2.6 Aplikasi Teori Kritis dalam Perolehan Sertipikat Tanah
Penggunaan paradigma teori kritis adalah berupaya untuk membangkitkan kesadaran dan pembebasan emansipasi yang dihadapi oleh masyarakat desa
Ketro dalam melakukan pensertipikatan tanah. Menurut Lubis 2006, teori kritis pertama-tama berupaya untuk memberikan pencerahan dalam arti menyadarkan
masyarakat tentang faktor-faktor yang menghimpit dan menindas mereka, serta mereka harus berupaya untuk membebaskan diri dari faktor tersebut, sesuai
dengan teori. Pensertipikatan tanah merupakan kewajiban bagi pemilik tanah yang diatur
melalui undang-undang, namun pada kenyataannya di masyarakat desa Ketro masih banyak masyarakat yang belum mensertipikatkan tanahnya. Teori kritis
akan berupaya untuk memperlihatkan dan membuka ideologi kekuasaan, menunjukkan kesalahan dalam pandangan yang dimiliki warga masyarakat bahwa
sertipikat bukan suatu hal yang penting dan bagaimana pandangan itu ikut melanggengkan tatanan sosial yang tidak adil.
Teori hukum kritis memiliki beberapa karakteristik umum sebagai berikut: http:www.scribd.comdoc61908465Aliran-Teori-Hukum-Kritis
yang di
unduh tanggal 16 Desember 2012. 1
Teori ini mengkritik hukum yang berlaku yang nyatanya memihak ke politik dan samasekali tidak netral;
2 Teori ini mengkritik hukum yang sarat dan dominan dengan ideologi tertentu;
3 Teori ini mempunyai komitmen yang besar terhadap kebebasan individual
dengan batasan- batasan tertentu;
4 Ajaran hukum kritis kurang mempercayai bentuk-bentuk kebenaran yang
abstrak dan pengetahuan yang benar-benar objektif, oleh karena itu ajaran hukum kritis menolak ajaran-ajaran dalam aliran positivisme hukum;
5 Teori ini menolak perbedaan antara teori dan praktek, dan menolak juga
perbedaan antara fakta fact dan nilai value, hal ini merupakan karakteristik dari paham liberal. Dengan demikian, aliran hukum kritis menolak berbagai
kemungkinan teori murni yang memiliki daya pengaruh terhadap trasformasi- transformasi sosial praktis.
Teori kritis juga memiliki peran edukasi, di mana bukan hanya memberikan pengetahuan tentang fenomena sosial pensertipikatan tanah dan
menjelaskan fenomena sosial yang manipulatif, akan tetapi juga menimbulkan kesadaran kepada masyarakat desa Ketro untuk melalakukan pensertipikatan,
sehingga dengan menyadari kondisi dan situasi sosial yang mereka alami, mereka dapat mengubah sendiri kondisi yang diinginkan tersebut. Permasalahan-
permasalahan yang dipecahkan ini terutama berkaitan dengan masalah masyarakat belum mensertipikatkan tanah dan masalah penyadaran hukum oleh pemerintah.
2.7
Kerangka Berpikir
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis. Penggunaan metode tersebut membuat peneliti harus secara langsung
mengamati dan berbaur dengan masyarakat untuk mendapatkan data yang akurat. Setelah itu seperti tema yang diambil peneliti maka data yang diperoleh dari hasil
penelitian kemudian di analisis mengunakan teori hukum kritis. Jika sudah selesai
dalam penelitian tersebut hasil penelitian ini bisa digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa Ketro, Kecamatan Karangrayung,
Kabupaten Grobogan dalam hal pensertipikatan tanah. Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah perolehan
penSertipikatan tanah bisa berasal dari masyarakat dan pemerintah. Dari masyarakat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah perolehan tanah
adalah faktor ekonomi, pendidikan dan sosial. Sedangkan dari pemerintah sendiri faktor yang menghambat perolehan Sertipikat tanah bagi masyarakat adalah faktor
sosial dan budaya.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Dari masyarakat
Faktor ekonomi Faktor pendidikan
Faktor sosial Faktor-faktor penyebab masalah
penSertipikatan tanah PenSertipikatan tanah
Penyelesaian Teori hukum kritis
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pendekatan