Institusi-Februari 2008

VOLUME VI FEBRUARI 2008

INSTITUSI

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

D a ft a r I si
70 Persen Perda di Jawa Eksploitatif -----------------------------------------------------------------

1


MPS Tolak Rencana APBD Sumatera Utara -------------------------------------------------------

2

Pilkada Kota Bekasi Mustahil Diulang ----------------------------------------------------------------

3

Pilkada Kota Bekasi ---------------------------------------------------------------------------------------

5

Sengketa Pilkada Dapat Diselesaikan di MK -------------------------------------------------------

6

Draf Tahapan Pemilu--------------------------------------------------------------------------------------

7


Penetapan Pemilih Pilkada Sumut --------------------------------------------------------------------

9

Komisi Pemerintahan Dalam Negeri Segera Revisi UU Otonomi ---------------------------- 10
Mengawinkan Otonomi Institusi dengan Otonomi Masyarakat -------------------------------- 11
Batasan Revisi UU 32/2004 Mesti Dipertegas ----------------------------------------------------- 14
Indonesia Alami Sindrom Otoritarian ----------------------------------------------------------------- 15
Pilkada dan Calon Perseorangan---------------------------------------------------------------------- 16
Dibatalkan, Kemenangan Irianto di Pilkada Bangkep -------------------------------------------- 18
Pemerintah Bisa Terapkan Perpres 36/2005 ------------------------------------------------------- 19
Materi Revisi UU No 32/2004 Dibatasi Waktu------------------------------------------------------ 20
Menghapus Pilkada Langsung ------------------------------------------------------------------------- 21
Silakan Protes asal Pilkada Bisa Berlangsung Tanpa Ekses ---------------------------------- 23
Perda Syariah tak Jadi Prioritas ------------------------------------------------------------------------ 24
Petani Keluhkan Kelangkaan Urea Bersubsidi----------------------------------------------------- 25
Rakyat Papua Tolak Pemekaran----------------------------------------------------------------------- 26
Menanti Undang-undang Pemilu ----------------------------------------------------------------------- 28
Revisi UU No. 32 Harus Selesai April 2008--------------------------------------------------------- 29
Pengesahan RUU Pemilu Jangan Molor Lagi ------------------------------------------------------ 31

Perpres Pangan Langkah Panik Pemerintah ------------------------------------------------------- 33
Nasib Pilkada DIY Ditentukan Mei--------------------------------------------------------------------- 35
Daerah Pemilihan Diminta Tidak Diubah ------------------------------------------------------------ 36
Pemerintah Belum Berniat Revisi UU Pers --------------------------------------------------------- 37
Pilkada Ditargetkan Awal Agustus --------------------------------------------------------------------- 38
Pemerintahan di Era Reformasi tanpa "Blue Print" ----------------------------------------------- 40
Pilkada Bali Habiskan Rp 56 Miliar -------------------------------------------------------------------- 41
Djoko Sarwoko: Keributan Pilkada Dibuat Elite Politik ------------------------------------------- 42
Pilkada Kab. Sumedang Diikuti Dua Pasangan---------------------------------------------------- 43

Pilkada dalam UUD 1945 -------------------------------------------------------------------------------- 44
Otsus Papua Dikebiri -------------------------------------------------------------------------------------- 47
Anggaran Pendidikan Dipangkas ---------------------------------------------------------------------- 48
Voting Blok Tentukan RUU Pemilu -------------------------------------------------------------------- 49
Desk Pilkada Mulai Bekerja ----------------------------------------------------------------------------- 51
Pengaduan Pilkada Mulai Mengalir ------------------------------------------------------------------- 52
UU Pemilu Makin Ditunggu ------------------------------------------------------------------------------ 53
Sidang Gugatan Pilkada Diwarnai Unjuk Rasa ---------------------------------------------------- 54
'Perda PPU Belum Efektif' ------------------------------------------------------------------------------- 55
Sosialisasi Perda Tibum Belum Optimal ------------------------------------------------------------- 56

KPU Bisa Kerja Tanpa Menunggu UU Selesai----------------------------------------------------- 58
MRP Menolak RUU Pemekaran Papua -------------------------------------------------------------- 60
RUU Susduk, Pimpinan MPR Usulkan Tambahan Tugas -------------------------------------- 61
Depdagri Tak Akan Campuri Pilkada Malut --------------------------------------------------------- 62
Pilkada Kota Jambi ---------------------------------------------------------------------------------------- 63
Pemprov DKI Tetap akan Jalankan Perda Tibum ------------------------------------------------- 64
Tim Asmara Ajukan Memori Kontra PK -------------------------------------------------------------- 65
Angka Kemiskinan Aceh Lebih Rendah daripada Sebelum Tsunami ----------------------- 66
Pilgub Jateng Kemungkinan Diikuti Lima Pasangan --------------------------------------------- 67
Problematika Pilkada dalam Kacamata Publik ----------------------------------------------------- 68
Politik Cuci Tangan ---------------------------------------------------------------------------------------- 69
Pemilih Bertambah di Pilkada Bone------------------------------------------------------------------- 71
Idris Galigo Unggul di Pilkada Bone ------------------------------------------------------------------ 72
Pilkada, Kedaulatan Rakyat Kian Jauh--------------------------------------------------------------- 73
Aturan Kampanye Pilkada Jabar Belum Bisa Disahkan ----------------------------------------- 75
Tenggat Penghitungan Pilkada Malut Hampir Terlampaui-------------------------------------- 76
Rekapitulasi Ulang Pilkada Malut Digelar Besok -------------------------------------------------- 77
Tahapan Pilkada Dilanggar------------------------------------------------------------------------------ 79
MA Tolak Uji Materi Perpres tentang BPLS--------------------------------------------------------- 81
DPR Didesak Bahas RUU Komponen Cadangan ------------------------------------------------- 82

Golput Ancam Pilkada Sumut--------------------------------------------------------------------------- 83
Setelah Otonomi Daerah, BLK Kurang Perhatian ------------------------------------------------- 84
RUU Pemilu akan di Voting------------------------------------------------------------------------------ 85
Cabut PP 2/2008 ------------------------------------------------------------------------------------------- 87
PP No.2/2008 berlaku terbatas ------------------------------------------------------------------------- 89

Panmus Kirim Hasil Pilkada ke Mendagri ----------------------------------------------------------- 90
Dana Otsus Jayapura Kecil------------------------------------------------------------------------------ 92
Jabar Siap Gelar Pilkada Damai ----------------------------------------------------------------------- 93
Premanisme Politik Menyebabkan Hilangnya Kontrol Masyarakat --------------------------- 94
Lobi RUU Pemilu Berjalan Alot ------------------------------------------------------------------------- 95
RUU Pemilu Akan Divoting ------------------------------------------------------------------------------ 97
Lobi Buntu, RUU Pemilu Divoting---------------------------------------------------------------------- 99
Menhut: PP 2/2008 Tak Akan Dicabut ---------------------------------------------------------------101
Perda Bias Agama di Metropolitan --------------------------------------------------------------------103
Semua Masalah Harus Selesai Sebelum UU Pemekaran Diterbitkan ----------------------105
Penetapan RUU Pemilu Ditunda -----------------------------------------------------------------------106
Pilkada Tolok Ukur Fungsionaris Golkar-------------------------------------------------------------108
DPR Siap Voting RUU Pemilu --------------------------------------------------------------------------110
Sistem Pilkada Tidak Mungkin Diubah ---------------------------------------------------------------113

Proses Hukum Pilkada Malut Telah Selesai --------------------------------------------------------114
Kematian Politik Ruang -----------------------------------------------------------------------------------115
Politik yang "Datar" ----------------------------------------------------------------------------------------117
Disiapkan, Uji Materiil PP 2/2008 ----------------------------------------------------------------------119
TNI Boleh Kampanye? Sirkus Politik Paling Aneh ------------------------------------------------120

Kompas

Jumat, 01 Februari 2008

7 0 Pe r se n Pe r da di Ja w a Ek sploit a t if
Jumat, 1 Februari 2008 | 07:51 WIB
Jakarta, Kompas - Hasil Kajian Daya Dukung dan Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Sumber
Daya Alam di Pulau Jawa Tahun 2007 menunjukkan, 70 persen peraturan daerah di seluruh
kabupaten/kota bersifat eksploitatif.
”Sebagian besar tidak memerhatikan daya dukung lingkungan. Air, misalnya, tidak dilihat
faktor ketersediaan dan potensi maksimum yang boleh dieksploitasi,” kata anggota tim yang
juga pengajar ilmu kehutanan Institut Pertanian Bogor, Hariadi Kartodihardjo, di Jakarta,
Kamis (31/1). Program pengkajian dikoordinasi Menko Perekonomian.
Perda-perda itu juga kurang memerhatikan faktor kolaborasi dan kepentingan khalayak ramai

karena penyusunan perda tidak melibatkan partisipasi warga dan pemangku kepentingan lain
seperti lembaga swadaya masyarakat.
”Perda yang ramah lingkungan dan bermanfaat bagi banyak orang dihasilkan dari proses
pelibatan pemangku kepentingan,” katanya. Hasil kajian akan dipresentasikan di hadapan
Menko Perekonomian pada 21 Februari 2008.
Sejauh ini faktor eksploitatif tidak menjadi kriteria pencabutan perda oleh Departemen Dalam
Negeri. Pencabutan perda karena bertentangan dengan undang-undang dan pertimbangan
ekonomi biaya tinggi.
Sementara itu, terkait keberlanjutan fungsi lingkungan, Dewan Kehutanan Nasional (DKN),
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), dan The Nature Conservancy (TNC)
menandatangani kerja sama pengelolaan hutan lestari.
Pihak TNC membantu teknis pengelolaan hutan berkelanjutan, memfasilitasi dialog industri
dengan masyarakat, sertifikasi produk hutan, dan menghubungkan dengan pasar. ”Awalnya
susah, tetapi belakangan ada kemudahan untuk bermitra,” kata Country Director TNC Rili
Djohani.
Empat tahun terakhir, sembilan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) menjadi mitra
TNC dengan luas total konsesi 817.327 hektar. (GSA)

Berkhas


1

Volume VI Februari 2008

Kompas

Jumat, 01 Februari 2008

M PS Tola k Re nca na APBD Sum a t e r a Ut a r a
Jumat, 1 Februari 2008 | 08:52 WIB
Medan, Kompas - Masyarakat Pendidikan Sumatera Utara menolak Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Sumut 2008 karena nilainya terlalu rendah. Anggaran itu
jauh dari kebutuhan sebenarnya dan melecehkan amanat amandemen Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyebutkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total anggaran.
”Kami menolak anggaran pendidikan ini. Ini jelas jauh lebih kecil dari amanat undang-undang.
Kami meminta agar ada revisi alokasi anggaran itu,” tutur Koordinator Masyarakat Pendidikan
Sumut (MPS) Deni B Saragih, Kamis (31/1), di sela-sela diskusi mengupas anggaran
pendidikan APBD Sumut.
Menurut Deni, banyak persoalan pendidikan yang memerlukan perhatian, seperti rehabilitasi
sekolah rusak dan perbaikan kesejahteraan guru. Sikap penolakan mula-mula didesakkan

oleh pendiri Yayasan Sultan Iskandar Muda, Sofyan Tan. Sofyan menilai, selain kecil, alokasi
dana pendidikan banyak yang salah sasaran. Salah satu bentuk kesalahan itu adalah
pemberian bantuan ke sekolah.
”Banyak sekolah di pinggiran kota yang belum banyak menikmati bantuan. Bantuan selama
ini banyak diterima sekolah yang sudah maju. Bagaimana sekolah yang berbeda sarana
pendidikannya melakukan ujian nasional dengan soal yang sama,” kata Sofyan yang juga
anggota dewan pendidikan Sumut.
Penolakan serupa didukung oleh anggota DPD asal Sumut, Parlindungan Purba. ”Saya
setuju asal penolakan ini lepas dari unsur politik apa pun. Memang anggaran tahun ini
banyak tersedot oleh agenda politik. Padahal, anggaran itu mestinya bisa dipakai untuk
memperbaiki sekolah rusak, misalnya,” katanya.
Penolakan terhadap APBD diatur dalam mekanisme penyusunan anggaran, seperti tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sekretaris
Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut Elfanda Nanda
mengatakan, sebelum disahkan, masyarakat bisa melakukan protes jika komposisi anggaran
dinilai tidak berpihak kepada rakyat.
Dia menuturkan, komposisi anggaran pendidikan di APBD Sumut tahun 2008 lebih buruk dari
2007. Tahun ini anggaran bidang pendidikan senilai 3,2 persen dari total anggaran yang ada
Rp 3,1 triliun yang setara dengan Rp 102 miliar. Alokasi anggaran ini Rp 25 miliar untuk
belanja tidak langsung dan Rp 76 miliar untuk belanja langsung atau belanja publik.

Adapun anggaran Dinas Pendidikan 2007 Rp 91 miliar yang terdiri atas Rp 20 miliar untuk
belanja tidak langsung dan Rp 70,9 miliar belanja langsung untuk 10 program. Namun, hanya
enam program yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat.
Anggota Panitia Anggaran DPRD Sumut, M Nuh, memahami penolakan masyarakat atas
alokasi dana pendidikan. ”Besarnya anggaran pendidikan tergantung dari kemauan politik
saja,” katanya. (NDY)

Berkhas

2

Volume VI Februari 2008

Pikiran Rakyat

Juimat, 01 Februari 2008

Pilk a da Kot a Be k a si M ust a hil D iula ng
D i Pur w a k a r t a , Kubu Lily da n Bur ha n La ya ngk a n Guga t a n


BEKASI, (PR).Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi menyatakan mustahil pemilihan kepala daerah
(pilkada) bisa diulang, meskipun terbukti ada pelanggaran dalam tahapannya, terutama yang
berhubungan dengan hasil penghitungan suara.
Demikian ditegaskan Ketua KPU Kota Bekasi Achmad Herry, Kamis (31/1) kemarin.
Penegasan itu disampaikan untuk menanggapi tuntutan para pengunjuk rasa yang
mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Bekasi Menggugat (AMBM) di depan kantor KPU Jln.
Ir. H. Juanda, Kota Bekasi. "Dalam aturan yang ada, tidak disebutkan adanya pilkada ulang.
Yang ada adalah penghitungan suara ulang pada daerah-daerah yang dianggap telah terjadi
pelanggaran," katanya.
Dalam aksinya, sekitar 200 massa AMBM menyerukan agar KPU segera menyelenggarakan
pilkada ulang karena telah terjadi kecurangan yang mencoreng slogan pilkada, yaitu jujur dan
adil. Kecurangan-kecurangan yang terjadi selama masa tahapan pilkada itu berupa fitnah,
manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), petugas yang tidak netral, dan pembagian sembako.
Di akhir orasinya, mereka bahkan mengancam akan membawa massa lebih banyak lagi jika
tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Sementara itu, meskipun hasil penghitungan suara dari 12 Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK) telah tiba di KPU, pelaksanaan pleno di tingkat KPU belum dilakukan. "Kemungkinan
besar pleno penetapan pemenang dilaksanakan pada Sabtu mendatang sesuai dengan
jadwal," kata Achmad Herry.
Sementara itu, anggota KPU Tb. Hendy Irawan menyebutkan semua pasangan telah
menyerahkan laporan dana kampanye mereka. "Kini tengah diaudit oleh akuntan
independen," ucapnya.
Sedangkan hasil audit baru diumumkan pada 14 Februari 2008. Itu berarti hasil baru akan
diketahui setelah pasangan calon yang dinyatakan sebagai pemenang Pilkada Kota Bekasi
ditetapkan oleh KPU.
Layangkan gugatan
Sementara itu, dari Kab. Purwakarta dilaporkan pasangan calon bupati dan wakil bupati yang
kalah dalam pilkada, melalui pengacaranya melayangkan gugatan pilkada ke Pengadilan
Tinggi (PT) melalui Pengadilan Negeri (PN) setempat.
Kubu pasangan Lily Hambali Hasan-Endang Koswara (LE), mempersoalkan keluarnya surat
edaran KPU tanggal 19 Januari 2008 tentang pemilih yang belum terdaftar dan bisa
menggunakan KTP untuk memilih.
Sementara itu, kubu pasangan Burhan Fuad-Nana Syamsudin mempersoalkan tentang KPU
yang tidak menggunakan dan atau mengesampingkan peraturan KPU Nomor 11 Tahun
2007.
Kepala Panitera PN Purwakarta, I Nyoman Ariarsa ketika ditemui "PR", Kamis (31/1) kemarin,
di kantor PN setempat membenarkan adanya gugatan pilkada dari dua pasangan calon
tersebut. Menurut dia, materi gugatan dua pasangan calon itu disampaikan melalui
pengacaranya akan segera dikirimkan ke PT di Bandung.

Berkhas

3

Volume VI Februari 2008

Pikiran Rakyat

Jumat, 01 Februari 2008

Ketua KPU Purwakarta Dadan Kamarul Ramdan mengatakan, surat edaran yang dikeluarkan
KPU tentang warga yang tidak mendapat kartu pemilih ataupun surat undangan ikut memilih,
bisa saja menggunakan KTP sepanjang warga tersebut terdaftar dalam DPT maupun DPS I
(per tanggal pemilihan 23 Desember 2007) dan DPS II (per tanggal pemilihan 5 Januari
2008). (A-86/A-153)***

Berkhas

4

Volume VI Februari 2008

Suara Pembaruan

Jumat, 01 Februari 2008

Pilk a da Kot a Be k a si
Aliansi Minta Pilkada Ulang
[BEKASI] Aliansi Masyarakat Bekasi Menggugat (AMBM) meminta Pilkada Kota Bekasi
diulang. Mereka menilai pilkada yang dilaksanakan pada 27 Januari 2008 lalu tidak
mencerminkan hak demokrasi warga.
"Pilkada telah dinodai maraknya black campaign, money politics, dan intimidasi. Kecurangan
lainnya adalah manipulasi data pemilih," kata koordinator AMBM, Marlon, saat berunjuk rasa
di depan Kantor KPUD Kota Bekasi, Kamis (31/1).
Menurutnya, KPUD tidak profesional menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pilkada.
"Amburadulnya daftar pemilih tetap (DPT) membuat ribuan warga Kota Bekasi tidak bisa
menggunakan hak pilihnya. Petugas juga tidak netral dalam menyelenggarakan pilkada.
Kinerja KPUD juga tidak optimal sehingga muncul berbagai kecurangan. Ini akhirnya
berdampak pada hasil pilkada," kata Marlon yang membawa ratusan massa untuk berunjuk
rasa di KPUD Kota Bekasi.
Menanggapi permintaan itu, Ketua KPUD Kota Bekasi Achmad Herry usai berdialog dengan
perwakilan demonstran menerangkan, pihaknya belum menerima bukti-bukti pelanggaran
selama pilkada berlangsung. "Namun demikian aspirasi mereka tetap ditampung.
Seharusnya pelanggaran pilkada ditujukan ke Panwas Pilkada, bukan ke KPUD," jelas dia.
Ia menambahkan, UU tidak mengenal istilah pilkada ulang. "Yang diatur dalam UU No 34
Tahun 2004 dan PP No 6 Tahun 2003 adalah, pemungutan dan penghitungan suara dapat
diulang di TPS yang bermasalah. Sedangkan proses pilkada yang tertunda akibat kerusuhan
atau bencana alam. UU membenarkan untuk dilanjutkan kembali jika situasi sudah kondusif,"
jelas Herry.
MuRah Unggul
Menurut data hasil perhitungan sementara KPUD Kota Bekasi hingga Kamis (31/1),
menunjukkan pasangan Mochtar Mohamad-Rahmat Effendi (MuRah) menang mutlak di
seluruh kecamatan yang ada di Kota Bekasi dengan memperoleh suara terbanyak yaitu
sebesar 358.262 suara.
Sementara itu, rival terdekatnya pasangan Syaikhu-Kamaludin Djaini (SuKa) memperoleh
suara sebanyak 301.680. Sedangkan pasangan Awing-Ronny memperoleh 64.412 suara.
Jumlah total suara yang masuk ke KPUD sebanyak 724.354 suara. Dan sisanya 443.830
golput atau tidak memilih pada saat pencoblosan. Jumlah pemilih yang masuk dalam daftar
pemilih tetap (DPT) di Pilkada Kota Bekasi mencapai 1.168.875 orang dengan jumlah bilik
suara 2.568 TPS.
KPUD direncanakan akan mengumumkan secara resmi hasil perolehan suara Pilkada Kota
Bekasi Sabtu (2/2) besok. "Mudah-mudahan rekapitulasi hasil perhitungan suara sudah dapat
diumumkan besok," kata anggota KPUD Kota Bekasi, Ahmad Hendy, Kamis (31/1). [HTS/L-8]

Berkhas

5

Volume VI Februari 2008

Suara Pembaruan

Jumat, 01 Februari 2008

Se ngk e t a Pilk a da D a pa t D ise le sa ik a n di M K

[JAKARTA] Selama ini sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah
diselesaikan di Mahkamah Agung (MA). Namun, seharusnya, sesuai dengan Undang-undang
Nomor 22 tahun 2007 tentang Pemilihan Umum sengketa itu dapat diselesaikan di
Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tidak ada perbedaan antara sengketa pilkada diselesaikan di MA atau MK. Sesuai dengan
UU Pemilu, sengketa itu dapat diselesaikan di MK. Pilkada itu bagian dari pemilu," ujar
mantan tenaga ahli MK, Irman Putra Sidin kepada SP seusai diskusi bertema "Peranan
Lembaga Yudikatif dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilihan Umum" di Jakarta, Kamis
(31/1).
Dalam diskusi yang diselenggarakan Komisi Hukum Nasional (KHN) itu hadir pula anggota
KHN Mohammad Fajrul Falaakh dan mantan anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)
Topo Santoso.
Menurut Topo, dalam penyelesaian sengketa pilkada atau pemilu dibutuhkan peradilan yang
kredibel dan putusannya tidak meragukan.
Selain itu, hakim yang menangani sengketa pilkada atau pemilu harus memiliki pengetahuan
mengenai tahapan-tahapan pemilihan. "Jangan sampai peradilan itu berpihak pada satu
kelompok," kata Topo.
Selama ini di Indonesia, sengketa hasil pemilu diselesaikan oleh MK sedangkan untuk
pilkada oleh MA. Jika mengacu pada UUD 1945 penyelesaian pilkada akan menjadi
wewenang MK.
Menurut Topo, kesuksesan pemilu tidak hanya ditentukan oleh terlaksananya pemungutan
suara. Pemilu bisa juga dianggap sukses jika pengawasannya efektif, penegakan hukum
berjalan baik. [IGK/O-1]

Berkhas

6

Volume VI Februari 2008

Suara Pemabruan

Sabtu, 02 Februari 2008

D r a f Ta ha pa n Pe m ilu
KPU Masih Gunakan UU Lama
[JAKARTA] Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Umum (Pemilu)
yang molor akan mengancam sejumlah agenda tahapan pemilu yang telah disusun oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Draf tahapan pemilu baru dapat disahkan setelah ada
pengesahan RUU Pemilu menjadi undang-undang.
Draf tahapan pemilu yang disusun KPU masih merujuk pada UU Nomor 12/2003 tentang
Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam draf itu disusun pendaftaran calon anggota DPD yang
dimulai pada 9 Februari hingga 9 Maret 2008.
Draf (tahapan Pemilu) belum dapat disahkan jika RUU Pemilu belum selesai. Saya sudah
bilang waktu di rapat dengar pendapat (dengan DPR) untuk dimajukan pendaftaran calon
legislatif. Artinya, kita sudah menyampaikan hal itu," kata anggota Komisi Pemilihan Umum,
Andi Nurpati di Jakarta, Jumat (1/2).
Ia menjelaskan, jika sampai Maret 2008 RUU Pemilu belum selesai, semua jadwal akan
mundur dan saling berbenturan. Sebab, bisa berbenturan antara pendaftaran verifikasi partai
politik dengan pendaftaran perseorangan.
Misalnya, sambung Nurpati, jika mengikuti tahapan pemilu yang disusun KPU untuk
pencalonan anggota DPD pada 9 Februari 2008, hanya tersisa waktu satu pekan. Sedangkan
RUU Pemilu masih belum selesai digodok di DPR.
"Tahapan pemilu untuk anggota DPD itu terancam tidak tepat waktu. Konsekuensi dari tidak
tepat waktu itu akan berbenturan dengan jadwal lain," ujarnya.
Karena itu, ia berharap RUU Pemilu segera disahkan sedangkan pembahasan RUU Pemilu
di DPR masih berlangsung alot. Sedangkan untuk pengajuan calon anggota DPR oleh parpol
mulai dilakukan September 2008.
"Untuk pencalonan anggota DPR dan DPRD, kita berharap dimajukan tiga atau empat bulan
(dari jadwal September). Sebab, dulu persoalan yang muncul di pemilu yang lalu antara lain
karena pengadaan dan distribusi surat suara yang terlambat sehingga dalam perbaikan UU
pemilu sebaiknya dimajukan dari perbandingan pemilu lalu," kata Nurpati.
Dimajukan
Saat pelaksanaan Pemilu 2004, paparnya, diperlukan waktu untuk tender, kemudian
distribusi kartu pemilu dari pusat ke daerah. Selain itu, daerah juga membutuhkan waktu
untuk menyortirnya.
Kalau persoalan lalu tidak ingin terulang, sarannya, perlu memajukan tahapan pemilu bagi
calon anggota DPR dan DPRD. Dengan dimajukannya tahapan pemilu bagi calon anggota
legislatif, pelaksanaan pemilu legislatif diharapkan dapat tepat waktu pada 5 April 2009. "Draf
yang kita buat masih mengikuti UU Nomor 12/2003 semua," katanya.
Konsekuensi lain dari molornya pengesahan RUU Pemilu adalah verifikasi faktual parpol.
Dalam verifikasi itu juga akan diatur draf tentang persyaratan menjadi peserta pemilu.

Berkhas

7

Volume VI Februari 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 02 Februari 2008

Ia juga menjelaskan, saat ini KPU baru menyelesaikan draft tahapan pemilu calon legislatif
sedangkan draf tahapan pemilihan presiden sudah disiapkan. "Draf tahapan pilpres sudah
kami siapkan, tapi masih mengikuti jadwal lama (pertengahan September 2009) sehingga
bisa tepat waktu," ujar Nurpati.
Sementara itu, pengamat politik Ramlan Surbakti mengatakan sebaiknya jumlah kursi antara
3-12 untuk tiap daerah pemilihan tetap dipertahankan. Partai-partai politik besar akan lebih
diuntungkan jika jumlah kursi dikurangi.
Selain itu, menurut Ramlan, Indonesia sebaiknya menganut sistem parliamentary treshold.
Pertimbangannya, dalam sistem electoral treshold (ET), parpol memperoleh kursi namun
harus mengganti nama pada pemilu berikutnya karena tidak memenuhi ET.
Sedangkan dalam parliamentary treshold, parpol yang tidak mendapat kursi tidak perlu
mengganti nama pada pemilu berikutnya. [IGK/[L-10]

Berkhas

8

Volume VI Februari 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 02 Februari 2008

Pe ne t a pa n Pe m ilih Pilk a da Sum ut
[MEDAN] Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara (Sumut), Jumat (1/2) menetapkan
daftar pemilih tetap (DPT) pemilihan kepala daerah (Pilkada) Sumut periode 2008-2013
sebanyak 8.457.296 jiwa. Penetapan tertunda dua kali yang seharusnya ditetapkan 16
Januari lalu.
"Dengan ditetapkannya DPT hasil rekapitulasi 26 kabupaten kota ini, ji- ka ada pemilih yang
belum terdaftar, sudah tertutup kemungkinan pendaftaran," kata Ketua KPU Sumut Irham
Buana Nasution, di Medan, Jumat (1/2).
Hasil DPT yang ditetapkan tersebut tidak berbeda jauh hasilnya dengan Daftar Penduduk
Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yakni 8,3 juta. Dari DPT yang ditetapkan, jumlah pemilih
perempuan yakni 4,18 juta lebih banyak daripada pemilih laki-laki yakni 4,27 juta.
"Para pemilih itu diharapkan ikut menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara
yang di-tetapkan sebanyak 22.976 buah," katanya.
Dari lima pasangan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) belum ada
yang memenuhi persyaratan.
"Kelihatannya tidak ada pasangan calon yang serius mendaftar sebab sampai saat ini belum
cagub dan cawagub yang lengkap persyaratannya," katanya.
Didiskualifikasi
Lima pasangan cagub-cawagub yang mendaftar yakni Ali Umri-Maratua Simanjuntak, RE
Siahaan-Suherdi, Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho, Abdul Wahab Dalimunthe-Raden
Syafei, dan Tritamtomo-Benny Pasaribu.
Pasangan cagub-cawagub akan ditetapkan 8 Februari mendatang. Jika ada calon yang tak
memenu- hi persyaratan akan di- diskualifikasi oleh KPU Sumut.
Untuk anggaran, Irham mengatakan, diperkiraan anggaran untuk Pilkada Sumut sekitar Rp
260 miliar. [151]

Berkhas

9

Volume VI Februari 2008

Jurnal Nasionla

Minggu, 03 Februari 2008

Nasional | Jakarta | Minggu, 03 Feb 2008 18:41:03 WIB

Kom isi Pe m e r int a ha n D a la m N e ge r i Se ge r a Re v isi
UU Ot onom i
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Chozin Chumaidy mengungkapkan,
komisi DPR yang membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara,
dan agraria tersebut akan segera menyelesaikan revisi Undang-Undang (UU) 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah. Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan itu, tiga hal
utama akan menjadi fokus dalam revisi UU 32/2004.
Pertama, untuk memberikan payung hukum bagi calon perseorangan dalam pemilihan kepala
daerah atau pilkada. Kedua, mengisi kekosongan hukum UU 32/2004 tersebut, seperti
pengisian kekosongan wakil kepala daerah. "Saat ini, terdapat delapan wakil kepala daerah
yang kosong karena menggantikan posisi kepala daerah yang meninggal atau berhenti," ujar
Chozin kepada Jurnal Nasional, Ahad (3/2).
Ketiga, pengaturan pilkada agar lebih jujur dan adil. Dengan ketentuan bahwa incumbent
harus mengundurkan diri sejak pendaftaran, jika yang bersangkutan mencalonkan lagi
sebagai kepala daerah. Menurut Chozin, hal ini perlu diatur agar ada fairness dalam
pelaksanaan pilkada dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan.
Abdul Razak

Berkhas

10

Volume VI Februari 2008

Jurnal Nasional

Senin, 04 Februari 2008

Opini

M e nga w ink a n Ot onom i I nst it usi de nga n Ot onom i
M a sya r a k a t
Senin, 04 Feb 2008
OTONOMI daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hingga saat ini menimbulkan tanda
tanya besar. Apakah paradigma otonomi yang terkandung dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan
UU No.32 Tahun 2004 bisa membangun tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan kata
lain, apakah otonomi berdaya guna bagi pengembangan masyarakat di daerah? Otonomi
atau desentralisasi di Indoensia pasca-reformasi 1998 tidak memberikan manfaat bagi
masyarakat sipil, karena yang paling dominan menikmati kue otonomi hanya segelintir elite
pemerintah daerah dan elite masyarakat (societal actors). Desain otonomi seharusnya
meletakkan otonomi institusi sejajar dengan otonomi masyarakat. Untuk mengetahui lebih
lanjut, berikut perbincangan Iman Syukri dari Jurnal Nasional dengan Peneliti Politik LIPI Dr.
Syarif Hidayat:
Anda mengemukakan teori Shadow State terjadi di Kabupaten Banten, apa yang
mendasarinya?
Suatu hari saya dikirimi buku dari kawan saya di Belanda Gerry Van Klinken tentang Shadow
State di Afrika Selatan. Shadow State bukan teori baru, ia pertama kali diperkenalkan oleh
William Reno. Tapi saya coba memahami shadow state dan mengghasilkan kesimpulan,
ternyata ada karakteriktik yang bisa diterapkan dalam konteks Indonesia. Dengan antara lain
mencoba melihat apakah memang ada shadow state di daerah otonom di Indionesia. Banten
saya pilih untuk meneliti apakah ada praktik shadow state di Banten. Ternyata aktor utama
shadow state di Banten adalah pengusaha dan Jawara. Ini perlu diklasifikasi juga, karena
hampir semua pengusaha di Banten adalah Jawara. Kewenangan ini bisa menjadi identitas
ganda dalam, satu individu. Dan pengusaha yang sekaligus menjadi Jawara inilah yang
sangat dominan. Sedangkan jika hanya menjadi pengusaha tidak begitu dominan seperti
kelompok pertama.
Apakah Banten bisa menggambarkan terjadi praktik Shadow State di daerah lain di
Indonesia?
Walaupun riset ini di Banten, tapi bisa digeneralisasi untuk daerah-daerah lain dalam konteks
Indonesia. Shadow satate itu punya hipotesis bahwa terdapat poros-poros kekuasaan yang di
luar struktur formal pemerintahan yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan dan
implementasinya. Aktornya beraneka ragam, dalam kasus Banten, ada Jawara dan
pengusaha. Di daerah lain bisa pengusaha dan ulama.
Faktor apa yang bisa menjelaskan kondisi ini terjadi?
Semua ini bisa kita lihat dalam perspektif transisi demokrasi. Kalau memang shadow state itu
adalah aktor-aktor di luar state actors. Mengapa aktor-aktor ini memiliki akses menjadi bagian
dari kekuasaan dan mampu mempengaruhi proses kebijakan. Karena dalam transisi
demokrasi di Indonesia, yang siap menerima partisipasi dan otonomi itu bukan civil society,
tapi societal actors. Nah mereka ini elite masyarakat. Jadi sebenarnya yang sudah dan paling
siap menerima peluang otonomi itu baru pada societal actors.

Berkhas

11

Volume VI Februari 2008

Jurnal Nasional

Senin, 04 Februari 2008

Bagaimana akses tersebut diraih?
Societal actors ini adalah eliter-elite masyarakat yang sejak Orde Baru memiliki sumberdaya
ekonomi, sosial dan politik yang cukup kuat. Sumberdaya ekonomi dimiliki oleh pengusaha,
sementara politik bahkan sumberdaya fisik antara lain muncullah para jawara, tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan lain-lain. Orang-orang lama inilah yang
diuntungkan dengan reformasi. Mereka ini sebagian masuk dalam struktur pemerintah, kalau
sudah masuk pemerintah tidak bisa disebut shadow state. Nah aktor-aktor di luar inilah yang
disebut sebagai aktor shadow state.
Apa yang Anda maksud dengan More State?
More state itu sama tapi tidak sebangun dengan sentralisasi di tingkat lokal. Artinya
pemerintah daerah tetap menjadi lebih dominan dalam proses pengambilan keputusan.
Idealnya di era reformasi dalam otonomi ini diharapkan dapat membentuk tatanan
pemerintahan yang demokratis. Di mana peran dari masyarakat dan negara itu menjadi
seimbang dan terjadi relasi yang dinamis dalam perumusan dan implementasi kebijakan.
Persoalannya ketika masyarakat sipil itu didominasi oleh societal actors, maka mereka inilah
yang paling banyak menikmati reformasi dan otonomi. Nah peran pemerintah daerah itu
harus dominan agar kepentingan societal actors tersebut bisa dibatasi oleh pemerintah.
Bagaimana dengan mekanisme desentralisasi itu sendiri?
Desentralisasi itu kan artinya penyerahan kewenangan yang lebih besar kepada daerah.
Dengan demikian pemerintah daerah bisa dengan leluasa mengakomodasi aspirasi dan
kepentingan masyarakat dan memutuskan kebijakan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Masalahnya karena masyarakat ini belum siap, maka penyerahan kewenangan yang besar
kepada daerah lebih banyak dinikmati oleh elite pemerintah daerah dan societal actors tadi,
bukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Jadi menurut saya, otonomi kita ini lebih
menekankan pada otonomi pemda, dan kurang memberikan menfaat bagi tumbuh dan
kembangnya otonomi masyarakat. Kalau baca dan perhatikan pasal demi pasal mulai dari
UU No 22/1999 sampai pada UU No 32 tahun 2004, tidak ada satu pun pasal yang
menekankan pada otonomi masyarakat. Misalnya mekanisme pelibatan masyarakat dalam
perumusan kebijakan maupun mekanisme pengawasan kebijakan hanya dijelaskan secara
umum. Seharusnya dijealaskan bagaimana hak masyarakat dalam mengawasi kinerja
pemerintah. Dalam sistem otonomi ini hak masyarakat dalam mengawasi sering dilupakan.
Bagaimana menjelaskan hak masyarakat dalam konteks keterwakilan?
Kalau dalam otonomi masyarakat, apalagi dipadukan dalam konsep Pilkadal, idealnya civil
society memiliki hak yang jelas dalam proses pengambilan keputusan dan mengawasi
pelaksanaannya. Karena civil society itu memilih kepala daerah secara langsung. Oleh
karena itu mereka harus memiliki hak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan
dan mengawasinya.
Cara dan polanya seperti apa?
Misalnya bilamana masyarakat merasa dirugikan oleh keputusan kepala daerah, maka
masyarakat bisa mengajukan gugatan untuk mencabut keputusan tersebut melalui
pernyataan pendapat secara umum, petisi umum yang didukung katakanlah seperlima puluh
pemilih di lokasi itu. Nah inilah yang dilakukan Jepang. Maka perda itu bisa diproses dan
dipertanyakan, bahkan bisa dicabut. Begitu juga misalnya apabila masyarakat melihat ada
kecenderungan penyalahgunaan APBD, maka masyarakat bisa meminta audit independen
untuk mengaudit keungan DPRD jika didukung oleh seperlima puluh pemilih di daerah itu.
Jadi otonomi institusi dikawinkan dengan otonomi masyarakat.

Berkhas

12

Volume VI Februari 2008

Jurnal Nasionla

Senin, 04 Februari 2008

Menurut Anda, perlu revisi UU Pemda?
Iya. Revisi UU Pemda dengan mengawinkan otonomi institusi dengan otonomi masyarakat.
Kalau ini bisa diterapkan maka shadow state akan bisa diminimalkan.
Iman Syukri

Berkhas

13

Volume VI Februari 2008

Kompas

Senin, 04 Februari 2008

Ba t a sa n Re v isi UU 3 2 / 2 0 0 4 M e st i D ipe r t e ga s
Senin, 4 Februari 2008 | 01:57 WIB
Jakarta, Kompas - Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai
Pemerintahan Daerah berpotensi melebar keluar dari fokus pembahasan, yaitu menyangkut
calon perseorangan.
Hal itu terlihat dari tanggapan pemerintah atas RUU inisiatif DPR yang sebenarnya hanya
untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka kesempatan majunya
calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Oleh karena itu, perlu ketegasan DPR soal batas revisi atas UU No 32/2004 itu, dengan
prioritas ketentuan bagi calon perseorangan maju dalam pilkada.
Anggota Komisi II DPR Chozin Chumaidy (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), Sabtu
(2/2) di Jakarta, misalnya, berpendapat, revisi bisa sekaligus untuk mengisi kekosongan
hukum UU No 32/2004. Misalnya, masalah pengisian kekosongan wakil kepala daerah yang
menggantikan kepala daerah yang meninggal atau berhenti.
Selain itu, juga untuk mengatur pilkada yang lebih adil, yaitu dengan pengaturan calon
bertahan (incumbent) harus mundur dulu sebagai kepala daerah jika hendak mencalonkan
diri lagi.
Secara terpisah, anggota Komisi II DPR Jazuli Juwaini (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) di
Bali juga menyebutkan, revisi UU No 32/2004 bisa sekaligus memperbaiki ketentuan yang
terkait dengan pelaksanaan pilkada.
Prioritas
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar)
mengingatkan bahwa naskah RUU inisiatif DPR dibuat untuk menindaklanjuti putusan
Mahkamah Konstitusi. Prinsipnya, ketentuan soal calon perseorangan mesti diprioritaskan.
Kalaupun kemudian muncul keinginan memasukkan substansi selain calon perseorangan,
hal itu harus dipertegas dengan kesepakatan DPR bersama pemerintah.
Misalnya, jika dalam selang waktu tertentu soal-soal lain itu belum tuntas dibahas, DPR dan
pemerintah memutuskan menyetujui undang-undang yang khusus memuat ketentuan soal
calon perseorangan dulu.
Anggota Komisi II DPR Agus Condro Prayitno (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan) pun menilai pembahasan revisi UU No 32/2004 berpotensi merambah pasalpasal lain di luar pengaturan calon perseorangan. (DIK)

Berkhas

14

Volume VI Februari 2008

Kompas

Senin, 04 Februari 2008

I ndone sia Ala m i Sindr om Ot or it a r ia n
Senin, 4 Februari 2008 | 02:00 WIB
Jakarta, Kompas - Belum berhasilnya elite politik mewujudkan cita-cita reformasi, khususnya
di bidang ekonomi, membuat bangsa Indonesia mengalami sindrom otoritarian. Jika tidak
segera diatasi dengan membuat demokrasi yang lebih efisien dan menyejahterakan rakyat,
sindrom itu dapat membawa Indonesia kembali ke otoritarianisme.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif, Minggu (3/2), menuturkan, munculnya sindrom
otoritarianisme ini antara lain ditandai dengan adanya anggapan bahwa masa lalu, terutama
Orde Baru, lebih baik dibandingkan dengan saat ini. Gejala lain adalah adanya penurunan
dukungan terhadap partai politik dan sinisme pada demokrasi.
Mulai diliriknya militer untuk menduduki sejumlah jabatan sipil juga menjadi gejala munculnya
sindrom tersebut.
Untuk mencegah meluasnya sindrom ini, harus ada efisiensi dalam mekanisme demokrasi
agar tidak menyedot terlalu banyak dana dan energi, seperti yang selama ini dikeluhkan.
Demokrasi juga harus dibuat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pengajar ilmu politik di Universitas Indonesia Andrinof Chaniago menambahkan, yang juga
perlu dibangun adalah jenjang karier yang jelas bagi elite sipil dalam berpolitik. Untuk itu,
perlu adanya mekanisme yang terbuka di setiap partai politik.
”Tiadanya jenjang karier yang jelas ini membuat mereka yang terbaik belum tentu duduk di
pucuk pimpinan. Akibat lain, elite sipil juga tidak punya cukup kesempatan melatih
kemampuannya. Akibatnya, muncul tudingan bahwa sipil belum siap berpolitik,” lanjut
Andrinof. (NWO)

Berkhas

15

Volume VI Februari 2008

Kompas

Senin, 04 Februari 2008

Pilk a da da n Ca lon Pe r se or a nga n
Senin, 4 Februari 2008 | 02:01 WIB
AJ Susmana
Indonesia memasuki babak baru dalam politik kepemimpinan daerah, yaitu dengan
dibukanya saluran independen atau calon perseorangan untuk memilih kepala daerah di
tingkat I dan II. Tidak menutup kemungkinan, pencalonan presiden dan wakil presiden pun
akan semakin didesakkan dari calon independen sebagai wujud pelaksanaan demokrasi di
Indonesia.
Arief Budiman menyatakan perlunya Undang-Undang (UU) Pemilu menampung
kemungkinan calon presiden/ wakil presiden independen yang tidak dari partai politik (”Calon
Independen Presiden RI”, Kompas, 24/7/2002).
Di sini, calon independen atau calon perseorangan dalam pencalonan kepala daerah tak
perlu melewati saluran lama yang hanya menggunakan satu pintu, yaitu melalui partai-partai
yang memiliki kursi di DPRD, cukup melalui dukungan masyarakat.
Langkah maju
Langkah politik yang maju ini, dalam arti lebih demokratis, harus diapresiasi, terlebih
sebelumnya juga sudah diloloskan UU pemilihan langsung dari ketua RT sampai presiden.
Dengan munculnya peluang calon perseorangan untuk maju, peluang untuk memajukan
calon-calon yang dianggap pantas untuk rakyat terbuka lebar, terlebih saat rakyat mulai muak
dengan tingkah-polah partai-partai yang sementara ini masih didukung rakyat, tetapi justru
program-program politik kepemerintahannya sering tak sesuai dengan harapan rakyat.
Kondisi inilah yang memungkinkan calon perseorangan menang. Misalnya Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) Aceh yang dimenangi pasangan jalur independen, Irwandi Yusuf-M Nazar.
Perkembangan politik seperti ini tentu merupakan medan baru bagi perjuangan politik rakyat
yang menginginkan perubahan. Semaksimal mungkin dengan tangga calon perseorangan itu,
dapat direbut kepemimpinan daerah yang sanggup memenangkan program-program nyata
kesejahteraan rakyat.
Kalaupun gagal memenangkan pertarungan di pilkada, setidaknya sudah diberikan
kepemimpinan selama momentum itu, yaitu pendidikan politik dan organisasi dan memberi
gambaran program-program perjuangan prorakyat melalui calon-calon perseorangan.
Dengan demikian, di masa datang, atau di kala momentum untuk perubahan lebih cepat,
rakyat mengerti program politik apa yang akan dikerjakan.
Tak mulus
Undang-undang untuk jalur ini masih menunggu revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemda. Mahkamah Konstitusi memang sudah memberi lampu hijau untuk pencalonan jalur
perseorangan ini pada Juli 2007 sesuai amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 18 Ayat 4, yang
secara eksplisit memberi kesempatan terbuka kepada warga negara untuk menjadi calon
kepala daerah yang tidak harus berasal dari partai politik.
Hanya saja, pelaksanaan untuk mewujudkan mekanisme pencalonan perseorangan,
perjalanannya tak semulus seperti yang diharapkan; masih tertunda atau digantung di DPR
dan Presiden.

Berkhas

16

Volume VI Februari 2008

Kompas

Senin, 04 Februari 2008

Janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly
Asshiddiqie, aturan hukum yang mengatur persyaratan calon independen untuk mengikuti
pilkada selesai paling lambat Januari 2008, jelas tak terpenuhi.
Kebanyakan pengamat politik memperkirakan calon perseorangan baru bisa bermain di ajang
pilkada mulai Oktober 2008.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti dan anggota Kelompok Kerja Koalisi
untuk Penyempurnaan Paket UU Politik, Refli Harun, juga menyampaikan: Aturan calon
perseorangan dalam pemilihan kepala daerah diperkirakan tidak bisa dilaksanakan tahun ini.
Hingga kini, pembahasan belum dimulai karena masih menunggu amanat Presiden (Kompas,
12/1/2008).
Tampaknya, itulah yang dikehendaki kalangan pro-status quo negeri ini. Kemenangan kepala
daerah tertentu pasti akan memengaruhi ajang Pemilu 2009. Kemenangan dari calon
perseorangan yang tak mereka harapkan sebisa mungkin akan dihindari, termasuk bahkan
agar bisa bermain di ajang pilkada.
Mengapa diloloskan sesudah bulan Oktober? Alasannya, menurut perkiraan, tinggal sedikit
daerah yang belum melakukan pilkada.
Begitukah semua hambatan formal yang diajukan untuk menghadang laju ”kemenangan”
calon perseorangan?
AJ Susmana Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Berkhas

17

Volume VI Februari 2008

Suara Pembaruan

Senin, 04 Februari 2008

D iba t a lk a n, Ke m e na nga n I r ia nt o di Pilk a da Ba ngk e p

[JAKARTA] Bupati Banggai Kepulauan (Bengkep), Sulawesi Tengah, Irianto Malingong dan
wakilnya Ehud Salamat dibatalkan penetapan kemenangannya dalam pemilihan kepala
daerah (pilkada) periode 2006-2011 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bankep karena
keduanya terbukti melakukan praktik politik uang.
"KPU Bangkep dalam surat keputusannya No 13/2008 tertanggal 28 Januari 2008 telah
memutuskan untuk mencabut surat keputusan KPU Bangkep No 34/2006 tanggal 17 Juli
2006 tentang penetapan Irianto Malingong dan Ehud Salamat sebagai pasangan bupati dan
wakil bupati Bangkep periode 2006-2011," kata Ketua KPU Bangkep, Mansur Djabura, di
Jakarta, Senin (4/2).
Menurut rencana, Mansur dan sejumlah anggota KPU Bangkep akan menyerahkan surat
keputusan pembatalan Irianto dan Ehud sebagai bupati dan wakil bupati terpilih kepada KPU
Pusat dan Mendagri Mardiyanto, di Jakarta, Selasa (5/2).
KPU Bangkep membatalkan penetapan kemenangan Irianto dan Ehud sebagai bupati dan
wakil bupati dengan mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Luwuk No 168/
Put.Pid/2006/PN Lwk tanggal 13 Januari 2007 yang menghukum Ketua Tim Sukses Pilkada
Irianto dan Ehud, Yopi Stibis, karena terbukti melakukan praktik politik uang.
Keputusan pembatalan ini dilakukan setelah KPU Bangkep melakukan konsultasi dengan
KPU Pusat, KPU Provinsi Sulteng, Gubernur Sulteng, dan Mendagri. Keputusan ini sesuai
dengan pasal UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah yang
menyebutkan calon kepala daerah dan tim kampanye dikenakan sanksi pembatalan sebagai
kepala daerah bila terbukti melakukan praktik politik uang.
"Sekarang tinggal keputusan Mendagri untuk membatalkan pengesahan dan pelantikan
keduanya sebagai bupati dan wakil bupati Bangkep dengan mengacu kepada putusan KPU
Bangkep yang telah membatalkan penetapan mereka," katanya. [PR/M-11]

Berkhas

18

Volume VI Februari 2008

Suara Pembaruan

Senin, 04 Februari 2008

Pe m e r int a h Bisa Te r a pk a n Pe r pr e s 3 6 / 2 0 0 5

[JAKARTA] Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan pemerintah akan memberlakukan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2005, jika Pemprov DKI Jakarta merasa
kesulitan dalam pembebasan lahan untuk pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT).
Hal itu diungkapkan Wapres seusai meninjau langsung dari udara lokasi-lokasi yang masih
digenangi banjir di sekitar Jakarta dan Tangerang, Minggu (3/2).
Wapres yang pada kesempatan itu menggunakan Helikopter Puma milik TNI AU di dampingi
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Jalil,
Menteri Perhubungan Jusman Syafii Jamal, dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. "Kalau
memang ada yang tidak mau dan sulit diajak kerja sama, kita terapkan Perpres Nomor
36/2005," tegas Kalla.
Menurut dia, Perpres tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan kepentingan umum itu bisa
digunakan untuk membebaskan lahan pembangunan proyek BKT yang bisa meminimalisir
banjir yang selama ini menjadi beban bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya.
Selain melihat langsung wilayah yang terendam banjir, di antaranya Kebayoran Lama,
Ciledug, Joglo, Kapuk, Daan Mogot, Ancol, Tanjung Priok, Kelapa Gading, Wapres dan
rombongan juga sempat turun di Jalan Tol Sedyatmo yang menuju Bandara Soekarno-Hatta
di KM 27 yang masih terendam air cukup tinggi.
Wapres sempat berbincang-bincang dengan beberapa sopir truk pengangkut sembilan bahan
pokok. Wapres juga menyempatkan diri turun di Bandara Soekarno-Hatta dan berbincangbincang dengan para penumpang yang terlantar akibat kacau balaunya penerbangan
dikarenakan banjir yang masih merendam di tol bandara tersebut.
Menurut Kalla, penyebab banjir di sejumlah ruas jalan tol bandara itu karena tidak sinkronnya
drainase perumahan di sekitar bandara.
Karena itu dia memerintahkan Menteri PU Djoko Kirmanto agar drainasenya segera
disinkronkan, dan perumahan di sekitar bandara tidak boleh membuat drainase sendiri.
"Saya juga meminta kepada Menteri PU dan Menhub mengambil langkah-langkah
secepatnya agar tidak lagi terjadi kekacauan di bandara. Karena itu saya minta besok (Senin
4/2), bandara sudah normal dan tidak ada lagi penerbangan yang kacau," tegas dia. [M-16]

Berkhas

19

Volume VI Februari 2008

Kompas

Selasa, 05 Februari 2008

M a t e r i Re v isi UU N o 3 2 / 2 0 0 4 D iba t a si W a k t u
Selasa, 5 Februari 2008 | 01:49 WIB
Jakarta, Kompas - Materi revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai
Pemerintahan Daerah dibatasi waktu. Prinsipnya adalah soal calon perseorangan dan juga
materi lain yang terkait dengan pemilihan kepala daerah. Targetnya, revisi mesti selesai pada
masa persidangan yang akan berakhir awal April ini.
Lewat tenggat itu, materi tersebut akan ditinggal dan bakal dimasukkan dalam revisi
menyeluruh atas UU No 32/2004 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional 2008.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Idrus Marham serta anggota Komisi II Ida
Fauziyah dan Ferry Mursyidan Baldan secara terpisah di Jakarta, Senin (4/2).
Sikap itu dicapai dalam rapat internal Komisi II, Senin pagi. Rapat itu untuk menyatukan
persepsi atas sikap pemerintah mengenai revisi terbatas atas UU No 32/2004 yang adalah
inisiatif DPR. Agenda berikutnya adalah pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM)
revisi terbatas UU No 32/2004 dengan pemerintah pada Rabu mendatang.
”Oleh karena ini inisiatif DPR, kita mesti satukan persepsi dulu,” kata Ida.
Pada RUU inisiatif DPR, materi terbatas pada ketentuan untuk mengakomodasikan calon
perseorangan dalam