Perubahan perilaku ikan nila selama proses pembiusan secara langsung menggunakan suhu rendah

Tabel 7. Hubungan suhu dengan tingkah laku ikan nila yang dibius dengan suhu rendah Suhu o C Lama waktu pencapaian suhu menit Kondisi 26 Normal gerak operkulum cepat, respon terhadap rangsangan luar tinggi dan gerak renang aktif 22 1 Normal 13 4 Panik gerak tidak beraturan, respon terhadap rangsangan luar sangat cepat 10 6 Pingsan ringan reaktivitas terhadap rangsangan luar rendah, gerak operkulum lambat dan gerak renang aktif 9 8 Pingsan ringan 8 9 Pingsan berat reaktivitas terhadap rangsangan luar tidak ada, kecuali dengan tekanan kuat, gerak renang lemah dan pergerakan operkulum lambat 7 11 Pingsan berat 6 13 Roboh pergerakan operkulum dan sirip sangat lemah, gerak renang tidak ada dan respon terhadap rangsang luar tidak ada Pada penelitian selanjutnya, ikan nila yang telah dibius secara langsung akan mengalami 3 macam kondisi yaitu pingsan ringan dengan kisaran suhu pembiusan 9-10 o C, pingsan berat dengan kisaran suhu pembiusan 7-9 o C dan fase roboh dengan kisaran suhu pembiusan 6-7 o C. Kemudian ikan tersebut masing-masing dikemas di dalam kotak styrofoam dengan 4 taraf waktu penyimpanan yaitu 0 jam, 3 jam, 6 jam dan 9 jam.

4.3 Penelitian Utama

Penelitian utama yang dilakukan meliputi pengamatan perubahan perilaku ikan nila selama proses pembiusan secara langsung dengan suhu rendah dan kelulusan hidup ikan nila setelah penyimpanan. Suhu pembiusan yang digunakan pada penelitian utama ini merupakan hasil dari penelitian pendahuluan, yaitu 9-10 o C, 7-9 o C dan 6-7 o C.

4.3.1 Perubahan perilaku ikan nila selama proses pembiusan secara langsung menggunakan suhu rendah

Ikan nila yang digunakan pada penelitian ini dipilih yang kondisinya sehat dan tidak cacat. Ikan hidup yang akan ditransportasi dipersyaratkan dalam kondisi yang sehat dan tidak cacat. Ikan yang kurang sehat atau lemah mempunyai daya tahan hidup yang rendah dan peluang untuk mati selama pemingsanan dan pengangkutan lebih besar Sufianto 2008. Pemeriksaan kondisi kesehatan ikan selalu dilakukan untuk mengurangi tingkat mortalitas yang tinggi. Pada proses pembiusan ini dilakukan juga pengamatan terhadap perilaku ikan nila selama memasuki fase-fase imotil. Hasil pengamatan perubahan perilaku ikan nila selama proses pembiusan secara langsung menggunakan suhu rendah 9-10 o C, 7-9 o C dan 6-7 o C disajikan pada Tabel 8 dan Lampiran 6. Tabel 8 menunjukkan bahwa ikan nila yang dibius secara langsung dengan suhu antara 9-10 o C dapat menyebabkan ikan mengalami fase pingsan ringan pada menit ke-20. Perilaku ikan nila selama proses pembiusan secara langsung menggunakan suhu 9-10 o C pada menit ke-0 menunjukkan kondisi dan aktivitas Tabel 8. Perubahan perilaku ikan nila selama proses pembiusan secara langsung menggunakan suhu rendah 9-10 o C, 7-9 o C dan 6-7 o C Waktu menit Kondisi A B C Normal Panik Panik 5 Panik Pingsan ringan Pingsan berat 10 Respon terhadap rangsangan luar cepat Ikan berada di dasar akuarium Roboh 15 Operkulum dan sirip mulai melemah Pingsan berat 20 Pingsan ringan Keterangan : A = Pingsan ringan 9-10 o C B = Pingsan berat 7-9 o C C = Roboh 6-7 o C yang masih normal. Pada menit ke-5 kondisi ikan mulai panik dan gerak mulai tidak beraturan. Menit ke-10 kondisi ikan ditandai dengan gerak renang aktif dan respon terhadap rangsangan luar cepat. Pada menit ke-15 operkulum dan sirip ikan mulai melemah, sedangkan pada menit ke-20 ikan sudah mengalami fase pingsan ringan yang ditandai dengan gerak operkulum lambat, respon terhadap rangsangan luar rendah, gerak renang masih aktif. Hal ini menunjukkan ikan nila merupakan ikan yang memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap perubahan lingkungan yang baru. Pembiusan ikan nila secara langsung menggunakan suhu rendah 7-9 o C menyebabkan ikan nila mengalami fase pingsan berat pada menit ke-15. Pada menit ke-0 kondisi ikan nila mulai panik dan bergerak tidak beraturan. Selanjutnya pada menit ke-5 gerak operkulum lambat, respon terhadap rangsangan luar rendah dan gerak renang aktif pingsan ringan. Pada menit ke-10 ikan berada di dasar akuarium, sedangkan pada menit ke-15 ikan memasuki fase pingsan berat yang ditandai dengan gerak operkulum lambat, respon terhadap rangsangan luar tidak ada kecuali dengan tekanan kuat dan gerak renang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa suhu 7-9 o C merupakan suhu ekstrim bagi ikan nila karena pada saat ikan nila dibius menunjukkan respon ikan mulai panik dan bergerak tidak beraturan pada menit ke-0 dan ikan sudah mengalami fase pingsan ringan pada menit ke-5. Ikan nila yang dibius secara langsung dengan suhu rendah 6-7 o C dapat menyebabkan ikan mengalami fase roboh pada menit ke-10. Ikan nila pada menit ke-0 kondisinya panik dan bergerak tidak beraturan. Pada menit ke-5 ikan mengalami fase pingsan berat yang ditandai dengan gerak operkulum lambat, respon terhadap rangsangan luar tidak ada kecuali dengan tekanan kuat dan gerak renang lemah. Pada menit ke-10 ikan nila roboh yang ditandai dengan gerak operkulum sangat lemah, respon terhadap rangsangan luar tidak ada dan gerak renang tidak ada. Ikan yang dibius pada suhu pembiusan 9-10 o C mengalami fase panik pada menit ke-5 sedangkan ikan yang dibius pada suhu pembiusan 7-9 o C dan 6-7 o C mengalami fase panik pada menit ke-0. Fase panik yang terjadi pada masing- masing perlakuan pembiusan dipengaruhi oleh suhu pembiusan yang digunakan Lampiran 7. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karnila dan Edison 2001, bahwa fase panik tersebut dipengaruhi oleh suhu pembiusan. Lama pembiusan yang terjadi pada masing-masing fase pembiusan berkisar 10-20 menit. Hal ini disebabkan fase panik yang terjadi saat proses pembiusan berbeda-beda. Pada fase panik, respirasi akan meningkat dengan tajam kemudian turun sampai mencapai respirasi terendah yang menyebabkan ikan pingsan. Menurut Suryaningrum et al. 2008, tingkat respirasi yang cukup rendah menyebabkan lobster terganggu keseimbangannya sehingga lobster tidak dapat menyangga tubuhnya sendiri dan jatuh dengan posisi tubuh miring. Ikan nila yang mengalami proses pembiusan secara langsung menggunakan suhu rendah sesuai dengan fase imotilnya diharapkan memiliki ketahanan hidup yang tinggi selama berada di luar lingkungan hidupnya. Ikan nila yang mengalami fase pingsan ringan, pingsan berat dan roboh memiliki tingkat respirasi dan metabolisme yang rendah.

4.3.2 Kelulusan hidup ikan nila Oreochromis niloticus setelah penyimpanan