Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

(1)

PENGARUH POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

LENY VALENTINA SINAGA 117032216/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LENY VALENTINA SINAGA 117032216/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH POLA MAKAN TERHADAP

KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Leny Valentina Sinaga Nomor Induk Mahasiswa : 117032225

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santoso, Ms.Phd Ketua

) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 8 April 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs.Heru Santoso, Ms

Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si 2. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si 3. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Leny Valentina Sinaga 117032225/IKM


(6)

ABSTRAK

Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Remaja beresiko terkena anemia dan berakibat terganggunya tumbuh kembang remaja putri. Berdasarkan survei awal di SMA Dharma Pancasila, sebagian remaja putri terkadang tidak sempat sarapan pagi, melakukan pembatasan jumlah dan frekuensi makan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pola makan (asupan protein, zat besi, asam folat dan vitamin C) konsumsi teh dan kopi terhadap kejadian anemia. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis, dengan desain cross sectional.

Penelitian ini dilakukan di SMA Dharma Pancasila Medan, bulan Mei-Juni 2013. Populasi adalah seluruh remaja putri SMA Dharma Pancasila Medan dan sampel sebanyak 100 orang.. Analisa data dengan Chi-Squre dan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi anemia remaja putri di SMA Dharma Pancasila adalah 23,0%, dan ada pengaruh asupan zat besi (p=0,045) terhadap kejadian anemia, sedangkan asupan protein, folat, vitamin C, konsumsi teh dan kopi tidak berpengaruh terhadap kejadian anemia. Remaja putri yang asupan zat besinya tidak tercukupi mempunyai kemungkinan 8 kali lebih besar mengalami anemia dibanding dengan remaja putri yang asupan zat besinya cukup. (Exp (B) = 8,250). Pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dilakukan dengan penyuluhan/ pengarahan yang melibatkan pihak sekolah, orang tua, dan pihak kesehatan (Puskesmas Padang Bulan), sehingga remaja putri tahu dan menyadari pentingnya pola makan, khususnya meningkan konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi.


(7)

ABSTRACT

Anemia is a condition when hemoglobin in blood is less than normal. Teenagers period is as the risk factor time for the anemia and it may disurb the development and growth period of the female teenagers. Based on early survey in Dharma Pancasila Senior High School, female teenagers said that sometimes they did not have time for breakfast, others limited the amount and the frequency of their meals.

The objective of this research was to know the influence of eating pattern (intake of protein, iron, pholate acid, and vitamin C) and the consumption of tea and coffee to the ocurence rate of anemia. The type of the research was descriptive analysis, with cross sectional design. The research was carried out in Dharma Pancasila Senior High School, Medan, from May to June, 2013. The population was all female students of Dharma Pancasila, Medan Senior High Scholl, and 100 of them were used as the samples. The data was analyzed using Chi Square and multiple logistic regression.

The result of the research showed that The proportion of anemia for female teenagers in Dharma Pancasila Senior High School was 23.0% and there was the influence of Fe intake (p=0.045) to the occurence of anemia. Where as the protein, pholate acid, vitamin C, tea and coffee consumption did not have any influence to the incident of anemia. Female teenagers with insufficeient iron intake had bigger chance for anemia 8 times compared to those with sufficient iron intake. Exp (β )= 8.250. The prevention and the handling of anemia on female teenagers was carried out by giving counseling and by involving those school parties, parents and health officers (Padang Bulan Comunitiy Health Center). Hence, female teenagers know and realize the importance of eating pattern, specially to enhance the consumption of food containing enough iron substance intake.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan dr.Ria Masniari Lubis, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.


(9)

4. dr.Yusniwarti Yusad, M.Si dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Kepala Sekolah SMA Dharma Pancasila beserta stafnya yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini selesai. 6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Orang tuaku tercinta, Saudara dan saudariku tercinta yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, pertolongan dan doa selama ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011 Minat studi Kesehatan Reproduksi.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Leny Valentina Sinaga 117032225/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Leny Valentina Sinaga, lahir pada tanggal 05 April 1982 di Berastagi, anak dari pasangan Ayahanda E.Sinaga dan ibunda L.Simanjuntak.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Methodist Kabanjahe tamat Tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama SMPN I Kabanjahe tamat Tahun 1997, Sekolah Menengah Umum 1 Kabanjahe tamat Tahun 2000, Sekolah D-III Kebidanan Prodi Kebidanan Poltekkes Depkes Medan tamat Tahun 2003, D-IV Bidan Pendidik Prodi Kebidanan Poltekkes Depkes Medan Medan tamat Tahun 2009.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2013.

Pada tahun 2009 penulis bekerja sebagai staf Puskesmas Karang Rejo Kabupaten Langkat hinggga sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Remaja ... 9

2.2 Anemia ... 11

2.2.1 Jenis Anemia ... 11

2.2.2 Anemia Gizi Besi ... 12

2.2.3 Zat Mikro (besi) dan Metabolismenya... 13

2.2.4 Penyebab Anemia Gizi Besi ... 17

2.2.5 Protein ... 22

2.2.6 Asam Folat ... 23

2.2.7 Fungsi Asam Folat ... 24

2.2.8 Vitamin C ... 24

2.2.9 Hubungan Asam Folat dan Anemia ... 26

2.2.10 Akibat Anemia ... 27

2.2.11 Pencegahan Anemia ... 27

2.3 Pola Makan ... 28

2.3.1 Pola Makan Remaja ... 30

2.3.2 Pengaruh Zat Gizi terhadap Menstruasi pada Remaja Putri ... 32

2.4 Landasan Teori ... 35

2.5 Kerangka Konsep ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Populasi dan Sampel ... 38


(12)

3.3.2. Sampel ... 39

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Pengumpulan Data... 40

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 40

3.5.1 Variabel Penelitian ... 40

3.5.2 Defenisi Operasional ... 41

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.6.1 Variabel Dependen ... 42

3.6.2 Variabel Independen ... 42

3.7 Metode Analisis Data ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Gambaran Umum SMA Dharna Pancasila ... 45

4.2 Karakteristik Responden ... 47

4.3 Pola Makan Remaja Putri ... 47

4.4 Konsumsi Teh ... 51

4.5 Konsumsi Kopi ... 52

4.6 Anemia... 52

4.7 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia ... 53

4.8 Hubungan Konsumsi Teh dengan Kejadian Anemia ... 54

4.9 Hubungan Konsumsi Kopi dengan Kejadian Anemia ... 54

4.10 Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia Remaja Putri ... 55

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

5.1 Kejadian Anemia ... 58

5.2 Pengaruh Asupan Zat Besi terhadap Kejadian Anemia... 59

5.3Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB 6. KESEIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA... ... 64 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Batasan Anemia menurut WHO ... 13

2.2 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan ... 14

2.3 Angka Kecukupan Protein yang Dianjurkan ... 23

2.4 Angka Kecukupan Folat yang Dianjurkan ... 24

2.5 Angka Kecukupan Vitamin C yang Dianjurkan ... 26

2.6 Kuantitas Makanan yang Dianjurkan pada Usia Remaja ... 31

4.1. Sarana dan Prasarana ... 47

4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 48

4.3 Distribusi Frekuensi Makan Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 49

4.4 Distribusi Frekuensi Pola Makan Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 51

4.5 Distribusi Asupan Protein, Zat Besi, Folat, dan Vitamin C Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 51

4.6 Distribusi Frekuensi Konsumsi Teh Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 52

4.7 Distribusi Frekuensi Konsumsi Kopi Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 52

4.8 Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 53

4.9 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 54

4.10 Hubungan Konsumsi Teh dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putridi SMA Dharma Pancasila ... 55


(14)

4.11 Hubungan Konsumsi Kopi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila ... 56 4.12 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda ... 56


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Landasan Teori ... 35 2.2 Kerangka Konsep ... 36


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 69

2. Kuesioner Penelitian ... 70

3. Formulir Food Recall ... 73

4. Formulir Food Frecuency ... 74

5. Angka Kecukupan Protein, Fe, Asam Folat dan Vitamin C pada Wanita Usia 14-18 Tahun. ... 75

6. Master Data ... 76


(17)

ABSTRAK

Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Remaja beresiko terkena anemia dan berakibat terganggunya tumbuh kembang remaja putri. Berdasarkan survei awal di SMA Dharma Pancasila, sebagian remaja putri terkadang tidak sempat sarapan pagi, melakukan pembatasan jumlah dan frekuensi makan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pola makan (asupan protein, zat besi, asam folat dan vitamin C) konsumsi teh dan kopi terhadap kejadian anemia. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis, dengan desain cross sectional.

Penelitian ini dilakukan di SMA Dharma Pancasila Medan, bulan Mei-Juni 2013. Populasi adalah seluruh remaja putri SMA Dharma Pancasila Medan dan sampel sebanyak 100 orang.. Analisa data dengan Chi-Squre dan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi anemia remaja putri di SMA Dharma Pancasila adalah 23,0%, dan ada pengaruh asupan zat besi (p=0,045) terhadap kejadian anemia, sedangkan asupan protein, folat, vitamin C, konsumsi teh dan kopi tidak berpengaruh terhadap kejadian anemia. Remaja putri yang asupan zat besinya tidak tercukupi mempunyai kemungkinan 8 kali lebih besar mengalami anemia dibanding dengan remaja putri yang asupan zat besinya cukup. (Exp (B) = 8,250). Pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dilakukan dengan penyuluhan/ pengarahan yang melibatkan pihak sekolah, orang tua, dan pihak kesehatan (Puskesmas Padang Bulan), sehingga remaja putri tahu dan menyadari pentingnya pola makan, khususnya meningkan konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi.


(18)

ABSTRACT

Anemia is a condition when hemoglobin in blood is less than normal. Teenagers period is as the risk factor time for the anemia and it may disurb the development and growth period of the female teenagers. Based on early survey in Dharma Pancasila Senior High School, female teenagers said that sometimes they did not have time for breakfast, others limited the amount and the frequency of their meals.

The objective of this research was to know the influence of eating pattern (intake of protein, iron, pholate acid, and vitamin C) and the consumption of tea and coffee to the ocurence rate of anemia. The type of the research was descriptive analysis, with cross sectional design. The research was carried out in Dharma Pancasila Senior High School, Medan, from May to June, 2013. The population was all female students of Dharma Pancasila, Medan Senior High Scholl, and 100 of them were used as the samples. The data was analyzed using Chi Square and multiple logistic regression.

The result of the research showed that The proportion of anemia for female teenagers in Dharma Pancasila Senior High School was 23.0% and there was the influence of Fe intake (p=0.045) to the occurence of anemia. Where as the protein, pholate acid, vitamin C, tea and coffee consumption did not have any influence to the incident of anemia. Female teenagers with insufficeient iron intake had bigger chance for anemia 8 times compared to those with sufficient iron intake. Exp (β )= 8.250. The prevention and the handling of anemia on female teenagers was carried out by giving counseling and by involving those school parties, parents and health officers (Padang Bulan Comunitiy Health Center). Hence, female teenagers know and realize the importance of eating pattern, specially to enhance the consumption of food containing enough iron substance intake.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menyerang masyarakat Indonesia. Tanpa mengenal batasan umur dan jenis kelamin, anemia dapat diderita oleh siapapun tanpa disadari. Anemia adalah dimana kadar hamoglobin dalam darah kurang dari normal(Depkes 2005). Penyebab anemia yang paling umum terjadi adalah defisiensi zat besi, meskipun defisiensi asam folat, defisiensi vitamin C dan protein juga berpengaruh terhadap kejadian anemia. Penyebab anemia yang lain antara lain kehilangan darah yang menetap akibat penyakitinfeksi akut dan kronis (diare,malaria, serta HIV), diet yang tidak terkontrol untuk menurunkan berat badan, asupan zat gizi yang kurang/ tidak mencukupi dan hambatan absorbsi zat besi.

Menurut Depkes 2012, prevalensi kejadian anemia di dunia antara tahun 1993 sampai 2007 sebanyak 24.8% dari total penduduk dunia (hampir 2 milyar penduduk dunia). Prevalensi anemia defisiensi besi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri 10-18 tahun 57,1%, dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita memiliki resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri. Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 29,04%, yang berusia produktif (15-64tahun) sebesar 66,31%, dan yang berusia tua (Umur > 65 tahun) sebesar 4,65%, (Depkes 2012). Dari data yang diperoleh sebesar 66,31% adalah penderita anemia pada usia produktif (15-64 tahun) termasuk


(20)

didalamnya adalah anak remaja, maka penting untuk kita perhatikan bahwa masa remaja merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikologis remaja yang penting untuk diperhatikan.

Pertumbuhan dan perkembangan remaja adalah perubahan yang menyangkut segi kuantitatif dan kualitatif yang ditandai dengan peningkatan ukuran fisik yang dapat diukur, terjadi perubahan dan pematangan seiring bertambahnya usia remaja. Pertumbuhan dan perkembangan remaja sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan gizi remaja tersebut. Masa remaja adalah masa dimana terjadi peralihan masa kanak-kanak memasuki masa persiapan untuk dapat menjadi dewasa dan ditandai dengan remaja tersebut dapat bereproduksi. Oleh karena itulah dikategorikan usia produktif, dapat menghasilkan.

Masa remaja putri masuk pada pematangan dan perkembangan organ reproduksinya ditandai dengan menstruasi pada remajaputri, dimana remaja putri akan kehilangan darah 50-80 ml pada masa menstruasi setiap bulannya secara teratur sebagai tanda bahwa organ kandungan telah berfungsi (Eva ellya, 2010). Oleh karena itu remaja putri rentan untuk mengalami anemia apalagi bila asupan zat gizi yang dibutuhkan tidak mencukupi. Zat gizi merupakan sumber pembangun dan pembentuk tubuh, dimana diharapkan dengan terpenuhinya asupan zat gizi dalam tubuh maka akan terbentuk tubuh yang sehat, perkembangan dan pertumbuhan yang sehat dan optimal sehingga memiliki daya tahan terhadap penyakit.

Remaja putri akan sampai pada masa dimana remaja putri akan menjadi dewasa, dan mampu melahirkan anak yang sehat (Eny Kusmiran, 2011).Berdasarkan data Analisis Kematian Ibu tahun 2010 yang disampaikan pada Pertemuan Teknis


(21)

Kesehatan Ibu di Bandung tahun 2011 membahas mengenai point ke lima dari The Mellenium Development Goals (MDGs) yaitu Meningkatkan Kesehatan Ibu. Salah satu Indikator untuk meningkatkan kesehatan ibu dalam MDGs diantaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Karena setiap remaja putri akan menjadi seorang ibu maka penting untuk diperhatikan tumbuh kembangnya. Seiring dengan semakin matangnya tubuh remaja putri baik secara fisik dan psikologi, dan remaja putri akan menjadi wanita dewasa yang akan menjadi ibu, dapat melewati masa kehamilan dan melahirkan dengan sehat dan aman, yang dapat berdampak pada Angka Kematian Ibu dan melahirkan keturunan yang sehat (Eny Kusmiran, 2011).

Pada tahun 1991 AKI sebesar 390/100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015, diharapkan AKI akan turun menjadi 102/100.000 kelahiran hidup(Depkes 2012). Namun data juga menunjukkan tidak sedikit remaja putri yang pada masa remaja sudah melahirkan. Tahun 1991 ada 67/1000, tahun 2007 ada 35/1000 kelahiran dan diharapkan pada tahun 2015 dapat turun menjadi 30/1000 kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun (Depkes 2012).

Dimasa dimana tubuh remaja putri masih membutuhkan asupan zat gizi untuk pertumbuhan sudah dipaksa untuk bereproduksi. Hal ini yang dapat menimbulkan resiko kematian ibu (remaja putri yang hamil) dan anak yang dikandung (Ernawati, F. 2003).

Pada kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi sering menjadai langkah yang dipilih. Hal ini dapat berdampak buruk pada masa depan remaja putri dan menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu.

Usia 15-19 tahun adalah usia dimana remaja putri tersebut masih akan mengalami proses pematangan pada organ reproduksinya. Usia 15 tahun remaja


(22)

tersebut baru memasuki masa menstruasi dan sampai usia 19 tahun pematangan pada organ reproduksinya.Gizi dan makanan bukan hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja tetapi diperlukan juga untuk fertilitas atau kesuburan remaja putri nantinya. Apabila seorang remaja putri mengalami defesiensi nutrisi, misalnya zat besi maka remaja putri tersebut akan beresiko mengalami anemia. Anemia akan menganggu aktifitas sehari – hari remaja putri yang ditandai dengan pusing, sakit kepala, lemah, letih, lesu, kurang konsentrasi dalam belajar yang berdampak pada penurunan prestasi belajar dan berpengaruh pada kesehatan sistem reproduksi.

Khusunya remaja putri harus terus diperhatikan kebutuhan zat besinya, karena kebutuhan zat besi akan terus meningkat dengan adanya pertumbuhan dan pematangan sisitem reproduksi pada remaja putri yang ditandai dengan datangnya menarche (Reagen et.al.,1997). Berat badan, aktivitas fisik, diet, stress pada remaja putri akan mengganggu siklus menstruasi pada remaja putri.Gizi pada masa remaja akan berdampak pada kehidupan pada masa berikutnya.

kongenital (Hayati, 2010). Hal ini disebabkan karena rahim remaja putri belum siap mendukung kehamilan. Karena pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya, sehingga bila terjadi kehamilan, rahim dapat ruptur (robek) dan pada usia ini sistem hormonal belum stabil dan terlihat dari siklus menstruasi yang belum teratur. Ketidak teraturan menstruasi ini akan berdampak jika terjadi kehamilan pada usia remaja. Kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi perdarahan, aborsi atau kematian janin. Ditambah dengan kehidupan Kehamilan pada usia remaja berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi lahir dengan cacat,


(23)

remaja putri yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar remaja putri (Eni Kusmiran, 2011).

Anemia pada kelompok remaja merupakan salah satu perhatian dibidang kesehatan karena gaya hidup remaja yang unik dan berbeda dengan kelompok umur lainnya dari generasi sebelumnya(Sulaeman,2004

Pemilihan makanan pada remaja putri sering dipengaruhi oleh tekanan sosial, teman dan orangtua sebagai panutan yang mempunyai budaya dan keyakinan bahwa tubuh itu harus langsing.Tidak sedikit survai yang mencatat ketidakcukupan asupan zat gizi besi para remaja, khususnya remaja putri akibat dari pola makan yang tidak tepat. Kerapmelewatkan sarapan pagi dengan alasan sibuk dan memilih untuk mengkonsumsi junkfood (Mandleco LB. 2004). Penelitian yang dilakukan Yuliansari, 2007menyatakan ada pengaruh mengkonsumsi minuman berkafein terhadap kejadian anemia.Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di SMA DHARMA PANCASILA JL.Dr.Mansyur no.71C Medan, pada bulan April 2013. Diketahui Dari 20 orang remaja putri yang ditanyakan mengenai pola makannya, ada 8 remaja putri mengatakan bahwa mereka terkadang tidak sempat untuk sarapan pagi dan diberi

). Tingkahlaku, berpakaian, penyesuaian serela makan pada remaja, pembatasan makan agar tubuh berpenampinal langsing dan menarik dengan cara berdiet mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada remaja putri (Eny Kusmiran, 2011).Aktivitas fisik yang meningkat juga memberikan pengaruh.Selain itu keterlambatan tumbuh kembang pada usia anak-anak sebelumnya, akan dikejar pada usia remaja. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhan zat besi sangat penting agar proses tumbuh kembang berlangsung sempurna.


(24)

uang jajan oleh orangtua agar membeli makanan disekolah dan mereka membeli makanan yang cepat saji bahkan menunda sarapan sampai jam istirahat, ada5remajaputri yangmengatakanminum teh manis bila tidak sempat untuk sarapan, ada 3 remaja putriyang suka minum kopi dicafe yang ada disekitar sekolah, dan ada 4 orang melakukuan pembatasankonsumsimakanandenganmengurangi porsimakan, frekuensi makanatau lebih memilih memakan gorengan saja.

Mengingat tingginya prevalensi anemia pada remaja akan memberikan efek negatif terhadap kesehatan tumbuh kembang remaja. Yang berdampak pada terganggunya kesehatan organ reproduksi yang berdampak pada fertilitas dan penurunan daya tahan tubuh, penurunan konsentrasi belajar yang nantinya berpengaruh terhadap prestasi belajar,sehingga mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia,produktivitas dan implikasinya terhadap pembangunan ekonomi. Berangkat dari permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai pola makan yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada remaja putri.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latarbelakang diatas diketahui bahwa terdapat pola makan (asupan protein, Fe, asam folat dan vitamin C) konsumsi teh dan kopi yang tidak sehat pada remaja putri diSMA DHARMA PANCASILA, Jln.Dr.Mansyur no.71C Medan dan diduga dapat menyebabkan anemia pada remaja putri.


(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pola makan (asupan protein, Fe, asam folat dan vitamin C) konsumsi teh dan kopi terhadap kejadian anemia diSMA DHARMA PANCASILA Medan Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh pola makanterhadap jumlah zat gizi (asupanprotein, Fe, asam folat dan vitamin C), jenis sumber zat gizi dan frekuensi konsumsi zat gizi, konsumsi teh dan kopiterhadap kejadian anemia pada remaja putri di SMA DHARMA PANCASILA Medan Tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan diketahui zat gizi (asupan protein, Fe, asam folat dan vitamin C) yang mempengaruhi terjadinya anemia, sehingga dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak sekolah dan bekerjasama dengan orangtua dan pihak kesehatan untuk melakukan upaya/ dalam bentuk penyuluhan/ pengarahan kepada remaja putri agar mengkonsumsi zat gizi untuk mencegah terjadinya anemia pada remaja putri di SMA Dharma Pancasila.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitive dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dengan rentang kehidupan. Anak dianggap dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali, 2011). Masa Remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Walaupun batasan tersebut didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan ini berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2000).

Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang penting. Masa remaja adalah suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhir masa kanan-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan terus bertambah, sedangkan masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan kemampuan berfikir secara abstrak (Potter & Perry, 2005)


(27)

Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dalam berbagai hal, baik mental, emosional, sosial dan politik (Gunarsa 2010). Kesempurnaan dan kematangan pertumbuhan fisik khususnya remaja putri merupakan salah satu penentu kesiapan fisik dalam menghadapi masa reproduksi. Perubahan juga terjadi bagi remaja putri yang setiap bulannya mengalami menstruasi di dalam darah yang dikeluarkan ±50 cc tiap bulannya, dan juga perubahan dalam perilaku konsumsi. Remaja yang masih dalam proses mencari identitas diri, seringkali mudah tergiur oleh moderinisasi dan teknologi yang mempengaruhi konsumsi makanan pada remaja yang tidak melihat makanan dari kandungan gizi tapi lebih condong ke arah trend dan moderinisasi.

Fast food adalah makanan cepat saji yang diperoleh dari makanan luar rumah yang disajikan dengan sedikit waktu dan tidak perlu menunggu waktu lagi semenjak makanan dipesan sampai dengan disajikan. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa mempengaruhi pola makan para remaja di kota. Beberapa tahun terakhir ini, banyak didirikan tempat-tempat penjualan fast food di beberapa kota besar diIndonesia terutama ditempat yang strategis diMall, supermarket bahkan bermunculan di pinggiran jalan. Fast food ditawarkan dengan harga yang terjangkau oleh kantong-kantong remaja, kebiasaan mengkonsumsi fast food sudah menjadi bagian dari gaya hidup remaja kota. Fast food umumnya mengandung lemak, kolesterol, garam dan energi yang sangat tinggi. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila terlanjur menjadi pola makan, akan berdampak negatif pada keadaan gizi pada remaja. Hal inilah yang menyebakan remaja putri sangat beresiko tinggi untuk menderita anemia.


(28)

Masalah lain gizi remaja yang berkaitan langsung dengan angka kematian Ibu (AKI) adalah anemia gizi. Data dari Direktorat Kesehatan Keluarga menunjukkan bahwa anemia menjadi faktor resiko terjadinya perdarahan tersebut dan hal itu diakibatkan karena anemia yang dideritanya sejak masih remaja (Gayuh, 2009). Kejadian hamil dan menikah diusia dini pada remaja putri baik yang direncanakan atau tidak direncanakan merupakan salah satu pemberi kontribusi terhadap kematian ibu. Kurangnya kesiapan secara mental dan fisik pada remaja putri akan memberi dampak pada keturunan yang akan dihasilkan. Tidak jarang remaja putri yang hamil pada usia muda mengalami masalah terhadap kesehatannya dan generasi yang akan dilahirkan. Kehamilan pada usia remaja berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Hayati, 2010). Pada kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi sering menjadi langkah yang dipilih. Hal ini dapat berdampak buruk pada masa depan remaja putri dan menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu.

2.2 Anemia

2.2.1 Jenis Anemia

Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi. Kekurangan gizi dapat menyebabkan masalah di dalam individu terutama pada masa remaja yaitu gagalnya pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan tubuh yang dapat meningkatkan angka kesakitan bahkan kematian (Depkes, 2003). Masalah gizi utama di Indonesia hingga saat ini menurut Wjiastuti (2006) adalah Kurang Energi Protein (KEP). Gangguan Akibat Kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A (KVA), dan Anemia Gizi. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar


(29)

hemoglobin dan eritrosit lebih rendah daripada normal adalah 14-18gr % dan eritrosit 4,5%-5,5jt/mm3. Sedangkan pada wanita, hemoglobin normal adalah 12-16 gr% dengan erittrosit 3,5-4,5 jt/mm3. Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Hardinsyah dkk, 2007).

Klasifikasi dari anemia disampaikan Kodiyat (2000), menggolongkan anemia menjadi dua tipe, yaitu anemia gizi dan anemia non-gizi. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang diperlukan dalam pembentukan dan produksi sel-sel merah. Anemia gizi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dalam darah.

2. Anemia Defsiensi folat (asam folat) yang disebabkan defisiensi asam folat didalam darah.

3. Anemia defisisiensi besi adalah anemia yang disebabkan defisiensi besi di dalam darah.(Almatsier, 2009).

2.2.2 Anemia Gizi Besi

Menurut Reksodiputro (2006) anemia gizi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk pembentukan sel darah merah. Cadangan besi yang berkurang bahkan tidak ada sama sekali mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Gambaran klinis dari anemia gizi besi adalah :

1. Pada Individu Dewasa, tanda anemia sistemik terlihat pada saat hemoglobin kurang dari 12 g/100mL atau kurang


(30)

2. Memperlihatkan gejala 5 L (Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai). Gejala lebih lanjut telapak tangan pucat, konjugtiva pucat dan daun telinga pucat juga semakin terlihat (Depkes, 2005)

Tabel 2.1 Batasan Anemia menurut WHO

Kelompok Batas Normal

Anak Balita 11 gr %

Anak Usia Sekolah 12 gr %

Wanita Dewasa 12 gr %

Laki – laki Dewasa 13 gr %

Ibu Hamil 11 gr %

Dalam supariasa 2008

2.2.3 Zat Mikro (Besi) dan Metabolismenya

Zat mikro (besi) adalah microelement yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemapobesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat (Soediatomo, 2006). Zat besi merupakan bagian yang terpenting dalaam hemoglobin, mioglobin, dan enzim, namun zat gizi ini tergolong essensial sehingga harus disuplai dari makanan. Fungsi prinsip utama zat gizi besi dalam tubuh adalah terlihat dalam pengangkutan oksigen dan dari sari makanan dalam darah dan urat daging serta menstranfer electron (Akhmadi, 2008)

Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35mg per kg berat badan wanita atau 50mg per Kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom


(31)

besi. Dalam sebuah melekul hemoglobin terdapat empat heme. Besi juga terdapat dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin.

Kebutuhan zat besi pada seseorang sangat bergantung pada usia dan jenis kelamin. Kebutuhan zat besi pada wanita lebih banyak daripada laki-laki karena mereka mengalami menstruasi setiap bulan. Wanita hamil, bayi dan ank-anak lebih beresiko untuk mengalami anemia zat besi daripada yang lainnya. Berikut kebutuhan zat besi yang terserap menurut umur pada wanita.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan

Golongan Umur AKB (mg)

Wanita :

10 – 12 tahun 20

13 – 15 tahun 26

16 – 18 tahun 26

19 – 29 tahun 26

30 – 49 tahun 26

50 – 64 tahun 12

≥ 65 tahun 12

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004. Angka Kecukupan Besi Dalam Almatsier 2009

Dalam tubuh terdiri dari proses penyerapan, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran. Penyerapan besi diatur ketat pada tingkat mukosa intestinal dan ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Zat besi dari makanan diserap ke usus halus, kemudian masuk ke dalam plasma darah. Selain itu, ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh bersama tinja. Absorbsi terutama terjadi dibagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut yaitu protein khusus. Ada dua jenis alat angkut-protein didalam sel mukosa usus halus yang membantu penyerapan besi,


(32)

yaitu transferin dan feritin. Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna kedalam sel mukosa dan memindahkannya ke transferin reseptor yang ada didalam sel mukosa. Transferin mukosa kemudian kembali kedalam rongga saluran cerna untuk mengikat besi yang lain, sedangkan transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh.

Taraf absorpsi besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan tubuh.Transferin mukosa yang dikeluarkan kedalam empedu berperan sebagai alat angkut yang bolak balik membawa besi kepermukaan sel usus halus untuk diikat oleh transferin reseptor dan kembali kesaluran cerna untuk mengangkut zat besi yang lain. Zat besi dari plasma sebagian harus dikirim ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin dan sebagian lagi diedarkan ke seluruh jaringan. Cadangan besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin di dalam hati dan limpa. Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel–sel dalam tubuh berlangsung lebih lambat dari pada penerimaannya dari saluran cerna, bergantung pada simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam bahan makanan.

Sebagian besar Transferin darah membawa besi kesumsum tulang dan ke bagian tubuh yang lan. Didalam sumsum tulang besi digunakan untuk membuat hemoglobin yang merupakan bagian dari sel darah merah. Sisa besi disimpan dalam bentuk protein feritin. Feritin yang bersirkulasi didalam darah mencerminkan simpanan besi didalam tubuh. Diperkirakan hanya 5%-15% besi makanan diabsobsi dengan baik pada orang dewasa.


(33)

Faktor yang berpengaruh terhadap absorbsi besi besi antara lain:

1. Bentuk Besi, di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi heme, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat pada daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada zat besi non- heme. 2. Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-heme

dengan merubah bentuk ferri menjadi bentuk ferro, dimana bentuk ferro lebih mudah diserap. Vitamin C juga membentuk gugus besi askorbat yang tetap larut pada PH lebih tinggi dalam duodenum.

3. Asam fitat, mengikat besi sehingga mempersulit penyerapannya.

4. Tanin, yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran yang menghambat absorbsi besi.

5. Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi sehingga menghalangi absorbsi besi.

6. Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena hema mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12.

7. Kebutuhan tubuh, bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan, absorbs non-heme dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi heme dua kali (Almatsier, 2009).

Keanekaragaman konsumsi makanan berperan dalam absorbi zat besi seperti kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau penting dalam membantu meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Sumber utama zat besi adalah bahan pangan hewani (heme) lebih dari dua kali lebih mudah diserap dibanding dengan sumber nabati (Wardlaw, pada Patimah, 2007). Ini berarti bahwa zat besi


(34)

pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap daripada zat besi pangan asal nabati (non-heme). Kecukupan Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber zat besi, tetapi dipengaruhi oleh absorbsi besi dalam tubuh itu sendiri.

2.2.4 Penyebab Anemia Gizi Besi

Menurut Depkes (2000), penyebab anemia gizi besi atau FE dalam tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutam Wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme yang daya serapnya > 15%. Anemia juga disebabkan karena terjadinya peningkatan kebutuhan oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil, dan karena adanya penyakit kronis. Penyebab lainnya kerena perdarahan yang disebabkan oleh cacing terutama cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan dan perdarahan pada saat melahirkan (Wijiastuti,2006). Pada umumnya anemia sering terjadi pada wanita dan remaja putri dibanding dengan pria, hal tersebut dikarenakan oleh:

1. Wanita dan remaja putri pada umumnya lebih sering mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi

2. Remaja putri biasanya lebih ingin tampil lansing, sehingga membatasi asupan makanan

3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg di ekstraksi, khususnya melalui feses

4. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilangan zat besi ±1,3mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria.


(35)

Penyebab anemia gizi besi pada remaja putri dapat juga terjadi karena asupan besi yang tidak cukup, adanya gangguan absorbsi besi, kehilangan darah yang menetap, penyakit dan kebutuhan meningkat, yaitu sebagai berikut:

1. Asupan zat besi yang tidak cukup

Pada masa remaja, yang merupakan masa penting dalam pertumbuhan. Apabila, makanan yang dikonsumsi tidak mengandung zat besi dalam jumlah cukup, maka kebutuhan tubuh terhadap zat besi tidak terpenuhi, ini dikarenakan rendahnya kualitas dan kuantitas zat besi pada makanan yang kita konsumsi. Kurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahaan serta lauk pauk akan meningkatnya resiko terjadinya anemia zat besi.

Remaja yang belum sepenuhnya matang baik secara fisik, kognitif, dan masih dalam masa pencarian identitas diri, cepat dipengaruhi lingkungan. Keinginan memiliki tubuh yang langsing, membuat remaja membatasi makan. Aktifvitas remaja yang padat menyebabkan mereka makan di luar rumah atau hanya makan makanan ringan, yang sedikit mengandung zat besi, selain itu dapat menggangu atau menghilangkan nafsu makan (Djaeni, 2008)

2. Defisiensi Asam Folat

Pemberian asam folat sebesar 35% menurunkan risiko anemia. Defisiensi asam folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme DNA, akibatnya terjadi perubahan morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel epitel lambung dan usus, vagina dan serviks. Kekurangan asam folat menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia


(36)

megaloblastik dan gangguan darah lainnya, peradangan lidah (glositis) dan gangguan saluran cerna (Almatsier, 2009)

3. Gangguan absorbsi

Zat besi yang berasal dari makanan dan masuk kedalam tubuh diperlukan proses absorbsi. Proses tersebut dipengaruhi oleh jenis makanan, dimana zat besi terdapat. (Husaini dalam Yenni, 2003) menyatakan bahwa terdapat faktor yang mempermudah absorbs besi dan faktor yang menghambat absorbsi besi. Absorbsi zat besi dapat lebih ditingkatkan dengan pemberian vitamin C, hal ini dikarenakan karena faktor reduksi dari vitamin C. Zat besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau dengan vitamin C. Karena itu, sayuran segar dan buah-buahan baik dikonsumsi untuk mencegah anemia. Hal ini dikarenakan bukan bahan makanannya yang mengandung gizi besi, tetapi karena kandungan vitamin C yang mempermudah absorbsi zat besi. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi non heme samapai 4 kali lipat. Tidak hanya vitamin C saja yang dapat mempermudah absorbi zat besi, protein juga ikut mempermudah absorbsi zat besi. Kadang faktor yang menentukan absorbsi pada umumnya lebih penting dari jumlah zat besi dalam makanan.

Tanin yang terdapat pada teh dapat menurunkan absorbsi zat besi sampai dengan 80%. Minum teh satu jam setelah makan dapat menurunkan absorbsi hingga 85%. Hasil survey anemia pada remaja putri di kabupaten sleman tahun 2008 menunjukkan bahwa siswa yang terbiasa minum teh, mempunyai resiko lebih tinggi menderita anemia, dengan persentase lebih dari 50% dibanding dengan yang kadang-kadang atau tidak terbiasa minum teh (Iskandar Asep, 2009)


(37)

Kafein didalam kopi juga juga dapat menurunkan absorbsi zat besi. Kafein merupakan Kristal Xantin putih, pahit, dan larut dalam air. Efek negative kopi antara lain; menggangu absorbsi besi, menyebabkan anemia defisiensi besi, ulkus peptikum, esophagitis erosif, gastroesophageal refluks, meningkatkan resiko osteoporosis. Konsumsi teh dan kopi satu jam setelah makan akan menurunkan absorbsi dari zat besi sampai 40% untuk kopi dan 85% untuk teh, karena terdapat zat polyphenol

seperti tannin yang terdapat dalam teh (Bothwell, 1992).

Pada penelitian yang dilakukan olah Muhilal dan Sulaeman (2004), didapat absorbsi zat besi besi turun sampai 2% oleh karena konsumsi teh, sedangkan absorbsi tanpa konsumsi teh hanya diabsorbsi sekitar 12%. Penelitian yang dilakukan Yuliansari (2007) menyatakan ada pengaruh mengkonsumsi minuman berkafein terhadap kejadian anemia.

4. Kehilangan darah (Zat Besi)

Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia yang disebabkan oleh: a. Perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis, varises

esophagus dan hemoroid. Selain itu perdarahan juga dapat berasal dari saluran kemih seperti hematuri, perdarahan pada saluran nafas seperti hemaptoe. Perdarahan yang terjadi membuat hilangnya darah dalam tubuh, biasanya setelah mengalami perdarahan, maka tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu 1 sampai 3 hari, akibatnya konsentrasi sel darah merah menjadi rendah. Jika tidak ada perdarahan kedua konsentrasi sel darah merah menjadi stabil dalam waktu 3-6 minggu. Saat kehilangan darah kronis, proses absorbsi zat besi dari usus halus untuk membentuk hemoglobin dalam darah terhambat. Sehingga, terbentuk sel


(38)

darah merah yang mengandung sedikit hemoglobin yang menimbulkan keadaan anemia (Iskandar Asep , 2009)

b. Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus, akibatnya sebagian darah akan hilang dan akan dikeluarkan dari tubuh bersama tinja. Setiap hari satu ekor cacing tambang akan menghisap 0,03 sampai 0,15 ml darah dan terjadi terus-menerus sehingga kita akan kehilangan darah setiap harinya, hal ini yang menyebabkan anemia.

c. Penyakit (Sindrom Malabsorbsi)

Penyakit yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia seperti gastritis, ulkus peptikum dan diare (Guyton, 1999)

d. Kebutuhan tubuh terhadap zat besi yang meningkat

Kebutuhan zat besi wanita lebih tinggi dari pada pria karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50-80cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30-40 mg. Pada masa kehamilan wanita memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta serta untuk kebutuhan ibu sendiri. Remaja yang anemia dan kurang berat badan lebih banyak melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dibandingkan dengan wanita dengan usia reproduksi aman untuk hamil. Penambahan berat badan yang tidak adekut lebih sering terjadi pada orang yang ingin kurus, ingin menyembunyikan kehamilannya, tidak mencukupi sumber makanannya.(Eva Ellya, 2010).


(39)

2.2.5 Protein

Protein adalah molekul yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Protein mempunyai fungsi membangun serta memelihara sel-sel dalam jaringan tubuh dan sintesis porfirin nukleus hemoglobin. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik karena memiliki susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia dibandingkan dengan sumber protein dari bahan makanan nabati (Almatsier, 2009).

Protein berfungsi sebagai zat pembangun yang berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang. Kebutuhan protein bagi remaja tergantung pada tingkat pertumbuhan individu. Remaja berisiko kekurangan protein karena pola konsumsi makan yang salah dengan membatasi masukan makanan karena ingin menurunkan berat badan atau diet vegetarian. Makanan sumber protein berasal dari bahan makanan hewani yaitu telur, daging, ikan, unggas, susu serta hasil olahannya seperti keju sedangkan kacang-kacangan, tempe dan tahu merupakan sumber protein nabati. Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi zat besi, disamping itu makanan yang tinggi protein terutama yang berasal dari hewani banyak mengandung zat besi( Almatsier, 2009).


(40)

Tabel 2.3 Angka Kecukupan protein yang dianjurkan

Golongan Umur AKP (gram)

Wanita :

10-12 tahun 50

13-15 tahun 57

16-18 tahun 55

19-29 tahun 50

30-49 tahun 50

50-64 tahun 50

≥ 65 50

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi, 2004 ( dalam Almatsier, 2009)

2.2.6 Asam Folat

Asam folat merupakan vitamin yang digolongkan dalam vitamin larut air. Asam folat memiliki bentuk aktif berupa cincin pteridin yang terkait dengan asam amino benzoat dan asam glutamate. Asam folat dapat larut dalam garam natrium, asam folat terdapat dalam makanan dalam bentuk tereduksi yang sifatnya stabil dan mudah direduksi. Kebutuhan asam folat pada manusia sekitar 50 µg, tetapi kebutuhan asam folat akan meningkat pada keadaan tertentu.

2.2.7 Fungsi Asam Folat

Fungsi asam folat meliputi, memindahkan atom karbon tunggal, mengubah antara serin dan glisin, oksidasi glisin, metilasi homosistein menjadi metionn, dan metilasi precursor etanolamin menjadi vitamin koli, serta untuk perubahan histidin menjadi asam glutamanat. Asam folat juga berperan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih didalam sumsung tulang. Asam Folat banyak terdapat didalam sayuran hijau. Istilah Folat berasal dari kata Latin Folium, yang berarti daun hijau. Bahan Makanan yang banyak mengandung Asam Folat terdiri dari, hati, daging


(41)

tanpa lemak, biji-bijian, gandum, kacang-kacangan dan buah jeruk. Vitamin C yang ada didalam buah jeruk menghambat kerusakan Asam Folat (Almatsier, 2009).

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Folat yang dianjurkan Golongan Umur AKF (µg) Wanita :

10-12 tahun 300

13-15 tahun 400

16-18 tahun 400

19-29 tahun 400

30-49 tahun 400

50-64 tahun 400

≥ 65 tahun 400

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 (dalam Almatsier 2009)

2.2.8 Vitamin C

Vitamin C merupakan salah satu Vitamin yang larut dalam Air. Vitamin larut dalam Air biasanya tidak tersimpan dalam tubuh dan dikeluarkan melalui proses sekresi dalam tubuh, oleh karena ini vitamin C harus dikonsumsi setiap hari agar tubuh tidak mengalami kekurangan (defisiensi) yang dapat mengganggu fungsi tubuh. Vitamin C berbentuk kristal putih, yang stabil dalam keadaan kering dan mudah rusak bila terkena panas. Vitamin C mudah diabsorpsi dan rata-rata absorpsi adalah 90%, atau sekitar 20-120 mg sehari. Tubuh manusia dapat menyimpan 1500mg vitamin C, bila konsumsi vitamin C mencapai 100 mg sehari, dan jumlah ini akan mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Vitamin C banyak membantu proses metabolisme didalam tubuh diantaranya membantu metabolisme Fe dan Asam Folat. Selain itu Vitamin C juga berkaitan dalam pembentukan Kolagen.


(42)

Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel disemua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membran kapiler, kulit dan tendon (urat otot). Oleh karena itu dapat dikatakan pula bahwa Vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan dibawah kulit dan perdarahan gusi. Selain itu Vitamin C juga dapat berfungsi untuk mmeningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, Kanker dan Penyakit Jantung.

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Vitamin C yang dianjurkan

Golongan Umur AKC (mg)

Wanita :

10-12 tahun 50

13-15 tahun 65

16-18 tahun 75

19-29 tahun 75

30-49 tahun 75

50-64 tahun 75

≥ 65 tahun 75

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi, 2004 ( dalam Almatsier, 2009)

2.2.9 Hubungan Asam folat dan Anemia

Seseorang yang mengalami kekeurangan asam folat dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastic, yaitu sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nucleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (Allen & Sabel 2001), hal tersebut dikarenakan gangguaan metabolisme DNA, yang akan berakibat perubahan morfologi inti sel, terutama sel yang cepat pemebelahannya, seperti sel darah merah, sel darah putih, sel epitel dll. Hasil penelitian di Bangladesh Ahmed Faruk, et al (2001) diketahui bahwa suplementasi besi dan asam folat dapat meningkatkan kadar Hb, serum ferritin, RBC asam folat dan serum vitamin A pada


(43)

remaja putri yang anemia. Berdasarkan penelitian Mulyawati, 2003 di Jakarta diketahui ada peningkatan kadar Hb dan serum feritin setelah diberikan suplementasi zat besi dan asam folat pada pekerja yang anemia.

2.2.10 Akibat Anemia

Gejala yang ditumbulkan anemia yaitu lemah, letih, pusing, kurang nfsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, dan menurunnya kekebalan tubuh. Pada masa remaja dapat menurunkan konsentrasi dan belajar (Almatsier, 2009). Menurut Kusumawati (2005) tingginya anemia pada remaja ini akan berdampak pada prestasi belajar siswa karena anemia pada remaja akan menyebabkan daya konsentrasi menurun sehinggamengakibatkan menurunnya prestasi belajar. Anemia gizi pada balita dan anak akan berdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik, motorik, mental dan kecerdasan juga terhambat (Aliefin,2005)

2.2.11 Pencegahan Anemia

Upaya-upaya untuk mencegah anemia menurut Depkes (2012), antara lain sebagai berikut:

1. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur), dari bahan nabati (sayuran yang berwarbna hijau tua, kacang-kacangan dan tempe)

2. Banyak makan makanan sumber vitamin C yang bermanfaat untuk peningkatan penyerapan zat besi, misalnya jambu, jeruk, tomat dan nanas

3. Minum tablet penambah darah setiap hari, khususnya menagalami haid 4. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasi ke dokter.


(44)

Menurut DeMaeyer (1995) dalam Depkes (2012), pencegahan adanya kurang zat gizi besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai berikut:

1. Memperkaya makanan pokok dengan zat besi. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang baru.

2. Pemberian suplemen tablet zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja puteri, untuk mencegah dan menaggulangi masalah anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji dapat mempengaruhi pola makan remaja . makanan siap saji umumnya rendah besi, kalsium, riboflavin, vitamin A dan asam folat. Makanan siap saji mengandung lemak jenuh, kolesterol, dan natrium yang tinggi.

2.3 Pola Makan

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang (remaja putri) dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan (Farida Baliwati, 2004). Pola makan juga merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Santosa, 2004). Pendapat lain tentang pola makan dapat diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih


(45)

makanan dan mengosumsinya sebagai terhadap reaksi pengaruh–pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial (Sulistyoningsih, 2010).

Ada tiga faktor yang menentukan pola konsumsi pangan yaitu:

1. Kondisi ekosistem yang mencangkup penyediaan bahan makanan alamiah Pada saat sekarang ini, bahkan sebagian besar pola konsumsi pangan manusia mengandung bahan makanan nabati sebagai mayoritas, dan bahan makanan hewani dikonsumsi dalam jumlah relative sedikit. Bagian bahan makanan hewani dikonsumsi dalam relative sedikit. Bagian bahan makanan hewani, bila kondisi kemakmuran ekonomi bertambah maju

2. Kondisi ekonomi yang menentukan daya beli

Dalam rangka penganekaragaman pola konsumsi pangan, ialah bahwa daya beli sanggup membeli bahan makanan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya.

3. Konsep kesehatan gizi

Faktor konseptual dan pengetahuan umum maupun pengetahuan kesehatan dan gizi merupakan faktor ketiga yang menonjolm dalam mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan (Suhardjo, 1989)

Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sebagainya. Sejak dahulu makanan selain untuk pertumbuhan, memenuhi rasa lapar juga sebagai lambing kemakmuran, kekuasaan dan persahabatan.


(46)

1. Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh disamping memperbaiki bagian tubuh disamping memperbaiki bagian tubuh yang rusak 2. Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan

bekerja

3. Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman berarti mempunyai dampak positif terhadap kesehatan. Dengan demikian, kecukupan akan makanan mempunyai arti boilogis dan psikologis

2.3.1 Pola Makan Remaja

Makanan merupakan kebutuhan bagi hidup manusia, makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Pada masyarakat dikenal pola makan dan kebiasaan makan dimana seseorang/sekelompok orang tinggal. Salah satu fungsi utama makanan adalah memberikan energi. Energi itu tidak hanya diperlukan untuk aktivitas atau kegiatan berat tetapi juga untuk berfungsinya organ-organ tubuh. Jumlah energi yang dicerna dari makanan diukur dalam kalori dan kebutuhan kalori harian seorang seorang akan bergantung pada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, laju metabolisme dan iklim dimana seorang tinggal (Sediaoetama, 2006).

Setiap manusia, membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya, sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Seorang remaja biasanya telah mempunyai pilihan makanan sendiri yang ia telah senangi dan pada masa remaja telah terbentuk kebudayaan makan tergantung pengalamam dan respon terhadap lingkungannnya.


(47)

Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase remaja. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja (Proverawati A, 2010).

Pola makan individu dalam keluarga memiliki proses yang mengahasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung selama hidupnya. Kebiasaan makanan adalah tingkah laku atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Khumaidi, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, menurut Khumaidi (2000) ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu:

1. Faktor Ekstrinsik yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia, yang terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama

2. Faktor Intrinsik, merupakan faktor yang ada didalam diri manusia yang terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit, penilaian lebih terhadap mutu makanan dan pengetahuan gizi.

Dimasa remaja akan terdapat banyak situasi yang berbahaya yang memungkin seseorang untuk makan secara kurang maupun lebih. Dan pada masa remaja kegiatan maupun aktivitas sering sekali menurun dikarenakan oleh jumlah konsumsi makanan yang kurang maupun lebih. Salah satu hal yang paling penting yang harus dilakukan


(48)

remaja agar selalu sehat bukan hanya untuk saat itu tetapi juga menunjang kesehatan seumur hidupnya adalah mengkonsumsi makanan yang bergizi. Pada masa pertumbuhan tubuh remaja sangat membutuhkan protein, vitamin dan mineral. Jika remaja cukup makan, maka remaja tersebut tidak akan sakit. Ada jenis-jenis makanan tertentu yang sangat penting bagi gadis remaja. Ketika ia mulai mendapat menstruasi, tipa bulan ada sejumlah darah yang keluar. Remaja putri tersebut akan menghadapi resiko anemia atau kurang darah. Darah haid harus diganti dengan memakan buah-buahan yang mengandung zat besi dan kalsium untuk tulangnya kuat.

Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh signifikan terhadap kebiasaan makan mareka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak makan diluar rumah dan lebih banyak pengaruh dalam memilih makanan yang akan dimakannya. Mereka juga lebih suka mencoba-coba makanan baru, salah satunya adalah fast food.

Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekwensi makan, jenis makanan dan jumlah makan. Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan.

2.3.2 Pengaruh Zat Gizi terhadap Menstruasi pada Remaja Putri

Menarke adalah haid yang pertama terjadi, yang merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita yang sehat. Status gizi remaja putri sangat mempengaruhi terjadinya menarke, adanya keluhan-keluhan selama menstruasi maupun lamanya menstruasi. Agar selama menstruasi tidak timbul banyak keluhan, remaja putri sebaikknya mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang yang mencakup protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air yang seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Asupan zat gizi yang kurang akan mempengaruhi


(49)

pertumbuhan, fungsi organ tubuh termasuk organ reproduksi yang berdampak pada gangguan haid. Pada remaja putri yang melakukan diet vegetarian biasanyaakan cenderung sering mengalami gangguan menstruasi dibandingkan dengan remaja putri yang tidak melakukan diet vegetarian. Dengan mengkonsumsi daging dan ikan ternyata dapat menstabilkan kadar hormon yang terjadi selama masa menstruasi sehingga dapat mengurangi keluhan selama menstruasi berupa perut terasa sakit dan kram. Pada masa menstruasi remaja putri lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan, daging, sayuran daun hijau, kacang-kacangan dan sereal, dan membatasi makanan berlemak tinggi, alkohol, kopi dan makanan yang mengandung tinggi gula (Erna Francin, 2004).

2.3.3 Pola Makan 1. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah keseringan makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut samapi usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan akan menyesuaikan dengan kosongnya lambung. Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam secukupnya saja. Menu sarapan yang baik harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup air untuk mempermudah pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi.

2. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan


(50)

variasi makanan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan rasa bosan. Sehingga mengurangi selera makan. Menyususn hidangan sehat memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang diperhitungkan dengan tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas.

3. Tujuan makan

Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Uripi, 2002).


(51)

2.4 Landasan Teori Pengaruh sosial ekonomi :

1 Jumlah anggota keluarga disesuaikan dengan pendapatan orang tua 2 Kemampuan/ daya beli

makanan bergizi/ banyak mengandung zat besi

Diet yang tidak terkontrol untuk menurunkan BB

Asupan zat gizi kurang/ tidak cukup

1 Remaja termasuk dalam usia reproduksi yang sesuai kodratnya akan mengalami ,pertumbuhan tubuh dan menstruasi

2 Pengetahuan yang kurang akan menurunkan kesadaran dalam memperhatikan/ memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi Kecukupan akan zat gizi/besi

masing-masing anggota keluarga

Karakteristik remaja : 1 Umur

2 Pengetahuan tentang anemia defisiensi besi

Penyakit Kronis

Meningkatnya kebutuhan tubuh terhdap zat besi

Anemia Defisiensi Besi (Hb≤ 11 mg/dl, feritin serum <12 mg/dl

Hambatan absorbsi zat gizi


(52)

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola makan. Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang (remaja putri) dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jumlah zat gizi (Asupan protein, asam folat, Fe dan vitamin C), jenis sumber zat gizi dan frekuensi konsumsi zat gizi yang nantinya akan mempengaruhi asupan zat gizi (protein, asam folat, Fe dan vitamin C) yang dibutuhkan oleh remaja putri, dimana asupan zat gizi ini mempengaruhi kejadian anemia. Semakin baik asupan zat gizi pada pola makan remaja akan mengurangi resiko terjadinya anemia pada remaja putri. Pada pola makan remaja putri yang menjadi penghambat penyerapan zat besi dan asam folat adalah polifenol yang terdapat pada teh (tanin) dan kopi (kafein). Variabel dependen pada penelitian ini adalah anemia, yang diukur dengan melihat kadar hemoglobin dalam darah remaja putri secara langsung.

Anemia Pola makan :

- Asupan Protein - Asupan Fe

- Asupan Asam Folat - Asupan Vitamin C

Konsumsi teh Konsumsi kopi


(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain penelitian cross sectional

yaitu bertujuan untuk menjelaskan pengaruh pola makan terhadap kejadian anemia pada remaja putrid

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA DHARMA PANCASILA, Jln. Dr. Mansyur no.71C Medan. Waktu penelitian mulai dari bulan Mei -Juni 2013

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri SMA DHARMA PANCASILA Medan, kelas I dan II, yang terdiri dari 206 orang kelas I dan 150 orang, kelas II . Jadi jumlah populasi secara keseluruhan adalah 356 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan digunakan untuk penelitian., Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling.Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow (1997) sebagai berikut:

2 2 ) 1 ( ) 2 1 ( ) ( ) 1 ( ) 1 ( o a a a o o P P P p Z P P Z n −       +

≥ −α −β


(54)

n : besar sampel

) 2 1 (−α

Z : Nilai Deviasi normal pada tingkat kemaknaan = 0,05

) 2 1 (−α

Z

=1,96 )

1 (−β

Z : Kekuatan uji bila 10% Maka Z(1−β) = 1,282 Po : Proporsi anemia : 0,515 (Masita, 2008)

Pa : Proporsi kejadian anemia yang diharapkan yaitu : 0,35 Pa – Po : Selisih proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,165

(

)

2 2 ) 515 , 0 35 , 0 ( 35 , 0 1 ( 35 , 0 282 , 1 ) 515 , 0 1 ( 515 , 0 96 , 1 − − + − ≥ n

(

)

2 2 ) 165 , 0 ( 23 , 0 282 , 1 5 , 0 96 , 1 + ≥ n 3 , 92 ≥ n 100 ≥ n

jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Pengumpulan Data 3.4.1.1. Data Primer

1. Data anemia didapat dengan cara mengambil darah responden lalu diperiksa kadar haemoglobinnya dengan menggunakan uji laboratorium.

2. Data pola makan didapat dengan cara melakukan wawancara dengan metode food recall 24 jam


(55)

3. Data konsumsi teh diperoleh dengan melakukan wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang telah disiapkan

4. Data konsumsi kopi diperoleh dengan melakukan wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang telah disiapkan.

3.4.1.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen di SMA DHARMA PANCASILA Medan. yang meliputi gambaran umum, letak geografis, dan data jumlah siswa.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel independen dalan penelitian ini adalah pola makan yang terdiri dari : Jumlah zat gizi (Protein, Fe, asam folat dan Vitamin C), Jenis sumber Zat Gizi dan Frekuensi konsumsi Zat Gizi, konsumsi Teh dan Konsumsi Kopi. Sedangkan, variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian anemia pada remaja putri. 3.5.2 Definisi Operasional

1. Anemia adalah kadar haemoglobin di dalam darah yang lebih rendah dari pada nilai normal menggunakan standar WHO (World Health Organizatian).


(56)

Jumlah Zat Gizi ( Protein, Fe, Folat dan Vitamin C) adalah banyaknya zat gizi yang dikonsumsi oleh remaja putri dalam memenuhi asupan Protein, Fe, Folat dan Vitamin C dalam sehari.

Jenis Sumber zat gizi adalah berbagai jenis macam sumber atau keanekaragaman sumber Zat Gizi( protein, Fe, asam folat dan vitamin C ) yang dikonsumsi oleh remaja putri dalam sehari.

Frekuensi Konsumsi Zat Gizi adalah perilaku konsumsi remaja putri dengan melihat keseringan mengonsumsi sumber Zat Gizi (Protein, Fe, Folat, dan Vitamin C) dalam seminggu.

Asupan protein adalah banyaknya macam dan seringnya mengkonsumsi sumber protein dalam sehari.

Asupan Fe (zat besi) adalah banyaknya macam dan seringnya mengkonsumsi sumber Fe (zat besi) alam sehari.

Asupan Asam Folat adalah banyaknya macam dan seringnya mengkonsumsi sumber Asam Folat dalam sehari.

Asupan Vitamin C adalah banyaknya macam dan seringnya mengkonsumsi sumber Vitamin C dalam sehari.

3. Konsumsi teh adalah perilaku remaja putri minum teh ≥6 0 menit sebelum dan setelah makan.

4. Konsumsi kopi adalah perilaku remaja putri minum kopi ≥60 menit sebelum dan setelah makan.


(57)

3.6.1 Variabel Dependen

Variabel dependen yaitu anemia diukur dengan melihat kadar Hb dengan menggunakan pemeriksaan darah dengan metode uji laboratorium, dikatagorikan menjadi:

0 = Tidak anemia jika kadar Hb ≥ 12 gr% 1 = Anemia Jika kadar Hb < 12 gr% Skala : nominal

3.6.2 Variabel Independen

1. Pola makan diukur dengan melihat asupan Protein, Fe (zat besi), Folat dan Vitamin C dengan metode food recall 24 jam. Metode food recall24 jam

bertujuan untuk mengetahui Jenis Sumber Zat Gizi, Jumlah Zat Gizi dan Frekuensi Konsumsi Zat Gizi dalam ukuran rumah tangga (URT) selama 24 jam dikonversikan keukuran dan berpedoman pada DKBM. Selanjutnya dengan menggunakan nutritive survey, diketahui asupan Protein, Fe, Folat dan Vitamin C dalam 24jam yang kemudian disesuaikan dengan Angka Kecukupan Zat Gizi sesuai Ketetapan yang telah ada.

a. Asupan Protein dikategorikan Dengan :

0 = Asupan Protein cukup jika asupan Protein ≥ Angka Kecukupan Protein sesuai Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004

1 = Asupan Protein tidak cukup jika asupan Protein ≤ Angka Kecukupan Protein sesuai Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004

Skala : nominal


(58)

0 = Asupan Fe cukup jika asupan Fe ≥ Angka Kecukupan Fe sesuai Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004

1 = Asupan Fe tidak cukup jika asupan Fe ≤ Angka Kecukupan Fe sesuai Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004

Skala : nominal

c. Asupan Asam Folat dikategorikan dengan :

0 = Asupan Asam Folat cukup jika asupan asam folat ≥ Angka Kecukupan Asam Folat sesuai Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004

1 = Asupan Asam Folat tidak cukup jika asupan Folat ≤ Angka Kecukupan Asam Folat sesuai Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004

Skala : nominal

d. Asupan Vitamin C dikategorikan dengan :

0 = Asupan Vitamin C cukup jika asupan Vitamin C ≥ Angka Kecukupan Vitamin C sesuai Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004

1 = Asupan Vitamin C tidak cukup jika asupan Vitamin C ≤ Angka Kecukupan Vitamin C Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004 Skala : nominal

2. Konsumsi teh diukur dengan melihat waktu remaja putri mengkonsumsi teh dengan menggunakan kuesioner

0 = konsumsi teh baik jika diminum ≥ 60 menit sebelum dan sesudah makan. 1 = konsumsi teh tidak baik jika diminum pada saat makan dan ≤ 6 0 menit

sebelum dan sesudah makan. Skala : nominal


(59)

3. Konsumsi kopi diukur dengan melihat waktu remaja putri mengkonsumsi teh dengan menggunakan kuesioner

0 = konsumsi kopi baik jika diminum ≥ 60 menit sebelum dan sesudah makan. 1 = konsumsi kopi tidak baik jika diminum pada saat makan dan ≤ 6 0 menit

sebelum dan sesudah makan. Skala : nominal

3.7. Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan langkah selanjutnya adalah menganalisis hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat, pada penelitian dengan menggunakan program komputerisasi, kemudian dilakukananalisis data secara bertahap. Adapun analisis datanya menggunakan :

1. Analisis univariat yang merupakan analisis deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi pada tiap variabel (variabel bebas dan terikat)

2. Analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat secara sendiri-sendiri dengan menggunakan Chi-Squre pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

3. Analisis multivariatuntuk melihat hubungan antara variabel bebas secara bersama sama terhadap variabel terikat uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik berganda.


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.2 Gambaran Umum SMA Dharna Pancasila

SMA DHARMA PANCASILA beralamat di jalan Dr. T. Mansyur No.71C, Kelurahan Padang Bulan Selayang 1, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan. SMA Dharma Pancasila merupakan salah satu SMA swasta yang ada dikota Medan yang tergolong banyak diminati pelajar untuk melanjutkan pendidikan ketingkat SMA. Hal ini terlihat dari jumlah siswa/remaja putri yang bersekolah di sekolah ini pada data terakhir berjumlah 526 orang siswa/remaja putri. Yang terdiri dari, kelas I berjumlah 206 orang, kelas II berjumlah 150 orang dan kelas III berjumlah 170 orang.

SMA Dharma Pancasila didirikan pada tahun 1986 dan jumlah guru di SMA Dharma Pancasila sebanyak 57 orang. Adapun Visi dan Misi SMA Dharma Pancasila yaitu :

VISI :

1. Menjadikan SMA Dharma Pancasila sebagai sekolah unggul dalam prestasi, menguasai IPTEK dan memiliki IMTAQ.

MISI :

1. Melaksanakan proses belajar mengajar dan bimbingan secara efektif,efisien, menarik dan menyenangkan.

2. Menyelenggarakan pendidikan yang membekali life skill. 3. Meningkat mutu sumber daya manusia


(61)

4. Meningkatkan kegiatan bimbingan belajar, kelompok belajar untuk menghadapi kegiatan olimpiade Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Komputer.

5. Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai 6. Meningkatkan kegiatan ekstra kurikuler

7. Meningkatkan pengamalan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa kepada seluruh warga sekolah

8. Meningkatkan kerjsama dengan alumni, instansi terkait dan masyarakat

9. Membudayakan motto “ SMA Dharma Pancasila “ yaitu ,disiplin, hemat, rajin, pandai, mandiri, dan cinta setia pada pelajaran.

Sarana dan Prasarana yang dimiliki oleh sekolah berupa : Tabel 4.1. Sarana dan Prasaran

Ruang Jumlah Luas (m)

Teori/Kelas Laboratorium Perpustakaan Lab.Komputer Kep.Sekolah Wakasek Guru BP/UKS Musholla WC Penjaga Sek. Kantin Parkir Lap.Upacara 15 3 1 1 1 1 1 1 1 15 1 1 1 1 1080 216 108 108 30 54 162 108 108 146 50 72 6 2570


(62)

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik remaja putri yang dilihat meliputi umur, sarapan, dan membatasi makan berjumlah 100 remaja putri di SMA Dharma Pancasila. Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa berdasarkan umur, proporsi umur remaja putri tertinggi pada kelompok 16 tahun sebesar 47,0%. Mayoritas remaja putri sebelum berangkat sekolah sarapan sebesar 53,0% dan paling banyak remaja putri tidak membatasi makan (diet) sebesar 77,0%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja Putri di SMA Dharma

Pancasila

No Identitas Responden n Persentase

1 Umur Remaja Putri 14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 2 40 47 10 1 2,0 40,0 47.0 10,0 1,0

Jumlah 100 100,0

2 Sarapan Ya Kadang-Kadang Tidak 53 24 23 53,0 24,0 23,0

Jumlah 100 100,0

3 Membatasi Makanan Tidak Ya 77 23 77,0 23,0

Jumlah 100 100,0

4.7 Pola Makan Remaja Putri

Frekuensi konsumsi zat gizi remaja putri dalam penelitian ini diukur dengan melihat keseringan remaja putri dalam mengkonsumsi sumber zat gizi. Remaja putri yang sering mengkonsumsi sumber makanan pokok yaitu berupa nasi sebesar 83,0%, sering mengkonsumsi sumber lauk hewani sebesar 88,0%, lauk hewani yang sering dikonsumsi oleh remaja putri adalah telur dan ikan. Sumber lauk nabati sering


(63)

dikonsumsi sebesar 51%, lauk nabati yang sering dikonsumsi adalah tempe. Sumber sayuran sering dikonsumsi oleh remaja putri sebesar 43,0%, sayuran yang sering dikonsumsi adalah kacang panjang dan kentang. sumber buah-buahan dan sering dikonsumsi oleh sebesar 53,0%, buah yang paling sering dikonsumsi adalah jeruk dan pisang. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Makan Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila

No n Persentase

1 Makanan Pokok Sering Jarang 83 17 83,0 17,0

Jumlah 100 100,0

2 Lauk Hewani Sering Jarang 88 12 88,0 12,0

Jumlah 100 100,0

3 Lauk Nabati Sering Jarang 51 49 51,0 49,0

Jumlah 100 100,0

3 Sayuran Sering Jarang 43 57 43,0 57,0

Jumlah 100 100,0

4 Buah-buahan Sering Jarang 53 47 53,0 47,0

Jumlah 100 100,0

Rata-rata asupan protein (gram) remaja putri adalah 56,43 gram. Rata-rata asupan zat besi (gram) remaja putri adalah 14,99 gram. Rata-rata asupan folat remaja putri adalah 1,54 gram. Rata-rata asupan Vitamin C (gr) remaja putri adalah 41,86 gram.


(64)

Tabel 4.4 Distribusi Asupan Protein, Zat Besi, Folat, dan Vitamin C Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila

Variabel Mean Median SD 95% CI

Lower Upper

Protein 56,43 57,90 1,67 53,10 59,75

Zat Besi 14,99 11,85 9,24 13,163 16,82

Folat 1,54 1,25 1,05 1,33 1,75

Vitamin C 41,86 37,15 2,33 37,24 46,49

Pola makan remaja putri dalam penelitian ini diukur dengan melihat asupan protein, Fe (Zat Besi), Asam Folat, dan Vitamin C. Paling banyak remaja putri asupan proteinnya sudah mencukupi sebesar 56,0%. Sebesar 78,0% asupan zat besi pada remaja putri belum tercukupi, sebesar 95,0% remaja putri asupan folatnya belum tercukupi dan sebesar 85,0% asupan vitamin C pada remaja putri belum tercukupi.hasil lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pola Makan Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila

No Identitas Responden n Persentase

1 Asupan Protein Cukup Tidak cukup 56 44 56,0 44,0

Jumlah 100 100,0

2 Asupan Zat Besi Cukup Tidak cukup 22 78 22,0 78,0

Jumlah 100 100,0

3 Asupan Vitamin C Cukup Tidak cukup 15 85 15,0 85,0


(1)

Crosstab

Anemia

Total

tidak ya

Konsumsi Teh Baik Count 60 15 75

% within Konsumsi Teh 80.0% 20.0% 100.0%

% within Anemia 77.9% 65.2% 75.0%

% of Total 60.0% 15.0% 75.0%

tidak baik Count 17 8 25

% within Konsumsi Teh 68.0% 32.0% 100.0%

% within Anemia 22.1% 34.8% 25.0%

% of Total 17.0% 8.0% 25.0%

Total Count 77 23 100

% within Konsumsi Teh 77.0% 23.0% 100.0%

% within Anemia 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 77.0% 23.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.525a 1 .217

Continuity Correctionb .922 1 .337

Likelihood Ratio 1.451 1 .228

Fisher's Exact Test .273 .168

Linear-by-Linear Association 1.509 1 .219

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.75. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Konsumsi Kopi * Anemia

Crosstab

Anemia

Total

tidak ya

Konsumsi Kopi Baik Count 70 23 93

% within Konsumsi Kopi 75.3% 24.7% 100.0%

% within Anemia 90.9% 100.0% 93.0%

% of Total 70.0% 23.0% 93.0%

tidak baik Count 7 0 7

% within Konsumsi Kopi 100.0% .0% 100.0%

% within Anemia 9.1% .0% 7.0%

% of Total 7.0% .0% 7.0%

Total Count 77 23 100

% within Konsumsi Kopi 77.0% 23.0% 100.0%

% within Anemia 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 77.0% 23.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.248a 1 .134

Continuity Correctionb 1.069 1 .301

Likelihood Ratio 3.814 1 .051

Fisher's Exact Test .347 .150

Linear-by-Linear Association 2.226 1 .136

N of Valid Casesb 100

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.61. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 100 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 100 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 100 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

tidak 0

ya 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Anemia

Percentage Correct

tidak ya

Step 0 Anemia Tidak 77 0 100.0

Ya 23 0 .0

Overall Percentage 77.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


(4)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables FEkat 5.424 1 .020

Fkat 1.572 1 .210

Teh 1.525 1 .217

Kopi 2.248 1 .134

Overall Statistics 8.548 4 .073

Block 1: Method = Backward Stepwise (Wald) Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 12.537 4 .014

Block 12.537 4 .014

Model 12.537 4 .014

Step 2a Step -.953 1 .329

Block 11.584 3 .009

Model 11.584 3 .009

Step 3a Step -2.526 1 .112

Block 9.058 2 .011

Model 9.058 2 .011

Step 4a Step -2.140 1 .143

Block 6.918 1 .009

Model 6.918 1 .009

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 95.319a .118 .179

2 96.271a .109 .166

3 98.797b .087 .131

4 100.937b .067 .101

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. b. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.


(5)

Observed

Predicted Anemia

Percentage Correct

tidak ya

Step 1 Anemia Tidak 77 0 100.0

Ya 23 0 .0

Overall Percentage 77.0

Step 2 Anemia Tidak 77 0 100.0

Ya 23 0 .0

Overall Percentage 77.0

Step 3 Anemia Tidak 77 0 100.0

Ya 23 0 .0

Overall Percentage 77.0

Step 4 Anemia Tidak 77 0 100.0

Ya 23 0 .0

Overall Percentage 77.0

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a FEkat 1.988 1.075 3.418 1 .065 7.301

Fkat 18.823 1.642E4 .000 1 .999 1.495E8

The .681 .548 1.545 1 .214 1.975

Kopi -19.545 1.416E4 .000 1 .999 .000

Constant -21.835 1.642E4 .000 1 .999 .000

Step 2a FEkat 2.155 1.070 4.057 1 .044 8.628

The .705 .547 1.661 1 .197 2.024

Kopi -19.570 1.439E4 .000 1 .999 .000

Constant -3.204 1.069 8.973 1 .003 .041

Step 3a FEkat 2.226 1.064 4.373 1 .037 9.263

The .807 .545 2.191 1 .139 2.241

Constant -3.369 1.062 10.074 1 .002 .034

Step 4a FEkat 2.110 1.054 4.008 1 .045 8.250

Constant -3.045 1.024 8.848 1 .003 .048


(6)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 2a Variables Fkat .549 1 .459

Overall Statistics .549 1 .459

Step 3b Variables Fkat .542 1 .462

Kopi 1.486 1 .223

Overall Statistics 2.022 2 .364

Step 4c Variables Fkat .629 1 .428

Teh 2.254 1 .133

Kopi 1.815 1 .178

Overall Statistics 4.059 3 .255

a. Variable(s) removed on step 2: Fkat. b. Variable(s) removed on step 3: Kopi. c. Variable(s) removed on step 4: Teh.