MANAJEMEN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI ALTERNATIF MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT MISKIN : STUDI KASUS PADA MASJID Al-AKBAR SURABAYA.
MANAJEMEN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI ALTERNATIF
MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT MISKIN
(Studi Kasus pada Masjid Al-Akbar Surabaya)
SKRIPSI
Oleh:
MUCHAMAD MISBACHUDDIN NIM: C04210056
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
(2)
i
MANAJEMEN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI ALTERNATIF
MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT MISKIN
(Studi Kasus pada Masjid Al-Akbar Surabaya)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syari’ah dan Ekonomi Islam
Oleh:
MUCHAMAD MISBACHUDDIN
NIM: C04210056
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Prodi Ekonomi Syariah
Surabaya
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Skripsi dengan judul “Manajemen Zakat Produktif sebagai Alternatif
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Miskin (Studi Kasus pada Masjid
Al-Akbar Surabaya)” adalah hasil penelitian lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab pertanyaan: Bagaimana manajemen zakat produktif yang diterapkan Lembaga Amil Zakat Masjid Al-Akbar Surabaya?dan bagaimana perkembangan perekonomian para mustahiq penerima dana zakat produktif di Lembaga Amil Zakat Masjid Al-Akbar Surabaya?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian metode kualitatif dengan metode deskriptif analisis, yaitu analisis yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Manajemen zakat produktif Lembaga Amil Zakat Masjid Al Akbar Surabaya (LAZ MAS) ialah (1). Perencanaan yang diterapkan oleh LAZ MAS ialah perencanaan program zakat produktif antara 1-3x dalam setahun berdasarkan pada besar kecilnya dana tahunan yang dialokasikan untuk pendayagunaan zakat prduktif. (2). Pengorganisasian yang diterapkan oleh LAZ MAS adalah sebagai berikut: 1. Fokormas, remas, takmir masjid 2. Juru Penerang (Jupen) 3. Juru Pungut 4. Bendahara 5. Publikasi (3). Penggerak bertugas memberikan intruksi kepada pengurus lain untuk pengambil kotak infaq. Intruksi tersebut dengan memerintahkan dan mengarahkan dana hasil pengambilan dengan sebaik mungkin dan dibuat untuk biaya program zakat produktif selanjutnya. Tugas tesebut di lakukan oleh Ketua LAZ MAS.(4). Bentuk pengawasan LAS MAS meliputi: (1) peninjauan pribadi, (2) pengawasan melalui laporan tertulis, (3) pengawasan melalui laporan lisan. Perkembangan perekonomian para mustahiq penerima dana zakat produktif di Lembaga Amil Zakat Masjid Al-Akbar Surabaya dapat disimpulkan bahwa rasio pemanfaatan dan pendayagunaan zakat produktif terkait kemajuan usaha mustahiq dari 20 penerima zakat produktif ada 2 mustahiq yang perkembangan usahanya tidak mengalami kemajuan. Pengurus tidak menjelaskan lebih lanjut sebab dan akibat kurang berkembangnnya usaha mereka.
Berdasarkan penelitian diatas disarankan bagi pihak pengurus dan pengelola LAZ Masjid Al-Akbar Surabaya diharapkan tetap amanah dalam mengelola ZIS yang diamanahkan oleh masyarakat, yaitu dengan upaya membuat laporan pertanggung jawaban dana ZIS secara terperinci dan transparan, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan tanda tanya dari anggota masyarakat yang berkaitan dengan dana ZIS, demi tetap eksisnya LAZ MAS.
(7)
ABSTRACT
The thesis entitled “Productive Zakat Management as an Alternative to Increase the Income of the Needy” (A Case Study at Masjid Al-Akbar Surabaya) is the result of a field study. This study aims at answering two formulated questions: how is the productive zakat management applied at Masjid Al-Akbar Surabaya?, and how is the economic/financial development of the productive zakat recipients by Zakat Coordinating Institution of Masjid Al-Akbar Surabaya?
This research is a qualitative study with descriptive analysis method, that is, the method which analyzes descriptive data in the forms of written or spoken words from people and their observable behavior. The purpose of this method is to describe the research objects systematically, factually, and accurately towards facts, qualities and interactions of investigated phenomena.
The result of the research concludes that productive zakat management of Zakat Coordinating Institution at Masjid Al-Akbar Surabaya (LAZ MAS) is (1). The planning includes a productive zakat program once through three times a year based on the available yearly finance allocated for the empowerment of productive zakat. (2). The organizing includes: 1. Fokormas, remas, and mosque attendant 2. Information Staff 3. Pick-up Staff 4. Treasurer 5. Publications (3). The actuating involves the executives instructing the other staffs to pick-up the charity boxes. The instruction orders and directs the collected results well and they are used to finance the next productive zakat program. This task is performed by the head of LAZ MAS. (4). The controlling includes: 1. personal survey, 2. controlling by written reports, 3. Controlling by spoken reports. The economic/financial development of productive zakat recipients by Zakat Coordinating Institution of Masjid Al-Akbar Surabaya depends on the ratio of the effectiveness and empowerment of productive zakat related to the enhancement of the businesses of 20 productive zakat recipients. There are 2 recipients whose businesses got no betterment. The staffs gave no further explanations on the causes and effects of the less developing businesses.
Based on the above study it is suggested that the staffs of LAZ MAS stay true in taking care of zakat and other voluntary alms and charity (ZIS) from society, that is, they should attempt to make valid and reliable reports on ZIS in a detailed and transparent way so that there no doubts and confusions from members of society in terms of ZIS finance for the sake of the strong existence of LAZ MAS.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...……… i
PERNYATAAN KEASLIAN ………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. iii
PENGESAHAN ……….………...……… iv
MOTTO………. v
PERSEMBAHAN……….. vi
ABSTRAK ………..………... vii
KATA PENGANTAR …………..……… viii
DAFTAR ISI ………..………..………. x
DAFTAR TABEL ………..………..………. xii
DAFTAR GAMBAR ………..……… xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ………..………. xiv
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
A. Latar Belakang Masalah ..………... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 9
C. Rumusan Masalah ………….………. 10
D. Tujuan Penelitian ………... 10
E. Kegunaan Hasil Penelitian .……….….……….. 10
F. Kajian Pustaka……….……… 11
G. Definisi Operasional …...………... 15
H. Metode Penelitian ………….……… 16
(9)
BAB II MANAJEMEN ZAKAT………..………
22
A.Pengelolaan Zakat……… 22
B. Pendayagunaan Zakat Menurut Konsepsi Fiqh ... 30
C. Zakat ……….…... 42
D. Zakat Produktif ………... 48
BAB III MANAJEMEN ZAKAT PRODUKTIF DI LEMBAGA AMIL ZAKAT ZAKAT MASJID AL-AKBAR SURABAYA ………….. 51 A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 51
B. Manajemen Zakat Produktif di LAZ MAS………. 66
C.Relasi antara Manajemen Zakat Produktif dengan Pendapatan Mustahiq………... 72
BAB IV ANALISIS MANAJEMEN ZAKAT PRODUKTIF DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MUSTAHIQ……… 87 A. Manajemen Zakat Produktif di LAZ MAS……….. 87
B. Relasi antara Manajemen Zakat Produktif dengan Pendapatan Mustahiq ………. 92
BAB V PENUTUP ……… 95
A. Kesimpulan……….. …………... 95
B. Saran dan Rekomendasi ….……… 97 DAFTAR PUSTAKA
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Penerimaaan Zakat Maal Produktif ………... 7 3.1 Struktur Organisasi LAZ MAS…………... 56 3.2 Struktur Organisasi Pengurus Zakat Maal LAZ MAS……… 58 3.3 Pendapatan Penerima Zakat Maal Produktif ………..
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Pendapatan Per Bulan Mustahiq………...
(12)
DAFTAR TRANSLITERASI
Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical
tern) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman
transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fonem Konsonan Arab, yang dalam sistem tulisan arab seluruhnya dilam
bangkan dengan huruf, dalam transliterasinya ke tulisan Latin sebagian di lambangkan dengan lambing huruf, sebagian dengan tanda, dan sebagian lainnya dengan huruf dan tanda sekaligus sebagi berikut:
ARAB LATIN
Kons. Nama Kons. Nama
ا Alif ‘ Apostrof
Ba B Be
Ta T Te
Sa Th| Te dab Ha
ج Jim J Je
Ha h} Ha (dengan titik di bawah)
خ Kha Kh Ka dan Ha
Dal D De
Zal Dh De dan Ha
ر Ra R Er
Zai Z Zet
س Sin S Es
Syin Sh Es dan Ha
ص Sad s} Es (dengan titik di bawah)
Dad d} De (dengan titik di bawah)
Ta t} Te (dengan titik di bawah)
ظ Za z} Zet (dengan titik di bawah)
ع Ain ‘ Koma Terbalik (di atas)
Gain Gh Ge dan Ha
ف Fa F Ef
Qaf Q Ki
Kaf K Ka
Lam L El
Mim M Em
Nun N En
و Wau W We
ه Ha H Ha
ء Hamzah ‘ Apostrof
Ya Y Ya
2.Vokal Tunggal
(13)
Tanda dan Huruf Arab
Nama Indonesia
َ
Fath}ah aَ
Kasrah iَ
D}amah uCatatan: khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah
ber h}arakatsukun atau didahului oleh huruf yang h}arakatsukun. Contoh: iqtid}a>’ ء ض قا
b. Vokal Rangkap (diftong)
Tanda dan Huruf Nama Indonesia Ket.
ﯽ
Fath}ah danya’ Aofy a dan yو Fath}ah dan wawu aw a dan w
Contoh: bayna (نيب)
Mawd}u>’ (عوضوم)
c. Vokal Panjang
Tanda dan Huruf Nama Indonesia Ket.
ى
Fath}ah dan alif a> a dan garis di atasى
Kasrah dan ya’ i> i dan garis di atasوى
D}amah dan wawu u> u dan garis di atasContoh: al-jama>’ah (
ةع م لا
)Takhyi>r (
ريي ت
)Yadu>ru(
رودي
) 3. Ta>’Marbu>t}ahTransliterasi untuk Ta>’Marbu>t}ahada dua:
a. Jika hidup (menjadi mud}a>f) transliterasinya adalah t.
b. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh: Shri>’at al-Isla}m(
ةيماساااةعيرش
)Shari>’ah isla>mi>yah (
ةيماساةعيرش
)4. Penulisan Huruf Kapital
Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat yang
ditulis dengan transliterasi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan yang
berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter) untuk nama diri, tempat, judul
(14)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan yang banyak dihadapi oleh negara berkembang
termasuk Indonesia adalah masalah ekonomi. Permasalahan ekonomi seringkali
berdampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat seperti kemiskinan,dan
pengangguran,sehingga berdampak pada tingkat kesehatan, gizi buruk, tingkat
pendidikan rendah, dll.Masalah-masalah tersebut seringkali menimbulkan
tindakan-tindakan kriminalitas. Oleh karena itu, untuk mengatasi problematika
tersebut perlu adanya sebuah kebijakan untuk penanggulangan masalah
kemiskinan. Sebagai negara yang berpenduduk kurang lebih 90% beragama Islam,
maka tuntunan dan kiat Islam dalam mengatasi problematika kemiskinan umat
menjadi penting untuk direalisasikan.1
Berdasarkan data yang ada di BPS (Badan Pusat Statistik), jumlah
penduduk miskin di Indonesia tahun 2013 mencapai 28,07 juta jiwa, menurun
dibanding tahun 2012 yang mencapai 28,59 juta jiwa. Jawa Timur berada pada
urutan dua besar sebagai provinsi yang jumlah penduduk terbanyak dari 33
provinsi di Indonesia. Jumlah penduduk miskin mencapai 4.865 jiwa. Angka
tersebut menurun sedikit dibanding tahun 2012 yang mencapai 4.960
jiwa.2Merujuk pada jumlah masyarakat yang mayoritas Islam, dapat disimpulkan
1
Arief Mufraini,Akutansi dan Manajemen Zakat, Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006), 161.
2
Badan Pusat Statistik Replubik Indonesia, “Jumlah Penduduk Miskin Indonesia”, dalam
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=7 (15.01.2015).
(15)
2
bahwayang paling banyak berada pada garis kemiskinan adalah masyarakat Islam,
sehingga masalah ini menjadi masalah umat Islam yang harus diatasi bersama.
Namun permasalahan kemiskinan bukanlah hal yang mudah untuk
diselesaikan seperti halnya membalikantelapak tangan. Hal ini dikarenakan
kemiskinan adalah bukti kekuasaan Allah bahwa dengan kemiskinan Allah ingin
mengetahui sejauhmana kepedulian hamba-Nya yang diberi harta lebih untuk
dapat berbagi dengan sesama yang kekurangan harta. Islam menekankan adanya
hubungan saling tolong-menolong di dalam lingkungan sosial umatnya. Bahkan
Islam menggambarkan umat Muslim sebagai satu batang tubuh yang semua
anggota dan bagiannya berkaitan dengan bagian yang lain.3
Sebagaimana telah tercantum dalam Al-qur’an suratal-Maidah ayat 2:
أو ق تا و
جو ْد ع ْلا و م ْث َْ ا ي ل ع ا ْو ن وا ع ت اَ و
يلصْو ق ت ْلا و ر ب ْل ا ي ل ع أ ْو ن وا ع ت و
ا ق ع ْلا د ْي د ش ل
يلصل
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya”.4
Pemberantasan kemiskinan sudah dilembagakan dalam satu rukun dalam
ajaran Islam, yaitu zakat. Zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda
yang telah disepakati,zakat memiliki posisi strategis dan menentukan, baik dilihat
3
Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengetaskan Kemiskinan (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 143.
4
(16)
3
dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Ibadah
zakattermasuk salah satu rukun ketiga dari rukun Islam yang kelima.5
Ibadah zakat apabila ditunaikan dengan baikakan dapat meningkatkan
kualitas keimanan serta membersihkan dan mensucikan jiwa. Dari sisi lain, zakat
merupakan salah satu bentuk ibadah yang mengedepankan nilai-nilai sosial
disamping membawa pesan-pesan ritual dan spiritual. Jika dikelola dengan baik
dan amanah maka zakat akan mampu meningkatkan kesejahteraan umat,
meningkatkan etos kerja umat serta dapat berfungsi sebagai institusi pemerataan
ekonomi.
Perintah melaksanakan zakat disebutkan dalam Al-qur’an, antara lain
terdapat pada surat an-Nuur ayat 56:
ْو ْي ق أ و
صلا ا
ل
و
ْو حْر ت ْم ل ع ل لْو س رلا اْو عْي ط أ و و ك زٌلا اْو تا ء و
“Dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul
Muhammad agar kamu diberi rahmat”.6
Ayat tersebut memiliki makna kewajiban, dengan sebuah garis hukum
yang tegas, agar diberi rahmatoleh Allah maka tunaikan zakat. Ayat ini menjadi
bukti adanya hubungan vertikal dan horisontal secara harmonis. Agar rahmat
Allah turun maka tunaikanlah zakat. Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) nengandung
makna horisontal karena adanya hubungan kemanusiaan, saling menolong antara
si kaya dan si miskin.7
5Ismail Nawawi, Zakat Dalam Prespektif Fiqh, Sosial & Ekonomi (Surabaya: CV. Putra Media
Nusantara, 2010), 1.
6
Al-Qur’an, 24:56.
(17)
4
Untuk memberdayakan potensi zakat, maka diperlukan sebuah lembaga
yang mampu mengelola dana zakat.Lembaga tersebut berfungsi untuk
mendistribusikan baik untuk konsumtif maupun untuk usaha yang produktif.8
Distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia mencakup dua kategori yaitu
distribusi secara konsumtif dan produktif. Distribusi konsumtif adalah zakat yang
secara langsung diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu dan sangat
membutuhkan, terutama fakir miskin. Harta zakat diserahkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok, seperti kebutuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal secara
wajar.9Sedangkan distribusi zakat secara produktif adalah dana zakat yang di
distribusikan kepada para mustahiq dengan cara produktif. Zakat tersebut
digunakan sebagai modal usaha guna mengembangkan usahanya agar dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya sepanjang hayat.10
Pengembangan zakat dikatakan bersifat produktif dengan cara
dijadikannya sebagai modal usaha untuk pemberdayaan dan peningkatan ekonomi
penerimanya. Selain ituagarpenerimanya/mustahiq dapat menjalankan atau
membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut mustahiq
akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan serta dapat mengembangkan
usahanya agar mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung dan
bershadaqah.
8Zainul Arifin, “Memahami Bank Syari’ah Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek” (Jakarta:
Alvabet, 2000), 44.
9 Rahmat Fatahillah, “Zakat Konsumtif dan Zakat Produktif”, dalam
http://rachmatfatahillah.blogspot.com/2013/03/zakat-konsumtif-dan-zakat-produktif.html (15.01.2015).
10Asnaini, Zakat Produktif dalam Persefektif Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),
(18)
5
Zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan yang
sistematis. Konsep perencanaan tersebut bertujuan agar mustahiq memiliki
penghasilan tetap, meningkatkan serta dapat mengembangkan usahanya. Konsep
perencanaan tersebut sangat diperlukan guna menunjang pendayagunaan zakat
produktif tersebut.
Sejak zaman Rasulullah Muhammad sawsampai pada zaman setelahnya,
terbukti bahwa zakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
perekonomian umat. Hal tersebut dapat dilihat pada sebuah kenyataan bahwa
pelaksanaan riba terbukti selalu menghancurkan perekonomian. Lain halnya
dengan zakat, selain mengangkat perekonomian fakir miskin, juga dapat
menambah produktivitas masyarakat sehingga meningkatkan lapangan kerja
sekaligus meningkatkan pula tabungan masyarakat.11
Salah satu sebab optimalnya fungsi zakat produktif sebagai instrumen
pemerataan perekonomian umat adalah dengan adanya lembaga yang mengelola
dengan baik dan amanah. Dimulai dari pengumpulan zakat sampai pembagiannya
kepada orang-orang yang berhak, dan hal ini merupakan tugas amil zakat. Kinerja
lembaga tersebut sangat diperlukan mengingat masyarakat yang sampai saat ini
masih banyak yang awam mengenai zakat dan lembaga zakat. Berdasarkan UU
No.38 tentang pengelolaan zakat,pemerintah Indonesia menunjuk sebuah
lembaga/organisasi/badan yang memiliki kewenangan untuk mengelola zakat baik
zakat konsumtif maupun zakat produktif. Badan yang ditunjuk tersebut dikenal
11Muhammad Alzibillah, ”Pendayagunaan Zakat Produktif sebagai Alternatif Pengembangan Masyarakat Islam”, dalam http://alzibillacenter.blogspot.com/2011/02/proposal-skripsi.html (15.01.2015).
(19)
6
dengan nama Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.Sehingga masyarakat
dapat mengetahui manfaat dari zakat dan keberadaan lembaga zakat.
Dalam memberikan layanan terhadap masyarakat muslim sampai saat ini
banyak lembaga dan yayasan yang mendirikan lembaga amil zakat dengan
lingkup lokal daerahnya masing-masing.Salah satu contohnya adalah berdiri
Lembaga Amil Zakat Masjid Al Akbar Surabaya (LAZ MAS).Kinerja lembaga
tersebut telah mengalami kemajuan dan menerapkan metode penyaluran dana
zakat yang bersifat produktif,khususnya pada orang-orang yang berhak menerima
dana zakat (mustahiq) tertentu. Dana tersebut diberikan kepada orang yang berhak
dengan akad pinjaman sebagai modal usaha, dengan harapan masyarakat tersebut
mampu memiliki penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhan hidup serta
memiliki hubungan ukhuwah islamiah (meningkatkan kesadaran umat Islam
untuk berzakat dan meringankan beban penderitaan) antarsesama.
Program zakat mal produktif LAZ Masjid Al-Akbar Surabaya difokuskan
kepada masyarakat kurang mampu di lingkungan sekitar Masjid Al-Akbar yang
selanjutnya akan meleber ke seluruh wilayah Surabaya. Daftarpenerima zakat mal
(20)
7
Tabel 1.1
Penerima Zakat Mal Produktif
NO NAMA JENIS USAHA PENDAPATAN
MUSTAHIK/BULAN
1. Badriyah Penjual Gule Rp. 2.000.000
2. Titis Mujiati Pesanan Kue Rp. 1.550.000
3. Mulyani Warung Bakso Rp. 1.000.000
4. Sugiyati Kerajinan Acesoris Rp. 500.000
5. Ponirah Mracangan Rp. 900.000
6. Suharmin Mracangan Rp. 800.000
7. Sutiah Mracangan Rp. 500.000
8. Nidi Sugianto Tempura Jireng Rp. 200.000
9. Sukini Penjual Gorengan Rp. 400.000
10. Ngatini Nasi Pecel Rp. 1.250.000
11. Ruwahono Penjahit Tas Sekolah Rp. 500.000
12. Hartatik Mracangan Rp. 700.000
13. Ninik Penjual Sayur Rp. 900.000
14. Lilik Sembako dan Warkop Rp. 850.000
15. Samarudin Kripik Tempe Rp. 400.000
16. Tamso Jualan di Sekolahan Kecil-
kecilan
Rp. 300.000
17. Nurlan Penjual Kacang Rebus Rp. 400.000
18. Kasman Penjual Tahu Tek Rp. 450.000
19. Ersi Puspitosari Bisnis PPOB / Pulsa Rp. 350.000
20. Karjono Penjual Kaos (tuna netra) Rp. 550.000
Sumber: LAZ Masjid Al-Akbar tahun 2013-2014
Berdasarkan data penerima zakat mal produktif di atas, tingkat pendapatan
orang yang berhak menerima zakat (mustahiq)kurang dari 1.000.000 sebanyak 16
(21)
8
orang. Untuk lebih jelasnya, berikut gambar pendapatan tiap bulan para penerima
zakat mal produktif yang dapat peneliti peroleh:
Gambar 1.1
Sumber: Wawancara dengan para penerima
Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dikelola dan
diberdayakan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan sejenisnya. Hal ini
disebabkan karena LAZ dibentuk sebagai organisasi yang terpercaya untuk
pengelolaan(pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian)dana zakat
produktif yang dimana mereka tidak memberikan dana tersebut begitu saja
melainkan mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar
dana zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja. Tujuannya adalah agar
penerima dana zakat tersebut memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri.
Tujuan zakat produktif untuk mengembangkan nilai sosial ekonomi
masyarakat sulit terwujud apabila tidak ada peran aktif dari para pengelola zakat
(LAZ) yang dituntut harus profesional dan inovatif dalam pengelolaan dana zakat
produktif. Seperti yang disebutkan diatas bahwa model pengelolaan zakat yang
saat ini sedang berkembang adalah metode produktif, dimana dengan motode ini 64%
25% 11% 0%
Pendapatan Per Bulan
<1.000.000
1.000.000-1.500.000
1.500.000-2.000.000
(22)
9
diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang awalnya
adalah golongan mustahiq kemudian menjadi seorang muzakki.
Atas dasar perkembangan metode distribusi zakat yang baru yaitu
distribusi zakat secara produktif, penulis tertarik mengangkatjudul
penelitian“Manajemen Zakat Produktifsebagai Alternatifmeningkatkan
Pendapatan MasyarakatMiskin: Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat Masjid Al
Akbar Surabaya (LAZ MAS)”.
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan, maka masalah
yang dapat diidentifikasi pada skripsi yang berjudul “Manajemen Zakat
Produktifsebagai Alternatifmeningkatkan Pendapatan MasyarakatMiskin”
adalah sebagai berikut:
a. Pedoman/kriteria LAZ sebagai bentuk pemberian dana zakat produktif.
b. Bentuk pelayanan zakat produktif yang dilakukan di LAZ.
c. Perkembangan perekonomian para mustahiq penerima dana zakat
produktif di LAZ.
d. Keberadaan dan peran LAZ dalam mengatasi kesenjangan sosial.
e. Pengelolaan zakat produktif dan manajemen zakat produktif.
2. Batasan Masalah
a. Manajemen zakat produktif Lembaga Amil Zakat (LAZ) Masjid
(23)
10
b. Perkembangan perekonomian para mustahiq penerima dana zakat
produktif dari LAZ Masjid Al-Akbar Surabaya.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat kita jabarkan
rumusan masalah pokok sebagai berikut:
1. Bagaimanamanajemen zakat produktif yang diterapkan Lembaga Amil Zakat
Masjid Al-Akbar Surabaya?
2. Bagaimana perkembangan perekonomian para mustahiq penerima dana zakat
produktif di Lembaga Amil Zakat Masjid Al-Akbar Surabaya?
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sistem manajemen yang digunakanLembaga Amil Zakat
Masjid Al Akbardalam mengelola harta zakat.
2. Untuk mengetahui perkembangan perekonomian para mustahiq penerima dana
zakat produktif dari LAZ MAS.
E.Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
berguna dalam dua aspek:
(24)
11
a. Diharapkan dengan hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan tentang kajian pengembangan masyarakat
Islam.
b. Memberikan masukan kepada akademisi terkait pengembangan pola pikir
terhadap kegiatan ekonomi secara islami.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
pemahaman tentang zakat produktif.
b. Akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu dalam
menambah wawasan dan referensi keilmuan mengenai zakat
dalam pengembanganmasyarakat Islam.
c. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu
memberikan informasi mengenai penerapan zakat produktif sebagai salah
satu alternatif pengembangan masyarakat Islam.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.12Berdasarkan penelusuran
kajian pustaka yang penulis lakukan, di bawah ini merupakan beberapa penelitian
yang terkait dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Penelitian
terdahulu yang terkait dengan pembahasan ini adalah:
12
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penelitian Skripsi: Edisi Revisi Cetakan ke IV (Surabaya, 2012), 9.
(25)
12
Penelitian dari Hasrullah, “Efektifitas Pelaksanaan Zakat di Badan Amil
Zakat Kota Palopo”memaparkan bahwa yang dilakukan Badan Amil Zakat Kota
Palopo sebagai lembaga yang mengatur zakat yang sesuai tugas dan fungsinya
yaitu mengelolah zakat agar bisa optimal, transparan dan bisa tepat sasaran
pendistribusiannya kepada orang yang berhak menerima zakat. Jadi
pengoptimalisasian manajemen zakat yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat
ialah: 1. Penghimpunan dana zakat terutama zakat fitrah, infaq rumah tangga
muslim dan infaq haji. 2. Penditribusian zakat yang telah dihimpun oleh lembaga
zakat dari muzakki untuk dibagikan kepada yang berhak menerima (mustahiq)
dengan cara mendistribusikan secara konsumtif dan produktif. 3. Pendayagunaan
dana zakat dalam bentuk sebuah program yang dinamakan zakat community
development (ZCD) atau bantuan kebajikan (qardhul hasan) yang diberikan kepada para mustahiq terutama kepada usaha kecil mikro (UKM) sejak tahun
2005 dalam bentuk usaha produktif kreatif dan usaha produktif tradisional dengan
sistem dana bergulir tanpa bunga dan pengembaliannya dicicil selama 10 bulan.13
Berikutnya adalah karyaAhmad Fajri Panca Putra, “Pengaruh
Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada Badan
Pelaksana UrusanZakat Amwal Muhamadiyah (BAPELURZAM)” hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat produktif memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pemberdayaan mustahiq pada Badan Pelaksana
Urusan Zakat Amwal Muhammadiyah (Bapelurzam) Cabang Weleri Kabupaten
Kendal (P value < 0.05). Pendayagunaan zakat produktif merupakan faktor yang
13Hasrullah, “ Efektifitas Pelaksanaan Zakat diBadan Amil Zakat Kota Palopo” (Skripsi – Jurusan
(26)
13
perlu diperhitungkan dalam pemberdayaan mustahiq. Semakin baik
pendayagunaan zakat produktif yang diberikan, mustahiqakan semakin
menunjukan diberdayakan. Dari hasil pengujian yang dilakukan terbukti
pendayagunaan zakat produktif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pemberdayaan mustahiq pada Badan Pelaksana Urusan Zakat Amwal
Muhammadiyah (BAPELURZAM) Cabang Weleri Kabupaten Kendal. Ini
ditunjukkan dengan hasil jawaban responden pada masing-masing item
pertanyaan.14
Selanjutnya adalah karya dari Arif Maslah, “Pengelolaan Zakat secara
Produktif sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di BAZIZ di Dusun Tarukan,
Candi, Bandungan, Semarang” memaparkan bahwa penditribusian zakat di Dusun
Tarukan ada dua jenis zakat yaitu Pertama, zakat fitrah, pendistribusian zakat ini
diorientasikan untuk dikonsumsi pada hari raya. Kedua, zakat mal, pendistribusian
zakat ini diorienrasikan untuk pengentasan kemiskinan. Dari gagasan mengenai
pengelolaan pendistribusian zakat dengan tujuan pengentasan kemiskinan tersebut
memunculkan program yaitukambing untuk modal berternak. Pengelolaan
pendistribusian zakat diwujudkan berupa seekor kambing sudah menjadi salah
satu alternatif solusi pengentasan kemiskinan yang disebabkan struktur.
Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan yang disebabkan struktur sosial, di
mana seseorang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja akan tetapi
tidak mempunyai akses modal yang cukup untuk mengembangkan ekonominya.
14Ahmad Fajri Panca Putra, “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan
Pada Badan Pelaksana Urusan Zakat Amwal Muhamadiyah (BAPELURZAM)” (Skripsi – Jurusan Ekonomi Islam, IAIN Walisongo, Semarang 2010)
(27)
14
Adapun untuk kemiskinan yang disebabkan karena mental seseorang, pengelolaan
pendistribusian yangdiwujudkan berupa seekor kambing belum berdampak baik.
Pengelolaan pendistribusian tersebut belum berdampak baik karena tidak
dibarengi dengan pembinaan dan pendampingan yang cukup.15
Selanjutnya karya dari Heni Setyaningsih, “Perencanaan ZIS pada
Program LAZIZ (Lembaga Amil Zakat, Infaq,dan Shadaqah) di Masjid Syuhada
Yogyakarta” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan ZIS pada
program LAZIZMasjid Syuhada dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesadaran ber-ZIS bagi masyarakat, meningkatkan perolehan dana ZIS dan aset
produktif, meningkatkan kualitas, profesionalitas, dan akuntabilitas sumberdaya
amil. Perencanaan ZIS yang akan direncanakan oleh LAZIS bias berhasil dengan
baik dari tujuan-tujuan perencanaan ZIS pada program-program LAZIS yang telah
direncanakan seperti program gulir, barbeku, gapura, dan waqaf quran serta wakaf
investasi.16
Selanjutnya karya dari Mila Sartika, “Pengaruh Pendayagunaan Zakat
terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta”
hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara jumlah
dana yang disalurkan terhadap pendapatan mustahiq. Ini berarti bahwa jumlah
dana (zakat) yang disalurkan benar – benar mempengaruhi pendapatan mustahiq,
dengan kata lain semakin tinggi dana yang disalurkan maka akan semakin tinggi
15
Arif Maslah, “Pengelolaan Zakat Secara Produktif Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di
BAZIS di Dusun Tarakan, Candi, Bandungan, Semarang”(Skripsi – Jurusan Ahwalus Syakhsiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN), Salatiga 2012)
16
Heni Setyaningsih, “Perencanaan ZIS Dalam Program LAZIS (Lembaga Amil Zakat Infaq Shadaqah) di Masjid Syuhada Yoyakarta”(Skripsi – Jurusan Manajemen Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2008)
(28)
15
pula pendapatan mustahiq. Berdasarkan hasil analisis data 11.5 dari variabel
jumlah dana (zakat) yang disalurkan dan variabel pendapatan mustahiq ditemukan
besarnya pengaruh variabel jumlah dana(zakat) yang disalurkan terhadap
pendapatan mustahiq sebesar 10,2%. Yang berarti sebesar 89, 8% dari pendapatan
mustahiq dipengaruhi oleh faktor lain. Selain itu dari hasil uji parsial yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa koefisien konstanta (b) dan koefisien variabel X
(dana yang disalurkan) sama-sama mempunyai pengaruh terhadap pendapatan
mustahiq.17
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena titik tekan
penelitian ini adalah pada sistem manajemen yang digunakan Badan Amil Zakat
Masjid Al-akbar Surabaya.Sistem manajemen yang dimaksudkan penulis adalah
sistem penentuan kriteria penerima zakat produktif. Sehingga hasil yang
diharapkan dari penelitian ini adalah perkembangan perekonomian para mustahiq
penerima dana zakat produktif diBadan Amil Zakat Masjid Al-akbar Surabaya.
G.Definisi Operasional
Agar lebih memudahkan pembaca dalam memahami isi dari skripsi ini,
maka penelitian ini mendefinisikan beberapa istilah, antara lain:
1. Manajemenialah proses pembimbingan dan pemberian fasilitas terhadap
pekerjaan orang-orang yang terorganisasi dengan kelompok formal untuk
mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Dalam penelitian ini, manajemen
diterapkan dalam empat fungsi neliputi planning, controlling, actuating, dan
organizing.
17Pebrianita, “Pengaruh Zakat Yang Dikelola BAZDA Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kota
(29)
16
2. Zakat Produktif ialahdana zakat yang diberikan kepada seseorang atau
sekelompok masyarakat untuk digunakan sebagai modal kerja.18
3. Masyarakat Miskin ialah orang yang mempunyai pekerjaan tetapi hasil yang
diperoleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.19
H.MetodePenelitian
Untuk memberikan gambaran tentang metode penelitian, penelitian ini
ditulis dengan metode penelitian kualitatif sebagai berikut:
1. Sumber Data
a. Sumber Primer
Sumber Primer adalah subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber
informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran data secara
langsung atau yang sering dikenal dengan istilah wawancara (Interview).20
Dalam penelitian ini data tersebut diperoleh langsung dari objek atau
sumber utama yaitu dari LAZ Masjid Al Akbar dan Masyarakat Binaan
LAZ Masjid Al Akbar. Data tersebut didapatkan dengan mewawancarai
ketua LAZ MAS, petugas, dan beberapa orang yang ikut dalam program
Masyarakat BinaanLAZ Masjid Al Akbar.
b. Sumber Sekunder
Sumber Sekunder adalah data pendukung yang berasal dari seminar,
buku-buku maupun literatur lain meliputi21:
18M. Dawan Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama
dan Filsfat, 1999), 45.
19Saefudin Zuhri, Zakat Kontekstual (Semarang: Bima Sejati, 2006), 61.
20Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cetakan VIII(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), 91. 21Ibid., 91.
(30)
17
1) Zakat dalam Prespektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, karya Prof. Dr. H.
Ismail Nawawi.
2) Manajemen Zakat Modern, karya Hj. Umrotul Khasanah.
3) Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, karya Asnaini.
4) Pendayagunaan Zakat Disamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, karya Prof. Siechul Hadi Permono.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu interaksi yang di dalamnya terdapat
pertukaran/sharing aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif
dan informasi.22Metode ini digunakan untuk mendapatkan data, dan
informasi tentang manajemen baik secara administratif dan praktis tentang
LAZ Masjid Al Akbar Surabaya. Selanjutnya untuk mengetahui data,
informasi perkembangan dan keadaan mustahiq binaan LAZ Masjid Al
Akbar, dengan sumber informasi para mustahiq itu sendiri dan informasi
dari pegawai LAZ Masjid Al Akbar.Data tersebut didapatkan dengan
mewawancarai ketua LAZ MAS, petugas,dan beberapa orang yang ikut
dalam program Masyarakat BinaanLAZ Masjid Al Akbar.
b. Pengamatan (Observasi)
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.23Dalam
22
Ibid., 155
23
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya(Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2011), 119.
(31)
18
hal ini peneliti melakukan pengamatan langsung mengenai proses
pengelolaan dan distribusi zakat produktif.Hal ini dilakukan untuk
mengetahui secara pasti dan langsung pengeloaan zakat produktif diLAZ
Masjid Al Akbar Surabaya.
c. Dokumentasi
Teknik ini dilakukan dengan cara pengumpulan data (informasi) yang
digunakanuntuk menelusuri data historis. Sebagian besar data yang tersedia
adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, dan sebagainya. Sifat
utama dari data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi
peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di
waktu silam.24Teknik ini dilakukandengancara mengumpulkan
dokumen-dokumen mengenai sejarah berdirinya LAZ Masjid Al Akbar, struktur
organisasi, dan dokumen administrasi/pelaporan terkait pengelolaan zakat
produktif.
3. Teknik Pengolahan Data
Setelah data berhasil dihimpun dari lapangan, maka penulis
menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:
a. Editing,yaitupemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan antara data yang
ada dan relevansi dengan penelitian.25 Dalam hal ini penulis hanya
mengambil data yang akan dianalis dalam rumusan masalah saja.
24
Sugiyono, Metode Penelitian Kualittif, Kuantatif dan R&D (Jakarta: Alfabeta,2006), 120.
(32)
19
b. Organizing,yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis. 26 Peneliti
melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk dianalisis dan
susunan secara sistematis guna memudahkan penulis dalam menganalisis
data.
c. Penemuan Hasil,yaitu dengan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang
ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan
masalah.27
4. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan usaha demi memberikan interprestasi terhadap
data yang telah disusun. Pemberian interprestasi ini dapat berupa kerangka
ataupun menarik kesimpulan terhadap data yang telah disusun.Untuk
memenuhi dasar analisis data tersebut penulis melakukan analisis secara
komprehensif dan lengkap, yakni secara mendalam dari berbagai aspek sesuai
dengan lingkup penelitian sehingga tidak ada yang terlupakan.28
Data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis
secara deskriptif analisis. Deskriptif analisis merupakan metode dimana
pengumpulan data-data tersebut sesuai dengan kondisi yang ada, kemudian
disusun, diolah dan dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai
26Ibid., 245.
27
Ibid., 246.
28
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), 172.
(33)
20
masalah yang ada. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau
gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang
diselidiki.29Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan pola pikir
induktif. Pola pikir induktif adalah pola pikir yang berpijak pada fakta-fakta
yang bersifat khusus kemudian diteliti, dianalisis, dan disimpulkan sehingga
pemecahan persoalan atau solusi dapat berlaku secara umum.
Fakta-fakta yang dikumpulkan adalah mengenai manajemen zakat
produktif sebagai alternatif meningkatkan pendapatan masyarakat miskin.
Peneliti kemudian memberikan pemecahan persoalan yang bersifat umum.
Yaitu melalui penentuan rumusan masalah sementara dari observasi awal yang
telah dilakukan. Dalam hal ini penelitian dilakukan di LAZ Masjid Al Akbar
Surabaya.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ini dipaparkan dengan tujuan untuk memudahkan
penulisan dan pemahaman. Oleh karena itu, penulisan penelitian ini dibagi dalam
beberapa bab, sehingga pembaca dapat memahami dengan mudah.Penelitian ini
ditulis dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan.Bab ini terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, kajian pustaka, metode
29
(34)
21
penelitian (meliputi sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan
data, dan teknik analisis data) serta sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah landasan teori, yang memuat tentang dasar
teorimengenai zakat secara umum, penjelasan mengenai zakat produktif, dan
penjelasan mengenai manajemen zakat dalam sebuah lembaga amil zakat.
Bab ketiga adalah deskripsi menyeluruh mengenai objek penelitian dalam
hal ini mencakup gambaran umum LAZ Masjid Al Akbar mulai dari sejarah
pendiriannya, visi, misi, struktur organisasi, kegiatan usaha dan program-program
lainnya.
Bab keempat adalah hasil analisis dan pembahasan dari hasil penelitian
berdasarkan teori zakat dan dari praktik yang telah dilakukan oleh LAZ Masjid Al
Akbar dalam pengelolaan manajemen zakat produktif dan perkembangan
perekonomian para mustahik penerimadana zakat produktif.
Bab kelima merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari hasil
penelitian dan saran-saran untuk Lembaga Amil Zakat (LAZ)Masjid Al Akbar
(35)
BAB II
MANAJEMEN ZAKAT
A.Pengelolaan Zakat
1. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen ini sulit didefinisikan karena dalam kenyataannya tidak
ada definisi manajemen yang telahditerima secara universal. Manajemen dapat
didefinisikan dengan berbagai rumusan tergantung kepada cara pandang si
pembuat definisi.1
Defenisi manajemen yang diberikan oleh para ahli, yaitu sebagai
berikut:Orday Tead, dalam buku “The Art Administration”: menyatakan bahwa
Manajement is process agency which direct and guides operation of organization in the realizing of established aims (Manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing kegiatan-kegiatan suatu organisasi dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan). 2 Sedangkan John D. Millet, buku
“Management in the public Service”:Management is the process of directing and facilitating the work of people organized in formal group to achieve a desired end
(Manajemen ialah proses pembimbingan dan pemberian fasilitas terhadap
pekerjaan orang-orang yang terorganisisr kelompok formil untuk mencapai suatu
tujuan yang dikehendaki).3
John M. Pfiffner, dalam bukunya “Public Administration”:Manajement is concerned with the direction of these individuals and function to achieve ends
1 Efendy, E, M., Manajemen (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1986) 20.
2Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988) 45.
3
(36)
23
previously determined (Manajemen bertalian dengan pembibingan orang-orang
dan fungsi-fungsi untuk mecapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya).4
Bila kita perhatikan definisi diatas, maka akan segera tampak bahwa ada tiga
hal penting yaitu, pertama, adanya tujuan yang ingin dicapai, kedua, tujuan
dicapai dengan mempergunakan kegiatan-kegiatan orang-orang itu harus
dibimbing dan diawasi. Menurut pengertian yang kedua, manajemen adalah
koleksi orang-orang yang melakukan aktifitas manajemen. Sebagaimana dikatakan Jhon D Millaet, dalam bukunya “Management in the public Service”,
“Management is the process of directing and facilitating the work of people organized in formal group to achieve a desired end goal”, Manajemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan dari orang-orang yang terorganisir
secara formal sebagai kelompok untuk memperoleh tujuan yang diinginkan.5
2. Unsur-unsur Manajemen
Manusia merupakan faktor terpenting dalam manajemen, karena pada
dasarnya manajemen dilakukan oleh, untuk dan kepada manusia. Namun manusia
tersebut tidak akan mencapai tujuan jika tidak ada unsur lain. Atau dengan kata
lain untuk mecapai tujuan maka para manajer menggunkan 6 M yaitu: men,
money, material, methods, machines, dam markets.
Sarana penting atau unsur utama dari setiap manajer untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan terlebih dahulu adalah men atau manusia. Karena manusia
tersebutlah yang melakukan atau menjalankan berbagai macam aktivitas yang
4
Sukarna, Dasar-dasar Manajemen (Bandung: Bumi Aksara, 1992) 02.
5
(37)
24
harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Aktivitas tersebut dapat ditinjau dari
sudut proses seperti: planning, controlling, actuating, dan organizing.6
Sarana atau unsur yang kedua adalah money atau uang. Untuk melakukan
berbagai aktivitas diperlukan uang. Seperti upah atau gaji orang-orang yang
membuat rencana, mengadakan pengawasan, dan bekerja dalam proses produksi.
Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian agar tujuan yang
ingin dicapai tersebut bernilai lebih besar dari uang yang digunakan. Kegagalan
atau ketidaklancaran proses manajemen sedikit banyak ditentukan atau
dipengaruhi oleh perhitungan ketelitian dalam penggunaan uang.7
Selain itu dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia juga menggunakan
material atau bahan-bahan. Hal itu disebabkan atas kemajuan teknologi dewasa ini
sehingga manusia bukan lagi sebagai pembantu bagi mesin, tetapi sebagai
pembantu manusia. Untuk melakukan kegiatan-kegiatan secara berdaya guna dan
berhasil guna maka manusia dihadapkan kepada berbagai alternative method atau
cara dalam melakukan pekerjaan. Oleh karena itu method atau cara dianggap pula
sebagai sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.
Unsur manajemen dalam bentuk pasar juga menghendaki agar manajer
mempunyai orientasi pemasaran (pengguna jasa). Misalnya dengan pendekatan
ekonomi mikro ataupun makro serta perhitungan kecenderungan-kecenderungan
baru yang menyangkut permintaan atas kebutuhan masyarakat yang selalu
disesuaikan dan dimudahkan. Semua unsur-unsur manajemen tersebut
dikoordininasikan oleh manajer. Selain itu diatur secara berimbang dan digunakan
6
Julitriasari, D., Manajemen Umum, (Yogyakarta: BPFE, 1998) 49.
7Hasbullah Husin, Manajemen Menurut Islamologi (Management By Islamologi), (Jakarta: Gema
(38)
25
secara efisien kearah tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu yang
ditentukan melalui proses manajemen.
3. Fungsi Manajemen
Uraian tentang proses manajemen telah dikutip oleh Sarwoto menurut Terry
fungsi-fungsi dasar manajemen meliputi planning, controlling, actuating, dan
organizing.8 Terry memberikan penjelasan umum atas fungsi-fungsi dasar tersebut sebagai berikut:
Planning (P): Apa yang harus dikerjakan? Kapan? Di mana dan Bagaimana?
Organizing (O): Dengan kewenangan seberapa banyak? dan dengan sarana serta lingkungan kerja yang bagaimana?
Actuating (A): Membuat para pekerja ingin melaksakan tugas yang telah ditetapkan dengan suka rela dan kerjasama yang baik.
Controlling (C): Pengamatan agar tugas-tugas yang telah direncanakan
dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan rencana dan bila
terdapat penyimpangan diadakan tindakan-tindakan perbaikan.9
Fungsi-fungsi dasar manajemen ini dikemukakan dalam teori yang berbeda
satu sama lain, baik mengenai pengelompokan, klasifikasi maupun istilah-istilah
yang digunakan untuk menyebut fungsi-fungsi hasil pengelompokan kegiatan
manajemen tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan dua pendapat yaitu
Henry Fayol dan George R. Terry. Henry Fayol memandang “coordinating”
sebagai fungsi dasar yang berdiri sendiri. George R. Terry pun menganggap
8
Terry, R, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991) 64.
9
(39)
26
bahwa fungsi “coordinating” ini terdapat dalam proses manajemen secara implisit
pada keempat fungsi dasar yang sudah ada.10
Adapun fungsi manajemen disini hanya dipaparkan satu pendapat saja yang
memandang secara umum dipergunakan dalam berbagai intansi atau lembaga.
Fungsi manajemen yang dimaksudkan adalah yang biasa disebut dengan istilah
POAC, yaitu: :planning, controlling, actuating, dan organizing.
a.Planning (perencanaan)
Planning atau perencanaan adalah: (1) pemilihan atau penetapan
tujuan-tujuan organisasi dan (2) penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program,
prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan.11
Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini, karena perencanaan
merupakan penetapan jawaban atas enam pertanyaan, berikut;
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan?
2. Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan?
3. Di manakah tindakan itu harus dikerjakan?
4. Kapankah tindakan itu harus dikerjakan?
5. Siapakah yang akan mengerjakan?
6. Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan tersebut?
Sesungguhnya fungsi perencanaan bukan saja menetapkan hal-hal tersebut
tetapi juga termasuk di dalamnya budget. Pada dasarnya perencanaan kreatif
10
Ibid., 66.
11
(40)
27
merupakan pekerjaan penentuan faktor-faktor, kekuatan, pengaruh, dan
hubungan-hubungan dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Semua fungsi lainnya sangat bergantung pada fungsi ini. Fungsi lain tidak
akan berhasil tanpa perencanaan dan pembuatan keputusan yang tepat, cermat dan
kontinyu. Tetapi sebaliknya perencanaan yang baik bergantung pada pelaksanaan
efektif pada fungsi-fungsi lain.
b.Organizing (pengorganisasian)
Sarwoto memberikan pengertian pengorganisasian secara umum yang
diartikan sebagai keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas,
tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai kesatuan dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditentukan.12
Sedangkan Handoko mengemukakan bahwa pengorganisasian adalah:
1) Penentuan sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan organisasi
2) Perancangan dari pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja akan
dapat membawa hal-hal tersebut kearah tujuan
3) Penugasan tanggung jawab tertentu dan kemudian
4) Pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu untuk
melaksanakan tugasnya. Fungsi ini menciptakan struktur formal dimana
ditetapkan, dibagi, dan dikoordinasikan.13
12
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988) 77.
13
(41)
28
c.Actuating (Pengarahan)
Pengarahan adalah mengintegrasikan usaha-usaha anggota pada suatu
kelompok sedemikian, sehingga dengan selesainya tugas-tugas yang diserahkan
kepada mereka, mereka memenuhi tujuan-tujuan individual dan kelompok. Semua
usaha kelompok memerlukan pengarahan, kalau usaha itu akan berhasil dalam
mencapai tujuan-tujuan kelompok.14
Pengarahan yang baik bukanlah kediktatoran oleh seorang pegawai dengan
memberikan informasi yang diperlukan mengenai kuantitas, kualitas, dan
batas-batas pemakaian waktu pekerjaannya tetapi partisipasi dari pegawai, komunikasi
yang mencukupi, dan kepemimpinan yang kuat, merupakan hal penting bagi
keberhasilan pengarahan.15
d.Controlling (Pengawasan)
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian pengawasan. Hal itu dapat dilakukan dengan kegiatan manajer yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau
hasil yang dikehendaki. Rencana yang betapapun baiknya akan gagal sama sekali
bilamana manajer tidak melakukan pengawasan.
Sehingga manajer harus memastikan bahwa tindakan para anggota
organisasi benar-benar membawa organisasi kearah tujuan yang telah ditetapkan.
1) Inilah fungsi pengendalian dari manajemen yang mencakup empat unsur,
yaitu: menetapkan standar kinerja.
2) Mengukur kinerja yang telah ditetapkan.
14
Terry, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) 181.
(42)
29
3) Membandingkan kinerja dengan standar yang telah ditetapkan.
4) Mengambil tindakan untuk memperbaiki kalau ada penyimpangan.
Melalui fungsi pengendalian, manajer dapat menjaga organisasi tetap
melintas di atas rel yang benar.16
4. Pentingnya Manajemen
Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi. Semua usaha akan sia-sia
dan pencapaian tujuan akan lebih sulit apabila tanpa manajemen. Ada 3 alasan
utama diperlukannya manajemen:
a. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi.
b. Untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan
kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang
berkepentingan dalam organisasi.
c. Untuk mencapai efesiensi dan efektivitas, suatu organisasi dapat diukur
dengan banyak cara yang berbeda salah satu cara yang umum adalah
efisiensi dan efektivitas.
Pada mulanya manajemen tumbuh dan berkembang dikalangan industri dan
perusahaan (businness), akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata
sangat diperlukan dan bermanfaat bagi setiap usaha di berbagai bidang. Pada
zaman modern sekarang ini boleh dikatakan tidak ada suatu usaha kerjasama
manusia untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak mempergunakan
manajemen.17
16
Terry, R, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991) 68.
17
(43)
30
B.Pendayagunaan Zakat Menurut Konsepsi Fiqh18
1. Sasaran Pendayagunaan Zakat
Dalam kajian ini akan dirumuskan sasaran-sasaran pembagian zakat yang di kenal dengan sebutan “mustahaqaus zakah atau “asnaf”, yaitu katagori (golongan)
yang berhak menerima zakat. Hal itu sesuai dalam Al-qur’an surat 9 at-Taubah
ayat 60 sebagai berikut;
نْي مْلأ و ءآ ر ْ ل ت ق دَ ل ا مَن
م عْلا و
و ْم بْو ق ة َل مْلاو ْي ع نْي
ِ
مْي ع ه و
قه ن م ة ضي ر ِ
صلْي بَ لا نْب ا و ه لْي ب س ِ و نْي م ر غْلا و قّرلا
مْي ح
.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, peengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatau ketetapan yang diwajibkan Allah: dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”19Pengertian secara luas tentang kedelapan katagori itu menurut ulama fiqh,
terutama ulama kotemporer, adalah sebagai berikut:
1)Fakir Miskini
Masyarakat itu terdiri dari tiga katagori. Satu, mereka yang pendapatannya
tidak mencukupi kebutuhan pokoknya, mereka bisa mengambil jatah zakat. Kedua,
mereka yang dapat mencukupi kebutuhan pokoknya tapi sisa pendapatannya
dibawah satu nisab, mereka tidak berkewajiban membayar zakat, tapi tidak berhak
18
Siechul Hadi Permono, “Pendayagunaan ZakatDisamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan
Nasional” (Disertasi—Intitut Agama Islam Negeri, Jakarta, 1988)
19
(44)
31
mengambil jatah zakat. Ketiga, pendapatannya mencukupi kebutuhan pokoknya
dan sisanya mencukupi satu nisab, mereka wajib membayar zakat.
2)Al-‘Amilin20
‘Amilin atau ‘amilun adalah kata jamak dari mufrad (kata tunggal) amil.
Imam asy-Syafi’i menyatakan bahwa ‘amilun adalah orang-orang yang diangkat
untuk memungut zakat dari pemilik-pemiliknya, yaitu para sa’i (orang-orang yang
datang ke daerah-daerah untuk memungut zakat) dan petunjuk-petunjuk jalan
yang menolong mereka, karena mereka tidak bisa memungut zakat tanpa
pertolongan penunjuk-penunjuk jalan itu.
Sedangkan menurut al-Qardawi‘amilun adalah semua orang yang bekerja
dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan,
pemeliharaan, ketatausahaan, perhitungan, pendayagunaan, dan seterusnya.
3)Al-Muallafah qulubuhum21
Al-Muallafah qulubuhum adalah mereka yang perlu dijinakkan hatinya agar
cenderung untuk beriman atau tetap beriman kepada Allah, dan mencegah agar
mereka tidak berbuat jahat bahkan diharapkan mereka akan membela atau menolong kaum muslimin. Menurut Abu Ya’la, muallafah itu terdiri dari dua golongan: orang Islam dan orang musyrik. Mereka ada empat katagori:
1.Mereka yang dijinakkan hatinya agar cenderung menolong kaum muslimin.
2.Mereka yang dijinakkan hatinya agar cenderung untuk membela umat
Islam.
3.Mereka yang dijinakkan hatinya agar ingin masuk Islam.
20
Saefuddin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bima Sejati, 2000), 61.
21
(45)
32
4.Mereka yang dijinakkan dengan diberi zakat agar kaum dan sukunya
tertarik masuk Islam.
4)Ar-Riqab22
Menurut Malik, Ahmad dan Ishaq, ar-rıqab termasuk kategorı penerıma
zakat. Ar-riqab adalah budak yang berhak mendapat jatah zakat untuk
dimerdekakan. Menurut golongan asy-Syafi’yyah dan al-Hanafiyyah, riqab adalah
budak mukatab, yaitu budak yang diberi kesempatan oleh tuannya untuk berusaha
membebaskan dirinya dari tuannya, dengan membayar ganti-rugi secara angsuran.
Kiranya yang lebih tepat adalah kata riqab itu mencakup pengertian
keduanya: menolong budak mukatab dan memerdekakan budak biasa. Zahir ayat
mencakup dua pengertian ini. Az-Zuhri pernah mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin Abd al-‘Aziz, yang isinya bagian riqab itu separuh untuk mukatab dan separuh untuk membeli budak untuk dimerdekakan. Kedua perbuatan, baik
memerdekakan budak biasa maupun menolong budak mukatab untuk
memerdekakan dirinya, merupakan perbuatan yang sama-sama mendekatkan
surga dan menjauhkan neraka. Demikian pendapat yang ketiga ini didukung oleh
Muhammad Abduh dan Rasyid Rida, yang diikuti oleh para ulama berikutnya,
termasuk Sayyid Sabiq dan Yusuf al-Qardawi. Memerdekakan budak itu bisa
dengan dua jalan: a) menolong mukatab untuk memerdekakan dirinya, dan b)
membeli budak dan memerdekakannya.
Al-Qardawi mengembangkan pengertian riqab tidak hanya kepada dua
pengertian tersebut di atas, akan tetapi sesuai dengan perkembangan sosial politik,
22
(46)
33
yakni memerdekakan tawanan muslim di bawah kekuasaan musuh kafir.
Demikian juga menurut al-Qardawi sebagaimana Rasyid Rida dan Mahmud
Syaltut mengembangkan pengertian Riqab ini. Pengertian rriqab dikembangkan
kepada pembebasan bangsa yang terjajah oleh kolonialis, karena semuanya
sama-sama mengandung sifat perbudakan.
5)Al-Garimin
Al-Garimin adalah kata jamak dari kata mufrad (tunggal) al-garim, artinya: orang yang berhutang dan tidak bisa melunasinya. Dilihat dari segi subyek
hukumnya, garim itu ada dua macam: (1) perorangan, (2) rechtpersonen, yakni
badan hukum, yaitu suatu lembaga yang diakui oleh hukum sebagai subyek yang
dapat bertindak dalam pergaulan hukum.23
Dilihat dari segi motivasinya, garim, menurut Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad,
ada dua macam: (1) berhutang untuk kepentingan pribadi di luar maksiat. (2)
berhutang untuk kepentingan masyarakat (maslahat umum).24
Berhutang untuk kepentingan pribadi, contohnya seperti berhutang untuk
nafkah keluarga, pakaian, kawin, pengobatan sakit, membangun rumah, membeli
perabot rumah tangga, mengawinkan anak, merusakkan barang harta benda orang
lain karena tidak disengaja dan lain sebagainya. At-Tabari menceritakan dari Abu Ja’far dan Qatadah: Garim adalah orang yang berhutang dalam hal yang tidak
bersifat pemborosan. Syarat-syarat garim untuk kepentingan pribadi adalah:25
23
Saefuddin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bima Sejati, 2000), 64.
24
Siechul Hadi Permono, “Pendayagunaan Zakat Disamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan
Nasional” (Disertasi—Intitut Agama Islam Negeri, Jakarta, 1988).
25
(47)
34
1. Tidak mampu untuk membayar seluruh atas sebagian hutangnya. Apabila
seseorang tidak mampu membayar hutang, akan tetapi ia mampu kerja dan
mencari rizqi yang nantinya mampu membayar hutangnya, harus menunggu
lama.
2. Ia berhutang untuk bidang ketaatan kapada Allah atau dalam bidang yang
mubah (diperbolehkan agama). Zakat tidak bisa didistribusikan kepada
gharim yang berhutang karena bidang maksiat, termasuk berfoya-foya dalam
memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, meski dalam
kenikmatan-kenikmatan yang mubah, tapi karena berlebih-lebihan maka menjadi haram.
Garim karena bidang maksiat, tapi sudah taubat dapat diberi zakat untuk
melunasi hutangnya.
3. Hutang yang harus dilunasi, bukan hutang yang masih lama masa
pembayarannya. Terhadap hutang yang waktu pembayarannya belum sampai,
ada tiga pendapat. Pendapat pertama: boleh diberi zakat, karena termasuk
dalam keumuman nas Al-Qur’an “wa al-garimin”. Pendapat kedua: tidak
diberi zakat, kerena pada waktu pembagian zakat itu dia belum membutuhkan
pelunasan hutang. Pendapat yang ketiga: hutang yang masa pelunasannya
masih dalam tempo satu tahun dapat diberi jatah zakat, karena tahun zakat
adalah satu tahun. Hal ini bergantung kepada kebijaksanaan ‘Amil az-zakah,
yakni dengan mempertimbangkan keadaan bait al-mal.
6)Sabilillah26
26
(48)
35
Menurut al-Fakhrur-Razi dalam tafsirul-Kabir dan al-Qaffal dinyatakan
bahwa Sabilillah itu mencakup segala kemaslahatan umat Islam. Dalam kitab al-Bada’i diterangkan bahwa fisabilillah adalah semua pendekatan diri kepada Allah. Jadi masuk dalam pengertian ini, tiap-tiap orang yang berusaha dalam bidang
ketaatan kepada Allah dan jalan-jalan kebajikan. Dalam tafsir al-Manar
diterangkan bahwa sabilillah mencakup semua kemaslahatan syar’iyyah secara
umum, yang mencakup urusan agama dan negara. Menurut Sayyid Sabiq,
sabilillah adalah jalan yang menuju kepada kerelaan Allah, baik tentang ilmu
maupun amal perbuatan.
7) Ibn as-Sabil27
Ibn as-Sabil, menurut golongan asy-Syafi’iyyah, ada dua macam: (1) orang
yang mau berpergian, dan (2) orang yang di tengah perjalanan. Keduanya berhak
minta bagian zakat, meski ada orang yang menghutanginya dengan cukup dan ia
di negerinya sendiri mempunyai harta untuk membayar hutangnya itu. Berpergian
dalam bidang ketaatan seperti hajji, perang, ziyarah yang disunatkan dan lain
sebagainya, dapat diberi jatah zakat tanpa ada pertentangan pendapat dari para
ulama. Menurut golongan asy-Syafi’iyah, ibn as-sabil diberi zakat untuk nafkah,
pakaian, tas perbekalan dan apa saja yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan
bepergiannya.
2. Arah dan Kebijaksanaan Pendayagunaan Zakat
a. Umum
27Ibid., 297.
(49)
36
Yang dimaksud dengan arah dan kebijaksanaan dalam pendayagunan zakat
adalah segala sesuatu yang bertalian dengan usaha pemerintah dalam rangka
memanfaatkan hasil pengumpulan zakat kepada sasaran dalam pengertian yang
lebih luas sesuai dengan cita rasa masing-masing, secara tepat guna, efektif
manfaatnya dengan sistem distribusi yang serba guna dan produktif, sesuai
dengan pesan dan kesan syari’at serta tujuan sosial ekonomis dari zakat.28
Sebelum membahas lebih lanjut, perlu dijadikan dasar pemikiran bahwa:
1) Allah Swt. tidak menetapkan perbandingan yang tepat antara bagian
masing-masing delapan pokok alokasi (asnaf).
2) Allah Swt. tidak menetapkan delapan asnaf harus diberi semuanya. Allah
Swt. Hannya menetapkan zakat dibagikan kepada delapan asnaf, tidak
boleh keluar dari delapan asnaf.
3) Allah Swt. tidak menetapkan zakat harus dibagikan dengan segera setelah
masa pungutan zakat. Dan tidak ada ketentuan bahwa semua hasil
pungutan zakat (baik sedikit maupun banyak) harus dibagikan semuanya.
4) Allah Swt. tidak menetapkan bahwa yang diseraterimakan itu harus berupa
uang tunai.
b. Kategori Mustahiq (penerima zakat)29
1) Fakir Miskin
Adalah mustahiq yang mempunyai satu atau dua yakni: (a) kelemahan
dalam bidang fisik, dan (b) kelamahan dalam bidang harta benda. Penyerahan
28
Siechul Hadi Permono, “Pendayagunaan ZakatDisamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan
Nasional” (Disertasi—Intitut Agama Islam Negeri, Jakarta, 1988), 405.
29
(50)
37
zakat dapat disampaikan langsung kepada fakir miskin dan dapat melalui badan
pengelola/penyantunan, sedangkan sistem pendayagunaan dapat bersifat
konsumtif, dan bersifat produktif.
Untuk mereka yang jompo dan cacat fisik mendapat bagian secara
konsumtif, diterima langsung/melalui lembaga-lembaga sosial yang mengurusinya.
Akan tetapi lebih baik hak mereka didayagunakan oleh suatu badan hukum yang
bergerak dalam bidang-bidang produktif di bawah binaan, pengarahan, dan
pengawasan BAZ (Badan Amil Zakat).
Untuk mereka yang lemah dalam bidang harta benda, tapi fisiknya mampu
bekerja, mendapatkan bagian secara produktif, secara langsung, dengan
pengarahan, pembinaan, dan pengawasan. Dapat juga didirikan semacam
perkongsian, BAZ sebagai pemilik modal, lalu para pekerjanya terdiri dari mereka
yang berhak menerima zakat, mereka akan mendapatkan penghasilan tetap berupa
gaji, kemudian mereka diberi saham dalam perusahaan itu.
2) Al-“Amilin30
Di Negara Islam, kolektor zakat mendapat bayaran dari hasil pemungutan
zakat. Menurut jumhur ulama, yang dikategorikan Amil ini terbatas pada pegawai
negeri yang berurusan dengan pengumpulan zakat, sedangkan pegawai lain tidak
termasuk dalam kategori tersebut. Gaji mereka harus dibayar dari pendapatan
negara lain.
Pada dasarnya anggaran operasional pengelolaan zakat terdapat dalam
sumber zakat itu sendiri. Berapa jumlah dana untuk ‘Amilin sangat tergantung
30
(51)
38
kepada kebutuhan dan pertimbangan yang wajar, sebagaimana mustahiq yang lain.
Hal itu sesuai dengan surat at-Taubah ayat 60, yang tidak menentukan berapa
jumlah dana untuk alokasi ‘Amilin.
3) Muallafah31
Pada masa pemerintahan ‘Umar ra., beliau tidak memberi jatah muallafah.
Jatah muallafah ditangguhkan. Tidak ada seorang sahabat pun yang tidak setuju dengan ijtihad ‘Umar bin al-Khattab ra. ‘Utsman dan ‘Ali pun pada masa
pemerintahannya mengikuti ijtihad ‘Umar ra. Alasan ‘Umar ra., karena Islam
sudah jaya, tidak khawatir akan murtadnya orang-orang yang dianggap muallafah
tersebut.
Kebijakan Umar ini dijadikan dasar bagi sebagian orang-orang orientalis
yang menulis tentang hukum Islam. Mereka tidak mendalami asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum Islam. Hal itu bertujuan ingin mencari-cari kelemahan
Islam. Mereka menuduh bahwa hukum Al-quran dapat diubah, diganti dan
digugurkan.mereka menggunakan alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal,
meski ada maksud-maksud negatif yang terselubung. Tuduhan-tuduhan tersebut
tidak betul. Hukum-hukum Al-quran kekal, tetap berlaku, tidak terhapus, tidak
digugurkan oleh ‘Umar ra. Nash Al-quran tentang hal itu tetap terpakai, tidak
dihapus hukumnya, karena ada kepentingan. Tidak seorang pun berani menghapus
hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Di dalam Al-quran, apalagi seorang
yang bernama ‘Umar bin al-Khattab ra., seorang yang paling taat kepada Allah
Swt., sesudah Rasul Allah Swt bersama Abu Bakar ra. Muallafah adalah orang
31
(52)
39
yang mempunyai identitas tertentu, yaitu mereka yang hatinya perlu dijinakkan
untuk maksud-maksud yang telah disebutkan di muka, apabila ada orang yang
mempunyai identitas tersebut, maka secara hukum tidak harus diberikan zakat.
4) Ar-Riqab
Alasan hukum yang terkandung didalam pengertian ar-riqab adalah untuk
membebaskan eksploitasi atau pemerasan oleh manusia atas manusia, baik
sebagai individual maupun sebagai komunal. Berdasarkan alasan hukum ini, maka
kebijaksanaan pendayagunaan zakat untuk ar-riqab ini dapat diarahkan antara lain
sebagai berikut:32
a) Untuk menebus orang-orang Islam yang ditawan oleh musuh.
b) Untuk membantu negara Islam atau negara yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam yang sedang berusaha untuk melepaskan
diri dari belenggu perbudakan modern kaum penjajah modern.
c) Pembebasan budak temporer dari eksploitasi pihak lain, misalnya pekerja
kontrak dan ikatan kerja yang tidak wajar.
5) Al-Garimin
Jatah al-garimin dapat disalurkan kepada:33
a) Mereka yang mempunyai hutang dan tidak dapat lagi membayar
hutangnya, termasuk orang yang dinyatakan pailit dalam hutangnya.
b) Pedagang-pedagang kecil yang meminjam modal kerja dengan uang
pinjaman yang tinggi, maka berhak diberi zakat untuk mengembalikan
seluruh hutangnya ditambah dengan modal kerja untuk usaha
32
Ibid., 70.
33
(53)
40
selanjutnya. Jadi dengan dibayar semua hutangnya berarti dia terlepas
dari sifat garim dan meningkat menjadi bersifat fakir miskin. Hal itu
bertujuan supaya dia tidak terjebak lagi oleh pengaruh rentenir, dan
nama fakir miskin ia diberi tambahan zakat untuk modal kerja.
c) Pedagang-pedagang kecil di pasar, yang memperdagangkan barang
orang, yang terkena musibah kebakaran atau dagangannya dirampas
orang, dapat dianggap sebagai al-garim, dan dapat juga diberi zakat
untuk mendirikan rumah-rumah kecil.
6) Sabilillah
Penerapan tiga pengertian istilah sesuai dengan kondisi dan tuntutan
keadaan, maka pendayagunaan hak zakat sabilillah ini dapat disalurkan pada:34
a) Peningkatan dakwah. Propaganda Islam adalah sengat penting dewasa ini,
terutama di Negara-negara yang Islam belum dikenal di sana. Untuk
menyebarluaskan dan mempertahankan Islam memerlukan dana, dan dana
itu dapat diambilkan dari alokasi sabilillah.
b)Peningkatan ilmu pengetahuan: agama, umum, dan ketrampilan, keprluan
bea-siswa, penelitian, penerbitan buku pelajaran, majalah-majalah ilmiyah.
c) Peningkatan pembangunan fisik atau proyek monumental ke-Islaman.
7)Ibn as-Sabil35
Berpijak pada sifat-sifat khas yang terkandung dalam istilah ibn as-sabil
yang dapat dijadikan alasan hukum yaitu keterhambatan bepergian yang berarti
34
Siechul Hadi Permono, “Pendayagunaan ZakatDisamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan
Nasional” (Disertasi—Intitut Agama Islam Negeri, Jakarta, 1988), 407.
35
(1)
96
Publikasi bertugas mengubah informasi dan data baik yang bersifat financial (keuangan) atau kondisi faktual (perkembangan financial yang tampak pada penerima zakat produktif) untuk dijadikan sebuah majalah atau bulletin.
c. Penggerak (actuating) bertugas memberikan intruksi kepada pengurus lain untuk pengambil kotak infaq. Intruksi tersebut dengan memerintahkan dan mengarahkan dana hasil pengambilan dengan sebaik mungkin dan dibuat untuk biaya program zakat produktif selanjutnya. Tugas tesebut di lakukan oleh Ketua LAZ MAS.
d. Bentuk pengawasan LAS MAS meliputi: (1) peninjauan pribadi, (2) pengawasan melalui laporan tertulis, (3) pengawasan melalui laporan lisan. 2. Perkembangan perekonomian para mustahiq penerima dana zakat produktif di
Lembaga Amil Zakat Masjid Al-Akbar Surabaya dapat disimpulkan bahwa dari 20 penerima zakat produktif ada 2 mustahiq yang perkembangan usahanya tidak mengalami kemajuan. Pengurus tidak menjelaskan lebih lanjut sebab dan akibat kurang berkembangnnya usaha mereka. Perkembangan yang tampak dari usaha dagang para mustahiq penerima zakat produktif adalah banyaknya barang dagangan yang dijajakan oleh para penerima zakat produktif. Disamping itu, perkembangan lain yang tampak dapat dilihat dari adanya perubahan positif tempat usaha dari para penerima zakat produktif. Perubahan positif yang dimaksudkan adalah bentuk tempat usaha (rombong) yang semakin terlihat rapi dan menarik para pembeli. Berdasarkan perkembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa: setelah mendapatkan zakat produktif, omset pendapatan mereka perlahan mengalami peningkatan. Dampak lain yang
(2)
97
dirasakan oleh para mustahiq melalui program zakat produktif adalah mampu mendorong dan mengarahkan mereka untuk berinfaq melalui kotak infaq yang didistribusikan oleh panitia LAZ MAS.
B.Saran danRekomendasi
Dengan adanya hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan rekomendasi kepada:
1. LAZ MAS
Masukan untuk pihak LAZ MAS agar memberikan tambahan pengetahuan dan motivasi kepada mustahiq pentingnya bersedekah. Karena dengan bersedekah tidak mengurangi harta melainkan menambah harta dan menjadikan harta berkah. 2. Pengurus LAZ MAS
Bagi pengurus diharapkan tetap amanah dalam mengelola ZIS yang diamanahkan oleh masyarakat, yaitu dengan upaya membuat laporan pertanggung jawaban dana ZIS secara terperinci dan transparan, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan tandatanya dari anggota masyarakat yang berkaitan dengan dana ZIS, demi tetap eksisnya LAZ MAS.
3. Keterbatasan Peneliti
Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini masih terbatas pada beberapa faktor saja. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pengembangan model penelitian dengan menggunakan sampel yang lebih besar serta variabel-variabel lain di luar model dalam penelitian ini sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir, Muhammad. “Hukum dan Penelitian Hukum”. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004).
Arifin, Zainul. “Memahami Bank Syari’ah Lingkup, Peluang, Tantangan, dan
Prospek”. (Jakarta: Alvabet, 2000).
Asnaini.“Zakat Produktif dalam Persefektif Hukum Islam”. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008).
Azwar, Saifuddin. “Metode Penelitian, Cetakan VIII”. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007).
Efendy, E, M. Manajemen. (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1986).
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penelitian Skripsi: Edisi Revisi Cetakan ke IV(Surabaya, 2012).
Hadi Permono, Siechul. “Pendayagunaan ZakatDisamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan Nasional” Disertasi—Intitut Agama Islam Negeri, Jakarta, 1988. Hadi Yasin, Ahmad. Panduan Zakat Praktis (Jakarta: Dompet Dhuafa Replubika,
2012).
Hasrullah. “ Efektifitas Pelaksanaan Zakat di Badan Amil Zakat Kota Palopo”. (Skripsi – Jurusan Ilmu Administrasi FISIP, Universitas Hasanuddin, Palopo 2012)
Herdiansyah, Haris.“Metodologi Penelitian Kaulitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial” (Jakarta. Salemba Humanika, 2010).
Husin, Hasbullah. Manajemen Menurut Islamologi (Management By Islamologi) (Jakarta: Gema Insani Press, 1987).
(4)
Julitriasari, D.Manajemen Umum, (Yogyakarta: BPFE, 1998).
M. Rahardjo, Dawan. Islam dan Transformasi Sosial ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsfat, 1999).
Maslah, Arif. “Pengelolaan Zakat Secara Produktif Sebagai Upaya Pengentasan
Kemiskinan Di BAZIS di Dusun Tarakan, Candi, Bandungan, Semarang”.
(Skripsi – Jurusan Ahwalus Syakhsiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN), Salatiga 2012)
Mufraini, Arief.“Akutansi dan Manajemen Zakat, Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan”.(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006). Muhammad Azam, Abdul Aziz. Fiqih Ibadah (Jakarta: AMZAH, 2010).
Nawawi, Ismail. Zakat Dalam Prespektif Fiqh, Sosial & Ekonomi. (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2010).
Pebrianita. “Pengaruh Zakat Yang Dikelola BAZDA Terhadap Pengentasan
Kemiskinan Di Kota Padang”. (Skripsi – Jurusan Ilmu Ekonomi, Universitas Andalas, Padang 2013).
Putra, Ahmad Fajri Panca. “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Pada Badan Pelaksana Urusan Zakat Amwal Muhamadiyah
(BAPELURZAM)”. (Skripsi – Jurusan Ekonomi Islam, IAIN Walisongo, Semarang 2010).
Qardhawi, Yusuf.“Kiat Islam Mengetaskan Kemiskinan”. (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat (Jakarta: P.T. Pustaka Litera Antar Nusa, 2009). Rasyid, M Hamdan.Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa (Jakarta: PT
Al-Mawardi Prima, 2003).
(5)
S. Turner, Brian. Agama dan Teori Sosial Rangka-Pikir Sosiologi Dalam Membaca Eksistensi Tuhan Diantara Gelegar Ideologi-ideologi Kontemporer (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006).
Sarwoto. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988).
Setyaningsih, Heni. “Perencanaan ZIS Dalam Program LAZIS (Lembaga Amil
Zakat Infaq Shadaqah) di Masjid Syuhada Yoyakarta”. (Skripsi – Jurusan Manajemen Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2008).
Shiddiq, Abdullah.Asas-Asas Hukum Islam (Jakarta: Bumi Restu, 1992). Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahan (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004). Sudewo, Eri .Manajemen Zakat. Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip Dasar.
Intitut Manajemen Zakat (Ciputat Jakarta 2004).
Sugiyono.“Metode Penelitian Kualittif, Kuantatif dan R&D”. (Jakarta: Alfabeta,2006).
Sukarna, Dasar-dasar Manajemen (Bandung: Bumi Aksara, 1992). T. Handoko, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991).
Terry, R, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991).
Tim Peyusun Kamus Pusat Binaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indinesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990).
Zuhri, Saefuddin. Zakat Kontekstual (Semarang: Bima Sejati, 2000).
(6)
Badan Pusat Statistik Replubik Indonesia, “Jumlah Penduduk Miskin Indonesia”,
dalam
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23 ¬ab=7 (15.01.2015).
http://www.masjidalakbar.com/beritab.php?no=172 (di akses pada 21.01.2015 11.30).
Muhammad Alzibillah, ”Pendayagunaan Zakat Produktif sebagai Alternatif Pengembangan Masyarakat Islam”, dalam
http://alzibillacenter.blogspot.com/2011/02/proposal-skripsi.html (15.01.2015).
Baitul Maal Hidayatullah, “Zakat Maal Lebih Maksimal Sedekah Lebih Berkah”,
dalam www.zakatsedekah.com/2012/08/pengertian-zakat-menurut-bahasa-dan.html/m=1(15-04-2015).
Idris Parakkasi, “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq, Sadaqah, dan Wakaf (ZISWAF)”, dalam http://konsultasiekonomi.blogspot.in/2012/05/manajemen-pengelolaan-zakat-infaq-sadakah-wakaf.html?m/=1 (15-04-2015).
Dokumentasi LAZ MAS, dalam www.digilib.uinsby.ac.id/8909/7/bab%204.pdf (17-04-2015).
Dokumentasi LAZ MAS, dalam www.digilib.uinsby.ac.id/8877/9/bab%204.pdf (17-04-2015).