1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan perubahan keasaman vagina pH dengan fluor albus pada usia kehamilan 11-24 minggu di RS Medirossa, Cikarang ?
1.3 Hipotesis
Adanya peningkatan pH vagina, memberikan pengaruh terhadap perubahan makroskopis pada kejadian fluor albus di usia kehamilan 11-24 minggu
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan peningkatan pH vagina dengan perubahan makroskopis dari kejadian fluor albus di usia kehamilan 11-24 minggu
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui kadar pH dari fluor albus selama kehamilan 2. Mengetahui bau dan warna dari fluor albus selama kehamilan
1.5 Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti : Penelitian ini menjadi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan modul
riset dan memperoleh gelar sarjana kedokteran Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan sebagai introspeksi
diri mengenai kebersihan tubuh dan organ vital bagi peneliti Penelitian ini bisa dijadikan bahan pembelajaran dan pengembangan cara
berpikir peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya
Bagi Masyarakat : Khususnya bagi ibu hamil, penelitian ini mampu menjelaskan mengenai
pentingnya menjaga kebersihan serta keseimbangan pH vagina terutama pada wanita hamil dan juga pentingnya melakukan pemeriksaan
kandungan rutin Bagi Institusi :
Penelitian ini sebagai syarat kelulusan Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dapat menjadi salah satu acuan untuk mengadakan dan mengembangkan penelitian ini lebih lanjut
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Perubahan Anatomi dan Fisiologi pada Masa Kehamilan
Secara anatomi, ketika terjadi suatu kehamilan maka akan terjadi perubahan anatomi organ reproduksi pada ibu sebagai suatu reaksi kompensasi terhadap
hadirnya makhluk hidup baru yang akan berkembang di dalam rahim.
6
Dibawah ini merupakan gambaran secara garis besar organ yang mengalami perubahan
anatomi pada masa kehamilan :
Seperti yang di jelaskan pada gambar 2.1 diatas, organ-organ ini akan mengalami perubahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh hormon estrogen dan
progesteron secara langsung ataupun tidak langsung. Di jelaskan pula bahwa vesika urinaria dan rektum akan terkena dampak dari perubahan organ-organ
reproduksi ini, salah satunya akibat pembesaran rongga uterus secara perlahan- lahan yang akan menekan keduanya. Hal ini terjadi sesuai dengan letak uterus
Gambar 2.1 Anatomi organ reproduksi wanita uterus, serviks, vagina, dan klitoris dan batas-batasnya rektum dan vesica urinaria
Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology : From Cells to Systems.2010.
7
4
pada umumnya yaitu posterior terhadap vesika urinaria dan anterior terhadap rectum.
7
2.1.1.1 Fisiologi Kehamilan
Kehamilan adalah suatu keberhasilan dalam proses fertilisasi pada fase ovulasi dalam siklus menstruasi. Siklus menstruasi adalah siklus hormonal yang
berperan dalam kematangan folikel dalam ovarium. Siklus ini di regulasi oleh aksis Hipothalamus-Hipofisis-Gonad ovarium pada wanita. Aksis ini tidak
hanya mengatur siklus hormonal, namun secara tidak langsung juga berperan dalam perkembangan organ reproduksi sekunder manusia.
7
Normalnya, siklus menstruasi berawal dari aktivasi GnRH Gonadotropin Releasing Hormone di hipothalamus dan akan mengaktivasi FSH Follicle
Stimulating Hormone dan LH Luteinizing Hormone pada hipofisis anterior yang nantinya akan mempengaruhi folikel primordial pada ovarium untuk
berkembang menjadi folikel primer yang memiliki sel teka internal dan eksternal. Sel teka internal akan mengubah kolesterol yang didapatkan dari sel teka eksternal
menjadi androgen, kemudian mengirimkannya ke sel granulosa yang memiliki enzim 5-alpha-reductase sehingga androgen mampu diubah menjadi estrogen.
Estrogen ini sebagian akan disimpan di dalam ruang yang disebut antrum serta membantu pertumbuhan oogonia hingga menjadi oosit matang di dalam folikel
yang juga akan terus berkembang dan sisanya dikembalikan ke aliran darah sistemik. Estrogen memiliki autoregulasi di dalam aliran sistemik. Bila produksi
estrogen telah mencukupi, ia akan memberikan feedback negatif ke hipothalamus dan hipofisis sehingga produksi GnRH serta FSH akan terhambat dan LH
mengalami peningkatan. Fase ini terjadi kurang lebih selama 14 hari terhitung sejak awal folikel mulai banyak mengalami perkembangan dan menjadi folikel
matang yaitu folikel de Graaf serta dinamakan fase Folikular.
7
Sementara GnRH dan FSH terus di hambat, sel teka juga semakin berkembang dan mengalami penebalan ditambah dengan sel granulosa + sel lutein
yang di aktivasi oleh peningkatan LH yang begitu dahsyat saat estrogen mencapai tingkat maksimumnya. Penebalan folikel ini menyebabkan folikel terisi penuh
dengan sel dan menjadikannya corpus luteum badan kuning . Sel teka luteal dan
Setelah melewati fimbriae, oosit ini akan menjadi ovum dan melewati tuba falopii bagian ampulla. Bila di bagian ampulla ovum bertemu dengan sperma,
maka sperma dengan enzim dan badan akrosomal yang ia miliki akan menembus dinding ovum yang terdiri dari korona radiata, zona pellucida, dan membran
plasma maka inti sel dari sperma akan di lepaskan ke dalam sitoplasma ovum dan bertemu dengan inti sel ovum. Bila kedua inti sel ini berhasil menggabungkan
kode genetik yang mereka miliki, maka inilah yang akan berkembang menjadi morulla, blastula dan seterusnya hingga terjadi implantasi di dinding uterus bagian
dalam endometrium.
7
2.1.1.2 Efek Perubahan Hormon selama Kehamilan
Selain perubahan secara anatomi dan fisiologis dari sistem reproduksi ibu, juga terjadi perubahan hormon estrogen dan progesteron yang signifikan. Hormon
estrogen dalam bentuk estradiol dan progesteron menjadi faktor lain yang meningkatkan resiko ibu mengalami fluor albus pada masa kehamilan.
8
Gambar 2.3: Perjalanan folikel matang ke endometrium
Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology : From Cells to Sytem.2010.
7
Gambar 2.5 : Perubahan hormonal selama kehamilan
Sumber : Baxendale Brett,2001
Seperti yang di jelaskan pada gambar 2.4 diatas, bahwa progesteron mengalami peningkatan yang signifikan sejak usia kehamilan 11 hingga 24
minggu yang disebabkan oleh adanya corpus luteum yang dipertahankan hingga usia kehamilan mencapai trimester II akhir, sehingga progesteron kadarnya terus
meningkat.
10
Hal ini tentunya akan memberikan efek yang cukup signifikan terhadap organ-organ yang memiliki reseptor terhadap kedua hormon ini.
8
Estrogen yang mengalami sedikit peningkatan akan berikatan dengan reseptornya misal : ER2 dan ER3 pada endometrium dan kelenjar mukosa pada
serviks , kemudian menyebabkan penebalan jaringan penyusun pada area tersebut, sehingga pertumbuhan janin terlindungi dan mendapatkan cukup nutrisi.
Dan juga, normalnya estrogen akan membuat sekret kelenjar pada dinding rahim serta serviks lebih jernih dan cair. Produksi progesteron juga mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan yang terjadi pada estrogen, dimana progesteron akan meningkatkan jumlah kapiler darah pada dinding endometrium
serta asupan glikoprotein pada kelenjar dinding rahim dan juga serviks, sehingga akan dihasilkan lebih banyak sekret kental dan sedikit keruh. Sekret ini kaya akan
glikoprotein, jaringan ikat dan juga mediator kimia yang berfungsi sebagai pertahanan untuk daerah ruang uterus, serviks hingga saluran vagina.
8,
Perubahan estrogen Perubahan progesteron
Gambar 2.4 Perubahan estrogen dan progesteron selama kehamilan
Sumber : Baxendale and Brett. Motherhood and Memory : A review Psychoendocrinology.2010.
8
2.1.2 Mikroorganisme dan Perubahan pH pada Saluran Vagina
Penelitian yang dilakukan oleh Gustafsson, et al 2011 pada wanita dengan usia produktif di Swedia menyatakan, bahwa perkembangan mikroorganisme
dalam saluran reproduksi wanita bergantung pada usia dan juga kondisi hormonal saat itu.
9
Wanita pada usia 26-40 tahun akan mengalami perubahan pH ± 4,5-4,8 dan juga ditemukan pertumbuhan mikroorganisme, seperti : Lactobacillus sp,
Streptococcus group B, Gardnerella vaginalis, serta jamur Candida albicans.
10,11
Keempat mikroorganisme ini akan berkurang pada masa menopause dan postmenopause disertai dengan perubahan pH yang signifikan ± 5-5,3
12
, namun bakteri Lactobacillus sp lebih memberikan pengaruh dominan terhadap perubahan
pH yang mungkin terjadi pada saluran vagina.
13
Adanya perubahan keasaman dan pertumbuhan mikroorganisme ini juga dipengaruhi oleh kebersihan ibu selama kehamilan, contohnya dalam
membersihkan tepi luar vagina ataupun dalam berhubungan seksual.
14
2.1.2.1 Lactobacillus sp
Bakteri ini adalah jenis bakteri anaerob yang hidup di beberapa organ pada manusia. Sifatnya yang mampu menguraikan glikogen dalam proses fermentasi
dan menjadikannya asam laktat, menjadi faktor utama yang menjadikan bakteri ini bakteri normal dalam tubuh kita. Selain itu, di duga hasil metabolisme dari
bakteri ini mampu menyingkirkan pertumbuhan bakteri patogen.
15
Lactobacillus sp banyak ditemukan pada saluran gastrointestinal dan saluran reproduksi
wanita.
15
Menurut penelitian asosiasi ahli mikrobiologi tahun 1975, lactobacilli yang sering ditemukan di dalam saluran reproduksi wanita adalah L.Crispatus dan
L.Jensenii
13
. Kedua bakteri ini dikatakan memberikan tingkat keasaman yang hampir sama terhadap saluran vagina, namun untuk menghasilkan asam laktat
mereka memerlukan bahan yang berbeda dalam proses fermentasi nya.
16
L.Acidophilus mampu menguraikan laktosa dan menjadikannya ikatan asam laktat yang kuat maupun lemah, sedangkan L.Jensenii hanya mampu
menghasilkan ikatan asam laktat yang sederhana. Hal lain yang menguntungkan
dari bakteri ini adalah kemampuan dalam menghasilkan H
2
O
2
yang berfungsi mencegah pertumbuhan mikroorganisme lain dalam saluran reproduksi wanita.
13
Dalam kondisi sehat dan sistem imun yang baik, jumlah H
2
O
2
yang dihasilkan bakteri batang ini diduga tidak memberikan efek korosif terhadap epitel saluran
reproduksi wanita.
12
2.1.3 Fluor Albus
Fluor albus keputihan keluarnya cairan dari organ reproduksi wanita melalui vagina Wishnuwarhani, 2008. Pemeriksaan makroskopis , berupa warna,
bau dan kekentalan adalah cara untuk menilai dan mengkategorikan fluor albus, Namun kekentalan dari fluor albus seringkali tidak di jadikan suatu tolak ukur
yang akurat mengingat besarnya kemungkinan terjadi subyektifitas pada sekret yang diperiksa.
11,14,15
Fluor albus ini bisa terjadi pada dua kondisi, yaitu :
2.1.3.1 Fisiologis
Dikatakan fisiologi, bila cairan tersebut berwarna bening, tidak berbau, jumlahnya tidak berlebihan, dan tidak menimbulkan keluhan, seperti : gatal-gatal,
rasa panas, dan sebagainya. Fluor albus fisiologis ini sering terjadi pada wanita menjelang haid, ketika stress secara emosional, ataupun saat terangsang secara
seksual.
16
Secara fisiologis, sekret vagina memberikan proteksi alami terhadap pertumbuhan bakteri aerob di sekitar serviks dan vagina. Pertahanan ini bersifat
asam yang dibantu dengan bakteri anaerob yang mengkonsumsi glikoprotein sekret dan akan menghasilkan sisa metabolisme dengan fermentasi, sehingga
sekret vagina tetap terjaga keasamannya.
16
2.1.3.2 Patologis
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, fluor albus dikatakan patologis, bila cairan yang didapatkan berwarna hijaukuningkeabu-abuan, berbau tidak sedap,
jumlahnya berlebihan, dan menimbulkan gejala gatal, rasa panas di daerah kewanitaan, nyeri, dan sebagainya.
14
Gambaran fluor albus patologis yang sering ditemukan pada wanita
15
:
a. Fluor albus yang cair dan berbusa, berwarna kuning kehijauan atau keputih-putihan, berbau busuk dengan rasa gatal. Fluor albus semacam ini
akan memberi dampak bagi tubuh wanita, diantaranya rasa terbakar di daerah kemaluan saat buang air kecil.
b. Cairan fluor albus yang berwarna putih seperti keju lembut dan berbau seperti jamur atau ragi roti. Keadaan ini menunjukan adanya infeksi yang
disebabkan jamur atau ragi yang di sistem reproduksi sekunder wanita, terutama vagina dan serviks.
c. Cairan fluor albus yang kental seperti susu dengan bau yang amis. Keadaan ini dimungkinkan karena infeksi yang disebabkan oleh bakteri
anaerob oportunis
yang menjadi
infeksi sekunder
akibat ketidakseimbangan suasana asam-basa di vagina atau serviks.
d. Cairan fluor albus yang encer seperti air, berwarna coklat atau keabu- abuan dengan bercak-bercak darah, dan berbau busuk. Kondisi infeksi
urogenitalia yang bersifat kronik adalah penyebab tersering timbulnya cairan fluor albus dengan karakteristik di atas.
Fluor albus terjadi akibat adanya perubahan suasana pada mukosa vagina yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, misalnya perubahan hormon sehingga
mempengaruhi kerja kelenjar mukosa pada serviks dan faktor pertumbuhan mikroorganisme anaerob pada saluran vagina dan serviks baik bagian endo
ataupun ektoserviks.
14
Tak hanya faktor internal, faktor eksternal seperti pendidikan, higienitas diri, pendapatan keluarga, dan juga kondisi pasangan seksual juga mempengaruhi
perubahan pH pada vagina melalui sikap dan perilaku higienis terhadap diri dan lingkungan sekitar mereka.
15
Penggunaan pakaian dalam dan juga cara membersihkan alat genitalia saat mandi adalah salah satu contoh perilaku higienis yang memiliki pengaruh besar
dalam kesehatan alat reproduksi. Ibu dengan kelebihan glukosa dalam darah Diabetes Mellitus, juga akan mengalami hal serupa mengingat sekret vagina
dipengaruhi oleh susunan glikoprotein ikatan antara glukosa dengan protein di dalamnya.
15
2.1.4 Cara Diagnosis
Keadaan patologis pada fluor albus, seperti Bakterial Vaginosis ataupun fluor albus akibat Infeksi Menular Seksual, membutuhkan uji laboratorium sesuai
dengan ketentuan yang telah di tetapkan baik uji sederhana, yaitu dengan pemeriksaan makroskopis maupun yang menggunakan reagen kompleks.
13,14
Pemeriksaan makroksopis terdiri dari pemeriksaan bau, warna, keasaman dan kekentalan pada sekret vagina. Bau, warna, dan keasaman seringkali menjadi
penentu utama dalam kejadian fluor albus, sedangkan penilaian kekentalan yang tidak menjadi prioritas dalam penentu fluor albus karena masih adanya
kemungkinan subyektifitas dari observer dalam penilaiannya.
2.1.4.1 Dipstick Test
Uji dipstick adalah uji semi kuantitatif menggunakan stick yang sudah memiliki reagen untuk beberapa zat yang mungkin ditemukan di dalam sediaan
atau preparat. Sediaan yang dapat menggunakan uji ini adalah urine atau apusan vagina, yaitu berupa sekret dari saluran vagina ataupun porsio serviks. Pada
apusan vagina, uji dipstick digunakan untuk mengukur pH yang didapatkan dari apusan tersebut.
14,15,16
Gambar 2.7 Stik dengan 3 reagen untuk uji dipstick
Sumber :kamera pribadi, Juli 2013
2.1.4.2 Uji KOH
Uji menggunakan larutan basa KOH 10 ini biasa digunakan untuk mengetahui bakteri gram pada sediaan, namun uji KOH tidak bisa membedakan
secara pasti sifat gram dari bakteri tersebut. Hasil yang didapatkan untuk mengetahui sifat gram nya hanya dilihat dari ada atau tidaknya lendir pada
sediaan setelah diteteskan larutan KOH 10 ini.
15
Pada jamur seperti Candida albicans, uji KOH cukup membantu untuk melihat jamur ini secara mikroskopis. Selain itu, uji ini mampu mengeluarkan bau
tidak sedap dari sediaan yang didapatkan dari pasien dengan diagnosis Infeksi saluran reproduksi khususnya seperti Bakterial Vaginosis.
16,17
Larutan ini digunakan setelah apusan mukosa vagina dengan cotton swab telah dilakukan. Sekret yang ada di letakkan diatas kaca objek secara memutar dan
perlahan.
15,16,17
Gambar 2.8 Larutan KOH 10 yang digunakan untuk mengetahui perubahan bau
pada fluor albus
Sumber :kamera pribadi, Juli 2013
Gambar 2.9 Cotton Swab untuk mengambil fluor albus pada vagina
Sumber :kamera pribadi, Juli 2013
2.2 Kerangka Teori
Lonjakan progesteron yang
signifikan Peningkatan
metabolisme tubuh ibu
Meningkatkan jumlah kelenjar mukosa pada
serviks dan dinding rahim
Meningkatkan glikogen dan
protein dalam darah
Meningkatkan kadar glikoprotein
dalam sekret kelenjar mukosa
serviks
Akan difermentasikan oleh
mikroorganisme anaerob biasanya
Lactobacillus sp pada serviks dan
vagina Mengalir hingga
ke saluran vagina Sekret lebih
banyak, kental, dan keruh namun
tidak berbau
Menghasilkan asam laktat dan
pH menjadi asam Higienitas saat
kehamilan kurang baik
Kemungkinan pertumbuhan
mikroorganisme lain di dalam saluran vagina
hingga ke serviks
Flora normal akan tersingkirkan karena
adanya mikroorganisme yang dominan
Jamur mudah berkembang biak
pada kondisi basa
Uji KOH + Peningkatan sekret untuk
proses fagositosis sebagai mekanisme pertahanan
Duhpus sebagai Hasil dari fagositosis
Bau amis bau tidak sedap dari sekret +
Kadar pH akan berubah menjadi
lebih basa Faktor
pendidikan dan ekonomi
keluarga Masa Gestasi
Kehamilan
2.2 Kerangka Konsep
Perubahan hormonal yang
signifikan selama kehamilan 11-24
minggu
Perubahan keasaman pH
vagina Riwayat Infeksi
Saluran genitalia atau Diabetes
melitus sebelumnya
Perubahan kualitas sekret
vagina
Fluor Albus Higienitas Ibu
selama Kehamilan
Peningkatan fermentasi
glikoprotein oleh Lactobacillus sp
Perubahan bau dari
sekret vagina
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross- sectional untuk mengetahui hubungan antara perubahan keasaman vagina dengan
kejadian keputihan di usia kehamilan 11-24 minggu.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Poli Kebidanan RS Mediarossa Cikarang, selama 2 bulan terhitung dari bulan April sampai dengan Juni 2013
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil dengan usia kehamilan 11-24 minggu di Poli Kebidanan dan Kandungan RS Medirossa Cikarang
3.3.2 Sampel
Metode yang digunakan untuk menentukan sampel adalah dengan metode Consecutive Sampling,
19
sehingga seluruh populasi yang ada di jadikan sebagai sampel selama periode penelitian untuk memenuhi jumlah sampel minimal,
dimana kriteria sampel yang dibutuhkan adalah ibu hamil usia 11-24 minggu dengan keputihan di periode April-Juni 2013.
3.3.3 Cara Penentuan Sampel 3.3.3.1 Menghitung Besar Sampel
Penelitian ini adalah penelitian analitik numerik tidak berpasangan, sehingga untuk mencari besar sampel digunakan rumus :
17
Dengan : Zα
= Kesalahan tipe I, ditetapkan Zα = 5 Zβ
= Kesalahan tipe II, ditetapkan Z = 10 S
= Standar Deviasi SD Gabungan dari Kedua Kategori fluor albus X
1
-X
2
= Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna
Diketahui :
Zα = 5 = 1,64
Zβ = 10 = 1, 28
S = Dari laporan penelitian Ocviyanti Departemen Obstetri dan Ginekologi
RSCM tahun 2009, dimana : S
1 2
x n
1
-1 + S
2 2
x n
2
-1 n
1
+n
2
-2 S
1
= Standar deviasi dari kelompok fluor albus fisiologis = 3,1 n
1
= Besar sampel dari kelompok fluor albus fisiologis = 80 sampel S
2
= Standar deviasi dari kelompok fluor albus patologis = 1,4 n
2
= Besar sampel dari kelompok fluor albus patologis = 20 sampel S
2
yang didapatkan = 759.57, maka S = = 27,56
X
1
-X
2
= Selisih minimal rerata dari laporan penelitian yang sama didapatkan dari penelitian Ocviyanti 2009 Majelis Obstetri Ginekologi Indonesia adalah 2,5.
S
2
=