Peran Pengetahuan Lokal Masyarakat Osing Dalam Membangun Ketahanan Pangan Melalui Pertanian Organik

1. Peran Pengetahuan Lokal Masyarakat Osing Dalam Membangun Ketahanan Pangan Melalui Pertanian Organik

Pada penelitian ini, Pengetahuan Lokal dilihat dari kemampuan masayarakat dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Kemampuan adaptasi ini dilihat berdasarkan kebiasaan yang pernah digunakan secara turun-temurun, cara melihat tanda-tanda alam yang muncul atau datang di waktu tertentu, dan cara menentukan awal masa tanam. Peran pengetahuan lokal ini erat kaitannya dengan membangun ketahanan pangan karena masyarakat mendukung ketersediaan pangan, akses ketersediaan pangan dan akses kesehatan dan gizi.

Seperti yang dikatakan oleh Pak Budi Askari (Keturunan Osing Deles). Beliau dibesarkan dari keluarga asli keturunan Osing yang terkenal sejak dulu sebagai petani Osing thok-thok. Hampir semua masyarakat Osing mengenal buyut beliau. Pak Budi, mengatakan:

“ Kalau ikau, Mbak.. setahu saya sejak nenek moyang saya, mbah.. mbah.. saya itu.. namanya orang Osing, orang tani, ya lahir dan hidup itu sudah kenal sama yang namanya sawah. Ya karena apa ya... milih jadi tani yaa karena dari dulu tani itu warisan leluhur. Moyangnya dari dulu sudah tani, tinggal orangnya mau apa enggak. Ha.. pas tanam sekomplek itu sini padi.. padi semua.. sebelah sana palawija semua.. ini kepercayaannya agar penyakitnya nggak nular. Kalau padi ya harus padi tok, air harus rutin. Sebenarnya orang dulu kan patokannya di alam, sekarang nanem padi, sekarang nanem palawija. Kalau hujan ya nanam padi terus. Pemikiran orang dulu “ Kalau ikau, Mbak.. setahu saya sejak nenek moyang saya, mbah.. mbah.. saya itu.. namanya orang Osing, orang tani, ya lahir dan hidup itu sudah kenal sama yang namanya sawah. Ya karena apa ya... milih jadi tani yaa karena dari dulu tani itu warisan leluhur. Moyangnya dari dulu sudah tani, tinggal orangnya mau apa enggak. Ha.. pas tanam sekomplek itu sini padi.. padi semua.. sebelah sana palawija semua.. ini kepercayaannya agar penyakitnya nggak nular. Kalau padi ya harus padi tok, air harus rutin. Sebenarnya orang dulu kan patokannya di alam, sekarang nanem padi, sekarang nanem palawija. Kalau hujan ya nanam padi terus. Pemikiran orang dulu

Menurut pemaparan Pak Budi, bahwa orang Osing sejak dulu adalah orang tani yang mewariskan cara bercocok tanam kepada anak-anaknya seperti cara bagaimana mengelola lahan pertanian secara organik. Cara tersebut dimaksudkan untuk merawat lahan karena masyarakat percaya bahwa setelah lahan tersebut ditanami padi, maka penggunaan lahan tersebut digunakan untuk menanam padi sehingga penyakit yang selama ini menyerang tanaman padi tidak menular ke tanaman lain. Kemudian, penggunaan lahan lainnya digunakan sebagai penanaman palawija. Masyarakat juga melihat musim sebagai penentu masa tanam dan jenis apa yang ditanami, seperti musim hujan berarti salama musim itu adalah musim tanam padi.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Pak Abdulloh selaku Petani di Desa Aliyan, mengatakan: “ Itu kalau ilmunya itu bisa nentukan padi, palawija

atau tanaman pangan lain itu bagus gini ya, mbak.. itu semua karena kebiasaan yak.. kalau sejak kecil jadi kalau sampean itu sudah biasa, sudah jadi kebiasaan jadi enak aja deeh.. haa tapi kalau nggak pernah ya nggak bisaa kaan.. nah gitu ..” (Wawancara, 18/03/18)

Pernyataan dari Pak Abdulloh tersebut menjelaskan bahwa ilmu yang didapat dalam menanam tanaman adalah dari warisan Pernyataan dari Pak Abdulloh tersebut menjelaskan bahwa ilmu yang didapat dalam menanam tanaman adalah dari warisan

“ Ya harus siap. Kan kita diajari sejak kecil. Ikut ngarit ke sawah, mbrujul... Kalau nandur.. rugi itu bisa

juga kena angin, kalau roboh ya bisa ketulung. Tapi kalau kena banjir itu ya rugi wes.. Sekarang mata air sudah berkurang jadi makannya ya dari sisanya panen kemarin. Ya itu saya tekankan pasti ada doa-doa bikin ritual kayak

Dewi Sri itu, yang aseli itu ada di Aliyan.” (Wawancara, 09/03/18).

Pernyataan tersebut ditegaskan oleh pernyataan Pak Paturi selaku Sekretaris Desa Aliyan, beliau mengatakan:

“ Iya, jadi di sini itu hasil buminya melimpah. Pangan itu ada aja wes.. mau nanam apa saja di

tanah Banyuwangi itu pasti hidup. Tapi ya, mayoritas masyarakatnya itu tahu ilmunya ya dari moyangnya. Di sini itu.. kalau musim panas ya, dulu pernah kejadian tidak ada air sama sekali, pangan kekuarangan, hujan tidak ada.. terus masyarakat itu melakukan doa bersama yang sekarang jadi tradisi keboan ” (Wawancara, 19/03/18).

Kedua pernyataan informan tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan religius yang ada seperti memanjatkan doa ataupun ritual. Hal ini dipercayai masyarakat sebagai permohonan pada Tuhan dan wujud syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah. Pemaparan dari Pak Paturi mengenai tradisi keboan didukung oleh pemaparan dari Pak Giyono selaku salah satu Tokoh Adat di Desa Aliyan, mengatakan:

“Kalau untuk ilmu, ya tahunya ya dari moyang. Kalau di sini itu, masyarakat yang jadi petani itu

lebih peka sama lingkungan. Kadang kalau pas musim hujan itu ya yang ditanam ya padi terus.. kalau di sini itu tanah sebelum di tanami biasanya dibiarkan dulu, dibajak, dipupuk pakai kotoran sapi itu.. ikau wes.. ambune wes.. Ya gitu, Mbak.. kalau dilihat sudah siap ya tinggal ditanam. Itu semua karena sudah kebiasaan sejak kecil. Kalau pas musim panas itu ya di sini ada adat keboan untuk doa bersama. Ee.. dulu pernah di sini tanaman mati, apa - apa mati, air surut. Setelah diadakan keboan itu ya jadi subuuur, tapi sekarang jadi bentuk wujud rasa

syukur gitu, Mbak.” (Wawancara, 18/03/18)

Kedua pemaparan tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan yang diturunkan dari moyang masih lestari dan digunakan sampai saat ini yaitu pengetahuan mengenai ritual adat keboan. Senada dengan hal tersebut, pergantian musim memberikan masyarakat untuk menentukan strategi dalam beradaptasi dengan lingkungan, hal ini ditegaskan oleh Pak Abdulloh, beliau mengatakan:

“ Kan kelihatan gitu, mbak. Karena kebiasaan itu tadi. Nah ini kalau nanam padi ya harus tahu untung

ruginya, kan padi banyak sumbetnya itu.. nah sumbet itu apa yaaakk.. itu kayak serangan ulat dari bawah, bukan.. akhirnya itu kunclup. Kan nggak mau mekar. Kan akhirnya jadi apa yaak.. kan pupusnya itu layu, akhirnya itu kering (yang dimaksud ialah calon bunga padi). Ooh ini ada werengnya, biasanya itu di bongkot itu biasanya kan oh hitam hitam.. nah kalau wereng coklat kan biasanya meninggalkan jejak di pohonnya itu, apa itu yaak.. eh bukan itu.. apa yak.. di batangnya itu ada bercak-bercak hitamnya itu. Karena kebiasaan.. nah saya itu kan juga nanem cabai, mbak. Jadi buat sedikit-sedikit tapi terus. Sampingannya tadi gitu kan.. begitu mbak. Kan yang bagus buat saya itu begitu, dari orang tua saya juga begitu, diseling gitu, emang itu buat mengembalikan tanah. Nah gini kan mbak.. tanah itu kan gini yak.. tanah itu kan ini.. gini kalau tani yaak.. tapi nggak tahulah kalau menurut para ilmuwan gitu yak.. kalau tanah kebanyakan di sawah, dikelola sawah gitu ya.

Itu kan.. jadi kusam istilahnya, kata orang sini itu sudah tuwek lemahe wes. Nah itu dikembalikan biar muda lagi.. biar suubuur gitu.. nah itu kan kurang zat asem atau gimana gitu.. akhirnya kan dipakai palawija itu. ” (Wawancara, 18/03/18).

Pemaparan Pak Abdulloh mengenai strategi dalam melihat perkembangan tanaman padi. Pengetahuan yang beliau miliki menjadi bekal beliau dalam beradaptasi dengan alam melalui tanda- tanda dari hewan, sehingga strategi dalam mempersiapkan kerugian yaitu dengan menanam cabai dan mengembalikan kesuburan tanah dengan menanam palawija.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat kita ketahui bahwa Masyarakat Osing di Desa Aliyan mempunyai ilmu yang sudah mereka dapatkan dari nenek moyangnya. Ilmu tersebut menjadi bekal bagi mereka dalam bertahan hidup, baik itu dalam cara beradaptasi dengan lingkungan di saat perubahan musim, ada serangan hama, penggunaan pupuk, hingga pengetahuan yang religius yaitu adanya tradisi keboan.

Pengetahuan lokal masyarakat ini berperan dalam mempersiapkan segala kondisi yang akan terjadi sehingga masyarakat dapat mempersiapkan diri dan menentukan strategi apa yang akan dilakukan selanjutnya. Pengetahuan Lokal dalam membangun ketahanan pangan ini ditunjukkan dari fenomena yang membudaya dan pola pikir masyarakat dalam mengambil keputusan, sehingga masyarakat dapat menyediakan ketersediaan pangan dan menjaga keberlanjutan pertanian yang ada.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGARUH TERPAAN LIRIK LAGU IWAN FALS TERHADAP PENILAIAN MAHASISWA TENTANG KEPEDULIAN PEMERINTAH TERHADAP MASYARAKAT MISKIN(Study Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Pada Lagu Siang Seberang Istana)

2 56 3

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MANAJEMEN STRATEGI RADIO LOKAL SEBAGAI MEDIA HIBURAN (Studi Komparatif pada Acara Musik Puterin Doong (PD) di Romansa FM dan Six To Nine di Gress FM di Ponorogo)

0 61 21

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

PENGARUH KONFLIK PEREBUTAN LAHAN TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA NIPAH KUNING KECAMATAN MESUJI KABUPATEN MESUJI LAMPUNG TAHUN 2012

9 59 54

SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING

4 84 128

THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

3 69 100