1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah yang menjadi bahan penelitian yaitu
“Perolehan Sertipikat Tanah Bagi Masyarakat Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan Menurut Perspektif
Kesadaran Hukum Kritis”. Dengan adanya pembatasan masalah ini peneliti akan lebih fokus mengkaji permasalahan penSertipikatan tanah yang ada di dalam
masyarakat Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan yang manjadi objek penelitian.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah makna dan pemanfaatan tanah menurut masyarakat Desa
Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan? 2.
Apakah faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan belum melakukan
pensertipikatan tanah? 3.
Bagaimanakah upaya membangkitkan kesadaran hukum kritis untuk perolehan sertipikat tanah bagi masyarakat Desa Ketro, Kecamatan
Karangrayung, Kabupaten Grobogan?
1.4
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis dan mengerti makna dan pemanfaatan tanah menurut
masyarakat Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor apa saja yang menyebabkan
masyarakat Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan belum melakukan pensertipikatan.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis upaya membangkitkan kesadaran
hukum kritis untuk perolehan sertipikat tanah bagi masyarakat Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan.
1.5 Manfaat
Penelitian
1. Manfaat teoritis
Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum khususnya perkembangan hukum agraria.
2. Manfaat praktis
Memberikan kontribusi bagi pembuat kebijakan pemerintah daerah dan nasional untuk perolehan Sertipikat tanah bagi masyarakat desa secara
tepat, serta memudahkan masyarakat desa melakukan perolehan Sertipikat tanah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Masyarakat
Menurut kamus hukum terbitan Citra Umbara 2011:252, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama,
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan. Masyarakat adalah sekelompok orang yang mempunyai identitas sendiri, yang
membedakan dengan kelompok lain dan hidup dan diam dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri Alting, 2011: 29.
Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society, asal katanya socius yang berisi kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirik
yang artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan,
melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan satu kesatuan Munandar Soelaeman, 1998: 63.
Parsudi Suparlan Mutakin, 2001: 1, mendefinisikan masyarakat sebagai suatu satuan kehidupan sosial manusia yang menempati suatu wilayah tertentu;
yang keteraturan dalam kehidupan sosial tersebut telah dimungkinkan karena 6
adanya seperangkat pranata-pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki bersama.
Hasan Shadily 1983: 47 menyatakan bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya
bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Mengenai pengertian masyarakat berdasarkan beberapa pendapat di atas,
berkaitan dengan konteks yang dibahas dalam skripsi ini, penulis cenderung untuk mengambil rumusan yang dikemukakan oleh Parsudi Suparlan. Masyarakat pada
umumnya diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.
Masyarakat Pedesaan menurut Siswo Pangritno dan Suprihadi 1984:37 adalah masyarakat yang tinggal dipedesaan dan dikategorikan sebagai masyarakat
yang hidup melalui dan dalam suasana pemikiran alam pedesaan. Biasanya mereka bekerja, berpikir dan melakukan kegiatan apapun selalu mendasarkan diri
pada apa-apa yang biasa berlaku di daerah pedesaan. Menurut Poplin 1972 perbedaan masyarakat desa dan kota adalah
sebagai berikut: a.
Masyarakat Pedesaan 1
Perilaku homogen; 2
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan; 3
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status; 4
Isolasi sosial, sehingga statis; 5
Kesatuan dan keutuhan kultural;
6 Banyak ritual dan nilai-nilai sakral;
7 Kolektivisme.
b. Masyarakat perkotaan
1 Perilaku heterogen;
2 Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan;
3 Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi;
4 Mobilitassosial,sehingga dinamik;
5 Kebauran dan diversifikasi kultural;
6 Birokrasi fungsional dan nilai-nilaisekular;
7 Individualisme.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain, bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya
terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan, jumlah penduduk semakin meningkat, tidak terkecuali di
pedesaan. Rato 2009: 106, masyarakat Indonesia terdiri dari kebinekaan yang sudah
ada sejak zaman melayu Polynesia sebagai akibat dari perbedaan asal keturunan, tempat kediaman, alam lingkungan, dan masuknya agama-agama besar yang
bercampur dengan budaya asli setempat di seluruh nusantara. Masyarakat hukum adat adalah komunitas paguyuban sosial manusia
yang merasa bersatu karena terikat oleh kesamaan leluhur dan atau wilayah tertentu, mendiami wilayah tertentu, memiliki kekayaan sendiri, dipimpin oleh
seorang atau beberapa orang yang dipandang memiliki kewibawaan dan
kekuasaan dan memiliki tata nilai sebagai pedoman hidup, serta tidak mempunyai keinginan untuk memisahkan diri. Unsur-unsur masyarakat adat menurut Rato
2009: 107 antara lain: 1.
Ada komunitas manusia yang merasa bersatu, terikat oleh perasaan keberasamaan karena kesamaan keturunan geneologis dan atau wilayah
territorial; 2.
Mendiami wilayah tertntu, dengan batas-batas tertentu menurut konsepsi mereka;
3. Memiliki kekayaan sendiri baik kekayaan materiil maupun kekayaan
imateriil; 4.
Dipimpin oleh seseorang atau beberapa orang sebagai perwakilan kelompok, yang memiliki kewibawaan dan kekuasaan yang legal didukung oleh
kelompoknya; 5.
Memiliki tata nilai sebagai pedoman dalam kehidupan sosial mereka; 6.
Tidak ada keinginan dari anggota kelompok itu untuk memisahkan diri. Ter Haar Rato, 2009: 110 menulis bahwa di seluruh kepulauan Indonesia
pada tingkat rakyat jelata, terdapat pergaulan hidup di dalam golongan-golongan yang bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan batin.
Golongan-golongan itu mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal, dan orang- orang segolongan itu masing-masing mengalami kehidupannya dalam
golongannya itu sebagai hal yang sewajarnya, hal menurut kodrat alam. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran
golongan itu. Golongan manusia tersebut mempunyai pula pengurus sendiri dan mempunyai harta benda, milik keduniaan dan ghaib.
Golongan-golongan seperti yang dikemukakan oleh Ter Haar memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Ada kesatuan manusia yang teratur;
2. Menetap disuatu daerah tertentu;
3. Mempunyai penguasa-penguasa;
4. Tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau
kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-
lamanya. Berdasarkan unsur-unsur di atas, masyarakat hukum adat, bukanlah badan
hukum biasa sebagaimana dikenal dalam hukum barat, melainkan suatu badan hukum yang memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk membentuk,
melaksanakan, membina, dan sekaligus melakukan evaluasi baik terhadap perilaku anggota masyarakat maupun isi hukum.
2.2 Hukum Tanah