nila dengan suhu rendah secara langsung. Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan waktu selama percobaan.
Perbandingan air dan es 2:1 dan 2:2 tidak dapat menyebabkan suhu air mendekati suhu pembiusan ikan nila. Perbandingan tersebut hanya mampu
mencapai suhu terendah 6
o
C lalu suhunya meningkat lagi karena es sudah mencair. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah es yang semakin banyak di dalam
suatu media air dengan volume tertentu akan dapat menurunkan suhu lebih cepat dan mampu mencapai suhu yang paling rendah.
Gambar 4. Penentuan jumlah es pada media air pembius dan rata-rata penurunan suhu
4.2.2 Penentuan suhu pembiusan ikan nila
Pada percobaan sebelumnya diperoleh hasil terbaik penentuan jumlah es untuk pembiusan ikan nila yaitu perbandingan air dan es 2:4 yang memiliki
kemampuan untuk menurunkan suhu media pembius sampai suhu 3
o
C sehingga dapat digunakan untuk mengetahui respon ikan nila terhadap berbagai tingkat
suhu pembiusan. Penelitian selanjutnya yaitu penentuan suhu pembiusan ikan nila. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui suhu pembiusan serta mengetahui fase imotil ikan nila. Pada proses pembiusan, tingkah laku ikan diamati hingga ikan pingsan. Hasil
penelitian tahap ini diketahui suhu pembiusan untuk ikan nila yang akan digunakan pada penelitian utama.
5 10
15 20
25 30
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
S u
h u
o
C
Waktu menit
1 L air : 0,5 kg es 1 L air : 1 kg es
1 L air : 1,5 kg es 1 L air : 2 kg es
3 6
7 7
6 4
4 3
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka diperlukan 40 kg es dengan 20 liter air agar suhu air mencapai 3
o
C sehingga dapat digunakan untuk membius 5 ekor ikan. Penambahan 5 ekor ikan bertujuan untuk mempermudah pengamatan.
Hasil penentuan suhu pembiusan ikan nila disajikan pada Tabel 7 dan Lampiran 5. Tabel 7 menunjukkan bahwa ikan nila mengalami beberapa fase imotil yaitu
fase pingsan ringan, pingsan berat dan roboh. Ikan nila mengalami fase pingsan ringan pada kisaran suhu 9-10
o
C, fase pingsan berat pada kisaran suhu 7-9
o
C dan roboh pada kisaran suhu 6-7
o
C. Fase pingsan ringan ikan nila ditandai dengan kondisi reaktivitas terhadap
rangsangan luar rendah, gerak operkulum lambat dan gerak renang aktif. Fase pingsan berat ikan nila ditandai dengan kondisi reaktivitas terhadap rangsangan
luar tidak ada, kecuali dengan tekanan kuat, gerak renang lemah dan pergerakan operkulum lambat, sedangkan pada fase roboh ikan nila ditandai dengan kondisi
pergerakan operkulum dan sirip sangat lemah, gerak renang tidak ada dan respon terhadap rangsangan dari luar tidak ada.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ikan nila merupakan ikan yang memiliki kemampuan adaptasi yang cukup tinggi terhadap perubahan
lingkungan. Menurut Setiabudi et al. 1995, perubahan-perubahan tingkah laku tersebut disebabkan adanya perubahan suhu. Terganggunya keseimbangan ikan
nila tersebut diduga disebabkan karena kurangnya oksigen dalam darah. Menurut Phillips et al. 1980, diacu dalam Suryaningrum et al. 1997 laju konsumsi
oksigen hewan air akan menurun dengan menurunnya suhu media. Penurunan konsumsi oksigen pada lobster akan mengakibatkan jumlah oksigen yang terikat
dalam darah semakin rendah. Keadaan ini akan mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan syaraf juga berkurang sehingga menyebabkan bekurangnya aktivitas
fisiologis dan lobster menjadi lebih tenang Suryaningrum et al. 1997. Kekurangan oksigen lebih lanjut akan menyebabkan terganggunya sistem
keseimbangan tubuh sehingga ikan menjadi pingsan dan roboh.
Tabel 7. Hubungan suhu dengan tingkah laku ikan nila yang dibius dengan suhu rendah
Suhu
o
C Lama waktu
pencapaian suhu menit
Kondisi 26
Normal gerak operkulum cepat, respon terhadap rangsangan luar tinggi dan gerak renang aktif
22 1
Normal 13
4 Panik gerak tidak beraturan, respon terhadap rangsangan
luar sangat cepat 10
6 Pingsan ringan reaktivitas terhadap rangsangan luar
rendah, gerak operkulum lambat dan gerak renang aktif 9
8 Pingsan ringan
8 9
Pingsan berat reaktivitas terhadap rangsangan luar tidak ada, kecuali dengan tekanan kuat, gerak renang lemah dan
pergerakan operkulum lambat 7
11 Pingsan berat
6 13
Roboh pergerakan operkulum dan sirip sangat lemah, gerak renang tidak ada dan respon terhadap rangsang luar
tidak ada
Pada penelitian selanjutnya, ikan nila yang telah dibius secara langsung akan mengalami 3 macam kondisi yaitu pingsan ringan dengan kisaran suhu pembiusan
9-10
o
C, pingsan berat dengan kisaran suhu pembiusan 7-9
o
C dan fase roboh dengan kisaran suhu pembiusan 6-7
o
C. Kemudian ikan tersebut masing-masing dikemas di dalam kotak styrofoam dengan 4 taraf waktu penyimpanan yaitu
0 jam, 3 jam, 6 jam dan 9 jam.
4.3 Penelitian Utama