Imotilisasi dengan Suhu Rendah

2.5 Imotilisasi dengan Suhu Rendah

Imotilisasi berprinsip pada hibernasi, yaitu usaha menekan metabolisme suatu organisme hingga kondisi minimum untuk mempertahankan hidupnya lebih lama Suryaningrum et al. 2004. Imotilisasi dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan suhu rendah Ikasari et al. 2008. Suhu air yang rendah dapat menurunkan aktifitas dan tingkat konsumsi oksigen ikan Coyle et al. 2004. Pada imotilisasi ikan dengan suhu rendah, suhu diturunkan sedemikian rupa sehingga diperoleh kondisi ikan dengan aktivitas ikan seminimal mungkin akan tetapi masih dapat hidup dengan sehat setelah mengalami pembugaran kembali Wibowo 1993. Imotilisasi dengan suhu rendah merupakan cara yang paling efektif, ekonomis dan aman dalam mempersiapkan transportasi lobster air tawar Suryaningrum et al. 2007. Es batu sering digunakan sebagai bahan pembius karena harganya yang relaif murah, mudah didapat dan aman karena tidak mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan manusia. Penurunan suhu dapat dilakukan dengan merendam es batu dalam kantong plastik pada air bak pemingsanan Nitibaskara et al. 2006. Suhu dingin merupakan salah satu kunci dalam transportasi ikan hidup, pada kondisi ini tingkat metabolisme dan respirasi sangat rendah sehingga ikan atau crustacea dapat diangkut dengan waktu yang lama dan tingkat kelulusan hidup yang tinggi Berka 1986, diacu dalam Suryaningrum et al. 2007. Imotilisasi dimaksudkan agar ikan berada dalam aktivitas metabolisme dan respirasi yang rendah sehingga ketahanan hidup di luar habitat hidupnya tinggi Berka 1986, diacu dalam Suryaningrum et al. 2007. Imotilisasi menggunakan suhu rendah memiliki dua metode yaitu imotilisasi dengan penurunan suhu bertahap dan imotilisasi dengan penurunan suhu langsung. Penurunan suhu sampai batas tertentu akan menurunkan tingkat metabolisme dan akhirnya akan menyebabkan ikan pingsan. Fase pingsan merupakan fase yang dianjurkan untuk pengangkutan ikan, karena pada fase ini aktivitas ikan relatif akan berhenti Mc Farland 1959, diacu dalam Achmadi 2005. Metode imotilisasi dengan penurunan suhu secara bertahap, yaitu ikan dimasukkan ke dalam air yang beraerasi kemudian diimotilisasi dengan menurunkan suhu air secara bertahap sampai suhu tertentu Nitibaskara et al. 2006. Pada suhu tertentu yang dikehendaki, ikan dipertahankan di dalam air selama waktu tertentu sampai ikan imotil. Pada penurunan suhu bertahap ini ikan secara bertahap direduksi aktivitas, respirasi dan metabolismenya sampai mencapai titik imotil yang diperlukan Nitibaskara et al. 2006. Selain itu, pada kondisi imotil tersebut aktivitas ikan sudah cukup rendah atau bahkan sudah pingsan sehingga mudah ditangani untuk transportasi. Metode ini secara praktis agak merepotkan, terutama jika udang atau lobster yang akan dikemas banyak Suryaningrum et al. 2004. Perubahan perilaku udang windu akibat pembiusan penurunan suhu secara bertahap hingga mencapai suhu pembiusan terbaik 15 o C disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perubahan perilaku udang windu akibat pembiusan penurunan suhu bertahap Waktu menit Suhu o C Kondisi dan aktivitas udang 26,0 Udang normal, aktif dan berdiri kokoh 10 23,5 Udang masih berdiri, sebagian mulai lamban 19 20,0 Udang mulai tenang, tidak ada pergerakan 25 18,7 Udang melemah, respon mulai berkurang 29 17,5 Sebagian tenang dan lemah 37 16,3 Respon lemah, mulai limbung, sebagian miring 43 15,7 Udang mulai panik, kaki renang masih bergerak lemah 52 15,0 Udang merebah, semakin lemah, pingsan Sumber: Gayatri 2000 Hasil penelitian Wibowo et al. 2005, diacu dalam Suryaningrum et al. 2007, memberikan informasi mengenai perubahan fisiologis lobster air tawar pada berbagai suhu. Informasi tersebut digunakan untuk menentukan suhu imotil dan suhu media selama transportasi. Menurut Suryaningrum dan Utomo 1999, diacu dalam Andasuryani 2003, suhu media untuk transportasi sistem kering berkisar atau sama dengan suhu imotilisasi. Adapun respon fisiologis lobster air tawar terhadap penurunan suhu yang dilakukan secara bertahap disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Respon aktivitas fisiologis lobster air tawar pada berbagai suhu No Suhu o C Perubahan aktivitas 1 30,4-25,4 Lobster bergerak aktif, kaki jalan, kaki renang dan kaki capit bergerak aktif, lobster cenderung bergerombol normal 2 25,4-19,4 Aktivitas lobster mulai berkurang, kaki jalan, kaki renang dan kaki capit bergerak perlahan-lahan, ekor melipat ke dalam, lobster cenderung diam tenang 3 19,4-15,4 Lobster gelisah, bergerak tidak beraturan dengan menyentak- nyentakkan tubuhnya mundur ke belakang, setelah panik lobster tenang kembali, respon terhadap rangsang lemah panik 4 15,4-12,9 Lobster mulai hilang keseimbangan, gerakan lobster lemah, respon terhadap rangsangan lemah, ketika posisi tubuh dibalik tidak dapat tegak kembali 5 12,9-10,4 Lobster hilang keseimbangan, posisi tubuh rebah atau terbalik, kaki jalan dan kaki renang diam 6 10,4-9,8 Keseimbangan lobster tidak ada, posisi tubuh terbalik, kaki jalan, kaki renang dan capit kaku tidak bergerak, ekor melipat kea rah abdomen, respon terhadap rangsangan tidak ada pingsan Sumber: Wibowo et al. 2005, diacu dalam Suryaningrum et al. 2007 Menurut Setiabudi et al. 1995, perubahan-perubahan tingkah laku tersebut disebabkan adanya perubahan suhu. Menurut Phillips et al. 1980, diacu dalam Suryaningrum et al. 1997, laju konsumsi oksigen hewan air akan menurun dengan menurunnya suhu media. Penurunan konsumsi oksigen pada lobster akan mengakibatkan jumlah oksigen yang terikat dalam darah semakin rendah. Keadaan ini akan mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan syaraf juga berkurang sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisiologis dan lobster menjadi lebih tenang Suryaningrum et al. 1997. Metode imotilisasi dengan penurunan suhu secara langsung, yaitu dilakukan dengan cara memasukkan ikan hidup dalam media air dingin pada suhu tertentu selama waktu tertentu sampai ikan imotil. Waktu dan suhu imotilisasi dipengaruhi oleh ukuran, umur dan jenis ikan. Melalui imotilisasi dengan penurunan suhu secara langsung ini ikan akan mengalami shock dan langsung berada dalam tingkat aktivitas, respirasi dan metabolisme yang rendah. Selain itu, pada kondisi imotil tersebut aktivitas ikan sudah cukup rendah atau bahkan sudah pingsan sehingga mudah ditangani untuk transportasi Nitibaskara et al. 2006. Tingkah laku ikan mas selama proses pemingsanan dengan suhu rendah 8 o C secara langsung disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkah laku ikan mas selama proses pemingsanan dengan suhu rendah 8 o C secara langsung Waktu menit Suhu o C Kondisi dan aktivitas lobster 8 Aktivitas normal 5 8 Ikan kelihatan panik, bergerak tidak beraturan 10 8 Ikan shock ditandai dengan gerakan tak terkendali, kemudian ikan mulai oleng 15 8 Ikan rebah disertai operkulum bergerak lambat. Ikan tidak bergerak jika disentuh 20 8 Tidak ada aktivitas, operkulum bergerak lemah disertai terjadinya kekejangan otot yang mulai kaku Sumber: Jailani 2000 Beberapa komoditas hasil perikanan yang dapat ditransportasikan dalam keadaan hidup dan dikemas dalam media tanpa air transportasi sistem kering menggunakan metode pembiusan suhu rendah adalah ikan, lobster dan udang. Udang yang memiliki nilai jual yang tinggi di Jepang, yaitu Penaeus japonicas, karena udang tersebut ditransportasikan hidup dengan pembiusan suhu rendah dalam kemasan serbuk gergaji dingin Shigueno 1975, diacu dalam Salin 2005. Beberapa Penaeid lainnya diantaranya adalah Penaeus esculentus Haswell, P. monodon Fabricus, P. semisulcatus De Haan dan Melicertus Penaeus plebejus Hess telah dicoba di Australia sebagai spesies alternatif untuk M. japonicus dalam pemasaran hidup ke Jepang Goodrick, Paterson dan Grauf 1995, diacu dalam Salin 2005. Menurut Salin dan Vadhyar 2001 percobaan penyimpanan hidup P. monodon tanpa media air dengan suhu pembiusan 14 ± 1 o C dalam serbuk gergaji dingin telah sukses. Teknologi pengangkutan hidup yang sama tersebut juga telah dicobakan pada udang air tawar. Udang air tawar hidup biasanya masih menggunakan media pengangkutan air yang kurang aman, beresiko tinggi dan kurang efisien. Transportasi dengan sistem kering dapat menjadi pilihan tepat, apabila kondisi optimalnya diketahui dan merupakan cara yang efisien dan aman meskipun beresiko tinggi. Ikan mas dapat dipingsankan dengan suhu rendah secara bertahap selama 30 menit dan secara langsung selama 10 menit pada suhu 6-7 o C dengan tingkat kelulusan hidup sebesar 40 setelah 7 jam penyimpanan. Ikan kakap dapat dipingsankan dengan suhu rendah pada suhu 10-11 o C Nitibaskara et al. 2006. Ikan mas yang dipingsankan dengan suhu rendah secara langsung pada suhu 8 o C dan dikemas dalam styrofoam berukuran 30x30x40 cm 3 dengan kepadatan 5 ekor ikan selama 5 jam memiliki tingkat kelulusan hidup 40 Jailani 2000. Udang yang dipingsankan pada suhu 18 o C secara langsung selama 15 menit memiliki tingkat kelulusan hidup sebesar 40 setelah dikemas selama 22 jam Nitibaskara et al. 2006. Udang windu tambak yang dibius menggunakan suhu rendah secara langsung pada suhu 17-19 o C dapat dipertahankan kelangsungan hidupnya sebesar 93,75 di dalam media serbuk gergaji dingin dalam uji transportasi selama 16 jam Setiabudi et al. 1995. Lobster hijau pasir Panulirus homarus yang dibius menggunakan suhu rendah secara langsung pada suhu 14-15 o C selama 20 menit dapat bertahan hidup selama 20 jam dengan kelulusan hidup 100 Suryaningrum at al. 1994. Lama pembiusan yang terjadi pada proses pembiusan berbeda-beda . Hal ini disebabkan fase panik yang terjadi saat proses pembiusan. Menurut Karnila dan Edison 2001, fase panik tersebut dipengaruhi oleh suhu pembiusan. Ikan sangat sensitif dengan adanya perubahan suhu air Subasinghe 1997. Pada fase panik, respirasi akan meningkat dengan tajam kemudian turun sampai mencapai respirasi terendah yang menyebabkan ikan pingsan. Tingkat respirasi yang cukup rendah menyebabkan lobster terganggu keseimbangannya sehingga lobster tidak dapat menyangga tubuhnya sendiri dan jatuh dengan posisi tubuh miring Suryaningrum et al. 2008. Pada kondisi shock, ikan banyak melakukan gerakan yang berlebihan pada saat proses pembiusan. Kondisi shock tersebut menyebabkan ikan cepat mengalami kematian karena ikan yang stres akan mengalami peningkatan asam laktat dalam darah. Jika asam laktat terakumulasi dalam darah cukup tinggi akan mempercepat terjadinya proses kematian Afrianto dan Liviawaty 1989, diacu dalam Utomo 2001. Faktor lingkungan dapat menjadi salah satu faktor penyebab stress pada ikan Lerner 2004. Parameter penting dalam pembiusan pada suhu rendah yang cukup berpeluang dalam menunjang kelulusan hidup ikan adalah metode pembiusan, waktu pembiusan dan suhu pembiusan yang digunakan Suryaningrum et al. 1994. Imotilisasi dengan suhu rendah memiliki keuntungan diantaranya ekonomis karena es mudah didapat dan aman karena tidak terdapat residu bahan kimia Suryaningrum et al. 1997. Ada beberapa keuntungan dan kerugian metode imotilisasi dengan penurunan suhu langsung dan bertahap. Pemingsanan dengan penurunan suhu secara bertahap dapat menimbulkan stress pada ikan dan memerlukan waktu yang panjang hingga ikan pingsan, sedangkan dengan penurunan suhu secara langsung dapat mengurangi stress selama proses pemingsanan dan mempercepat proses pemingsanan Nitibaskara et al. 2006. Tingkat keberhasilan transportasi ikan hidup diukur dari besarnya nilai tingkat kelulusan hidupnya survival atau nilai kematiannya mortalitas. Pada transportasi ikan hidup sistem kering, setelah ikan ditransportasikan kemudian ikan disadarkan kembali proses pembugaran dengan aerasi secara terus menerus untuk mengetahui tingkat kelulusan hidupnya. Penggunaan aerasi bertujuan untuk membantu penambahan udara ke dalam air sehingga kadar oksigen terlarut dalam air menjadi cukup Boyd 1982. Piper et al. 1982, diacu dalam Nitibaskara et al. 2006 menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut di atas 5 mgl dapat menjamin ikan tidak akan mengalami stress. Proses pembugaran bertujuan untuk memulihkan kembali kondisi ikan. Suhu media pembugaran disesuaikan dengan habitat ikan Achmadi 2005. Pada proses pembugaran udang dan lobster yang hidup akan berenang, mula-mula udang atau lobster akan limbung tetapi kondisinya akan normal kembali setelah berada dalam air selama 30 menit Suryaningrum et al. 2004. Menurut Achmadi 2005, ikan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pergerakan anggota tubuh setelah 10 menit waktu pembugaran dianggap tidak lulus hidup.

2.6 Pengemasan