Perlindungan Hukum Desain Industri Terhadap Industri Kecil Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Studi Pada Industri Kecil Pembuatan Sepatu Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan)

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI TERHADAP

INDUSTRI KECIL BERDASARKAN UU NOMOR 31 TAHUN

2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

(STUDI PADA INDUSTRI KECIL PEMBUATAN SEPATU

DI PUSAT INDUSTRI KECIL (PIK) MEDAN)

TESIS

Oleh

THERESIA HUTAHAEAN

077005093/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

EK O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI TERHADAP

INDUSTRI KECIL BERDASARKAN UU NOMOR 31 TAHUN

2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

(STUDI PADA INDUSTRI KECIL PEMBUATAN SEPATU

DI PUSAT INDUSTRI KECIL (PIK) MEDAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

THERESIA HUTAHAEAN

077005093/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI TERHADAP INDUSTRI KECIL BERDASARKAN UU NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI (STUDI PADA INDUSTRI KECIL PEMBUATAN SEPATU DI PUSAT INDUSTRI KECIL (PIK) MEDAN)

Nama Mahasiswa : Theresia Hutahaean Nomor Pokok : 077005093

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 20 November 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM 3. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Perlindungan hak desain industri memiliki banyak manfaat bagi sistem perdagangan. Namun, pelaksanaan pendaftaran hak atas desain industri tidak sepenuhnya menggapai masyarakat luas, khususnya masyarakat dari industri kecil. Hal ini sangat kontradiksi dengan mengingat bahwa perlindungan hak desain industri ini merupakan bagian yang penting dalam sistem perdagangan. Salah seorang pelaku usaha kecil di Pusat Industri Kecil, yang spesialnya adalah membuat sepatu dengan model-model yang beranekaragam serta berbagai jenis dari hasil karya yang dibuat adalah berdasarkan pesanan atau orderan orang lain, meskipun hasil karya yang dibuatnya tidak kalah bagus dari yang dibuatnya, tetapi untuk memenuhi permintaan pelanggannya, maka pesanan tersebut dipenuhi berdasarkan contoh sepatu dan meniru model dari sepatu merk terkenal lalu menjualnya ke pasar dengan harga yang lebih murah dan hal ini jelas merugikan sistem usaha orang lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang kerap dikeluhkan oleh para pengrajin, khususnya industri kecil, sebagai akibat dari yang belum mendaftarkan desain dari miliknya dalam hak kekayaan intelektual yang dihasilkannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana sistem perlindungan hak desain industri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Selanjutnya apakah faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desain industrinya. Dan apakah ketentuan UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri telah berlaku secara efektif di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui sistem perlindungan hak desain industri serta faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desainnya.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (terapan). Penelitian hukum empiris (terapan) mengkaji pelaksanaan atau implementasi secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bahan-bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dibantu dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sistem perlindungan desain industri diperoleh dengan pendaftaran desain industri secara aktif oleh para pendesain atau kuasanya. Beberapa faktor yang menyebabkan pendesain tidak mendaftarkan desainnya adalah biaya pendaftaran desain yang mahal, proses pendaftaran desain yang lama, permohonan pendaftaran desain yang ditolak tetapi biayanya tidak kembali dan pengusaha memakai desain terkenal milik org lain. Sistem perlindungan desain industri berdasarkan UU No. 31 Tahun 2000 belum berlaku secara efektif, baik berdasarkan keberlakuan secara yuridis maupun keberlakuan secara sosiologis.


(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan karunia Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa tesis tidak dapat diselesaikan tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H.,

Sp.A(k)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.

2. Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, atas kesempatan menjadi mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Pembimbing I, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH, atas segala arahan dan dorongan yang diberikan selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Pembimbing II, Dr. Sunarmi, SH., M.Hum. 5. Pembimbing III Syafruddin S. Hasibuan, SH., MH., DFM.


(8)

6. Para dosen, staf pengajar dan seluruh pegawai di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang senantiasa membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis penulis.

7. Direktur AKPAR Medan, yang telah memberikan beasiswa serta kelonggaran waktu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara. 8. Istimewa kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Angkatan 2007, atas dorongan, bantuan serta kerjasamanya yang telah diberikan selama ini.

Begitu juga khususnya kepada suami dan putri-putriku yang tercinta Zepanya Siahaan, Rebecca Siahaan dan Regina Siahaan. Terima kasih untuk segala bantuan dan pengertiannya selama menyelesaikan studi, semoga tesis ini dapat berguna bagi semua pembaca.

Medan, November 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Theresia Hutahaean

Tempat, Tanggal Lahir : P. Siantar, 06 September 1961

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SD Negeri 1 Dolok Ilir (1974)

SMP Yapekdi PTP VII Dolok Ilir (1977) SMA Negeri 1 Serbelawan (1981)

Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung (1988)

Akta IV Institut Keguruan Ilmu Kependidikan Medan (1997)

Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2009)


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan... 10

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

E. Keaslian Penelitian... 12

F. Kerangka Teori... 13

G. Metodologi Penelitian... 18

1. Sifat Penelitian... 19

2. Bahan-Bahan Penelitian... 21

3. Teknik Pengumpulan Data... 22

4. Alat Pengumpulan Data... 22

5. Analisis Data... 23

BAB II SISTEM PERLINDUNGAN HAK DESAIN INDUSTRI... 24

A. Sejarah Perlindungan Desain Industri………..……... 24

1. Konvensi Internasional Mengenai Desain Industri…... 27

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri………... 30

3. Asas Hukum Perlindungan Desain Industri..……... 33

a. Pengertian dan Ruang Lingkup Desain Industri………... 34

1. Pengertian Desain Industri... 34

2. Ruang Lingkup Desain Industri... 39

b. Sistem Perlindungan Hak Desain Industri..…………... 45

1. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri Bersifat Aktif. 45 2. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri Diberikan untuk Jangka Waktu 10 (Sepuluh) Tahun Terhitung Sejak Tanggal Penerimaan... 46

3. Permohonan Pendaftaran Desain Industri... 46

4. Tanggal Permohonan... 49


(11)

6. Pengalihan Hak Desain Industri... 51

7. Lisensi... 51

8. Keberatan... 52

9. Pembatalan Pendaftaran... 53

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGUSAHA TIDAK MENDAFTARKAN HAK DESAIN INDUSTRINYA…... 55

A. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia... 55

1. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah... 61

2. Perlindungan terhadap Usaha Kecil dan Menengah... 64

B. Faktor-Faktor Penyebab Pengusaha Tidak Mendaftarkan Hak Desain Industrinya…..………... 65

1. Biaya Pendaftaran Hak Desain Industri yang Cukup Mahal... 67

2. Prosedur Pendaftaran Hak Desain Industri Berbelit-belit.... 68

3. Permohonan Pendaftaran Desain yang Ditolak Biayanya Tidak Kembali... 75

4. Desain Sepatu Diperoleh dengan Meniru Sepatu Merek Lain... 76

BAB IV EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI………... 83

A. Efektivitas Hukum………... 83

1. Kekuatan Berlaku Yuridis... 84

2. Kekuatan Berlaku Sosiologis... 88

3. Kekuatan Berlaku Filosofis... 89

B. Penyebab Belum Efektifnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri di PIK Medan.…... 90

1. Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat Serta Sosialisasi Pemerintah..………... 93

2. Sifat Kekeluargaan di Masyarakat………... 100

3. Perubahan Mode……….. 101

4. Penegakan Hukum terhadap Peniruan Desain………. 102

5. Perlindungan terhadap Home Industri………. 104

a. Upaya yang Dilakukan Agar Pengusaha Mendaftarkan Desainnya... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 110

A. Kesimpulan... 110

B. Saran... 113


(12)

ABSTRAK

Perlindungan hak desain industri memiliki banyak manfaat bagi sistem perdagangan. Namun, pelaksanaan pendaftaran hak atas desain industri tidak sepenuhnya menggapai masyarakat luas, khususnya masyarakat dari industri kecil. Hal ini sangat kontradiksi dengan mengingat bahwa perlindungan hak desain industri ini merupakan bagian yang penting dalam sistem perdagangan. Salah seorang pelaku usaha kecil di Pusat Industri Kecil, yang spesialnya adalah membuat sepatu dengan model-model yang beranekaragam serta berbagai jenis dari hasil karya yang dibuat adalah berdasarkan pesanan atau orderan orang lain, meskipun hasil karya yang dibuatnya tidak kalah bagus dari yang dibuatnya, tetapi untuk memenuhi permintaan pelanggannya, maka pesanan tersebut dipenuhi berdasarkan contoh sepatu dan meniru model dari sepatu merk terkenal lalu menjualnya ke pasar dengan harga yang lebih murah dan hal ini jelas merugikan sistem usaha orang lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang kerap dikeluhkan oleh para pengrajin, khususnya industri kecil, sebagai akibat dari yang belum mendaftarkan desain dari miliknya dalam hak kekayaan intelektual yang dihasilkannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana sistem perlindungan hak desain industri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Selanjutnya apakah faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desain industrinya. Dan apakah ketentuan UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri telah berlaku secara efektif di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui sistem perlindungan hak desain industri serta faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desainnya.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (terapan). Penelitian hukum empiris (terapan) mengkaji pelaksanaan atau implementasi secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bahan-bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dibantu dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sistem perlindungan desain industri diperoleh dengan pendaftaran desain industri secara aktif oleh para pendesain atau kuasanya. Beberapa faktor yang menyebabkan pendesain tidak mendaftarkan desainnya adalah biaya pendaftaran desain yang mahal, proses pendaftaran desain yang lama, permohonan pendaftaran desain yang ditolak tetapi biayanya tidak kembali dan pengusaha memakai desain terkenal milik org lain. Sistem perlindungan desain industri berdasarkan UU No. 31 Tahun 2000 belum berlaku secara efektif, baik berdasarkan keberlakuan secara yuridis maupun keberlakuan secara sosiologis.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam era perdagangan global, seiring dengan adanya konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi di Indonesia, peranan Desain Industri menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Desain Industri adalah merupakan salah satu wujud dari karya intelektual yang memiliki peranan penting bagi kelangsungan dan peningkatan barang atau jasa.1 Suatu produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh seseorang atau badan hukum diberikan hak sebagai karya ciptaannya dan hal ini dilindungi oleh undang-undang, Salah satu produk barang yang dihasilkan adalah sepatu dan sepatu merupakan salah satu hasil dari desain industri.

Sepatu sudah menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu kala. Sepatu merupakan alas kaki sekaligus berfungsi sebagai pelindung kaki2 dan sepatu dapat memperindah kaki untuk penampilan bagi pemakainya. Penulisan berikut ini mencoba menggambarkan mengenai perlindungan hukum, khususnya bidang hak kekayaan intelektual terhadap desain industri, seperti desain sepatu, serta bagaimana perlindungan hukum desain industri bagi masyarakat yang diberlakukan berdasarkan

1 Santosa Sembiring, Aspek-aspek Yuridis dalam Penerbitan Buku, (Bandung: Bina Cipta,

1987), hal. 256.

2

Pengertian sepatu berdasarkan Wikipedia (ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia) adalah suatu jenis alas kaki (footwear), yang biasanya terdiri dari bagian-bagian, sol, hak, kap, tali dan lidah. Pengelompokan sepatu biasanya dilakukan berdasarkan fungsinya, seperti sepatu resmi (pesta), sepatu santai (kasual), sepatu dansa, sepatu olah raga, dan sepatu kerja.


(14)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Studi pada Industri Kecil Pembuatan Sepatu di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan).

Pengertian hak kekayaan intelektual secara harfiah adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk istilah dari bahasa Inggris, yakni “Intellectual Property Rights” Istilah Intellectual Property Rights3 terdiri dari dua kata inti, yakni “intellectual” dan “property”. “Property” diartikan sebagai kekayaan yang berupa hak (“rights”) dan mendapat perlindungan hukum. Oleh karenanya orang lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya. Adapun kata “intellectual”

berhubungan dengan kegiatan intelektual berdasarkan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi citraan sastra, seni dan ilmu serta dalam bentuk penerimaan (invention), sebagai benda material.4

Pengertian hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari aktivitas intelektual manusia dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra dan seni, artinya Hak ini timbul dari hasil olah pikir otak5 atau kerja rasio manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Hak kekayaan intelektual ini

3

Sebutan Intellectual Property Rights (IPR) di negeri Belanda diintrodusir dengan sebutan Intellectuale Eigendomsrecht. Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 1.

4

Harsono Adi Sumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merk: Hak Milik Perindustrian (Industrial Property), (Jakarta: Akademika Pressindo, 2002), hal. 1.

5 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006, hal. 3. Kita ambil contoh misalnya karya cipta lagu. Untuk menciptakan alunan nada (irama) diperlukan pekerjaan otak. Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Begitulah, ketika irama lagu tadi tercipta berdasarkan hasil kerja otak, ia dirumuskan sebagai hak atas kekayaan intelektual. O.K. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights).


(15)

merupakan hak kebendaan yang berupa immaterial atau benda tidak berwujud.6 Secara garis besar hak kekayaan intelektual dapat dibagi dalam dua bagian yaitu hak cipta (copyright) dan hak kekayaan industri (industrial property rights) yang mencakup paten (patent), desain industri (industrial design), merek (trade merk), penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition), desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit) dan rahasia dagang

(trade secret).7 Jika dilihat secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia telah ada sejak dahulu, tepatnya sejak tahun 1940-an. Pada awalnya, pemerintah kolonial Belanda yang pertama kali memperkenalkan konsep perlindungan hak kekayaan intelektual.8 Pada jaman pendudukan Jepang, yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual tersebut tetap diberlakukan. Demikian juga setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,9 maka seluruh

6

Bandingkan dengan kebendaan dalam kerangka hukum perdata, Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 9. Perdata, menyatakan menurut paham Undang-Undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dengan tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 157.

7 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006, Op.Cit, hal. 3.

8 Pada tahun 1844 pemerintahaan Hindia Belanda mengeluarkan undang-undang pertama

mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda mengundangkan Undang-Undang Merek pada tahun 1885, Undang-Undang Paten pada tahun 1910 dan Undang-Undang Hak Cipta pada tahun 1912, Ibid.

9 Pasal 1 Aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: Segala peraturan

perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.


(16)

peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda dianggap tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, termasuk peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual.10

Pasca kemerdekaan, sistem perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia berkembang dengan pesat, yakni ditandai dengan munculnya berbagai peraturan perundang-undangan dan ratifikasi di bidang hak kekayaan intelektual. Garis besar perkembangannya sebagai berikut:

1. Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman Republik Indonesia mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten.11

2. Pada tahun 1961 Pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek.12

3. Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris (Paris

Convention for the Protection of Industrial Property) berdasarkan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1979.

4. Pada tahun 1982 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Paten.13

5. Pada tahun 1992 Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.14

10 Ibid, hal 5.

11 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency, Op.Cit, hal. 6.

12

Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek yang mulai berlaku 11 Nopember 1961 merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang hak kekayaan intelektual. Ibid, hal. 6.


(17)

6. Pada tanggal 15 April 1994 pemerintah Indonesia menandatangani Final Act

Emboding the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations,

yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights. Hal ini secara langsung menandakan keikutsertaan Indonesia dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights.15

7. Keanggotaan Indonesia dalam Agreement on Trade Related Aspects of

Intellectual Property Rights telah disahkan pula melalui ratifikasi World Trade Organization Agreement dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.16

8. Kemudian pada tahun 1997 pun Indonesia meratifikasi beberapa perjanjian internasional17 seperti Paris Convention,18 Trademarks Law Treaty,19 Bern

Convention for the Protection of Literary and Artistic Work20 dan World

Intellectual Property Organization Rights Copy Right Treaty.21

Ratifikasi-ratifikasi ini kemudian diimplementasikan dalam revisi terhadap ketiga-tiga undang-undang bidang hak kekayaan intelektual22 yang berlaku saat itu,

14

Ibid.

15 Ibid.

16 Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, UU No. 7 Tahun 1994, LN. Tahun 1994

No.57, TLN. No. 3564.

17

HS. Kartadjoemena, GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan, (Jakarta: UI Press, 2002), hal. 204.

18 Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997. 19

Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1997.

20 Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997. 21 Indonesia, Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997. 22 Dahulu secara resmi sebutan “Intellectual Property Rights

” diterjemahkan dengan hak milik intelektual atau hak atas kekayaan intelektual. Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1993 maupun tahun 1998 menerjemahkan istilah Intellectual Property Rights tersebut dengan hak milik intelektual. Namun, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 yang menerjemahkan istilah Intellectual Property Rights ini dengan hak atas kekayaan


(18)

diikuti perubahan yang menyusul kemudian, serta pengundangan beberapa bidang hak kekayaan intelektual yang baru bagi Indonesia,23 yakni:

a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.24

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.25

c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.26

d. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.27

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mulai berlaku sejak tanggal 20 Desember 2000.28 Proses pengajuan undang-undang ini dilaksanakan sejak tahun 1999, tepatnya pada tanggal 17 Desember 1999, pemerintah diwakili oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan telah memberikan Keterangan Pemerintah dihadapan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengenai tiga Rancangan Undang-Undang di bidang hak atas kekayaan intelektual kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka merasakan perlu untuk mengajukan tiga rancangan undang-undang,

intelektual, yang kerap kali disingkat dengan HaKI. Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004.

23

Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips, (Bandung: PT Alumni, 2005), hal. 7.

24 Indonesia, Undang-Undang tentang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000, UU No. 31

Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 243, TLN. No. 4045.

25 Indonesia, Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Nomor 31 Tahun

2000, UU No. 32 Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 224, TLN. No. 4046.

26 Indonesia, Undang-Undang tentang Rahasia Dagang Nomor 30 Tahun 2000, UU No. 30

Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 242, TLN. No. 4044.

27

Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Varietas Tanaman Nomor 29 Tahun 2000, UU No. 29 Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 241, TLN. No. 4043.

28 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia


(19)

yaitu Rancangan Undang-Undang Desain Industri, Rancangan Undang-Undang Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Dagang, sehubungan dengan keterkaitan kita pada kewajiban internasional dengan telah ditandatanganinya berbagai konvensi yang berpokok pangkal pada Konvensi WTO

(Convention Estabilishing the World Trade Organization) yang telah ditandatangani

dan diratifikasi pada tahun 1994.29

Beberapa hal yang diatur dalam Undang-Undang Desain Industri antara lain tata cara permohonan pendaftaran desain industri, tata cara pemeriksaan desain-desain industri, ketentuan pengalihan dan lisensi, tata cara pendaftaran desain-desain industri dan tata cara penyelesaian sengketa.30 Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, hak desain Industri diberikan atas dasar adanya permohonan. Ketentuan selanjutnya, yakni Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 memuat hal-hal yang sepatutnya dipenuhi dalam permohonan hak desain industri, seperti surat permohonan dengan kriteria tertentu, dengan dilampirkan contoh gambar atau foto dari desain industri yang didaftarkan dan sebagainya.31

Perlindungan hak desain industri memiliki banyak manfaat bagi sistem perdagangan. Namun, pelaksanaan pendaftaran hak atas desain industri sepenuhnya

29 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Peraturan Baru

Desain Industri, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 1.

30 Muhamad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan

Prakteknya di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 233.


(20)

menggapai masyarakat luas, khususnya masyarakat dari industri kecil.32 Hal ini sangat kontradiksi dengan mengingat bahwa perlindungan hak desain industri ini merupakan bagian yang penting dalam sistem perdagangan. Sebagai pembuktian, dari sekian banyak pemohon pendaftaran desain industri ke Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual, hanya sedikit sekali yang berasal dari kalangan industri kecil. Padahal salah satu tujuan dari pendaftaran ini adalah untuk melindungi usaha yang dilakukan oleh industri kecil. Seperti diketahui desain industri yang masuk dalam perlindungan hak kekayan intelektual yang merupakan hak privat. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak tersebut diberikan negara kepada individu pelaku hak kekayaan intelektual (investor, pencipta, pendesain dan lain sebagainya) dan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitasnya), agar orang tertarik dan terangsang untuk dapat melakukan atau untuk mengembangkan kreasinya, sehingga dengan sistem hak kekayaan intelektual tersebut adalah merupakan kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar dan di samping itu dengan keberadaan sistem hak kekayaan intelektual ini diharapkan dapat menunjang diadakannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama untuk dapat dihindari atau dicegah, sehingga dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut diharapkan

32 Pengrtian Industri secara umum berdasarkan Wikipedia Indonesia (ensiklopedia bebas

berbahas Indonesia) adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang sama dalam menghasilkan laba. Misalnya industri musik, industri mobil atau industri ternak. Istilah industri juga digunakan bagi suatu bagian produksi ekonomi yang terfokus pada proses manufakturisasi tertentu yang harus memiliki permodalan yang sebelum bisa meraih keuntungan. Dalam kasus ini sebenarnya lebih tepat disebut industri besar.


(21)

masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkan lebih lanjut akan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Pada dasarnya desain sepatu dilindungi oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap desain sepatu masuk dalam ruang lingkup hak kekayaan intelektual, yakni di bidang desain industri. Ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyatakan Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.33

Salah seorang pelaku usaha kecil di Pusat Industri Kecil, yang spesialnya adalah membuat sepatu dengan model-model yang beranekaragam serta berbagai jenis dari hasil karya yang dibuat adalah berdasarkan pesanan atau orderan orang lain, meskipun hasil karya yang dibuatnya tidak kalah bagus dari yang dibuatnya, tetapi untuk memenuhi permintaan pelanggannya, maka pesanan tersebut dipenuhi berdasarkan contoh sepatu dan meniru model dari sepatu merk terkenal lalu menjualnya ke pasar dengan harga yang lebih murah dan hal ini jelas merugikan sistem usaha orang lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang kerap dikeluhkan oleh para pengrajin, khususnya industri kecil, sebagai akibat dari yang belum


(22)

mendaftarkan desain dari miliknya dalam hak kekayaan intelektual yang dihasilkannya.

Terlepas dari keluhan para pengrajin yang mengakibatkan tidak mendaftarkan desainnya dalam hak kekayaan intelektual, yang dianggap perlu dan sangat penting bagi masyarakat khususnya para pengusaha pembuat sepatu saat ini adalah pengetahuan mengenai pengaturan perlindungan hak desain industri berdasarkan undang-undang desain industri serta efektivitas undang-undang desain industri di pusat industri kecil medan. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui sistem perlindungan hak desain industri serta faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tesis dengan mengangkat judul “Perlindungan Hukum Desain Industri terhadap Industri Kecil Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Studi pada Industri Pembuatan Sepatu di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan)”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dan dengan mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sistem perlindungan hak desain industri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri?


(23)

2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desain industrinya?

3. Apakah ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri telah berlaku secara efektif di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai sistem perlindungan hak desain industri berdasarkan UU Desain Industri.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desain industrinya.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai efektivitas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri di PIK Medan.

D. Manfaat Penelitian

Ditetapkannya permasalahan-permasalahan, maka diharapkan akan membawa sejumlah manfaat yang berguna secara teoritis dan praktis, sehubungan dengan itu, penelitian ini setidaknya bermanfaat untuk:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma berpikir dalam memahami, mengerti dan mendalami permasalahan hukum, khususnya mengenai hak desain industri. Selain itu, penelitian ini diharapkan


(24)

dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan dapat memperkaya khazanah kepustakaan, khususnya dalam studi ilmu hukum bisnis. 2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi

pemikiran bagi para pengusaha industri kecil, agar lebih giat menjalankan dan memajukan usahanya dengan tetap berperan serta dalam upaya perlindungan hak kekayaan intelektual.

E. Keaslian Penelitian

Bedasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul: “Perlindungan Hukum Desain Industri terhadap Industri Kecil Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Studi pada Industri Kecil Pembuatan Sepatu di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan)”, ini belum ada yang membahasnya, sehingga penelitian ini keasliannya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


(25)

F. Kerangka Teori 1. Kerangka Teori

Penelitian ini dilaksanakan dengan melandaskan pola pemikirannya pada beberapa teori dari para ahli hukum antara lain:

1. “Legal System Theory” dari Lawrence M. Friedman

Berdasarkan Friedman, suatu legal system atau sistem hukum terdiri dari struktur, substansi dan budaya hukum.

a. Struktur

Struktur mengandung pengertian kerangka yang memberikan perlindungan menyeluruh bagi suatu sistem hukum. Struktur ini terdiri dari elemen-elemen jumlah dan besar badan peradilan, bagaimana peraturan perundang-undangannya dan prosedur apa yang harus dilaksanakan oleh para penegak hukum. Struktur bersifat sebagai pembatas gerakan.

b. Substansi

Substansi dari suatu sistem hukum mengandung pengertian peraturan yang

sesungguhnya, norma dan tatanan pergaulann masyarakat yang berlaku dalam suatu sistem.34 Substansi juga mengandung pengertian produk atau keputusan dari

pembuat peraturan perundang-undangan.35

34“Substance

” that means the actual rules, norms and behavior patterns of people inside the system. Lawrence M. Friedman, American Law, (United States of America: W.W Norton & Company, 1984), hal. 6.

35 Substance also means the product that people within the legal system manufacture, the


(26)

c. Budaya Hukum

Budaya Hukum mengandung pengertian sikap perilaku masyarakatnya terhadap hukum dan sistem hukum. Hal ini mencakup bagaimana kepercayaan, nilai, ide, dan pengharapan mereka terhadap hidup. Ide pemikiran ini yang membuat hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya.36

2. “Stuffenbau Theory” dari Hans Kelsen

Kelsen menyatakan, bahwa suatu norma hukum bersifat herarki. Suatu norma hukum sepatutnya selalu berdasarkan dari norma hukum yang lebih tinggi dan seterusnya, sampai dengan norma yang paling tinggi atau yang sering disebut dengan

basic norm atau grundnorm. Grundnorm atau norma dasar merupakan norma

tertinggi yang bersifat umum dan berlaku sebagai dasar berlakunya norma-norma di bawahnya. Suatu norma hukum tidak bertentangan dengan norma-norma di atasnya. Menurut Hans Kelsen, kaedah hukum mempunyai kekuatan berlaku, apabila penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya.37

36 Legal System means people attitudes toward law and legal system. Ibid.

37 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2005),


(27)

3. Teori Keberlakuan Hukum oleh Sudikno Mertokusumo

Kekuatan berlakunya undang-undang38 ada tiga macam, antara lain: a. Kekuatan berlaku yuridis (Juristiche Geltung);

Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan material dan formal terbentuknya undang-undang itu telah terpenuhi.

b. Kekuatan berlaku sosiologis (Soziologische Geltung);

Hukum merupakan kenyataan di masyarakat. Kekuatan berlakunya hukum di dalam masyarakat ada dua macam yakni:

1. Menurut teori Kekuatan (Machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku secara sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas dari diterima atau pun tidak oleh warga masyarakat.

2. Menurut teori Pengakuan (Anerkennungstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga masyarakat.39

c. Kekuatan berlaku filosofis (Filosofische Geltung);

Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang teringgi. Untuk memenuhi tuntutan berlaku filosofis maka harus memasukkan unsur ideal.40

38 Kekuatan berlakunya undang perlu dibedakan dari kekuatan mengikatnya

undang-undang. Undang-undang mempunyai kekuatan mengikat sejak diundang-undangnya di dalam lembaran Negara. Hal ini berarti bahwa sejak dimuatnya dalam lembaran Negara setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya. Ibid., hal. 94.

39 Ibid., hal. 95. Lihat juga Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 18.

Untuk memenuhi tuntutan berlaku sosiologis, hukum harus memperhitungkan unsur kenyataan.


(28)

Kepastian hukum merupakan syarat untuk melahirkan ketertiban. Untuk mencapai ketertiban hukum diperlukan adanya keterarutan dalam masyarakat. Hukum diartikan sebagai tata hukum atas hukum positif tertulis.41 Keberlakuan hukum di tengah masyarakat bukan lagi untuk mencapai keadilan semata, tetapi juga harus memberikan kepastian. Kepastian hukum diharapkan dapat menjadi pedoman, baik bagi masyarakat maupun bagi aparatur hukum dalam mengambil keputusan.42

Sociological Jurisprudence: Roscoe Pound mengatakan, hukum yang baik

adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Menunjukkan kompromi antara hukum yang tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi adanya kepastian hukum dengan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum.43 Aktualisasi dari living law, hukum tidak dilihat dari wujud sebagai kaidah, melainkan hukum terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Pada kenyataan hukum adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books.

2. Konsepsi

Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

41 Suhaidi, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

USU, hal. 8.

42 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu

Hukum Sekolah Pascasarjana USU.


(29)

a. Perlindungan berasal dari kata lindung artinya pertolongan, tempat bernaung atau pertolongan.44

b. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap hak-haknya. c. Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi

garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.45

d. Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.46

e. Industri kecil atau usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

44 Yulisius S., dkk, Kamus Baru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984),

hal.134.

45 Achmad Fauzan, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Yrama

Widya, 2004), hal. 70. UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 1 ayat (1).


(30)

menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.47

f. Pelaku ekonomi atau pengusaha adalah orang atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri atau milik orang lain atau mewakili orang atau badan hukum yang berkedudukan di luar negeri yang mempekerjakan seorang buruh atau lebih dengan membayar upah.48

G. Metodologi Penelitian

Berdasarkan segi fokus kajiannya, penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris (terapan). Penelitian hukum empiris (terapan) mengkaji pelaksanaan atau implementasi secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pengkajian tersebut bertujuan untuk memperoleh data kualitatif mengenai apakah hasil penerapan pada peristiwa hukum in-concerto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (terapan) atau applied law research.49

47

UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah, Pasal 1 ayat (2).

48 Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerjaan dengan Pengusaha, Kelompok Studi

Hukum dan Masyarakat, FH UISU, 1994. hal. 83. Lihat juga UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat (5).

49 Pelaksanaan diwujudkan melalui perbuatan nyata (real action) dan dokumen hukum (legal

document). Berdasarkan hasil penerapan (pelaksanaan atau implementasi tersebut dapat dipahami, apakah ketentuan undang-undang telah dilaksanakan sebagaimana patutnya atau tidak. Hal ini dapat diketahui dari hasil penerapan. Apabila hasil yang telah ditentukan itu tercapai, berarti ketentuan itu sudah dilaksanakan sebagaimana patutnya. Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hal. 54.


(31)

1. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analisis, artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu dan masyarakat) dan untuk menentukan frekuensi dari sesuatu yang terjadi.50 Dengan penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk dapat melukiskan keadaan objek atau peristiwa,51 kemudian menelaah dan menjelaskan serta menganalisa data secara mendalam dengan dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, sehingga dapat diperoleh gambaran tentang data-data faktual yang berhubungan dengan Perlindungan Hukum terhadap Desain Industri Kecil pembuatan sepatu.

Metode52 yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis sosiologis dengan menggunakan data-data primer dan data-data sekunder untuk memberikan gambaran atau deskriptif tentang efektivitas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri bagi industri kecil di Pusat Industri Kecil Medan. Dilihat dari cara memperolehnya, data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder.53 Data primer atau data dasar (primary data atau basic data)

50

Rianto Adi, Op.Cit., hal. 58.

51 Sutrisno Hadi, Metodelogy Researt, (Yogjakarta: Andi Offset, 1989), hal. 3.

52 Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang

dapat menjadi sasaran dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Dengan demikian, maka setiap cabang ilmu pengetahuan biasanya memperkembangkan metodologinya masing-masing, yang disesuaikan dengan obyek pengamatan masing-masing ilmu pengetahuan tadi. Jadi suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan keserasiannya dengan obyek studi, dan bukan sebaliknya. Soerjano Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Ind-Hill Co, 1990), hal. 106.


(32)

diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni penelitian pada perilaku warga masyarakat, melalui pengamatan atau observasi dan wawancara.54

Dalam penelitian ini informan terdiri dari tiga industri Kecil yang ada di Medan. Penentuan ketiga industri kecil ini sebagai informan dengan pertimbangan bahwa ketiga industri ini telah mewakili berbagai jenis industri kecil yang ada di Medan. Berdasarkan survey yang telah dilakukan sebelumnya, sebagian besar industri kecil pembuatan sepatu belum melaksanakan kegiatan industri secara menyeluruh, di mana kegiatan pembuatan sepatu hanya untuk salah satu bagian dari sepatu saja, belum sampai dengan pembuatan sepatu secara utuh. Membuat salah satu bagian sepatu dengan alat-alat yang sangat terbatas pada rumah-rumah warga dan hasil produksinya juga tidak banyak. Berdasarkan survey tersebut, industri-industri kecil milik Bapak Rahmad, Bapak Harahap, dan Bapak H. Ade cukup representatif untuk mewakili jenis industri kecil yang telah maju.55

Berdasarkan survei tersebut, industri-industri kecil yang ada di jalan Halat dan di jalan Stadion Teladan. Mereka adalah pengusaha industri yang namanya telah dikenal di kalangan para industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) sejak lama, mereka telah memiliki label perusahaan sendiri, melakukan kegiatan pembuatan sepatu dengan difasilitasikan alat-alat yang lengkap dan bertekhnologi, dalam melakukan kegiatan pembuatan sepatu secara menyeluruh mulai dari upper sepatu,

54 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: UI Press,

1986), hal. 10.

55

Disebut dengan industri kecil yang telah maju karena mereka melakukan pembuatan sepatu secara menyeluruh (mulai dari sol atau alas sepatu, tatakan sepatu, upper sampai dengan logo sepatu), mereka memiliki peralatan yang cukup maju dan lengkap, rumah industri yang cukup besar, banyak menyerap tenaga kerja. Kesimpulan peneliti.


(33)

tatakan, sol, sampai dengan logo, baik dari desain sendiri ataupun berdasarkan desain pesanan, dengan struktur pembagian tugas yang jelas.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini tidak memerlukan data dalam jumlah besar atau data kuantitatif. Suatu generalisasi tetap bisa ditarik sebagai suatu hasil penelitian selama data tersebut akurat dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Hal ini mengingat bahwa hukum berlaku umum. Setiap masyarakat dianggap berhak dan berkewajiban untuk melaksanakan hukum. Adanya satu orang saja yang tidak dapat melaksanakan mengenai hukum tersebut, maka dapat diartikan bahwa hukum tersebut telah gagal atau tidak efektif.

2. Bahan-Bahan Penelitian

Bahan-bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dibantu dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder.56

Data sekunder dan bahan pustaka tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan peraturan perundang-undangan yakni, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000.

56 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti


(34)

b. Bahan sekunder, antara lain buku-buku rujukan, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum dan berbagai makalah yang berkaitan dengan pelaksanaan dari desain industri.

c. Bahan hukum tertier, antara lain berupa kamus umum, kamus hukum ensiklopedia, majalah, surat kabar, artikel dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: a. Penelitian kepustakaan (library research), dilakukan untuk menghimpun data

sekunder dari peraturan perundangan yang berlaku, teori-teori dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan materi penelitian.

b. Penelitian lapangan (field research), dilakukan untuk menghimpun data primer dari narasumber dengan wawancara.

4. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:

a) Studi dokumen, yaitu dengan cara membaca, menganalisa dokumen, buku, surat kabar, dan undang-undang.

b) Wawancara dengan dibantu pedoman wawancara, diajukan kepada informan yang terkait dengan penelitian ini, yaitu Bp. Rahmad, Bp. Harahap, dan Bp. H. Ade.


(35)

5. Analisis Data

Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam kategori-katagori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disarankan oleh data.57 Analisa yang yang akan dilakukan secara kualitatif.58 Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan penulis dalam menganalisa permasahan yang diajukan, menafsirkan dan kemudian menarik kesimpulan.

57 Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, katagori dan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 280.


(36)

BAB II

SISTEM PERLINDUNGAN HAK DESAIN INDUSTRI

A. Sejarah Perlindungan Desain Industri

Jika dilihat secara global, perlindungan terhadap desain industri telah melewati beberapa fase atau tahapan perkembangan tersendiri sejak waktu yang telah lampau, tepatnya sejak tahun 2800 SM. Pada awalnya hanya dikenal gambar-gambar dari suatu benda atau produk. Orang-orang yang membuat gambar dari produk pada saat itu disebut dengan istilah desainer. Kemudian mulai diadakan peraturan-peraturan mengenai desain ini. Pengaturan mengenai desain industri ini umumnya diberlakukan di negara-negara pada saat itu sedang giat-giatnya mengembangkan sistem industrinya atau yang disebut dengan istilah “revolusi industri”, seperti yang terjadi di negara Inggris.59 Pengaturan perlindungan desain industri dibutuhkan pada saat itu untuk melindungi para desainer dari kegiatan pesaingnya yang melakukan tindakan peniruan terhadap barang-barang yang sangat laku di pasaran.60

Pada saat itu di Inggris, desain industri berkembang pada sektor pertekstilan dan kerajinan tangan yang dibuat secara massal. Pada tahun 1787 Pemerintah Inggris melahirkan peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur mengenai desain industri, yakni The Designing and Printing Linens, Cotton, Calicoes and Muslins Act.

59

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 211.

60 Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi


(37)

Undang-Undang tersebut memberikan jangka waktu perlindungan terhadap desain industri hanya selama dua bulan dan dapat diperpanjang sampai tiga bulan. Pada saat itu pengaturan mengenai desain industri hanya pada benda yang berbentuk dua dimensi.61

Beberapa saat kemudian pengaturan mengenai desain industri mengalami perkembangan yang pesat dan mulai mencakup desain industri dalam bentuk tiga dimensi. Tepatnya pada tahun 1798, pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai desain industri dalam bentuknya yang tiga dimensi ini secara lebih spesifik, yakni melalui Sculpture Copyright Act 1798. Bentuk pengaturannya pun masih sederhana, yakni hanya meliputi model manusia dan binatang. Baru pada tahun 1814, muncul peraturan perundang-undangan dengan cakupan pengaturan yang telah diperluas lagi. Pada tahun 1839 juga lahir undang-undang yang mengatur desain industri secara lebih luas lagi, yakni peraturan yang mengatur mengenai dimensi industri dalam bentuk yang dua dimensi dan tiga dimensi, yang keseluruhan hasilnya dipakai dalam proses industri. Undang-Undang tentang Desain Industri tahun 1839 tersebut juga mengatur mengenai perlunya diadakan pendaftaran untuk desain industri, tapi jangka waktu perlindungannya masih singkat. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1842, pemerintah mengeluarkan undang-undang terbaru mengenai desain industri, di mana pengaturannya menjadi lebih komprehensif lagi. Jangka waktu perlindungan atas hak desain ini tahap demi tahap menjadi lebih diperpanjang. Menurut Registered

Design Act 1949, perlindungan diberikan untuk jangka waktu lima tahun dan dapat


(38)

diperpanjang dua kali, sehingga total lamanya perlindungan hak atas desain industri adalah lima belas tahun.62

Di Indonesia, dahulu desain industri tercakup dalam UU No. 25 Tahun 1984 tentang Perindustrian dan sekarang ini diatur tersendiri dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan secara khusus dipisahkan dari materi desain tata letak sirkuit terpadu yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yakni apabila pada tanggal penerimaan desain industri tersebut tidak sama dengan desain yang telah diungkapkan sebelumnya. Pemegang hak desain memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan melarang siapa pun yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor dan atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.

Kreasi yang dilindungi UU desain adalah yang berbentuk tiga atau dua dimensi (dan konfigurasinya), memberikan kesan estetis dan dapat dipakai untuk memproduksi barang, komoditas industri dan kerajinan tangan. Untuk menilai suatu kreasi memiliki kesan estetis atau tidak tentu saja bukan hal yang mudah karena bersifat subjektif, baik dari sudut pandang pemeriksa maupun pemilik desain. Untuk itulah perlu dicapai kepastian hukum dalam penentuan syarat tersebut.63

62 Ibid, hal. 212.

63 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, (Bogor: Ghalia


(39)

1. Konvensi Internasional Mengenai Desain Industri

Beberapa konvensi internasional yang mengenai perlindungan atas desain industri yang ada pada saat itu antara lain The Paris Convention for The Protection of

Industrial Property of 1883, The Haque Agreement Concerning The International Deposit of Industrial Designs of 1925, The Locano Agreement Establishing an International Classification for Industrial Designs of 1968, Trade Related Intellectual Property Rights Agreement Under The World Trade Organization Agreement, The Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Woks of 1886, dan The Universal Copyright Convention 1952.64

Konvensi mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual yang cukup berpengaruh pada saat itu adalah Paris Convention atau yang sering disebut dengan Konvensi Paris. Konvensi ini disetujui pada tanggal 20 Maret 1883 di Brussels65 dan mengalami beberapa perubahan, sampai dengan perubahan terakhir di Stockholm pada tahun 1979. Adapun tujuan pembentukan Paris Convenstion ini adalah suatu

uniform untuk melindungi hak-hak penemu atas karya-karya cipta di bidang milik

perindustrian.66 Pengaturan dan perlindungan hak milik perindustrian yang diberikan oleh Konvensi Paris didasarkan pada prinsip National Treatment atau Assimilation. Prinsip ini memberikan perlindungan hukum yang sama terhadap hak milik

64 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights).

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), edisi revisi, hal. 470.

65 The Paris Conventional for The Protection of Industrial Property sering disebut dengan

Paris Union, Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 413.

66

Paris Convention ini mengatur mengenai hak milik perindustrian yang meliputi inventions, trademarks, service marks, industrial design; utility model (smal patent), trade nation (designations under which an industrial or commercial activity is carried on), geographical indication (indications of source and appellation of right) dan the repression of unfair competition. Ibid, hal. 9.


(40)

perindustrian warga negara lain yang menjadi peserta atau pihak dalam Konvensi Paris sama seperti melindungi warga negaranya sendiri.

Pengelolaan dari konvensi tersebut dilaksanakan oleh suatu badan yang bernama United Biro Fot The Protection Intellectual Property atau dalam bahasa Prancis disebut dengan nama “Bivieaux International Reunis pour Ia Protection de la Propriete Intellectuelle” atau BIRPI, yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama

World Intellectual Property Organization (WIPO).67 World Intellectual Property

Organization memegang peranan penting dalam perlindungan hak kekayaan

intelektual secara internasional.68

Selain konvensi tersebut, juga terdapat sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama Konvensi Den Haag 1925 atau ‘The Hague Arrangement Concerning The International Deposit of Industrial Pattern and Design yang ditandatangani pada tanggal 6 November 2005 di Den Haag.69 Perjanjian ini mengatur mengenai pendaftaran internasional yang bersifat murni deklaratoir, yaitu bahwa barang siapa mengajukan pendaftaran internasional atas suatu desain industri dianggap sebagai pemilik desain tersebut kecuali jika dibuktikan sebaliknya, pendaftaran internasional

67

Badan Internasional World Intellectual Property Organization atau WIPO ini sekarang berkantor di Jenewa, Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hal. 214.

68 Walaupun badang tersebut bukan merupakan badan peradilan yang secara khusus

ditugaskan untuk memberikan interprestasi secara uniform dari konvensi-konvensi tersebut, dan juga tidak melakukan pengawasan atas anggota-anggotanya, tetapi badan tersebut mempunyai peranan yang sangat strategis dalam perlindungan hak kekayaan intelektual secara internasional. Badan tersebur seringkali mengadakan persiapan untuk konvensi-konvensi dan membuat draft convention. Selain itu juga badan tersebut berusaha membuat model hukum yang dapat ditiru oleh negara berkembang. Beberapa model hukum yang telah dihasilkan yaitu di antaranya: model hukum tentang Paten 164, model hukum tentang Merek dan Persaingan. Ibid, hal. 215.

69 Persetujuan ini dinamakan dengan Konvensi Den Haag yang berisikan London Act 1934,

The Hague Act 1960, Additional Act of Monaco 1961, Complementary Act of Stockholm 1967 dan Protocol of Geneva 1975, Ibid, hal. 414.


(41)

itu menimbulkan akibat hukum yang sama di negara-negara anggotanya seperti jika didaftarkan langsung di negara-negara yang bersangkutan.70

Perkembangan terakhir dalam aturan internasional mengenai Desain Industri ini yaitu pengaturan dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yaitu setelah ditandatangani kesepakatan Putaran Uruguay pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Maroko. Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights pada dasarnya berisi tiga paket persetujuan antara lain:

1. Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia sebagai pengganti Sekretariat

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang selanjutnya akan

mengadministrasi dan mengawasi pelaksanaan persetujuan perdagangan serta menyelesaikan sengketa dagang di antara negara anggota;

2. Penurunan tarif impor berbagai komoditi perdagangan secara menyeluruh dan akses pasar domestik dengan mengurangi berbagai hambatan proteksi perdagangan yang nyata;

3. Pengaturan baru di bidang aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan, dan perdagangan jasa.71

70

Selain itu, suatu pendaftaran desain internasional tidak mempunyai akibat hukum di Negara asalnya apabila dinyatakan oleh hukum Negara tersebut. Jangka waktu perlindungan atas desain terdaftar adalah lima belas tahun. Emmy Yuhassarie, Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya 10-11 Februari 2004, cet. 1, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hal. 160.

71 Ketentuan di bidang desain industri pun tercakup di dalamnya dan menjadi bagian dari

pengaturan World Trade Organization (WTO) yang dicakup dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Right Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs) atau Aspek-aspek Dagang


(42)

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

Di Indonesia dengan adanya tradisi hukum adat, sebenarnya kurang atau bahkan tidak begitu mengenal perangkat hukum yang mengatur perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Hal demikian karena akar hukum Indonesia bersifat Komunal, gotong-royong dan hak mengenal perlindungan karya intelektual yang mengedepankan sifat individual. Hal ini terlihat dari beberapa pandangan dari pada pencipta desainer yang tidak begitu memperdulikan bila karyanya ditiru orang lain dan tidak merasa dirugikan, bahkan orang tersebut merasa bangga bila karyanya mendapat perhatian berpendapat bahwa karya ciptaannya sebagai karya batiniah yang universal dan dapat dinikmati siapapun dan kapanpun.

Sebagai anggota masyarakat dunia, mau tidak mau Indonesia ikut terlibat dan harus berpartisipasi dalam perjanjian-perjanjian Internasional sehubungan dengan hal kekayaan intelektual. Partisipasi Indonesia dalam perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi internasional telah membawa pengaruh di tanah air. Pada tanggal 17 Desember 1999, sebagai wujud pelaksanaan ratifikasi tersebut, pemerintah Indonesia dengan diwakili oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan, telah memberikan keterangan pemerintah dihadapan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengenai usulan tiga rancangan Undang-Undang di bidang hak kekayaan intelektual kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. Keterangan pemerintah tersebut telah didahului dengan Amanat Presiden Republik Indonesia Nomor R.43/PU/XII/1999

yang terkait dengan hak kekayaan intelektual termasuk perdagangan barang palsu. Muhammad Djumhana, Op.Cit, hal. 216.


(43)

Tanggal 8 Desember 1999 kepada Dewan perwakilan rakyat untuk membicarakan mengenai Rancangan Undang tentang Desain Industri, Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Dagang dan Rancangan Undang-Undang-Undang-Undang tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu.72

Bila disimak konsiderans menimbang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, maka terdapat dua pertimbangan pokok yang melatar-belakangi perlunya dibentuk undang-undang tersebut antara lain:

a. Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang desain industri sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual.

b. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade

Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang

mencakup Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.73 Sehingga perlu diatur mengenai desain industri”.

Selain sebagai pelaksanaan dan konsekuensi ikut sertanya Indonesia dalam

World Trade Organization, Indonesia juga mempunyai kepentingan nasional dengan

72

Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 418.

73 Sudargo Gautama dan Raizawanto Winata, Hak Atas Kekayaan Intelektual: Peraturan


(44)

diterimanya rancangan undang-undang ini. Salah satunya adalah untuk memenuhi kewajiban yang tertera dalam perjanjian World Trade Organization dan Agreement

on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights yang mengharuskan setiap

peserta dalam World Trade Organization, untuk mentaati dan menerima dalam undang-undang tersendiri atau aturan lainnya secara nasional segera ketentuan yang termaktub dalam perjanjian Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights ini. Jadi, keikutsertaan World Trade Organization mewajibkan

Indonesia sebagai anggota untuk mentaati dan memuat semua ketentuan yang termasuk dalam persetujuan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights ini dalam tata peraturan perundang-undangannya. Rancangan

undang-undang ini diharapkan akan meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia, karena telah melaksanakan kewajibannya sebagai anggota masyarakat internasional, World Trade organization berikut peraturan-peraturan konvensi dan persetujuan lainnya.74

74

Dalam keterangan pemerintah yang disampaikan Menteri Hukum dan Perundang-undangan pada tanggal 17 September 1999, telah dinyatakan bahwa dari pengalaman pendaftaran bidang-bidang hak kekayaan intelektual yaitu hak cipta, merek dan paten, cukup banyak kelompok masyarakat yang menanyakan tentang perlindungan desain industri. Jadi bisa dapat dikatakan bahwa memang banyak pihak yang berminat untuk mengajukan permohonan supaya desain industri itu dilindungi. Jika dilihat dari sudut kepentingan industri nasional, dengan diaturnya ketiga masalah Rancangan Undang-Undang di atas, maka diharapkan dapat mendorong dan menumbuhkan kreativitas masyarakat di bidang hak kekayaan intelektual. Sehingga dengan demikian akan tumbuh ide-ide tentang desain industri. Ibid, hal 4.


(45)

3. Asas Hukum Perlindungan Desain Industri

Di samping berlakunya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap hak atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah: 75

1. Asas Publisitas

Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada pengumuman publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui keberadaan tersebut. Untuk itu hak atas desain industri diberikan oleh negara setelah hak tersebut terdaftar dalam berita resmi negara. Di sini perbedaan yang mendasar dengan hak cipta, yang menyangkut sistem pendaftaran deklaratif, sedangkan hak atas desain industri menganut sistem pendaftaran konsumtif, jadi ada persamaan dengan paten. 2. Asas Kemanunggalan (Kesatuan)

Tentang asas kemanunggalan, ini bermakna bahwa hak atas desain industri tidak boleh dipisah-pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu komponen desain. Misalnya kalau desain itu berupa sepatu, maka harus sepatu yang utuh, tidak boleh hanya desain taplaknya saja, maka hak yang dilindungi hanya telapaknya saja. Demikian pula bila desain itu berupa botol berikut tutupnya, maka yang dilindungi dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu kesatuan. Konsekuensinya jika ada pendesain baru mengubah bentuk tutupnya, maka pendesain pertama tidak bisa mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup botol satu kesatuan dan botolnya satu kesatuan, jadi ada dua desain industri.

75 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


(46)

3. Asas Kebaruan

Oleh karena itu, asas kebaruan menjadi prinsip hukum yang juga perlu mendapat perhatian dalam perlindungan hak atas desain industri ini. Hanya desain yang benar-benar baru yang dapat diberikan hak. Ukuran atau kriteria kebaruan itu adalah apabila desain industri yang akan didaftarkan itu tidak sama dengan desain industri yang telah ada sebelumnya sebagaimana telah disinggung di atas.

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Desain Industri a. Pengertian Desain Industri

Pada dasarnya pengertian desain sangat bermacam-macam. Ada yang berpendapat bahwa desain sama dengan kata “anggitan” yang menurut kamus Purwadarminta memiliki arti sebagai menyusun, mengubah dan mengarang.76 Selanjutnya diuraikan bahwa memang tidak ada definisi yang paling tepat yang dapat memuaskan kita semua sehingga definisi desain tergantung dari mana seseorang mendekatinya. Desain juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan manusia untuk menciptakan lingkungan dan khazanah perbendaan buatan yang diolah dari alam. Khazanah ini kemudian sejalan dengan waktu yang selalu berubah-ubah dan penuh diwarnai oleh inovasi-inovasi untuk menciptakan kehidupan budayanya.77 Definisi yang lain dikutip Yustiono dari Bruce Archer selengkapnya berbunyi:78

76

Iman Buchori Zainuddin, Peranan Desain dalam Peningkatan Mutu Produk, Paradigma Desain Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1986) ed. Agus Sachri. Hal. 80.

77 Agus Sachri, Desain Gaya dan Realitas, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 23.


(47)

“Design is the area of human experiences, skill and knowledge that reflect man’s concern with the appreciation and adaption of his surroundings in the light of his material and spiritual needs, in particular, it relates with comfiguration, composition, meaning, value and purpose of man-made phenomena”.

Definisi ini menjelaskan bahwa desain adalah bidang keterampilan, pengetahuan dan pengalaman manusia yang mencerminkan keterikatannya dengan apresiasi dan adaptasi lingkungannya ditinjau dari kebutuhan-kebutuhan kerohanian, komposisi, arti, nilai dan tujuan dari fenomena buatan manusia. Selanjutnya pengertian industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. 79

Jenis-jenis atau macam industri berdasarkan klasfikasi jumlah tenaga kerja berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/1/1986,80 antara lain industri rumah tangga, industri kecil, industri sedang atau menengah dan industri besar. Industri rumah tangga adalah industri dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara satu sampai dengan empat orang. Industri kecil adalah industri dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara lima sampai dengan sembilan belas orang, industri sedang atau industri menengah adalah industri yang jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara dua puluh sampai dengan

79 Organisasi.org,http://organisasi.org/pengertian_defenisi_macam_jenis_dan_penggolongan_

industri_di_Indonesia_perekonomian_bisnis>.


(48)

sembilan puluh sembilan orang. Dan yang terakhir adalah industri besar, yakni industri dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara seratus orang atau lebih. 81

Ada berbagai macam pengertian desain industri seluruh dunia. Pengertian desain industri dalam model Law BIRP/WIPO sebagai:

“Setiap komposisi dari garis-garis atau warna-warna dengan ketentuan bahwa komposisi atau bentuk itu dapat memberikan rupa atau penampilan khusus pada suatu hasil atau produk industri dan dapat dipakai sebagai suatu pola atau

pattern untuk setiap hasil atau produk industri”.82

Negara Swedia pada tahun 1970, menyebut Undang-Undang tentang Desainnya dengan istilah The Swedish Design Protectien Act dan pengertian desainnya adalah sebagai berikut:

“The term Designs means the prototype embodying the appearance of an article, or the prototype of an ornament.

Negara Jepang pada tahun 1960 menyebut Undang-Undang tentang Desainnya dengan nama Design Law atau Undang-Undang Industrial Design. Mereka memberikan pengetian desain industri sebagai berikut:

81

Adapun jenis atau macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku antara lain industri ekstraktif, industri non ekstraktif dan industri fasilitatif. Industri ekstraktif merupakan industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. Contoh industri ini adalah pertanianm perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan dan pertambangan. Sedangkan industri nonekstraktif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh industri ini adalah antara lain asuransi,perbankan, transportasi dan ekspedisi penggolongan industri berdasarkan besar kecil modal antara lain industri padat modal dan industri padat karya. Indusrtri padat modal adalah industri yang dibangun dengan jumlah modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya sedangkan industri padat karya adalah industri lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya. Jenis-jenis atau macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya antara lain industri kimia dasar, industri mesin dan logam dasar, industri kecil dan aneka industry. Ibid.


(1)

c. Peniruan desain industri adalah hal biasa masyarakat. Desain sepatu diperoleh dengan meniru sepatu merek terkenal.

d. Belum ada pengusaha industri kecil yang mendaftarkan hak desain industrinya.

e. Prosedur pendaftaran perlindungan hak desain industri yang rumit dan berbelit-belit.

B. Saran

1. Kebijakan-kebijakan berupa peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan legislatif sepatutnya turut memperhatikan aspek-aspek sosiologis dan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat. Pada awalnya perlu menjadi perhatian apakah dengan adanya suatu kaedah hukum yang baru dapat diterima dengan baik pada suatu tatanan masyarakat tertentu dan kemudian dapat membawa pada perubahan yang baik. Bahwa nilai-nilai sosial dalam masyarakat sepatutnya turut menjadi bahan pertimbangan yang utama dalam melahirkan suatu tata peraturan perundang-undangan yang baru.

2. Dengan hadirnya suatu kaedah hukum yang baru di masyarakat tidak akan berjalan dengan efektif apabila tanpa disertai dengan persiapan yang matang. Persiapan tersebut mencakup pula kesiapan untuk mensosialisasikan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di masyarakat. Hal ini dengan mengingat bahwa pendidikan mengenai hukum juga dapat diberikan melalui adanya penyuluhan-penyuluhan mengenai pelaksanaan dan manfaat


(2)

dari suatu peraturan perundang-undangan oleh para pembuat hukum demi tertibnya tata hukum di Indonesia.

3. Dalam rangka untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional serta dalam rangka menciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang desain industri, maka dirasakan perlu untuk mengadakan usulan me-review kembali produk peraturan perundang-undangan tersebut agar mudah dilaksanakan oleh para pemilik desain. Dan jika memungkinkan masyarakat yang menentukan mengenai hal-hal yang diatur dalam sistem perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang desain industri.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 1989.

Anwar, Saiful, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja dengan Pengusaha, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum UISU, 1994.

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006.

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

---, dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Fauzan, Achmad, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Yrama Widya, 2004.

Friedman, Lawrence M, The Legal System: A Social Science Perspective (When is Law Effective?), New York: Russel Sage Foundation, 1975.

Gautama, Sudargo dan Rizawanto Winata, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Peraturan Baru Desain Industri, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000

Hadi, Sutrisno, Metodology Researt, Yogyakarta: Andi Offset, 1989. Heskett, Jhon, Desain Industri, terjemahan, Jakarta: Rajawali, 1968.

Kartadjoemena, HS., GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan, Jakarta: UI Press, 2002.

Mayana, Ranti Fauza, Perlindungan Desain Industri di Indonesia, dalam Era Perdagangan Bebas, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2005.


(4)

Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Nasution, Bismar dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

Purba, Achmad Zen, Umar Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips, Bandung: PT Alumni, 2005.

Purwaningsih, Endang, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986.

Sachri, Agus, Desain Gaya dan Realitas, Jakarta: Rajawali, 1986.

Saidin, OK, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

---, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Salman, Otje, Ikhtisar Filsafat Hukum, Bandung: Amri, 1987.

---, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: Alumni, 1993.

Sarie, Emmy Yuhas, Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005.

Sembiring, Santosa, Aspek-aspek Yuridis dalam Penerbitan Buku, Bandung: Bina Cipta, 1987.

Shcaaf, Dick dan Margaret Kaiter, Pintar Manajemen, Rahasia Sukses Salesman Besar Trend Bisnis Modern Strategi Manajemen Abad 21 Strategi Membangun Tim yang Tangguh, Jakarta, Handal Niaga Pustaka, 1999.

Simonbutt, Eddy Damian dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: Asian Law Group Pty Ltd bekerjasama dengan PT Alumni, 2006.


(5)

Soehendra, Djaka, Dukungan Kajian Ilmu-Ilmu Sosial untuk Telaah Ilmu Hukum, Law Society & Development Volume I, Desember 2007.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta: UI Press, 1986.

---, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta: Ind-Hill Co, 1990.

---, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Suhaidi, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

Sumarto, Harsono Adi, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek: Hak Milik Perindustrian (Industrial Property), Jakarta: Akademika Pressindo, 2002.

Usman, Rachmadi, Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: Alumni, 2003.

Yulisius S., dkk, Kamus Baru Bahasa Indonesia, Surabaya: Usaha Nasional, 1984. Yustiono, Paradigma Desain Indonesia, Jakarta: Rajawali 1986.

Zainuddin, Iman Buchori, Peranan Desain dalam Peningkatan Mutu Produk, Paradigma Desain Indonesia, Jakarta: Rajawali, 1986.

Surat Kabar/Majalah/Makalah dan Jurnal

AP, Gito, Nusantara , Waspada, Medan, April 2004.

Arman, Rudi, “Bisnis dan Teknologi”, Waspada, Medan, April 2004. Nasution, Armin, Bisnis dan Teknologi, Waspada, Medan, April 2004. Rahmansyah, “Bisnis dan Teknologi”, Medan, April 2004.

Rajagukguk, Erman, Peranan hukum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi, dan Memperluas Kesejahteraan Sosial (Pidato disampaikan dalam


(6)

rangka Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia (1950-2000), Depok: Kampus UI, 2000.

Ritonga, John Tafbu, Bisnis dan Teknologi, Waspada, Juni 2004.

Saleh, Syafei M., dan Yusri, Aspek Sosio-Legal Pendayagunaan Potensi Usaha Dalam Program Pengembangan dan Peningkatan Kinerja UKM Melalui Advokasi Kebijakan dan Peraturan, Kamus Jurnal Ilmu Hukum, No. 36, Edisi 2003, Fakultas Hukum Unsyiah Darussalam Banda Aceh.

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.

Situs Internet

Ali, Suryadarma, Agar si Kecil Manfaatkan HKI, UU UMKM, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19473&cl=Berita.

Najiyullah, Ahmad, Membumikan UMKM dengan UU UMKM, http://fpks-dpr.or.id/main.php?op=isi&id=5133.

Organisasi.org,

http://organisasi.org/pengertian_defenisi_macam_jenis_dan_penggolongan_ industri_di_indonesia_perekonomian_bisnis>.