Peran Ketrampilan Lokal Masyarakat Osing Dalam Membangun Ketahanan Pangan Melalui Pertanian Organik

3. Peran Ketrampilan Lokal Masyarakat Osing Dalam Membangun Ketahanan Pangan Melalui Pertanian Organik

Menurut Jim Ife (2002), Kemampuan bertahan hidup (survival) dari setiap masyarakat dapat dipenuhi apabila masyarakat itu memiliki keterampilan lokal. Maka Keterampilan lokal dapat dilihat dari keterampilan yang digunakan masyarakat dalam membangun ketahanan pangan, keterampilan hidup masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun.

Pernyataan dari teori tersebut dibuktikan oleh pernyataan dari Pak Suyitno selaku petani di Desa Aliyan saat ditemui di kediamannya, beliau mengatakan:

“ Ya.. sesuai kebiasaan, kalau mau berangkat ya pagi, kalau sekarang itu ada ukurannya. Kalau dulu kan padi

langsung ditancapkan. Kalau tradisional itu sebelumnya ya mbajak dulu, nyingkal. Abis itu neter (terus-menerus) nyingkal lagi, terus nata. Kalau sekarang itu kan begitu bajak ya langsung tanem. Kalau dulu kan enggak, abis nyingkal itu didiamkan dulu berapa hari biar penyakit tanahnya hilang. Kalau orang dulu kan buka tanah dulu, didiamkan berapa hari terus diratakan lagi. Disiapkan lagi tanahnya. Terus nyemprot hama itu pakai maspion itu. Kalau nggak ada ya enggak usah disemprot. Kalau padinya bagus ya nggak usah, tapi mupuk itu mesti. Jadi dalam jangka 15-20 kita melaksanakan mantul istilahnya membersihkan rumput padi dengan diinjak-injak. Kecuali kalau ada wereng ya baru disemprot. Jadi nggak harus disemprot itu. Buat benih padi ya beli, tapi ada yang menyisakan dari hasil panen. Biasanya kalau orang itu buat sendiri nggak ada yang jual. Misalkan orang punya tanah berapa hektar, terus dipakai satu petak untuk pembibitan kalau nggak ada dana buat beli. Kalau langsung ditancapkan. Kalau tradisional itu sebelumnya ya mbajak dulu, nyingkal. Abis itu neter (terus-menerus) nyingkal lagi, terus nata. Kalau sekarang itu kan begitu bajak ya langsung tanem. Kalau dulu kan enggak, abis nyingkal itu didiamkan dulu berapa hari biar penyakit tanahnya hilang. Kalau orang dulu kan buka tanah dulu, didiamkan berapa hari terus diratakan lagi. Disiapkan lagi tanahnya. Terus nyemprot hama itu pakai maspion itu. Kalau nggak ada ya enggak usah disemprot. Kalau padinya bagus ya nggak usah, tapi mupuk itu mesti. Jadi dalam jangka 15-20 kita melaksanakan mantul istilahnya membersihkan rumput padi dengan diinjak-injak. Kecuali kalau ada wereng ya baru disemprot. Jadi nggak harus disemprot itu. Buat benih padi ya beli, tapi ada yang menyisakan dari hasil panen. Biasanya kalau orang itu buat sendiri nggak ada yang jual. Misalkan orang punya tanah berapa hektar, terus dipakai satu petak untuk pembibitan kalau nggak ada dana buat beli. Kalau

Pemaparan Pak Suyitno tersebut menjelaskan keterampilan petani dalam mengolah lahan yaitu dengan: 1) Nyingkal artinya membajak sawah terlebih dahulu untuk membuka tanah, 2)

Pembibitan dilakukan untuk menyiapkan benih, 3) Nyingkal dilakukan lagi untuk membajak tanah setelah didiamkan beberapa hari, 4) Menanam tanaman.

Sedangkan menurut Mbah Ami mengenai tugas buruh tani yang dibagi sesuai dengan kemampuannya, beliau mengatakan:

“Ya gini wes.. kalau jadi buruh ya sesuai sama bisanya apa wes. Se bahu tanah diolah 15 orang, nanti tugasnya

sendiri-sendiri. Ada yang nyingkal, nanam, nggebras padi, panen, ngarit...” (Wawancara, 18/03/18)

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa sebagai buruh tani, sekitar 15 orang masyarakat Osing menggarap sawah. Pembagian kerja dibagi berdasarkan apa yang dikerjakan, seperti nyingkal, nggebras, panen, ngarit. Pembagian tugas ini merupakan wujud dari hubungan pertanian berkelanjutan yaitu kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang ada di Desa Aliyan pun disesuaikan berdasarkan kemampuan masyarakat.

Pernyataan yang berbeda dinyatakan oleh Pak Ir. Marsudi yang memberikan pendapat mengenai krisis pangan dan keterampilan lokal masyarakat, beliau mengatakan:

“Kalau masalah krisis ya.. buruh tani itu lebih survival. Dalam artian, mereka masih bisa ngasak, buruh.. untuk

cari hidup, pangan, yang penting ada nasi, sayur berlimpah.. gitu loh. Jadi untuk ketahanan pangan orang desa itu lebih kuat dari pada orang kota. Kan tani dalam keadaan apapun itu aman lah, orang desa yang tak punya lahan paling tidak bisa menjadi buruh, nanti dapat upah padi. Sedangkan bahasa organik ini kan belum tren di masyarakat, padahal sejak dulu ya masyarakat sudah bisa menerapkan pertanian itu dengan memanfaatkan apa saja yang ada, ya pupuk, air, ngolah lahannya.. gitu. ”

(Wawancara, 19/03/18)

Hal ini senada dengan pernyataan Mbah Harjo, berikut ini: “ Kalau yang nggarap sawah itu biasanya 15 orang untuk

satu lahan. Saya sudah nggak punya lahan, saya buruh sebutannya kan begitu. Kalau siang ya nganggur, nanti ikut bantuin ngurusi kotoran sapi buat pupuk ya bisa.. apa ya nyari tekek, welut, ya yang dicari sama orang wes.. ” (Wawancara, 18/03/18)

Kedua pernyataan tersebut memaparkan bahwa masyarakat Osing mempunyai keterampilan yang beragam. Kebutuhan yang ada menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan cara selain bertani yaitu berburu atau menjadi buruh. Seperti yang dikatakan oleh Gandis, seorang pemuda yang ditemui di dekat Damrejo.

“ Di Desa Aliyan ini masyarakatnya beragam, Mbak. Ada itu simbah saya buruh tani.. tapi kalau nganggur itu ya

mbajakin sawah orang, Mbak.”(Wawancara, 16/03/18)

Hal senada juga dikatakan oleh Pak Abdulloh yang menggambarkan pendapatan yang diterimanya dari memanfaatkan keterampilan yang dimilikinya, beliau mengatakan:

“...kalau saya itu ya terima ajalah wong ini anugerah dari Tuhan, ya sudah saya nikmati saja, ya walaupun “...kalau saya itu ya terima ajalah wong ini anugerah dari Tuhan, ya sudah saya nikmati saja, ya walaupun

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa peran ketrampilan lokal dalam membangun ketahanan pangan melalui pertanian organik menggambarkan masyarakat Osing di Desa Aliyan menggunakan kompetensi yang dimiliki untuk berperan serta dalam membangun ketahanan pangan seperti ketrampilan dalam mengolah lahan, menjadi buruh, dan menyewakan jasa traktor. Dalam hal ini pula masyarakat Osing di Desa Aliyan mampu dalam menciptakan ketersediaan pangan dan akses pangan sesuai dengan kondisi tempat tinggalnya secara baik.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGARUH TERPAAN LIRIK LAGU IWAN FALS TERHADAP PENILAIAN MAHASISWA TENTANG KEPEDULIAN PEMERINTAH TERHADAP MASYARAKAT MISKIN(Study Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Pada Lagu Siang Seberang Istana)

2 56 3

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MANAJEMEN STRATEGI RADIO LOKAL SEBAGAI MEDIA HIBURAN (Studi Komparatif pada Acara Musik Puterin Doong (PD) di Romansa FM dan Six To Nine di Gress FM di Ponorogo)

0 61 21

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

PENGARUH KONFLIK PEREBUTAN LAHAN TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA NIPAH KUNING KECAMATAN MESUJI KABUPATEN MESUJI LAMPUNG TAHUN 2012

9 59 54

SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING

4 84 128

THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

3 69 100