Latar Belakang PEROLEHAN SERTIPIKAT TANAH BAGI MASYARAKAT DESA KETRO, KECAMATAN KARANGRAYUNG, KABUPATEN GROBOGAN MENURUT PERSPEKTIF KESADARAN HUKUM KRITIS

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah adalah permukaan bumi dengan segala isi di atasnya dan di dalamnya, tempat manusia sebagai anggota masyarakat hidup dan memenuhi kehidupannya Hadikusuma, 2001:8. Tanah bagi masyarakat memiliki arti yang penting, tanpa adanya tanah masyarakat tidak akan bisa hidup. Segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan adanya tanah sebagai tempat berpijak dan melakukan segala sesuatunya. Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menyatakan : “Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut”. Berdasarkan pasal tersebut, suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut. Apabila dalam waktu 5 lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. Pasal 1 butir 20 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 menyebutkan tentang Sertipikat. Seperti kita ketahui Sertipikat tanah adalah tanda bukti hak yang kuat bagi pemilik atau pemegang hak atas tanah di Indonesia. Untuk melindungi tanah yang dimiliki oleh masyarakat, negara membuat peraturan dan perlindungan hukum mengenai kepemilikan atas tanah dengan pembuatan Sertipikat. Masyarakat yang memiliki Sertipikat atas tanah dianggap sebagai pemilik atas tanah tersebut yang diakui oleh negara sehingga jika terjadi masalah mengenai tanahnya pemerintah bisa melindunginya. Untuk lebih memahami mengenai masalah perolehan Sertipikat tanah bagi masyarakat oleh pemerintah tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mempunyai Sertipikat atas tanahnya maka kita bisa melihatnya dari perspektif teori hukum kritis. Hukum kritis sendiri berasal dari ajaran neo marxisme yang berinduk dari teori marxisme dari Karl Marx. Menurut Bleich tahun 1977 teori kritis sebagian besar terdiri dari kritik atas berbagai aspek kehidupan sosial dan intelektual, namun tujuan utamanya adalah mengungkap hakikat dan sifat masyarakat secara lebih akurat Ritzer Goodman, 2011: 103. Kenyataannya di indonesia masyarakat masih banyak yang tidak mempunyai Sertipikat tanah, padahal pemerintah sudah membuat program pembuatan Sertipikat tanah gratis. Sebenarnya itu tidak sepenuhnya masyarakat yang salah, kita perlu melihat faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat belum atau tidak membuat Sertipikat tanahnya. Supaya lebih obyektif maka peneliti menggunakan perspektif hukum kritis untuk lebih mengkajinya. Data yang diperoleh dari Petugas Pembuat Data Penduduk PPDP di Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan memiliki jumlah penduduk tahun 2012 sebanyak 8997 delapan ribu Sembilan ratus Sembilan puluh tujuh jiwa, terdiri dari 2529 dua ribu lima ratus dua puluh sembilan kepala keluarga. Sebagian besar penduduk di Desa Ketro, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan berprofesi sebagai petani. Untuk itu tanah sangat penting bagi mereka untuk menghindari terjadinya masalah dikemudian hari maka masyarakat perlu membuatkan Sertipikat atas tanahnya tersebut dan juga memenuhi segala kewajibannya. Sebelum tahun 2012 masyarakat desa Ketro sebagian besar belum memiliki sertipikat tetapi setelah adanya Proyek Operasi Nasional Agraria awal tahun 2012 sudah banyak masyarakat yang sudah memiliki sertipikat. Dari data yang didapat di lapangan jumlah penduduk yang belum memiliki sertipikat di Desa Ketro sebanyak 112 seratus dua belas orang, sebagian besar masyarakat dapat dikatakan kurang mampu, padahal harusnya program tersebut bisa memberikan sertipikat kepada seluruh masyarakat yang kurang mampu. Untuk itu perlu pengkajian lebih lanjut mengenai penyebab masih ada masyarakat yang belum memiliki sertipikat dan juga mengkaji apakah masyarakat tahu apa guna sertipikat dan menjalankan kewajibannya setelah memiliki sertipikat tanah.

1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah