebelah timur berbatas dengan kecamatan Kedungpring, sebelah barat berbatas dengan kecamatan Modo, dan sebelah utara berbatas dengan kecamatan Kedungpring.70
Desa Dradahblumbang terdiri dari 5 Dusun, yaitu: Dusun Blumbang, Carangbang, Dradah, Tarik dan Sempu. Desa ini memiliki 13 RW dan 40 RT dengan rincian Dusun Blumbang terdiri dari 10 RT dan 3 RW. Dusun Carangbang terdiri dari 6 RT dan 2 RW. Dusun Dradah terdiri dari 10 RT dan
69
Dokumen RPJM Desa Dradahblumbang tahun 2014.
70
(67)
2 RW. Dusun Tarik terdiri dari 4 RT dan 2 RW. Dusun Sempu terdiri dari 10 RT dan 4 RW.71
Sedangkan jarak tempuh Desa Dradahblumbang menuju kecamatan adalah 15 km dengan waktu tempuh sekitar 15 menit dengan kendaraan bermotor. Jarak Desa Dradahblumbang menuju Kabupaten adalah 45 km sengan waktu tempuh sekitar 1 jam dengan kendaraan bermotor. Dan jarak Desa Dradahblumbang menuju Provinsi adalah 125 km dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam dengan kendaraan bermotor.
Berdasarkan data potensi Desa/kelurahan tahun 2015, jumlah Kepala Keluarga yang ada di Desa Dradahblumbang kecamatan Kedungpring kabupaten Lamongan terdapat 1.671 KK. Sedangkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin yaitu, laki-laki berjumlah 2.966 orang dan perempuan berjumlah 2.961 orang. Secara keseluruhan jumlah penduduk Desa Dradahblumbang kecamatan Kedungpring kabupaten Lamongan mencapai 5.927 jiwa. Semuanya merupakan penduduk WNI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 3.1.
Tabel 3.1
Data Kependudukan Desa Dradahblumbang Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-laki 2.966 orang
2. Perempuan 2.961 orang
Jumlah Total 5.927 orang (Sumber: Data potensi Desa/Kelurahan tahun 2015)
71
(1)
110 BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari rumusan masalah dan uraian dari analisis yang peneliti paparkan di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa,
Hubungan antara mertua dan menantu di Desa Dradahblumbang terbagi menjadi dua macam yaitu asosiatif dan disasosiatif, yaitu:
Pertama, asosiatif, kehidupan harmoni diantara mertua dan menantu yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Dradahblumbang didasarkan pada wujud rasa hormat dan tanggung jawab yang dilakukan menantu. Rasa hormat tersebut berupa kesadaran menantu atas ketidakmampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan domestik sehingga muncul rasa tanggung jawab untuk membantu mertua secara finansial seperti memberi uang ketika memperoleh gaji dan membelikan minyak goreng ketika persediaan telah habis. Sedangkan mertua juga memiliki kesadaran atas peralihan tugas yang harus ia kerjakan dan menyadari ketidakmampuan menantu untuk membantu mengurus rumah. Antara mertua dan menantu keduanya bisa saling menerima atas keadaan yang terjadi.
Kedua, disasosiatif, alasan pertengkaran berawal dari sesuatu yang sederhana, tetapi yang sederhana itu dapat membuat gap (pemisah jarak). Yang sering menjadi persoalan adalah menantu mudah tersinggung atas ucapan mertua, kemuadian menantu mengadukan kepada suami atau orang tua kandung mereka.
(2)
111
Sebenarnya mertua tidak pernah mempermasalahkan jika ia harus mengemban pekerjaan domestik seorang diri. Yang diharapkan mertua hanyalah kesadaran menantu untuk membereskan pekerjaan kecil seperti mencuci piringnya sendiri yang telah digunakan untuk makan.
Mertua di Desa Dradahblumbang ingin menganggap menantunya seperti anak sendiri. Namun jika menantu memiliki perilaku yang cenderung buruk kepada mertuanya dan belum bisa menganggap bahwa ibu mertuanya seperti ibu sendiri, maka akan memunculkan rasa tidak senang di hati mertua kepada menantu. Hal itu yang membuat mertua dan menantu seakan menjaga jarak, sehingga terjadi kerenggangan dalam hubungan mereka.
Kebanyakan mertua memilih sikap diam dalam menghadapi perilaku menantu kemudian mengambil langkah membiarkan atau mengalah. Namun langkah mengalah itu membuat mertua semakin terpojok yang justru tidak mengubah sikap menantu terhadap mertuanya bahkan cenderung semakin memburuk.
(3)
112
B. Saran
1. pentingnya sebuah kerja sama dan kesadaran sehingga tercipta hubungan yang selaras dan harmoni.
2. Sebagian mertua memilih untuk diam dan tidak membangun komunikasi dalam menghadapi perilaku menantunya. Namun sikap diam yang sesungguhnya dipilih lebih karena ingin mencari aman, hal itu menyebabkan menantu tidak pernah mengerti tentang keinginan mertuanya. Dengan membangun dialog diharapkan menantu dapat mengerti posisi mertua yang tengah membutuhkan dukungan dan kesepahaman. Jika dialog ini tidak dibangun, akan menimbulkan kemungkinan para menantu menganggap bahwa mertuanya keras kepala.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Yesmil. Sosiologi; untuk Universitas. Bandung: Rafika Aditama, 2013. Al-Iraqi, Butsainah As-Sayyid. Rahasia Pernikahan Bahagia. Bogor: Griya Ilmu,
2006.
Al-Qossam, Abu Muhammad Izuddin. Bahtrera Cinta Menuju Keluarga Sakinah. Bengkulu: Rawi Pustaka, 2011.
Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. 2011. Damsar. Pengantar Teori Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2015.
Departemen Pendidikan dan Kebudayan. Kamus Besar Bahasa Indonesia: edisi ke tiga. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
George, Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011.
---. Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
--- Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana, 2003.
Henslin, James M. Sosiologi: dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga, 2006. Hikmat, Mahi M. Metode Penelitian: Dalam perspektif Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Erlangga, 2009. Ihrom, T.O. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004.
Ismail, Muchammad, dkk. Pengantar Sosiologi. Surabaya: IAIN SA Press, 2013. Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. Panduan Keluarga Sakinah. Jakarta: Pustaka
(5)
Khairuddin. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty, 2002. Lestari, Sri. Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana, 2013.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakrya, 1996. Mubayidh, Makmun. Saling Memahami dalam Bahtera Rumah Tangga. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2003.
Narbuko, Cholid. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Narwoko, Suyanto. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Kencana, 2004. Nazir, Mohammad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.
Novia, Windy. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Wacana Intlektual, 2009.
Perdamaian, Persepsi Pegawai Pengadilan Agama Balikpapan Tentang Ketidak Idealan Sebagai Sebab Perceraian. Balikpapan: Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah, 2010.
Polama, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Yogyakarta: RajaGrafindo Persada, 1994.
Riana, Deny. Refresh Your Family. Bandung: MQ Publishing, 2007. Shihab, M. Quraish. Al-Qur’an dan Maknanya. Tangerang: Lentera Hati, 2010. Soekamto, Soerjono. Kamus Sosiologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1993. ---. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002. ---. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka cipta, 2004.
(6)
Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Sugihartati, Rahma. Perkembangan Masyarakat Informasi & teori Sosial Koontemporer. Jakarta: Kencana, 2014.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.
Suprayogo, Imam. Metode Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Syarbani, Syahrial. Dasar-dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Usman, Husaini. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Washfi, Muhammad. Mencapai Keluarga Barokah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005.
Yin, Robert K. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Rozi, Muhammad Fahrur. “Konsep Keluarga dalam Pendidikan Islam.” Jurnal Idrus 6, no. 2 (2011): 251
Pyutz punk. “Jenis penelitian studi kasus: studi kasus deskriptif, eksploratori, dan eksplanatori.” diakses pada tanggal 13 Maret 2016. vheqputry.blogspot.com/20/ 11/16/jenis-penelitian-studi-kasus-studi.html?m=1.